Tantangan Brigadir Eka
Surat dengan amplop coklat di meja kerjanya membuat Brigadir Eka Frestya mengerutkan dahinya. Mungkinkah dari penggemarnya? Sebagaimana diketahui, kecantikan dirinya telah membuat banyak lelaki tergila-gila kepadanya dan membuat banyak wanita yang iri sekaligus kagum pada dirinya. Namun ada yang berbeda dengan surat yang kini ada di hadapannya itu. Alamat yang diketik tidak menjadi masalah, namun bila tanpa alamat pengirim? Lagipula amplop coklat di mejanya itu cukup tebal untuk ukuran surat biasa. Dengan penasaran Eka membuka surat itu. Gadis itu memandang surat yang luar biasa itu dengan alis yang berkerut. Kertas daur ulang yang dipegangnya tak seberapa membuatnya terkejut di banding pesan yang tertulis di dalamnya. Pesan yang disusun dari potongan Koran Klasik sekali. AKU MENANTANGMU! MALAM INI DI PELATARAN PARKIR DI BELAKANG KANTORMU! DATANG SENDIRI! Naluri polisinya merasakan bahaya, ia tak mau gegabah mendatangi tempat itu begitu saja. Ini jelas jebakan, kata rekannya Ovvy sambil membaca surat itu, Kita lapor komandan, kita sergap bajingan itu. Jangan. Sergah Eka. Kenapa? Kamu tau kan ini bukan ancaman biasa? Aku tau, tapi coba bayangkan kalau kita berdua yang menangkap penjahat ini Jangan ngaco ini bahaya Iya, tapi kalau terlalu banyak orang, ia pasti akan curiga sementara kalau kita berdua . Setidaknya kita punya kesempatan lebih besar. Bisik Eka Eka membujuk Ovvy hingga rekannya itu luluh Oke tapi begitu ada gelagat buruk, aku panggil bantuan. **** Eka berdiri menantang dingin malam dirinya berbalut jeans hitam, sweater jacket dan commando cap, membuatnya makin nampak anggun. Sahabatnya Ovvy menghampirinya Ini cuma lelucon ayolah sudah hampir jam sebelas malam. Gadis itu sebenarnya masih ingin menunggu sang penantang namun tak bisa dipungkiri dinginnya malam dan rasa kantuk membuatnya menyerah lalu mengikuti ajakan rekannya, pergi meninggalkan tempat itu. +++ Satu minggu berlalu tanpa ada tragedy apa-apa . Eka telah melupakan surat itu, dan menganggapnya cuma surat iseng, seperti yang dikatakan rekannya hingga pada suatu hari setelah ia selesai bertugas dan kembali ke rumahnya. Amplop coklat itu muncul kembali . TERNYATA DUGAANKU TEPAT! KAMU CUMA JUAL TAMPANG! KEBERANIANMU NOL! PENGECUT! Dengan geram Eka menghancurkan surat itu lalu berkendara kembali ke lokasi tantangan itu masih menggunakan seragam polisinya yang berlengan dan celana panjang Malam makin gelap . Dan kembali dingin malam mulai menyelimuti tempat yang sangat sepi itu. Suara gemerisik daun dan gemeretak dahan menjadi temannya Kamu sudah kalah Eka terkejut dan berbalik, tak ada siapa-saiapa di sana . Tunggu . Matanya membiasakan diri akan kegelapan sebelum ia melihat seorang lelaki, dengan kaus lengan panjang, celana army dan army boots warna hitam keluar dari balik bayangan dan menghampirinya, wajahnya ditutupi topeng yang menutupi mata dan hidungnya. Aku pengecut? sergah Eka, sambil memasang kuda-kuda, Lalu kamu sendiri? Datang dengan mengenakan topeng seperti itu? Ah ini kata pria berambut cepak itu sambil mengelus topeng di wajahnya Aku ini penjahat dan tugasmu untuk menangkapku, menginterogasiku, dan memasukkanku ke dalam penjara. Itu kalau kamu mampu, tentu saja. Ejek lelaki itu. Eka langsung mengeluarkan senjatanya, mengarahkannya dengan tegas ke arah lelaki itu. Berbaring di tanah, rentangkan kaki dan tanganmu! Lelaki itu tersenyum sinis, Pengecut desisnya sambil merebahkan dirinya di tanah. Setidaknya aku menangkapmu. Kata Eka penuh kemenangan. Lalu menekan lututnya ke punggung sang lelaki. Namun begitu lengannya hendak meraih borgol di pinggangnya, lelaki itu meronta keras, membuat Eka terheyak ke belakang. Gadis itu segera berdiri, namun Todongan senjata di dahinya sedikit banyak membuat gadis itu bergetar, ia tak menyangka kalau lelaki dihadapannya bisa melumpuhkannya semudah itu. Dan tubuhnya makin bergetar ketika dinginnya moncong senjata yang ditekan di dahinya diturunkan ke hidungnya yang bangir, dipulaskan ke bibir sexynya, lalu ke lehernya . Eka sedikit tersedak karena pistol itu ditekankan ke pita udaranya. Namun pria itu masih melanjutkan terornya ketika kemudian pistol itu diturunkan hingga tepat di tengah kedua bukit payudaranya yang terbungkus seragam, yang kini bernafas berat, ke perutnya, lalu ke selangkangannya. Eka memejamkan mata, tak mau melihat pelecehan ini lebih lanjut. Gadis itu menunggu dan menunggu . Eka membuka matanya dan melihat lelaki itu mengulurkan tangannya menyerahkan senjatanya kembali. Tangan gadis itu bergetar mengambil senjatanya kembali Aku ingin pertarungan bukan cara cepat seperti ini not fun kata lelaki itu Aku mengajukan penawaran kepadamu. Kalau aku kalah, kamu boleh menembakku, membunuhku Cuma beri aku satu pertarungan yang terbaik yang bisa kamu berikan. Aku melihat kamu memperagakan cara menggunakan baton dengan baik aku menantangmu. Eka masih menggenggam pistol itu terarah lurus ke dahi penantangnya yang justru maju dan menempelkan dahinya sendiri ke mulut pistol itu. Lelaki itu meneruskan perkataannya, Namun nampaknya itu cuma impian kamu tak bisa bertarung it’s just a show off . Katanya pasrah Darah Eka mulai menggelegak pelatihannya bukan hal yang ringan . Ia berjuang keras hingga ia dapat posisinya sekarang ini. Ia bisa bertarung . Ia bisa mengalahkan bajingan ini . Namun kepalanya harus tetap dingin Apa untungnya buatku Tidak ada, kata lelaki itu ini cuma kepuasan bagi aku bisa membuktikan kalau pelatihanmu itu cuma sekedar permainan anak-anak. Kini darah Eka benar-benar menggelegak Aku akan mengalahkanmu bajingan jangan harap kamu bisa menipuku lagi dengan gerakan dadakanmu katanya sambil menyarungkan pistolnya, membuka sabuk hostler nya dalu membuangnya ke tanah. Lelaki itu tersenyum riang bagai anak mendapat permen. Aku tak akan kalah! tegas Eka Kamu tidak akan mau kalah kata lelaki itu sambil keduanya membuat gerakan memutar berkeliling, saling berhadapan dan membuat kuda-kuda. Eka membuka serangan pertama. Serangan bertubi-tubi dilakukan gadis itu, menekan lelaki yang nampak tak bisa melakukan serangan balasan dan hanya bisa menghindar dan menghindar. Sejenak Eka merasa kalau dirinya di atas angin lelaki ini hanya menggertaknya ia sama sekali tak bisa melawan. Dan serangannya makin bertubi, tendangan, pukulan, semuanya mengurung ruang gerak sang lelaki yang terus menghindar atau menangkis sesekali. Hingga akhirnya gadis itu merasakan ada yang salah dalam pertarungan ini ia melihat senyuman kemenangan tersungging di bibir lelaki itu. Kesadarannya dating terlambat ia terlalu asyik menyerang lelaki itu hingga tak sadar bila secara perlahan kini justru dirinya yang terdesak . Ia merasakan kelelahan . Tenaganya terbuang dalam serangan-serangannya tadi. Sebuah tendangan kearah kepala masih dapat ditangkis oleh Eka, namun kekuatan tendangan itu membuat gadis itu terhuyung. Dan ketika dirinya limbung sebuah pukulan keras, telak menghujam uluhatinya, hingga sang gadis terjengkang ke arah kap mobilnya.
Eka megap-megap kesakitan Tangannya membekap perutnya yang serasa menerima hantaman palu godam pukulan itu benar-benar menyakitinya .. Lelaki itu mendekatinya, lalu berbicara lirih di telinga polwan cantik yang meringkuk kesakitan dan berpeluh deras itu. Kamu kalah . kini aku akan mengambil hadiah kemenanganku Eka ingin sekali meronta, namun kesakitan di ulu hatinya tak bisa di hilangkannya, hingga ia hanya bisa menggeliat lemah ketika lelaki itu membuka gespernya. Tangan gadis itu menggapai mencoba menghalau tangan yang mulai membuka kancing celananya. Namun lelaki itu menepis lengan sang polwan, lalu memberi hantaman kedua di uluhati sang polwan, membuat gadis itu membeliakkan matanya dan megap-megap mencari udara. Tak ada yang bisa dilakukan Eka ketika celananya kini terenggut dan dicampakkan ke tanah juga hanya perlawanan lemah yang dilakukannya ketika akhirnya celana dalam berwarna krem di loloskan secara perlahan menuruni pinggulnya, ke pahanya, lutut, betis. lalu menjadi ternoda oleh tanah seiring tercampaknya penutup terakhir pelindung kehormatannya ke tanah. Eka ingin sekali berteriak, namun tekanan ringan namun mematikan sang lelaki di lehernya membuat suara gadis itu bagaikan suara kumur lalu megap untuk melancarkan nafas Matanya menatap antara takut, benci dan kekalahan ketika melihat lelaki itu menurunkan celananya, mengeluarkan penisnya, lalu . Brigadir Eka mengerang ketika penis lelaki itu menyeruak ke dalam vaginanya lelaki itu bahkan tak melakukan foreplay pada dirinya. Pedih dan rasa sakit, rasa benci dan rasa malu berbaur dalam batin Brigadir Eka yang kini terguncang-guncang di kap mobil Airmata mengalir menodai wajah cantiknya Ia mengalihkan pandangannya, tak ingin melihat wajah pria yang kini menggerakkan pinggulnya secara teratur di selangkangannya menumbuk-numbuk vaginanya Eka memejamkan matanya . Tak ingin melihat wajah lelaki yang kini berada dekat dengan pipinya memberikan hembusan nafas penuh nafsu di wajahnya, mendengarkan dengusan nafasnya Dan memberikan sedikit gelitik dalam dirinya Gelitik yang membuatnya makin frustasi karena tak mampu dilawannya . Mendadak Eka merasaka bila lelaki yang memperkosanya ini bergerak makin kuat menumbuk vaginanya, bergerak liar . Brigadir Eka memandang ke arah lelaki yang menikmati vaginanya itu menggelengkan kepalanya dengan panik. Jangan tolong jangan di dalamku desahnya dengan suara serak. Lelaki itu memandang sang polwan dengan tajam ia memandang mata wanita yang sudah kalah itu. Lalu memagut bibir sang polwan dengan kecupan dalam sebelum menarik penisnya, membiarkan tubuh sang polwan meluncur lemah ke depan bemper mobil untuk kemudian . Brigadir Eka menarik kedua kaki telanjangnya, menekap dadanya isak tangisnya begitu nyata ia membenamkan wajah cantiknya yang berlumuran sperma itu ke kedua lututnya dan terisak melepaskan sesak di dadanya. Lelaki itu memandang sang polwan di hadapannya, lalu dengan suara bagai desah angin, ia melangkah, undur ke dalam bayang gelap malam. Kamu harus bisa mengalahkan aku untuk membalas sakit hatimmu desah suaranya makin halus Jadilah kuat . Dan bunuh aku . Atau aku akan menghantuimu untuk selamanya . ++++ Kamu ikut kelas Muay Thai? Tanya Ovvy demi melihat tas olahraga yang dibawa Eka ketika mereka selesai bertugas. Ovvy merasa ada perubahan pada diri rekanya Eka, ia jadi lebih pendiam, lebih buas lebih ganas bahkan kini Eka memohon untuk terjun ke lapangan, dimana ia ikut langsung menyerbu para penjahat, dan menghajar mereka . Apa yang terjadi Eka? Sepertinya kamu berubah sekali Tanya rekannya lagi. Eka hanya diam, ia tak mau mengingat malam dimana ia dikalahkan, kini ia berlatih keras demi satu tujuan, bila ia sampai bertemu lelaki itu lagi, ia akan membuatnya membayar perbuatannya. Dan kekesalannya itu makin bertambah ketika dalam beberapa penyerbuanya lelaki itu ada di sana, walau tak dipungkiri dalam kesempatan itu lelaki itu membantunya menghabisi gerombolan penjahat. Beberapa kali nyawanya tertolong oleh sang lelaki. Namun disetiap akhir pertemuannya, seiring undurnya sang pria ke balik kegelapan, kaliamat tantangan itu selalu ada Kamu harus lebih kuat Hanya aku yang boleh mengalahkanmu Kamu milikku Dan ketika lelaki itu telah menghilang, Eka melampiaskan kekesalannya dengan menghajar penjahat yang sudah tak berdaya, hingga beberapa kali ia harus menerima skorsing… +++ Aku mau berlatih lebih lama master Sang master memandang gadis di depannya gadis yang delapan bulan yang lalu memulai pelatihannya, gadis yang kini karena pelatihan extreme yang dilaluinya menjadi salah satu petarung terbaik yang dimilikinya, ia memandang tubuh yang terbalut sports bra dan Muay Thay boxer pants. Meperlihatkan tubuh sexy dengan definisi otot yang tegas namun tidak mengurangi keanggunanya. Sang master sadar, tak mungkin menolak keinginan Eka yang keras itu, ia lalu berjalan ke arah pintu keluar, jangan siksa dirimu sendiri Eka membungkuk memberi hormat pada sang master, lalu memulai program pelatihan exteremnya. Sansak itu tak akan bisa melawanmu, Eka Eka terkejut dan mencari arah suara Lelaki bertopeng itu melangkah perlahan dari locker room. Untuk pertama kalinya Eka bisa melihat tubuh lelaki itu yang mengenakan seragam petarung Muay Thai tradisional. Dan kini ia berdiri di tengah ring di dalam sasana itu Tubuh lelaki itu tegap berotot namun tidak berlebihan, dan sebuah luka besar melintang dari bahu kiri, turun ke dada melintang hingga ke perut sebelah kiri. Lelaki itu berujar, Ya aku bisa dilukai aku bisa kalah . namun kamu harus berusaha lebih keras agar kamu bisa mengalahkan aku. Eka kini berada di hadapan lelaki itu ia tak lagi banyak bicara ia langsung memasang kuda-kuda Good kata lelaki itu Kita lihat kemajuanmu Lelaki itu menyerang terlebih dahulu, Eka kini yang telah lebih siap, menangkis dan memberikan perlawanan yang sama ganas dan brutalnya. Sebuah jab dari Eka masuk dan membuat sang lelaki terdorong ke belakang….. Namun Eka tak melanjutkan serangannya, ia sudah dapat pelajarannya, lelaki itu belum lagi kalah. Lelaki itu tersenyum liar sambil menyeka darah dari sudut bibirnya. Bagus cukup pemanasannya lets fight! Sebuah teriakan membahana mengawali serangan dahsayat sang lelaki yang membuat Eka terdesak. Lelaki itu seperti ingin menghukum Eka yang berhasil melukai bibirnya. Ternyata pelatihan extreme selama delapan bulan yang dijalaninya belum lagi mampu menandingi kekuatan, kecepatan dan keganasan lelaki itu, pukulan demi pukulan mulai telak mendarat ditubuh polwan cantik itu tanpa bisa ditangkis lagi. Pukulan ke rusuk, tendangan ke perut, tendangan ke arah paha luar, dan terakhir tendangan lutut yang telak mengenai dagu sang polwan mengakhiri pertarungan itu. Eka jatuh berdebum tertelungkup di matras, dan baru saja ia berusaha merangkak bangkit, sebuah tendangan keras ke arah perut membuat sang gadis terlempar berguling. Kembali Eka dipaksa meringkuk menahan sakit di tubuhnya. Lelaki itu kemudian keluar arena, lalu kembali menghampiri Eka yang tergeletak lemah sambil membawa tambang rami, serta sebuah toya yang di pukulkan ke perut sang polwan menambahkan rasa sakit yang sudah menderanya. Ia lalu menjambak rambut polwan itu dan menyeretnya ke sudut ring, ia lalu mengikat kedua lengan polwan itu menjadi satu dan mengeratkannya ke ring, lalu dengan kasar ia merenggut celana boxer sang gadis, juga celana dalamnya. Untuk kedua kalinya bagian bawah tubuhnya terekspose bebas untuk dinikmati lelaki itu. Bila pada saat pertama bagian bawah tubuhnya berbalut sepatu hitam, kini kakinya hanya berbalut decker. Lelaki itu kemudian menyelipkan toya di balik lutut sang polwan dan mengikatnya erat hingga kaki sang gadis mengangkang lebar. Lalu dengan hentakan keras lelaki itu membalik tubuh sang polwan hingga bokong indahnya menjulang ke atas. Lelaki itu memeluk Eka dari belakang, lengannya menelusup ke balik sports bra sang gadis dan meremasi payudara sekal itu dengan lembut, dan memilin-milin putingnya. Eka meronta keras ia tak ingin dilecehkan lagi seperti ini harga dirinya sudah jatuh ketika vagina dan anusnya terekspose bebas seperti ini. Ia kesal akan kekalahannya ini. Namun ikatan erat dilengannya, dan belenggu di kakinya membuatnya tak bisa merapatkan pahanya, untuk sekedar memberikan perlawanan. Eka menangis sedu sedannya terdengar nyata kekalahannya terasa lebih menyakitkan Ia bahkan pasrah ketika merasakan lelaki itu membimbing penisnya bersentuhan dengan bibir vaginanya, lalu mendorong penisnya dengan bertenaga, membelah labianya dan bersarang dalam kehangatan saluran vaginanya. Tangannya terkepal erat demi merasakan pinggulnya terhentak tumbukan selangkangan sang penakluk dalam irama ritmis. Sementara tangan sang penakluk berubah dari meremas menjadi memeluk dadanya Desakan-demi desakan, entakan demi entakan . Eka makin kesal dengan dirinya kenapa vaginanya menjadi basah kenapa vaginanya membiarkan penis itu makin lancar menjelajahi lorong kenikmatan itu? Eka memukul-mukulkan lengannya sebisanya ke matras untuk meghilangkan rasa itu ia tak terima kalau pelecehan ini mempengaruhi tubuhnya. Namun bisikan dari penakluknya mampu menghilangkan gairahnya lebih baik dari usahanya sendiri. Aku akan menyakitimu lagi supaya kau mau berusaha lebih keras untuk mengalahkanku . Eka merasakan penis sang penakluk ditarik keluar dari vaginanya, lalu lelaki itu menjejalkan gum shield ke dalam mulut Eka. Lalu membungkam mulutnya dengan handuk kecil. Eka meronta kuat sejadinya bajingan itu menjilati anusnya . Menusuk lubang pembuangannya dengan jari mencoba melebarkannya . Lalu gadis itu merasakan ada gel dingin yang dimasukkan ke dalam anusnya Tidak . Tidaaaaaak!!!! Raungan keras teredam oleh handuk .
Dalam bungkamannya Eka menggigit keras gum shield di mulutnya Anusnya terasa sangat panas dan sakit . Lelaki itu menyodominya . Seberapa pelanpun lelaki itu menyodomi anusnya, Eka sangat kesakitan terlebih itu rasa malu, marah, benci bergumul jadi satu Lelaki itu mulai menyentak, dan tiap hentakannya merupakan penghinaan bagi Eka . Setiap penis itu di cabut dari anusnya yang terluka, Eka berharap mimpi buruk itu berakhir, namun salah gel dingin kembali mengisi saluran pembuangannya, menebar rasa perih . Lalu kembali penis itu bermain di sana, lagi, lagi, dan lagi. Ketika akhirnya lelaki itu selesai medonorkan benihnya ke dalam anus sang polwan, Eka merasa sangat kotor. Ketika lelaki itu membebaskan belenggunya, lalu mencoba memeluknya, Eka meronta. Ia menampar, mencakar, menendang, lalu menangis tersedu-sedu sambil meringkuk menahan sakit dan amarah di dadanya. Namun pada akhirnya dalam kekalutannya, Eka masih mau menerima rengkuhan sang penakluk yang kemudian membimbingnya ke ruang shower, menyalakan air hangat, lalu membimbing Eka ke dalamnya. Eka lalu menepis rengkuhan lanjut sang lelaki, membelakangi tubuh sang penakluk, menekapkan tangannya ke bahu, lalu berdiri sambil tersedu di bawah siraman shower. Lelaki itu mahfum lalu mengundurkan diri diiringi isak tangis Eka yang kini bersandar di dinding dan menggelosor terduduk di lantai bilik shower itu sambil menangis karena frustasi. ++++ Hampir satu tahun berlalu setelah kejadian di gym itu, Eka kini menjadi jauh lebih kuat dan brutal. Kini ia hampir tak lagi memerlukan bantuan sang lelaki misterius untuk meringkus kawanan penjahat . Brigadir Eka Frestya menjadi sosok yang ditakuti dikalangan kejahatan di ibukota. Dan malam itu Lengan Eka terhenti pada handle pintu mobilnya…. Ia berbalik Lelaki itu sudah berdiri di sana, sama seperti awal pertarungan mereka . Eka tersenyum sinis . Ia sudah siap, sangat-sangat sudah siap. Gadis itu langsung menerjang. Lelaki itu tersenyum senang akhirnya, lawan yang sepadan. Pertarungan itu benar-benar dahsyat, serangan mengalir silih berganti dari keduanya. Tak ada yang ditahan, semuanya dilepaskan dalam pertarungan itu. Darah yang mengalir dari bibir keduanya, memar-memar yang baru akan terasa jauh setelahnya Namun kelegaan pertarungan meliputi kedua manusia itu. Hanya kematangan dan pengalaman yang jadi penentu, dan kecerdikan Eka tau kalau tenaganya masih kalah dibandingkan lelaki yang juga makin kuat itu, kini hanya ada satu hal yang bisa dilakukannya menggunakan kecerdikannya Maka ketika mereka saling merengkuh kepala, Eka membuat gerakan tak terduga dengan memberi sang lelaki sebuah ciuman buas. Lelaki itu tertegun dan Tendangan lutut Eka membuat sang lelaki jatuh nyaris terjerembab. Tangannya mendekap uluhatinya yang sakit kini dirinyalah yang megap-megap mencari udara . Click . Sang lelaki menegadahkan kepalanya, dan tersenym bahagia karena akhirnya setelah sekian lama ada yang bisa mengalahkannya Ia tertawa saat Eka menekankan mulut pistol itu dikeningnya dan menatap tajam ke mata sang brigadir. Ia menantikan saat ini Brigadir Eka tersenyum, ia sudah menang . Kini saatnya ia mendapatkan hadiah perjuangannya selama ini. Ia menyarungkan senjatanya, berjalan ke arah kap mobilnya lalu meloloskan celananya. Telunjuknya memanggil sang lelaki yang tersenyum sambil meringis menahan sakit untuk mendekatinya. Ia merengkuh kepala sang lelaki dan membimbingnya untuk memuaskan vaginanya. Dan ketika desakan itu makin tak terbendung, Eka menarik kepala sang lelaki ke arah wajahnya, berpagutan liar, lalu melingkarkan kaki jenjangnya ke pinggul sang lelaki menekannya agan penis tegang sang lelaki bisa mengisi relung vaginanya yang menginginkan pemuasan. Mobil Brigadir Eka kembali berguncang oleh persetubuhan liar keduanya, Eka mendesah, mengerang, menikmati hujaman penis yang mengaduk vaginanya, remasan tangan di payudaranya yang terbungkus seragam polisinya. Benar-benar menikmatinya Dan ketika derit mobil itu makin kuat seiring desakan pinggul sang lelaki di selangkangan Eka, menuntut pelepasan, kaki sang gadis semakin menjepit pinggul sang lelaki. Desah kepuasan terdengar dari mulut keduanya seiring orgasme hebat yang dirasakan keduanya dan bercampurnya cairan cinta sang polwan dan sperma sang lelaki yang kini berenang ria dalam rahim sang brigadir. ++++ Kini penjahat di ibukota menjadi dua kali lebih khawatir oleh Brigadir Eka dan seorang vigilante yang nampaknya saling bahu-membahu memerangi mereka . Dan bagi Eka, adanya lelaki itu membuat hidupnya kini makin bergairah, dimana ditiap akhir tugas mereka, keduanya akan mencari tempat tersembunyi lalu bertarung hingga salah seorang dari mereka menyerah, lalu bersetubuh dengan liar . Dan ibukota nampaknya akan jadi tempat yang lebih aman, untuk sementara ini well, untuk waktu yang relative agak lama setidaknya . Dua insan itu berpagutan liar di dalam kamar rumah susun sederhana, mereka saling melepaskan tepatnya mencabik pakaian mereka dalam nafsu, pakaian kamuflase hitam yang memang sudah sobek di sana-sini setelah pertarungan keduanya melawan gerombolan penjahat yang sedang sial karena bertemu mereka. Bibir Eka begitu erat berpagutan dengan sang lelaki, tangan mereka saling menjelajah ketelanjangan tubuh mereka yang saling berhimpitan, remasan, cupangan, jilatan mengisi bara nafsu di antara ke duanya. Desahan dan desis keluar dari bibir Eka ketika bibir dan lidah sang lelaki menelusuri leher jenjangnya, lalu turun ke dadanya, kedua lengannya meremasi kepala sang lelaki yang kini menikmati dua bukit payudara mengundang milik sang polwan, menghisapi dan menggelitik putingnya yang menegang karena birahi. Mata sang polwan menutup menikmati jelajah lidah sang lelaki yang kini bermain di perutnya yang bergurat six pack sexy hasil latihan dan pertarungannya selama ini, juga ketika merasakan lengan kekar dan kasar sang lelaki yang merayap di punggung, ke pinggang, pinggul dan meremasi buah pantanya itu Desah, erangan dan desis makin jelas keluar dari mulut Eka ketika lelaki itu menikmati vaginanya yang merekah tanpa sehelai bulu yang menghalangi. Lelaki itu berdiri, lalu menggendong sang polwan, kaki Eka mengait erat pinggang kekar sang lelaki sambil kembali ke duanya berpagutan liar. Lelaki itu lalu menghempaskan tubuh eka ke ranjang sederhana yang ada di apartemen type studio itu, lalu kemnbali menerjang tubuh sang gadis, dan menikmati tiap millimeter lekuk tubuh telanjang yang menggairahkan itu. Eka kemudian mendorong dada sang lelaki hingga terlentang di ranjang, ia lalu memposisikan vagina nya di atas wajah sang lelaki sementara mulut sensualnya kini menikmati tiap inci penis perkasa yang selalu dapat menaklukkan dirinya, yang selalu memberinya orgasme yang sangat dahsyat itu .. Eka membuka mulutnya lebar, membuat tenggorokannya relaks, dan mendorong seluruh penis itu jauh ke dalam mulutnya hingga mulutnya kini terganjal buah zakar yang mengeras. Sang lelaki begitu menikmati lembutnya lidah Eka yang menelusuri kelelakiannya yang mengeras, lembut mulut sensual yang rapat menyelimuti penisnya, ujung tenggorokan itu dan ia membalasnya dengan memberikan oral yang mampu mebuat Eka menggelinjang tak tertahankan pinggul indah itu menggeliat mencari titik kenikmatan dan gelombang itu menjalar ke seluruh tubuhnya . Eka kemudian melepaskan kulumannya, lalu dengan gerakan lincah ia memutar pinggulnya, memposisiskan vagina nya yang telah basah di atas penis yang mengacung tegak bagai tonggak kayu itu. Dan sang lelaki tak tinggal diam, secepat kilat ia mencengkram pinggul indah sang polwan dan mengujamkan pinggul itu ke bawah dan dipadu hentakan pinggulnya sendiri ke arah atas. Jerit tertahan sang polwan terlontar seiring bersatunya kelamin mereka. Hentakan penis itu merasuk sangat dalam terasa oleh Eka, hingga membentur pintu mulut rahimnya. Dan ketika telapak tangan kekar penuh kapalan sang lelaki meremas payudara lembut sang polwan, pinggul sang gadis mulai bergerak ritmis memeras penis yang kini menikmati kehangatan relung vaginanya. Liukan pinggul Eka begitu erotis diiringi desah mistis kedua insan yang dilarut birahi itu. Dan Eka terus meliuk dan mengaduk pinggulnya hingga suatu desakan yang memuncak dalam dirinya sudah tak mampu lagi ia tahan… Keduanya berteriak tertahan ketika badai orgasme menerjang bagai banjir bandang menghancurkan bedungan kenikmatan…. “Aaaawww so sweet” Eka dan sang lelaki terkejut setengah mati dem mendengar suara lelaki dengan intonasi yang menghina. Keduanya mencari arah suara dalam keremangan kamar itu. Dan mereka terkejut melihat sesosok lelaki kurus tinggi berambut panjang lurus sampai ke punggung yang dikuncir kuda, mengenakan jaket panjang dan cargo pants serta soldier boot, keluar dari sudut tergelap kamar mereka. Eka melirik ke arah kekasihnya dan terkejut melihat ketegangan di raut wajah dan sorot mata nya. “Siapa dia?”, bisik Eka. “Bad news!” kata kekasihnya singkat sambil tanpa memperdulikan ketelanjangan dirinya segera menerjang lelaki misterius itu.
Lelaki itu terkikik geli sambil menangkis serangan, matanya jalang melihat ke arah Eka yang tak lama ikut menerjang dirinya tanpa memperdulikan ketelanjangan dirinya, tanpa menghiraukan tatapan liar sang penyerang ke tubuh mulusnya. Lelaki itu sangat tangguh, ia begitu menguasai pertarungan yang biasanya selalu dimenangkan oleh Eka dan kekasihnya dengan mudah. Pukulan yang telak menghantam sang penyerang dianggapnya angin lalu, bahkan darah yang mengalir dari hidung maupun mulutnya membuat sang penyerang makin kuat dan brutal. Tak pernah Eka melihat kekasihnya begitu kewalahan dan panik dalam melakukan pertarungan. Dan dirinyapun baru kali ini merasakan pertarungan yang sesungguhnya di mana ia harus mengeluarkan seluruh kemampuannya. Kamar kecil itu sudah menjadi kapal pecah seiring pertarungan yang makin ganas. Lelaki itu nampak sudah cukup mempermainkan korbannya. “Kamu diam dulu manis” katanya santai sambil menendang selangkangan terbuka sang gadis, sehingga membuat Eka tersungkur dan meringkuk menahan sakit. Dan sakit itu seakan berlipat ribuan kali, ketika sebuah suara desir terdengar dan rasa panas menyengat paha kirinya. Lelaki keparat itu menembaknya… Kekasihnya meradang sebuah pukulan mematikan mengayun. Namun dengan ringannya sang penyerang mengelakkan pukulan itu, mendorong ringan menyebabkan musuhnya terjerambab ke lantai. Sang penyerang menginjak kepala musuhnya yang menghadap Eka, mata kedua sejoli itu saling memandang. Dan Desingan demi desingan tertutup oleh jeritan Eka ketika melihat kepala dan wajah kekasihnya hancur oleh butiran-butiran timah panas yang juga bersarang di pahanya. Lelaki itu terkekeh sambil mendekati Eka lalu berjongkok di hadapannya. Eka meringis kesakitan ketika pistol yang panas itu dilekatkan di paha dalamnya… Gadis itu meronta….. Memukul sebisanya… Lelaki itu terkikik geli menerima pukulan leman sang gadis sambil mencampakkan pistolnya sembarangan… “Anak nakal ini harus di hukum” katanya sambil terkikik menyebalkan lalu berdiri dan melepas sabuknya. Ctar…. Sabetan pertama tepat menghantam wajah Eka…. Ctar…. Pundak Ctar… Paha yang tertembak…. Ctar…. Ctar…. Ctar…. Eka berguling meringkuk sebisanya demi melindungi dirinya walau tanpa hasil, sekujur tubuhnya penuh bilur-bilur sabuk termasuk payudara sekalnya dan vagina yang memerah akibat sabetan bertubi-tubi yang dideritanya. Lelaki itu meloloskan celananya, memperlihatkan penis yang menegang seiring penyiksaannya pada sang polwan. Ia mengunggingkan tubuh sang gadis dan tertawa… “Anjiiiiing…. Kamu seneng main bool? Hahahaha” Katanya sambil memainkan dua jarinya dalam anus Eka yang memang sudah terbiasa menerima penis kekasinya itu… Namun sebiasa apapun, bila tanpa persiapan dan keikhlasan rasa sakitlah yang dirasakan. Eka terus meronta ketika mendengar suara resleting diturunkan, ia tak rela… Ia tak mau merasakan perkosaan lagi… “Diam!” bentak penyerangnya sambil menjambak rambut Eka dan membanting wajah cantik sang polwan ke lantai, lalu….. Rintih kesakitan Eka terdengar lemah seiring melesaknya penis sang bajingan di anusnya yang kering, terasa perih dan panas digesek, serta sakit di hati… Bajingan itu kembali menjambak rambut Eka dan memalingkan wajah sang gadis hingga tatap mata keduanya saling bertemu. Lelaki itu terkekeh liar demi melihat ekspresi wajah Eka yang berbaur antara benci, takut dan kesakitan. cuih…. Lelaki itu terkejut lalu tertawa riang melihat perlawan Eka yang masih mampu meludahi wajahnya. Dan ia membalasnya dengan menampari wajah Eka dengan liar hingga hidung dan bibir sang gadis mengalirkan darah. Bukan hanya itu, bajingan itu lalu membuat Eka terpaksa merangkak sambil terus disodomi… Gadis itu kembali meronta, bajingan itu membuatnya merangkan ke arah jasad kekasihnya. Gadis itu histeris karena wajahnya kini hanya berjarak sangat tipis dari tempat di kepala yang hancur itu yang tadinya berupa wajah sang kekasih “Let’s do threesome” kata sang penjahat sambil menekan wajah Eka ke kepala yang hancur itu, membenamkan wajah sang polwan ke gumpalan otak dan bagian wajah yang tersisa… Lelaki itu tertawa makin liar melihat rontaan tak berguna sang polwan di tambah jerit yang terdam oleh darah dan otak….. “Ahhhhh…aaaaahhhh…aaaaahhhhh!” Lelaki itu makin meningkatkan genjotan penis ya di anus Eka yang terluka dan berdarah-darah itu. Ia makin bersemangat karena anus sang gadis berkontraksi mencegkram penisnya, karena saluran nafas sang gadis yang tersumbat oleh gumpalan sisa wajah kekasihnya… Lelaki itu mengejan…. Memenuhi saluran pembuangan Eka dengan jutaan sperma…. Ia menarik nafas lega lalu bangkit berdiri dan sebelum ia mengeratkan celananya ia kembali merendahkan gadis yang terbujur lemah, tertelungkup dihadapannya. Ia membalikkan tubuh Eka dengan kakinya dan…. Eka yang begitu lemah tak berdaya bahkan untuk mengelakkan kepalanya dari terjangan air kencing sang penjahat yang sengaja diarahkan ke wajahnya…. Lelaki itu bergidig lalu mengeratkan celananya. Ia lalu menarik kaki Eka, menyeret gadis itu ke pinggir jendela rumah susun itu, ia membuka jendela…. “Kalian memang berani…. Hehehe” kekehnya sambil menyeret Eka. “Ngentot di markas para penjahat… Hehehe… You gonna regret that bitch” “Enjoy your fall…” katanya sambil mengangkat Eka lalu melempar gadis itu ke luar jendela. Tubuh sang gadis terbanting ke dinding rumah susun seberang, terhempas kembali, menghantam beberapa handrails, tali jemuran untuk akhirnya terbanting di tanah becek yang berupa gang antara dua rumah susun kumuh itu. Penghuni rumah susun mulai mendekat sumber suara dan mendapati sosok wanita telanjang menggeliat lemah tergeletak di gang itu…. Suara keras membuat kepala-kepala itu menengadah ke atas… “Teman-teman sekalian…. Lihat…. Aku baru saja melemparkan hadiah untuk kalian…. Balikkan tubuhnya!” Sesorang dari mereka membalik tubuh lemah dihadapannya dengan kakinya. Nafas mereka tertahan… “Ya!” seru lelaki itu, “Itu pelacur yang selama ini mengacaukan operasi kita…. Yang mengganggu lapak kita…!” Pandangan marah tertuju pada Eka yang berusaha merayap menjauhi kepungan… “Sekarang ia ada dalam tangan kita…. Silahkan nikmati sepuas kalian… Dan biarkan ia menyesal telah mencampuri urusan kita.” Kepungan makin merapat, Eka masih mencoba merayap, dengan mata yang kabur oleh darah yang mengalir dari kepalanya yang terluka. Jambakan di rambutnya sangat menyakitkan, terutama karena tubuhnya tak mampu berdiri… Tubuh lemahnya dipaksa terangkat dengan jambakan itu. “Rasakan ini!” dan bam… Sebuah tinjuan bersarang telak di wajah Eka dan membuatnya kembali tersungkur, hidung dan bibirnya kembali pecah dan berdarah… Bugh….! Tendangan keras bersarang telak di rusuknya….. Dan bertubi-tubi, pukulan, tendangan, tamparan…mendera Eka yang sudah lemah dan tak sanggup lagi melawan… Lalu tanpa di komando, para begundal itu mulai melepas celana mereka, dan perkosaan masal di alami Eka… Vaginanya begitu panas, memerah bengkak dan terluka akibat gempuran penis-penis yang dihentakkan dengan kasar dan brutal. Anusnya terluka parah, membuka dengan tidak wajar karena beberapa bajingan melakukan fisting di anusnya. Mulutnya bengkak, tenggorakannya perih, entah berapa banyak penis yang bersarang di dalam sana dan menembakkan benihnya sembarangan. Dan selama perkosaan itu berlangsung penyiksaan tak lepas dari tubuh Eka, kini sebuah luka besar bersarang di pipinya, melintang dari tulang pipi dan melebar ke arah dagunya ketika wajah cantiknya dihantamkan ke kaca jendela. Di akhir perkosaan dan siksaan selama sehari semalam yang dialami Eka, penghinaan dan degradasi telah menanti sang gadis yang nyaris tak bisa bergerak lagi… Para bajingan itu bergantian mengencingi Eka, bahkan beberapa dari mereka dengan brutalnya berjongkok di atas wajah sang polwan dan buang air seenaknya…. Hari berangsur pagi…. Lelaki itu terkikik melihat kondisi tubuh Eka yang tak berdaya dan babak belur itu. “It’s far from over bitch… Aku akan menjadikanmu contoh… Katanya lagi sambil kembali menyeret Eka ke mulut gang, lalu mengikat sebelah matakakinya dan menggerek Eka hingga tergantung. “Dan matilah kau dalam kondisi ini…” kata lelaki itu sambil undur ke dalam gang sambil sebelumnya menendang perut Eka dengan keras. Tubuh telanjang Eka menjadi tontonan, banyak yang terenyuh namun tak bisa menolong. Dua lelaki dan satu wanita mati ditembak ketika hendak menolong Eka… Lelaki itu memerintahkan dua begundal dengan senjata untuk berjaga…. Dan ia juga memerintahkan anakbuahnya untuk merekam kondisi tubuh Eka yang sekarat itu dan menyebarkannya secara online, karena seluruh stasiun tv sepakat untuk tidak menyebarkan berita ini, walau sama seperti sang bajingan beberapa pribadi merekam kegilaan ini dan bermasturbasi dalam penderitaan Eka. Sudah dua hari dua malam tubuh Eka tergantung begitu rupa… Wajahnya membiru karena aliran darah yang mengumpul di otaknya, tubuhnya dirubung lalat dan lukanya mulai bernanah…. Ia masih bisa merasakan derasnya hujan yang turun malam itu…. Dirinya sudah di ambang kematian, ia sudah pasrah… Dua penjaga itu tak tau apa yang menimpa mereka, sebuah serangan cepat menaklukan mereka, dan derak leher yang terputar mengakhiri hidup mereka. Eka memasrahkan hidupnya, membiarkannya mengalir seiring hujan yang turun, pandangannya mengabur dan gelap seiring tubuhnya yang terbanting ke tanah. …… Kelebatan cahaya…”dimanakah aku?” pikir sang gadis, “apakah ini jalan ke arah penghakiman?” Kemudian gelap…. Eka kembali pingsan. Kilatan cahaya…. Suara-suara yang seakan datang dari kejauhan…timbul tenggelam…. “Dia penyebabnya….” “Seharusnya ia mati….” “Tidak…. Bukan itu yang diinginkannya…” “sayang sekali… Kakinya bisa saja buntung….” “Hihihi… cantik-cantik buntung….tidak…. tidak…. Ia tak boleh buntung….” “Haruskah ia aku tolong?…” “Baiklah… Demi kamu ngger…. Baiklah…” “Inikah penghakimanku?” batin Eka….. Lalu kegelapan kembali meliputinya…. “Aaaaaaaahhhhhhh!” jerit Eka sekuatnya demi merasakan sulur-sulur yang seakan keluar dari lubang neraka menghujam bekas tembakan di pahanya, mengorek dalam-dalam….lalu kembali gelap… Kelebatan cahaya itu kembali datang, sulur itu memegang api….. Kembali ledakan jerit keluar dari mulut sang gadis ketika sulur itu menghujamkan bara api ke lubang bekas peluru di pahanya… …… Penolongnya berdiri memegang bara itu, sama sekali tanpa perlawanan gumamnya…. Gadis itu hanya menggeliat lemah…. Hanya suara lirih parau keluar dari mulut gadis sekarat itu…. Bahkan ketika ia membakar luka di pipi sang gadis ….. “Astaga…..” batin Eka…. “Aku di masak hidup-hidup…. Aku harus keluar…..” Gadis itu panik, ia merasakan air mendidih disekujur tubuhnya ia mencoba keluar dari kendi itu….. Namun sesosok mahluk samar membawa dupa…. “Belum waktumu…” katanya sambil menghembuskan asap dupa ke hidung Eka yang langsung terbuai dan pingsan…. Berkali-kali sensasi direbus hidup-hidup menghatuinya, berkali-kali sosok itu membiusnya…. Kicau burung menjadi suara yang menyambut Eka saat gadis itu terbangun, sinar mentari yang menerpa wajahnya menyadarkan dirinya… “Aku belum mati…” batinnya Tubuhnya masih terasa remuk redam ketika ia mencoba untuk bangkit dari dipan yang menjadi alas tidurnya, sejenak ia membiarkan dirinya agar terbiasa kembali. Ia memandang atap jerami di atasnya… Memandang ke bilik bambu di sekelilingnya. Ia meraba wajahnya, ada perban yang mengelilingi hidung hingga dagunya… Lalu suara seorang lelaki dari luar gubug menyadarkan Eka. Ia memaksakan diri untuk bangkit, mengeratkan kain lusuh yang menutupi ketelanjangan dirinya. Paha kirinya masih terasa sakit, memaksakan gadis itu untuk menyeret langkahnya ke pintu gubug yang ternyata berada di area pegunungan….
Ia melihat seorang lelaki baya duduk di tepi tebing di depan gubug itu, tubuhnya tak terawat dengan rambut panjang, kusut masai, jenggot dan kumis yang tak beraturan… Lelaki itu nampak berkata-kata seorang diri… “Seharusnya dia mati…. Tidak… Tidak… Jaka pasti tidak setuju…” Lelaki itu tercenung sesaat, “Jaka…. Kasihan kamu ngger…” ia terisak “Kenapa kamu minta bapakmu menolong dia? Dia sudah bikin kamu jadi begini ngger” Eka menangis, lelaki gila itu ternyata ayah kekasinya… Dan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa menyelamatkan kekasihnya…. Tertatih ia mendekati lelaki tua itu, bersimpuh di belakangnya dan menangis terisak…. Eka menumpahkan kekalutan hatinya melalui isak tangis…. Ia rela bila lelaki itu membunuhnya saat itu juga…. Lelaki itu berjongkok di hadapan Eka yang terus menundukkan kepalanya sambil terisak… Ia memegang pundak sang gadis… “Nduk… Anakku mengorbankan hidupnya demi kamu… Hargai itu…” Lelaki itu kemudian memapah Eka kembali ke dalam gubug, lalu membawanya ke arah dapur… Eka melihat sebuah kendi besar penuh rempah mendidih berdiri diam di atas bara api Ternyata ia tidak berhalusinasi… “Ayo, Nduk… Cairan rempah ini akan mengeluarkan semua kotoran yang sempat bersarang di tubuhmu…” kata lelaki itu sambil memapah Eka… “Mereka benar-benar menginginkanmu terhina dan mati…” Eka bergidig mengingat penyiksaan tak ber perikemanusiaan yang dialaminya… Ia pasrah ketika lelaki itu melepaskan kain lusuh itu, kemudian mengangkat tubuhnya yang telanjang lalu meletakkannya dalam perigi yang berisi rempah itu… Lelaki itu menahan pundak Eka yang menggeliat tak nyaman…”Tahankan Nduk… Kamu harus tahan” Eka mencoba bertahan hingga akhirnya ia mampu beradaptasi dan cekalan di pundaknya dilepaskan. Lelaki itu membuka perban di wajah Eka yang memerah oleh uap rempah, pori-pori sang gadis membuka, mengeluarkan keringat serta cairan kotoran dari dalam dirinya, Eka merasakan lendir kekuningan yang beraroma menyengat mengalir dari luka di pipinya, bahkan kini aroma rempah itu mulai terusik bau nanah dan berganti warna merah kekuningan…. Kembali lelaki itu mengangkat tubuh Eka yang basah meneteskan cairan rempah dan lendir yang beraroma kuat itu, lalu Merebahkan gadis itu di dipan dan menyelimuti tubuh sang gadis dengan kain lusuh seadanya… “Istirahatlah Nduk….” katanya sambil mengusap kepala Eka yang kelelahan lalu pulas tertidur. Aroma daging bakar itu menggugah selera sang gadis… “Nduk….” teriak sang lelaki dari luar gubug…”Ayo kemari… Isi perutmu…!” Eka terkejut, bagaimana orang tua itu bisa tau kalau ia sudah bangun, perlahan ia berjalan ke luar gubug dan mendapati lelaki itu sedang membakar ikan… Eka lalu bersimpuh dan dengan sabar menanti orang tua itu memberinya makan… Lelaki itu lalu mengambil seekor ikan yang sudah matang, meletakkannya di atas daun pisang dan memberikannya pada Eka…”Ndak usah sungkan Nduk… Aku tau kamu lapar…” Dengan rakus Eka memakan ikan itu, “terimakasih Pak…” katanya lirih… “Aku melakukannya demi Jaka….” Dan Eka kembali terisak…. ….. “Ayo Nduk, ikut bapak…. ” Dengan langkah tertatih Eka mengikuti lelaki itu, ternyata ia membawanya ke sebuah aliran sungai… “Nduk… Badanmu bacin, hehehe…” Mau tak mau Eka tersenyum kecut, tubuhnya memang berbau masam…. Entah berapa lama ia belum mandi kecuali ketika direbus dalam perigi itu, namun senyum kecutnya itu juga karena kondisi orang tua itu tak lebih baik dari dirinya, mungkin sudah sebulan ini ia tidak mandi… Eka memalingkan wajahnya, tanpa sungkan lelaki itu melepaskan celana komprangnya. Ia telanjang di bawah sana. Lalu ia masuk ke aliran sungai yang tenang itu. Tertatih Eka melewati bebatuan yang licin, pahanya masih nyeri… “Jangan sampai kain itu hanyut Nduk, aku tak punya lagi…” Eka tertegun…. Ia tak mau telanjang di hadapan lelaki itu, walau ia sudah melihatnya telanjang berkali-kali. Namun ia juga tak mau kalau akhirnya ia harus bertelanjang terus di hadapan orang tua itu jika kain itu akhirnya benar-benar hanyut. Terlebih karena memang kain yang menutupinya ini sangat kecil, hanya mampu menutupi setengah payudaranya, dan bawahnya jatuh tepat satu jengkal di bawah vaginanya, serta tak begitu lebar hingga ia hanya bisa menyematkan ujungnya di bagian payudara, sementara bagian samping tubuhnyaya terbuka lebar… Eka menggeleng kesal dan geli, ia menyerah… Tubuhnya gatal… Ia lalu membuka kain itu, melipatnya dengan rapi lalu masuk ke dalam sungai… Air sungai yang bening itu terasa segar. Eka membasuh tubuhnya, menggosok kulitnya yang terasa kasar oleh daki…. Ia melihat orang tua itu kembali terhisap dalam pikirannya sendiri. Eka kembali terisak… Orang tua itu bergumam pada air, berteriak pada udara… Menggeramkan kesedihan atas kehilangan putranya… Eka beringsut ke sosok tua yang tengah menggeleng-geleng sedih… Ia memeluk tubuh tua itu dari belakang dengan erat, ia menangis di punggung lelaki itu… Keduanya tepekur di hadapan api unggun di tepi sungai itu, menghangatkan tubuh telanjang mereka… Bau ikan panggang itu tak mengusik kebisuan mereka… Gemeretak kayu bakar tertingkahi suara lutut Eka yang beringsut mendekati ayah dari mendiang kekasihnya, ia bersujud hingga dahinya menyentuh tanah, ia menangis…. “Maafkan aku…. Maafkan aku…” Eka meledak dalam tangisnya…. Penyesalannya tumpah bagai air bah menjebol bendungan, tak ada lagi keberanian untuk tak menangis… Tak ada lagi hasrat untuk melawan takdir… Eka menangis… Lelaki itu menyentuh bahu Eka, membuatnya duduk tegak walau masih menundukkan kepala… Ia lalu mengamit dagu Eka, mata keduanya bertemu… Lelaki itu tersenyum… Eka menubruk lelaki itu dan memeluknya erat… Eka merasa kehangatan mengalir dalam dirinya… Ia sudah dimaafkan… Mata keduanya kembali bertemu dan tanpa ada yang mengomando, mereka berpagutan lembut. Lelaki itu merebahkan Eka di tanah yang lembut, kaki sang gadis membuka… Menerima pinggul lelaki yang kini menumpukan berat tubuhnya, merasakan kelelakian yang menyentuh vaginanya dan… Lenguh keduanya naik turun berirama dengan air sungai, semilir angin dan derak kayu yang terbakar…. …. “Ayo Nduk… Temani bapak…” Eka mengikuti langkah sang bapak menapaki tebing yang tinggi, ia kesulitan dengan kain yang melilitnya, akhirnya Eka mencabik dua kain yang melilitnya, sebagian ia gunakan untuk menutupi payudaranya, atau tepatnya mengelilingi putingnya, dan sebagian lagi menjadi cawat. Sang bapak teresenyum… Keduanya kembali mendaki… Tubuh Eka yang kaku berjuang keras mengikuti jejak sang bapak, terus hingga ke puncak. Nafas sang gadis putus-putus…. Sebuah kapak dilemparkan oleh sang bapak, “Nduk… Bapak sudah tua… Mau kan tolong bapak tebang pohon kering itu…” Eka bernafas berat, ia menyeka keringat yang membanjir di keningnya, lalu dengan sisa tenaganya ia mengayunkan kapak tersebut… Eka terjatuh dalam posisi merangkak, ia memuntahkan isi perutnya yang sangat mual karena pekerjaan berat yang dilakukannya…. Pohon itu belum lagi tumbang… Sang bapak lalu mengambil kampak itu, menarik nafas dan… Blam! Eka terbelalak, satu ayunan dari sang bapak dan kayu itu tumbang… Ia lalu mencincang pohon itu lalu mengumpulkannya… Ia juga mengambil sulur kayu, lalu ia membopong Eka, mengeratkan bopongannya dengan sulur lalu menuruni tebing itu…. Eka kembali merasa berdosa karena tak mampu memberikan yang terbaik untuk sang bapak…. …. Sang bapak tersenyum ketika ia bangun keesokan harinya, dipan tempat Eka beristirahat telah kosong… Ia tau ke mana gadis itu pergi… …. Senja menjelang ketika Eka dengan badan lemah datang memanggul tumpukan kayu bakar…. Gadis itu tersenyum, lalu tersungkur…. ….. Aroma rempah yang khas membangunkannya, terasa sangat menyegarkan….. Dan gosokan tapak tangan kasar sang bapak pada kulitnya terasa bagaikan sutra yang lembut. Mereka berpagutan, sang bapak mengangkat sang gadis dengan ringan, membaringkannya pada dipan sederhana itu dan kembali memagutnya… Eka menggeliat ketika lengan kasar itu merayapi tubuhnya, meremas kasar payudaranya, merayapi perutnya, meremasi pinggulnya… Eka mendesis ketika sang bapak melumat puting susunya yang mengeras…. Ia kemudian ganti merebahkan sang bapak, ia memposisikan vagina yang sudah basah itu… Tubuh sang gadis bergoyang ritmis di atas tubuh sang bapak yang juga tak tinggal diam dengan menghentakkan pinggulnya ke atas, meremasi dada sang gadis, mencengkram pinggulnya… Eka merasa damai seakan ia menemukan kembali kasihnya yang hilang, walau bagaimana ayah dari mendiang kekasihnya inilah yang sekarang mengisi relung hatinya sebagaimana kekasihnya dulu… Dipan itu berderak makin keras… Eka melolong…. Sang bapak melenguh….. Mereka orgasme….. …. Hari demi hari menjadi pencerahan baru bagi Eka… Sang bapak melatihnya untuk jadi lebih kuat… Lingkungan extreme di sekitar mereka menjadi sasana yang ideal, air terjun, tebing tinggi, hewan liar…. Semuanya membuat Eka menjadi jauh lebih tangguh dari sebelumnya…. Lebih kuat… Lebih brutal… Pernah ia diserang sekelompok kera liar yang berakhir dengan pontang-pantingnya gerombolan kera itu ketika kepala pimpinan mereka yang dicabik oleh tangan sang gadis diacungkan. Atau ketika seekor macan kumbang berbuat kesalahan dengan menerkam Eka, dan macan itu tewas dengan mulut sobek oleh hentakan tangan sang gadis…. Dan percintaan antara dua insan beda usia itu makin erat… Mereka tak segan menjadikan alam sebagai peraduan mereka, mereka bersetubuh di sungai, padang rumput, di dahan pohon…. Kapanpun, di manapun… Di tiga lubang kenikmatan yang Eka miliki….. …. Sang bapak menatap Eka yang duduk bertelut, lututnya erat di dadanya… “Kamu masih dendam Nduk?” Eka hanya diam, sang bapak dapat menebak isi hatinya dengan tepat… Ia bahagia di sini, ia ingin menghabiskan seluruh akhir hayatnya untuk menjadi pendamping sang bapak… Namun ia tak akan bisa tenang sebelum ia menghabisi lelaki jahanam yang menghilangkan nyawa anak dari teman hidupnya kini…. Ia sadar latihan yang dijalaninya ini memiliki satu tujuan…. Tugasnya belum selesai, jika hal ini belum terlaksana,
ia tidak akan pernah merasa pantas bersanding dengan lelaki yang kini mendekap tubuhnya… …. Sosok itu mengendap ke pintu belakang sebuah toko pakaian yang sudah tutup itu, dengan sekali hentak kunci pintu itu hancur dan sosok itu masuk ke dalam…. ….. Lelaki itu menggenjotkan pinggulnya dengan liar dan keras, lenguhan dirinya serta erangan wanita dengan tangan yang terikat ke masing masing ujung kasur itu memenuhi kamar rumah susun kumuh itu… “Aaaaarggghhhh!!!!” jerit keduanya ketika badai orgasme melanda… “Aaaawww so sweet!” Lelaki itu terperanjat, tak pernah ada sebelumnya yang mampu menyelinap ke belakangnya tanpa diketahui, matanya mengarah ke sudut tergelap kamar itu… Sesosok wanita melangkah keluar dari balik bayangan… Dengan army pants, t-shirt ketat, jaket panjang dan army boots…. Lelaki itu membeliak, ia mengenal wanita yang berdiri di hadapannya, ia kenal bekas luka di pipi itu yang kini justru menambah keeksotisan wajah sang gadis… Sosok yang seharusnya sudah mati tiga tahun yang lalu… Lelaki itu menerjang, dan keringat dingin langsung mengalir di dahinya… Wanita ini jauh lebih berbahaya… Wanita yang terikat di kasur itu berteriak-teriak minta tolong. Ia memanggil anak buah sang lelaki untuk menolong. Eka bergerak cepat, ia membekap mulut sang permpuan dan…. Crack…. Kepala wanita itu terpuntir dengan cepat dan rahangnya terrenggut dari socket nya. Lalu ia kembali menerjang sang lelaki yang kini tak lebih bagai anak kucing yang lemah…. Pertarungan itu singkat sekali, pisau komando tajam menempel di leher sang lelaki… “Enjoy your fall” bisik Eka sambil menggorok leher sang penjahat lalu memenggalnya… Pintu kamar terdobrak…. Para begundal melihat sosok wanita menenteng kepala sang pemimpin… Ketika perempuan itu melompat ke luar jendela, para begundal itu sudah sangat terlambat. Bahkan tembakan senapan mereka tak lagi mampu mengenai Eka yang berlompatan ringan dari atap ke atap… …. “Pak…. Aku pulang, kata Eka sambil masuk kedalam gubug yang sudah dianggapnya istana itu….” Ia segera menanggalkan pakaiannya lalu mengambil kain penutup puting dan cawatnya… Inilah pakaiannya…. Namun ada yang aneh…. Gubug itu terasa dingin… Kemanakah sang bapak? Tungku itu padam sejak lama…. Oh tidak… Jangan-jangan…. Selama satu minggu Eka mencari ke seluruh tempat yang ia ketahui, mengobrak-abrik seisi hutan… Tanpa hasil…. Eka tercenung di dipan yang dulu terasa hangat membara itu….. Hatinya kembali remuk… Untuk kedua kalinya ia kehilangan penyejuk hidupnya…. Dua orang anak dan ayah…. …. Eka menengok ke dalam gubug itu untuk terakhir kalinya, cawat dan kutangnya tertata rapi di atas dipan…. Dan hadiahnya untuk kekasih hatinya yang kini entah di mana, teronggok di meja… Membusuk…. Sang bapak memandang Eka yang menuruni gunung yang sempat menjadi surga bagi mereka…. “Nduk… Hidupmu masih panjang… Tantanganmu berat…. Jadilah kuat Nduk…. Jadilah tangguh….” bisiknya pada angin, seakan pada angin itulah ia berharap pesan itu sampai pada gadis yang pernah mengisi hidupnya…. Ia lalu masuk ke dalam gubug…. Menatap ke kepala yang membusuk itu… “Anakku Jaka…. Akhirnya kamu pulang juga, ngger… Ayo nak… Bapak antar kamu ke peistirahatanmu yang terakhir” End Epilogue… Cinta kini merupakan kalimat asing buat Eka… Hatinya sudah membatu, dan hal itu menjadi terror untuk para pelanggar hukum…. Hanya ada tobat atau mati! Bahkan kini Eka lebih menyerupai seekor black widow, para penjahat yang ditangkapnya dijadikan pelampiasan nafsu sebelum akhirnya… “Are you ready to die, Punk?” Click… BAAANG!!!
Lelaki itu terkikik geli sambil menangkis serangan, matanya jalang melihat ke arah Eka yang tak lama ikut menerjang dirinya tanpa memperdulikan ketelanjangan dirinya, tanpa menghiraukan tatapan liar sang penyerang ke tubuh mulusnya. Lelaki itu sangat tangguh, ia begitu menguasai pertarungan yang biasanya selalu dimenangkan oleh Eka dan kekasihnya dengan mudah. Pukulan yang telak menghantam sang penyerang dianggapnya angin lalu, bahkan darah yang mengalir dari hidung maupun mulutnya membuat sang penyerang makin kuat dan brutal. Tak pernah Eka melihat kekasihnya begitu kewalahan dan panik dalam melakukan pertarungan. Dan dirinyapun baru kali ini merasakan pertarungan yang sesungguhnya di mana ia harus mengeluarkan seluruh kemampuannya. Kamar kecil itu sudah menjadi kapal pecah seiring pertarungan yang makin ganas. Lelaki itu nampak sudah cukup mempermainkan korbannya. “Kamu diam dulu manis” katanya santai sambil menendang selangkangan terbuka sang gadis, sehingga membuat Eka tersungkur dan meringkuk menahan sakit. Dan sakit itu seakan berlipat ribuan kali, ketika sebuah suara desir terdengar dan rasa panas menyengat paha kirinya. Lelaki keparat itu menembaknya… Kekasihnya meradang sebuah pukulan mematikan mengayun. Namun dengan ringannya sang penyerang mengelakkan pukulan itu, mendorong ringan menyebabkan musuhnya terjerambab ke lantai. Sang penyerang menginjak kepala musuhnya yang menghadap Eka, mata kedua sejoli itu saling memandang. Dan Desingan demi desingan tertutup oleh jeritan Eka ketika melihat kepala dan wajah kekasihnya hancur oleh butiran-butiran timah panas yang juga bersarang di pahanya. Lelaki itu terkekeh sambil mendekati Eka lalu berjongkok di hadapannya. Eka meringis kesakitan ketika pistol yang panas itu dilekatkan di paha dalamnya… Gadis itu meronta….. Memukul sebisanya… Lelaki itu terkikik geli menerima pukulan leman sang gadis sambil mencampakkan pistolnya sembarangan… “Anak nakal ini harus di hukum” katanya sambil terkikik menyebalkan lalu berdiri dan melepas sabuknya. Ctar…. Sabetan pertama tepat menghantam wajah Eka…. Ctar…. Pundak Ctar… Paha yang tertembak…. Ctar…. Ctar…. Ctar…. Eka berguling meringkuk sebisanya demi melindungi dirinya walau tanpa hasil, sekujur tubuhnya penuh bilur-bilur sabuk termasuk payudara sekalnya dan vagina yang memerah akibat sabetan bertubi-tubi yang dideritanya. Lelaki itu meloloskan celananya, memperlihatkan penis yang menegang seiring penyiksaannya pada sang polwan. Ia mengunggingkan tubuh sang gadis dan tertawa… “Anjiiiiing…. Kamu seneng main bool? Hahahaha” Katanya sambil memainkan dua jarinya dalam anus Eka yang memang sudah terbiasa menerima penis kekasinya itu… Namun sebiasa apapun, bila tanpa persiapan dan keikhlasan rasa sakitlah yang dirasakan. Eka terus meronta ketika mendengar suara resleting diturunkan, ia tak rela… Ia tak mau merasakan perkosaan lagi… “Diam!” bentak penyerangnya sambil menjambak rambut Eka dan membanting wajah cantik sang polwan ke lantai, lalu….. Rintih kesakitan Eka terdengar lemah seiring melesaknya penis sang bajingan di anusnya yang kering, terasa perih dan panas digesek, serta sakit di hati… Bajingan itu kembali menjambak rambut Eka dan memalingkan wajah sang gadis hingga tatap mata keduanya saling bertemu. Lelaki itu terkekeh liar demi melihat ekspresi wajah Eka yang berbaur antara benci, takut dan kesakitan. cuih…. Lelaki itu terkejut lalu tertawa riang melihat perlawan Eka yang masih mampu meludahi wajahnya. Dan ia membalasnya dengan menampari wajah Eka dengan liar hingga hidung dan bibir sang gadis mengalirkan darah. Bukan hanya itu, bajingan itu lalu membuat Eka terpaksa merangkak sambil terus disodomi… Gadis itu kembali meronta, bajingan itu membuatnya merangkan ke arah jasad kekasihnya. Gadis itu histeris karena wajahnya kini hanya berjarak sangat tipis dari tempat di kepala yang hancur itu yang tadinya berupa wajah sang kekasih “Let’s do threesome” kata sang penjahat sambil menekan wajah Eka ke kepala yang hancur itu, membenamkan wajah sang polwan ke gumpalan otak dan bagian wajah yang tersisa… Lelaki itu tertawa makin liar melihat rontaan tak berguna sang polwan di tambah jerit yang terdam oleh darah dan otak….. “Ahhhhh…aaaaahhhh…aaaaahhhhh!” Lelaki itu makin meningkatkan genjotan penis ya di anus Eka yang terluka dan berdarah-darah itu. Ia makin bersemangat karena anus sang gadis berkontraksi mencegkram penisnya, karena saluran nafas sang gadis yang tersumbat oleh gumpalan sisa wajah kekasihnya… Lelaki itu mengejan…. Memenuhi saluran pembuangan Eka dengan jutaan sperma…. Ia menarik nafas lega lalu bangkit berdiri dan sebelum ia mengeratkan celananya ia kembali merendahkan gadis yang terbujur lemah, tertelungkup dihadapannya. Ia membalikkan tubuh Eka dengan kakinya dan…. Eka yang begitu lemah tak berdaya bahkan untuk mengelakkan kepalanya dari terjangan air kencing sang penjahat yang sengaja diarahkan ke wajahnya…. Lelaki itu bergidig lalu mengeratkan celananya. Ia lalu menarik kaki Eka, menyeret gadis itu ke pinggir jendela rumah susun itu, ia membuka jendela…. “Kalian memang berani…. Hehehe” kekehnya sambil menyeret Eka. “Ngentot di markas para penjahat… Hehehe… You gonna regret that bitch” “Enjoy your fall…” katanya sambil mengangkat Eka lalu melempar gadis itu ke luar jendela. Tubuh sang gadis terbanting ke dinding rumah susun seberang, terhempas kembali, menghantam beberapa handrails, tali jemuran untuk akhirnya terbanting di tanah becek yang berupa gang antara dua rumah susun kumuh itu. Penghuni rumah susun mulai mendekat sumber suara dan mendapati sosok wanita telanjang menggeliat lemah tergeletak di gang itu…. Suara keras membuat kepala-kepala itu menengadah ke atas… “Teman-teman sekalian…. Lihat…. Aku baru saja melemparkan hadiah untuk kalian…. Balikkan tubuhnya!” Sesorang dari mereka membalik tubuh lemah dihadapannya dengan kakinya. Nafas mereka tertahan… “Ya!” seru lelaki itu, “Itu pelacur yang selama ini mengacaukan operasi kita…. Yang mengganggu lapak kita…!” Pandangan marah tertuju pada Eka yang berusaha merayap menjauhi kepungan… “Sekarang ia ada dalam tangan kita…. Silahkan nikmati sepuas kalian… Dan biarkan ia menyesal telah mencampuri urusan kita.” Kepungan makin merapat, Eka masih mencoba merayap, dengan mata yang kabur oleh darah yang mengalir dari kepalanya yang terluka. Jambakan di rambutnya sangat menyakitkan, terutama karena tubuhnya tak mampu berdiri… Tubuh lemahnya dipaksa terangkat dengan jambakan itu. “Rasakan ini!” dan bam… Sebuah tinjuan bersarang telak di wajah Eka dan membuatnya kembali tersungkur, hidung dan bibirnya kembali pecah dan berdarah… Bugh….! Tendangan keras bersarang telak di rusuknya….. Dan bertubi-tubi, pukulan, tendangan, tamparan…mendera Eka yang sudah lemah dan tak sanggup lagi melawan… Lalu tanpa di komando, para begundal itu mulai melepas celana mereka, dan perkosaan masal di alami Eka… Vaginanya begitu panas, memerah bengkak dan terluka akibat gempuran penis-penis yang dihentakkan dengan kasar dan brutal. Anusnya terluka parah, membuka dengan tidak wajar karena beberapa bajingan melakukan fisting di anusnya. Mulutnya bengkak, tenggorakannya perih, entah berapa banyak penis yang bersarang di dalam sana dan menembakkan benihnya sembarangan. Dan selama perkosaan itu berlangsung penyiksaan tak lepas dari tubuh Eka, kini sebuah luka besar bersarang di pipinya, melintang dari tulang pipi dan melebar ke arah dagunya ketika wajah cantiknya dihantamkan ke kaca jendela. Di akhir perkosaan dan siksaan selama sehari semalam yang dialami Eka, penghinaan dan degradasi telah menanti sang gadis yang nyaris tak bisa bergerak lagi… Para bajingan itu bergantian mengencingi Eka, bahkan beberapa dari mereka dengan brutalnya berjongkok di atas wajah sang polwan dan buang air seenaknya…. Hari berangsur pagi…. Lelaki itu terkikik melihat kondisi tubuh Eka yang tak berdaya dan babak belur itu. “It’s far from over bitch… Aku akan menjadikanmu contoh… Katanya lagi sambil kembali menyeret Eka ke mulut gang, lalu mengikat sebelah matakakinya dan menggerek Eka hingga tergantung. “Dan matilah kau dalam kondisi ini…” kata lelaki itu sambil undur ke dalam gang sambil sebelumnya menendang perut Eka dengan keras. Tubuh telanjang Eka menjadi tontonan, banyak yang terenyuh namun tak bisa menolong. Dua lelaki dan satu wanita mati ditembak ketika hendak menolong Eka… Lelaki itu memerintahkan dua begundal dengan senjata untuk berjaga…. Dan ia juga memerintahkan anakbuahnya untuk merekam kondisi tubuh Eka yang sekarat itu dan menyebarkannya secara online, karena seluruh stasiun tv sepakat untuk tidak menyebarkan berita ini, walau sama seperti sang bajingan beberapa pribadi merekam kegilaan ini dan bermasturbasi dalam penderitaan Eka. Sudah dua hari dua malam tubuh Eka tergantung begitu rupa… Wajahnya membiru karena aliran darah yang mengumpul di otaknya, tubuhnya dirubung lalat dan lukanya mulai bernanah…. Ia masih bisa merasakan derasnya hujan yang turun malam itu…. Dirinya sudah di ambang kematian, ia sudah pasrah Dua penjaga itu tak tau apa yang menimpa mereka, sebuah serangan cepat menaklukan mereka, dan derak leher yang terputar mengakhiri hidup mereka. Eka memasrahkan hidupnya, membiarkannya mengalir seiring hujan yang turun, pandangannya mengabur dan gelap seiring tubuhnya yang terbanting ke tanah. …… Kelebatan cahaya…”dimanakah aku?” pikir sang gadis, “apakah ini jalan ke arah penghakiman?” Kemudian gelap…. Eka kembali pingsan. Kilatan cahaya…. Suara-suara yang seakan datang dari kejauhan…timbul tenggelam…. “Dia penyebabnya….” “Seharusnya ia mati….” “Tidak…. Bukan itu yang diinginkannya…” “sayang sekali… Kakinya bisa saja buntung….” Hihihi cantik-cantik buntung .tidak . tidak . Ia tak boleh buntung . “Haruskah ia aku tolong?…” “Baiklah… Demi kamu ngger…. Baiklah…” “Inikah penghakimanku?” batin Eka….. Lalu kegelapan kembali meliputinya…. “Aaaaaaaahhhhhhh!” jerit Eka sekuatnya demi merasakan sulur-sulur yang seakan keluar dari lubang neraka menghujam bekas tembakan di pahanya, mengorek dalam-dalam….lalu kembali gelap… Kelebatan cahaya itu kembali datang, sulur itu memegang api….. Kembali ledakan jerit keluar dari mulut sang gadis ketika sulur itu menghujamkan bara api ke lubang bekas peluru di pahanya… …… Penolongnya berdiri memegang bara itu, sama sekali tanpa perlawanan gumamnya…. Gadis itu hanya menggeliat lemah…. Hanya suara lirih parau keluar dari mulut gadis sekarat itu…. Bahkan ketika ia membakar luka di pipi sang gadis ….. “Astaga…..” batin Eka…. “Aku di masak hidup-hidup…. Aku harus keluar…..” Gadis itu panik, ia merasakan air mendidih disekujur tubuhnya ia mencoba keluar dari kendi itu….. Namun sesosok mahluk samar membawa dupa…. “Belum waktumu…” katanya sambil menghembuskan asap dupa ke hidung Eka yang langsung terbuai dan pingsan…. Berkali-kali sensasi direbus hidup-hidup menghatuinya, berkali-kali sosok itu membiusnya…. Kicau burung menjadi suara yang menyambut Eka saat gadis itu terbangun, sinar mentari yang menerpa wajahnya menyadarkan dirinya… “Aku belum mati…” batinnya Tubuhnya masih terasa remuk redam ketika ia mencoba untuk bangkit dari dipan yang menjadi alas tidurnya, sejenak ia membiarkan dirinya agar terbiasa kembali. Ia memandang atap jerami di atasnya… Memandang ke bilik bambu di sekelilingnya. Ia meraba wajahnya, ada perban yang mengelilingi hidung hingga dagunya… Lalu suara seorang lelaki dari luar gubug menyadarkan Eka. Ia memaksakan diri untuk bangkit, mengeratkan kain lusuh yang menutupi ketelanjangan dirinya. Paha kirinya masih terasa sakit, memaksakan gadis itu untuk menyeret langkahnya ke pintu gubug yang ternyata berada di area pegunungan…. Ia melihat seorang lelaki baya duduk di tepi tebing di depan gubug itu, tubuhnya tak terawat dengan rambut panjang, kusut masai, jenggot dan kumis yang tak beraturan… Lelaki itu nampak berkata-kata seorang diri… “Seharusnya dia mati…. Tidak… Tidak… Jaka pasti tidak setuju…” Lelaki itu tercenung sesaat, “Jaka…. Kasihan kamu ngger…” ia terisak “Kenapa kamu minta bapakmu menolong dia? Dia sudah bikin kamu jadi begini ngger” Eka menangis, lelaki gila itu ternyata ayah kekasinya… Dan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa menyelamatkan kekasihnya…. Tertatih ia mendekati lelaki tua itu, bersimpuh di belakangnya dan menangis terisak…. Eka menumpahkan kekalutan hatinya melalui isak tangis…. Ia rela bila lelaki itu membunuhnya saat itu juga…. Lelaki itu berjongkok di hadapan Eka yang terus menundukkan kepalanya sambil terisak… Ia memegang pundak sang gadis… “Nduk… Anakku mengorbankan hidupnya demi kamu… Hargai itu…” Lelaki itu kemudian memapah Eka kembali ke dalam gubug, lalu membawanya ke arah dapur… Eka melihat sebuah kendi besar penuh rempah mendidih berdiri diam di atas bara api Ternyata ia tidak berhalusinasi… “Ayo, Nduk… Cairan rempah ini akan mengeluarkan semua kotoran yang sempat bersarang di tubuhmu…” kata lelaki itu sambil memapah Eka… “Mereka benar-benar menginginkanmu terhina dan mati…” Eka bergidig mengingat penyiksaan tak ber perikemanusiaan yang dialaminya… Ia pasrah ketika lelaki itu melepaskan kain lusuh itu, kemudian mengangkat tubuhnya yang telanjang lalu meletakkannya dalam perigi yang berisi rempah itu… Lelaki itu menahan pundak Eka yang menggeliat tak nyaman…”Tahankan Nduk… Kamu harus tahan” Eka mencoba bertahan hingga akhirnya ia mampu beradaptasi dan cekalan di pundaknya dilepaskan. Lelaki itu membuka perban di wajah Eka yang memerah oleh uap rempah, pori-pori sang gadis membuka, mengeluarkan keringat serta cairan kotoran dari dalam dirinya, Eka merasakan lendir kekuningan yang beraroma menyengat mengalir dari luka di pipinya, bahkan kini aroma rempah itu mulai terusik bau nanah dan berganti warna merah kekuningan…. Kembali lelaki itu mengangkat tubuh Eka yang basah meneteskan cairan rempah dan lendir yang beraroma kuat itu, lalu Merebahkan gadis itu di dipan dan menyelimuti tubuh sang gadis dengan kain lusuh seadanya… “Istirahatlah Nduk….” katanya sambil mengusap kepala Eka yang kelelahan lalu pulas tertidur. Aroma daging bakar itu menggugah selera sang gadis… “Nduk….” teriak sang lelaki dari luar gubug…”Ayo kemari… Isi perutmu…!” Eka terkejut, bagaimana orang tua itu bisa tau kalau ia sudah bangun, perlahan ia berjalan ke luar gubug dan mendapati lelaki itu sedang membakar ikan… Eka lalu bersimpuh dan dengan sabar menanti orang tua itu memberinya makan… Lelaki itu lalu mengambil seekor ikan yang sudah matang, meletakkannya di atas daun pisang dan memberikannya pada Eka…”Ndak usah sungkan Nduk… Aku tau kamu lapar…” Dengan rakus Eka memakan ikan itu, “terimakasih Pak…” katanya lirih… “Aku melakukannya demi Jaka….” Dan Eka kembali terisak…. ….. “Ayo Nduk, ikut bapak…. ” Dengan langkah tertatih Eka mengikuti lelaki itu, ternyata ia membawanya ke sebuah aliran sungai… “Nduk… Badanmu bacin, hehehe…” Mau tak mau Eka tersenyum kecut, tubuhnya memang berbau masam…. Entah berapa lama ia belum mandi kecuali ketika direbus dalam perigi itu, namun senyum kecutnya itu juga karena kondisi orang tua itu tak lebih baik dari dirinya, mungkin sudah sebulan ini ia tidak mandi… Eka memalingkan wajahnya, tanpa sungkan lelaki itu melepaskan celana komprangnya. Ia telanjang di bawah sana. Lalu ia masuk ke aliran sungai yang tenang itu. Tertatih Eka melewati bebatuan yang licin, pahanya masih nyeri… “Jangan sampai kain itu hanyut Nduk, aku tak punya lagi…” Eka tertegun…. Ia tak mau telanjang di hadapan lelaki itu, walau ia sudah melihatnya telanjang berkali-kali. Namun ia juga tak mau kalau akhirnya ia harus bertelanjang terus di hadapan orang tua itu jika kain itu akhirnya benar-benar hanyut. Terlebih karena memang kain yang menutupinya ini sangat kecil, hanya mampu menutupi setengah payudaranya, dan bawahnya jatuh tepat satu jengkal di bawah vaginanya, serta tak begitu lebar hingga ia hanya bisa menyematkan ujungnya di bagian payudara, sementara bagian samping tubuhnyaya terbuka lebar… Eka menggeleng kesal dan geli, ia menyerah… Tubuhnya gatal… Ia lalu membuka kain itu, melipatnya dengan rapi lalu masuk ke dalam sungai… Air sungai yang bening itu terasa segar. Eka membasuh tubuhnya, menggosok kulitnya yang terasa kasar oleh daki…. Ia melihat orang tua itu kembali terhisap dalam pikirannya sendiri. Eka kembali terisak… Orang tua itu bergumam pada air, berteriak pada udara… Menggeramkan kesedihan atas kehilangan putranya… Eka beringsut ke sosok tua yang tengah menggeleng-geleng sedih… Ia memeluk tubuh tua itu dari belakang dengan erat, ia menangis di punggung lelaki itu… Keduanya tepekur di hadapan api unggun di tepi sungai itu, menghangatkan tubuh telanjang mereka… Bau ikan panggang itu tak mengusik kebisuan mereka… Gemeretak kayu bakar tertingkahi suara lutut Eka yang beringsut mendekati ayah dari mendiang kekasihnya, ia bersujud hingga dahinya menyentuh tanah, ia menangis…. “Maafkan aku…. Maafkan aku…” Eka meledak dalam tangisnya…. Penyesalannya tumpah bagai air bah menjebol bendungan, tak ada lagi keberanian untuk tak menangis… Tak ada lagi hasrat untuk melawan takdir… Eka menangis… Lelaki itu menyentuh bahu Eka, membuatnya duduk tegak walau masih menundukkan kepala… Ia lalu mengamit dagu Eka, mata keduanya bertemu… Lelaki itu tersenyum… Eka menubruk lelaki itu dan memeluknya erat… Eka merasa kehangatan mengalir dalam dirinya… Ia sudah dimaafkan… Mata keduanya kembali bertemu dan tanpa ada yang mengomando, mereka berpagutan lembut. Lelaki itu merebahkan Eka di tanah yang lembut, kaki sang gadis membuka… Menerima pinggul lelaki yang kini menumpukan berat tubuhnya, merasakan kelelakian yang menyentuh vaginanya dan… Lenguh keduanya naik turun berirama dengan air sungai, semilir angin dan derak kayu yang terbakar…. …. “Ayo Nduk… Temani bapak…” Eka mengikuti langkah sang bapak menapaki tebing yang tinggi, ia kesulitan dengan kain yang melilitnya, akhirnya Eka mencabik dua kain yang melilitnya, sebagian ia gunakan untuk menutupi payudaranya, atau tepatnya mengelilingi putingnya, dan sebagian lagi menjadi cawat. Sang bapak teresenyum… Keduanya kembali mendaki… Tubuh Eka yang kaku berjuang keras mengikuti jejak sang bapak, terus hingga ke puncak. Nafas sang gadis putus-putus…. Sebuah kapak dilemparkan oleh sang bapak, “Nduk… Bapak sudah tua… Mau kan tolong bapak tebang pohon kering itu…” Eka bernafas berat, ia menyeka keringat yang membanjir di keningnya, lalu dengan sisa tenaganya ia mengayunkan kapak tersebut… Eka terjatuh dalam posisi merangkak, ia memuntahkan isi perutnya yang sangat mual karena pekerjaan berat yang dilakukannya…. Pohon itu belum lagi tumbang… Sang bapak lalu mengambil kampak itu, menarik nafas dan… Blam! Eka terbelalak, satu ayunan dari sang bapak dan kayu itu tumbang… Ia lalu mencincang pohon itu lalu mengumpulkannya… Ia juga mengambil sulur kayu, lalu ia membopong Eka, mengeratkan bopongannya dengan sulur lalu menuruni tebing itu…. Eka kembali merasa berdosa karena tak mampu memberikan yang terbaik untuk sang bapak…. …. Sang bapak tersenyum ketika ia bangun keesokan harinya, dipan tempat Eka beristirahat telah kosong… Ia tau ke mana gadis itu pergi… …. Senja menjelang ketika Eka dengan badan lemah datang memanggul tumpukan kayu bakar…. Gadis itu tersenyum, lalu tersungkur…. ….. Aroma rempah yang khas membangunkannya, terasa sangat menyegarkan….. Dan gosokan tapak tangan kasar sang bapak pada kulitnya terasa bagaikan sutra yang lembut. Mereka berpagutan, sang bapak mengangkat sang gadis dengan ringan, membaringkannya pada dipan sederhana itu dan kembali memagutnya… Eka menggeliat ketika lengan kasar itu merayapi tubuhnya, meremas kasar payudaranya, merayapi perutnya, meremasi pinggulnya… Eka mendesis ketika sang bapak melumat puting susunya yang mengeras…. Ia kemudian ganti merebahkan sang bapak, ia memposisikan vagina yang sudah basah itu… Tubuh sang gadis bergoyang ritmis di atas tubuh sang bapak yang juga tak tinggal diam dengan menghentakkan pinggulnya ke atas, meremasi dada sang gadis, mencengkram pinggulnya… Eka merasa damai seakan ia menemukan kembali kasihnya yang hilang, walau bagaimana ayah dari mendiang kekasihnya inilah yang sekarang mengisi relung hatinya sebagaimana kekasihnya dulu… Dipan itu berderak makin keras… Eka melolong…. Sang bapak melenguh….. Mereka orgasme….. …. Hari demi hari menjadi pencerahan baru bagi Eka… Sang bapak melatihnya untuk jadi lebih kuat… Lingkungan extreme di sekitar mereka menjadi sasana yang ideal, air terjun, tebing tinggi, hewan liar…. Semuanya membuat Eka menjadi jauh lebih tangguh dari sebelumnya…. Lebih kuat… Lebih brutal… Pernah ia diserang sekelompok kera liar yang berakhir dengan pontang-pantingnya gerombolan kera itu ketika kepala pimpinan mereka yang dicabik oleh tangan sang gadis diacungkan. Atau ketika seekor macan kumbang berbuat kesalahan dengan menerkam Eka, dan macan itu tewas dengan mulut sobek oleh hentakan tangan sang gadis…. Dan percintaan antara dua insan beda usia itu makin erat..
. Mereka tak segan menjadikan alam sebagai peraduan mereka, mereka bersetubuh di sungai, padang rumput, di dahan pohon…. Kapanpun, di manapun… Di tiga lubang kenikmatan yang Eka miliki….. …. Sang bapak menatap Eka yang duduk bertelut, lututnya erat di dadanya… “Kamu masih dendam Nduk?” Eka hanya diam, sang bapak dapat menebak isi hatinya dengan tepat… Ia bahagia di sini, ia ingin menghabiskan seluruh akhir hayatnya untuk menjadi pendamping sang bapak… Namun ia tak akan bisa tenang sebelum ia menghabisi lelaki jahanam yang menghilangkan nyawa anak dari teman hidupnya kini…. Ia sadar latihan yang dijalaninya ini memiliki satu tujuan…. Tugasnya belum selesai, jika hal ini belum terlaksana, ia tidak akan pernah merasa pantas bersanding dengan lelaki yang kini mendekap tubuhnya… …. Sosok itu mengendap ke pintu belakang sebuah toko pakaian yang sudah tutup itu, dengan sekali hentak kunci pintu itu hancur dan sosok itu masuk ke dalam…. ….. Lelaki itu menggenjotkan pinggulnya dengan liar dan keras, lenguhan dirinya serta erangan wanita dengan tangan yang terikat ke masing masing ujung kasur itu memenuhi kamar rumah susun kumuh itu… “Aaaaarggghhhh!!!!” jerit keduanya ketika badai orgasme melanda… “Aaaawww so sweet!” Lelaki itu terperanjat, tak pernah ada sebelumnya yang mampu menyelinap ke belakangnya tanpa diketahui, matanya mengarah ke sudut tergelap kamar itu… Sesosok wanita melangkah keluar dari balik bayangan… Dengan army pants, t-shirt ketat, jaket panjang dan army boots…. Lelaki itu membeliak, ia mengenal wanita yang berdiri di hadapannya, ia kenal bekas luka di pipi itu yang kini justru menambah keeksotisan wajah sang gadis… Sosok yang seharusnya sudah mati tiga tahun yang lalu… Lelaki itu menerjang, dan keringat dingin langsung mengalir di dahinya… Wanita ini jauh lebih berbahaya… Wanita yang terikat di kasur itu berteriak-teriak minta tolong. Ia memanggil anak buah sang lelaki untuk menolong. Eka bergerak cepat, ia membekap mulut sang permpuan dan…. Crack…. Kepala wanita itu terpuntir dengan cepat dan rahangnya terrenggut dari socket nya. Lalu ia kembali menerjang sang lelaki yang kini tak lebih bagai anak kucing yang lemah…. Pertarungan itu singkat sekali, pisau komando tajam menempel di leher sang lelaki… “Enjoy your fall” bisik Eka sambil menggorok leher sang penjahat lalu memenggalnya… Pintu kamar terdobrak…. Para begundal melihat sosok wanita menenteng kepala sang pemimpin… Ketika perempuan itu melompat ke luar jendela, para begundal itu sudah sangat terlambat. Bahkan tembakan senapan mereka tak lagi mampu mengenai Eka yang berlompatan ringan dari atap ke atap… …. “Pak…. Aku pulang, kata Eka sambil masuk kedalam gubug yang sudah dianggapnya istana itu….” Ia segera menanggalkan pakaiannya lalu mengambil kain penutup puting dan cawatnya… Inilah pakaiannya…. Namun ada yang aneh…. Gubug itu terasa dingin… Kemanakah sang bapak? Tungku itu padam sejak lama…. Oh tidak… Jangan-jangan…. Selama satu minggu Eka mencari ke seluruh tempat yang ia ketahui, mengobrak-abrik seisi hutan… Tanpa hasil…. Eka tercenung di dipan yang dulu terasa hangat membara itu….. Hatinya kembali remuk… Untuk kedua kalinya ia kehilangan penyejuk hidupnya…. Dua orang anak dan ayah…. …. Eka menengok ke dalam gubug itu untuk terakhir kalinya, cawat dan kutangnya tertata rapi di atas dipan…. Dan hadiahnya untuk kekasih hatinya yang kini entah di mana, teronggok di meja… Membusuk…. Sang bapak memandang Eka yang menuruni gunung yang sempat menjadi surga bagi mereka…. “Nduk… Hidupmu masih panjang… Tantanganmu berat…. Jadilah kuat Nduk…. Jadilah tangguh….” bisiknya pada angin, seakan pada angin itulah ia berharap pesan itu sampai pada gadis yang pernah mengisi hidupnya…. Ia lalu masuk ke dalam gubug…. Menatap ke kepala yang membusuk itu… “Anakku Jaka…. Akhirnya kamu pulang juga, ngger… Ayo nak… Bapak antar kamu ke peistirahatanmu yang terakhir” End Epilogue Cinta kini merupakan kalimat asing buat Eka… Hatinya sudah membatu, dan hal itu menjadi terror untuk para pelanggar hukum…. Hanya ada tobat atau mati! Bahkan kini Eka lebih menyerupai seekor black widow, para penjahat yang ditangkapnya dijadikan pelampiasan nafsu sebelum akhirnya… “Are you ready to die, Punk?” Click… BAAANG!!!