TAK SAMPAI 5 MENIT
“Arrghh, papah mau keluar, Mah” Crotss… Crotss…, dua kali kurasakan semburan sperma suamiku di dalam vaginaku itu. Rasanya? Tentu saja nikmat, semua wanita yang telah menikah pasti tahu seperti apa rasanya ketika liang vaginanya diisi oleh sperma itu. Hangat dan sisa geli saat dihujami batang penis itu bercampur satu dalam nikmat. Hanya saja, nikmat hangatnya sperma itu hanya membuatku pusing karena merasa tanggung. Ya, suamiku tak mampu memuaskan hasrat seksualku, penisnya hanya mampu bertahan sebentar saat berada di dalam vaginaku. Aku mau tak mau harus memuaskan diriku sendiri dengan bermasturbasi, memainkan vaginaku dengan jari-jariku. “Ehmm…,” desah kecilku saat jariku mulai beraksi di klitoris yang sensitif itu. Aku memejamkan mata, membayangkan kalau vaginaku itu benar-benar dimasuki penis yang perkasa, yang mampu mengantarkanku pada nikmat yang seutuhnya sebagai wanita, orgasme. Hal ini selalu kulakukan setiap persetubuhanku dengan suamiku yang loyo ini. Tentunya bukan suamiku yang kubayangkan. Entah berapa pria yang sering menjadi bayangan agar aku semakin bergairah dan lekas mencapai orgasmeku sambil jariku menari-nari di klitorisku itu. Entah mengapa membayangkan suamiku sendiri tak senikmat ketika membayangkan pria lainnya. Dan aku yakin, perempuan lain juga begitu. Eits, bukan berarti aku harus terus capek-capek bermasturbasi untuk mendapatkan kepuasanku. Karena untuk itu, sebenarnya aku pun sudah punya tempat pelarian. Ya, aku berselingkuh. Oh ya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Amelia. Seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja sebagai PNS di kota tempatku tinggal, begitu juga dengan suamiku, Ridho. Banyak yang mengatakan Ridho beruntung memilikiku sebagai istrinya karena kecantikanku. Dengan wajah cantik, kulit putih mulus, tubuh ideal dan payudara yang proporsional dengan tubuhku itu, membuat aku sering menjadi perhatian laki-laki meskipun keseharianku selalu mengenakan jilbab ketika di luar. Pernah melihat artis Asmirandah saat mengenakan jilbab dulu? Nah, banyak yang mengatakan aku mirip dengannya. Aku dan suamiku telah menikah selama enam tahun, dan seperti yang kuceritakan, selama itulah aku tak pernah mendapatkan kepuasan sesungguhnya darinya, hingga karena pertemuanku kembali dengan mantanku, akhirnya aku merasakan seperti apa menjadi wanita yang terpuaskan itu. Semua bermula dari acara yang diselenggarakan kotaku, latihan kepemimpinan. Aku yang sudah cukup untuk mendapat promosi jabatan menjadi salah satu peserta kegiatan yang akan memakan waktu dua minggu di luar kota itu. Tak kusangka, salah satu peserta lainnya adalah reza, mantan terakhir sebelum suamiku. Aku, Reza dan suamiku memang satu angkatan ketika menjadi PNS dulu, hanya saja suamiku memiliki karir yang lebih bagus dan telah lebih dulu mengikuti latihan ini. Suamiku dan reza sebenarnya juga teman akrab, mereka satu almamater saat kuliah dulu. Suamiku juga tahu kalau Reza adalah mantanku, hanya saja ia tak pernah mempermasalahkan itu karena ia memang mencintaiku apa adanya, bahkan tak pernah peduli soal status keperawananku yang memang sudah tak lagi perawan ketika ia menikahiki. Ya, tubuhku telah dinikmati beberapa pria yang pernah menjadi pacarku dulu, tentu saja reza salah satunya meskipun hanya sekali merasakan nikmatnya tubuh ini dan entah apa suamiku tahu soal itu? Entahlah. Memang beberapa kali suamiku menanyakan, hanya saja aku enggan untuk menjawab jujur, aku hanya menjawab, tanyakan saja pada orangnya… Hihihi. Kembali ke ceritaku, hari pelatihan pun tiba. Aku diantar suamiku menggunakan mobil menuju kantor Bandiklat kotaku, sebelum kami para peserta pelatihan menuju ke lokasi menggunakan bus yang sudah disiapkan. Pada saat memilih tempat duduk di bus, aku yang memang peserta satu-satunya dari kantorku kebingungan, karena hampir semua tempat duduk telah terisi dan hanya menyisakan satu tempat duduk yang di sebelahnya seorang pria. Mau tak mau aku menghampiri tempat duduk itu dan aku pun terkejut melihat siapa pria yang akan duduk di sebelahku selama perjalanan ini, ya Reza. “Eh, ikut juga”, katanya setelah melihatku dengan ekspresi sedikit kaget. “Iya, sisa satu nih, ga apa ya aku duduk di sini”, tanyaku basa-basi. “Haha, tinggal duduk aja kok”, katanya sambil menahan tawa sedikit. “Siapa juga yang nolak sebelahan sama ibu cantik kaya kamu”, tambahnya sedikit berbisik saat aku sudah duduk. “Sembarangan kalau ngomong. Ntar kedengaran orang, digosipin baru tau”, kataku juga dengan sedikit berbisik yang diresponnya dengan cengegesan dan menatap penuh arti. Perjalanan selama 4 jam pun dimulai. Di tengah perjalanan, aku dan reza mengobrol soal kabar kami dan keluarga kami selama ini. Maklum, kami memang sudah lama tak saling bertemu. Kami pun bertukar nomor whatsapp yang saat itu tak ada niat lain selain untuk berteman dan menyambung silaturahmi kami yang selama ini terputus. Sesampainya di tempat pelatihan, kami dibagikan kamar di mess tempat kami tinggal. Setiap 2 orang akan menempati satu kamar. Tentu saja, mess perempuan dan laki-laki terpisah. Pelatihan hanyalah pelatihan, sekadar formalitas untuk memenuhi syarat kenaikan jabatan. Faktanya, kelas-kelas kami hanya penuh dengan obrolan dan senda gurau, pun begitu ketika di luar kelas. Banyak hal yang di antara kami perbincangkan, tak terkecuali soal ranjang. Santi, teman sekamarku termasuk salah satu yang jago mengobrol dan bergurau soal hal-hal berbau ranjang ini. Dari yang kudengar, dirinya memang berpengalaman karena sejak gadis gemar bergonta-ganti pacar. Dan saat berdua saja di kamar, sudah tentu berulang kali ia berbicara soal ranjang denganku. “Mel, temenku ada loh, dia fisiknya cantik, tapi dia ngaku ga ngerti gaya gimana-gimana kalau lagi sama suaminya”, katanya kepadaku. “Apa hubungannya cantik dan gaya gimana-gimana sih, San”, kataku. “Ih adalah, cara kita bercinta itu menunjukkan seberapa cantiknya kita. Semakin cantik ceweknya, semakin nafsu cowoknya, semakin banyak juga caranya menikmati ceweknya itu dan si cewek pasti jadi tahu gaya-gaya atau fantasi yang gimana-gimana… Kecuali….”, katanya tertahan. “Kecuali apa?”, tanyaku yang penasaran dengan apa yang mau dikatakannya itu. “Kecuali si cowok ga bisa muasin si cewek… Hihihihi”, katanya sambil tertawa dan aku pun hanya tersenyum. “Iya loh, Mel. Kalau cewek ga ngerasa puas, cewek juga pasti ogah-ogahan ngeladenin cowok. Buat apa capek-capek buat enak cowok, tapi si cowok ga bisa buat kita enak. Sebaliknya, kalau cewek ngerasa puas, pasti dia akan senang hati melayani si cowok”, lanjutnya. “Iya deh iya”, jawabku sekenanya. “Makanya banyak juga cewek cantik yang udah nikah terus selingkuh. Karena selain dia cantik dan jadi incaran laki-laki, mungkin salah satu sebabnya dia juga ga bisa dapat kepuasan dari suaminya”, katanya lagi. “Terus, temanmu itu selingkuh?”, tanyaku kali ini. “Aku curiganya gitu sih, tapi kalau selingkuh karena ga puas dengan suami, ya wajar aja kali ya. Jangan cuma cowok aja yang bisa alasan selingkuh karena ngerasa kurang dilayani, kita cewek juga butuh kepuasan saat bercinta dan itu kebutuhan”, katanya. “Tapi, selingkuh itu salah”, kataku. “Buat cewek, itu ga salah sepenuhnya, kalau suami ga bisa buat istrinya puas. Itu salah si suami juga, karena yang dituntut dari laki-laki itu soal tanggung jawabnya kasih nafkah ke istrinya, lahir dan batin. Bercinta itu nafkah batin dan kalau nafkah batin ini udah ga bisa dipenuhi suami, maka suami itu udah ga bertanggung jawab, artinya itu kesalahan suami juga”, katanya. “Iya deh iya, yang ahli soal bercinta”, kataku sekenanya. Obrolan malam itu dengan Santi membuatku sejenak berpikir. Apakah itu yang terjadi padaku saat ini? Apa karena suamiku yang tak sampai 5 menit itu membuatku merasa enggan untuk mencoba hal-hal baru saat bercinta dan justru menikmati masturbasiku sambil membayangkan aku sedang disetubuhi orang lain? Dan apakah aku akan berselingkuh dengan pria lain, untuk mendapatkan kepuasaan yang tak dapat diberikan suamiku itu. Tiba-tiba HPku pun bergetar, menandakan ada pesan whatsapp yang masuk. Dari notifikasinya, kulihat itu dari reza. Sejak bertukar nomor, aku dan reza beberapa kali berbalas pesan, namun masih sewajarnya dan aku pun tak ada niat sama sekali untuk lebih dekat dengannya. Saat membuka pesannya, aku begitu terkejut. Entah apa maksudnya, ia mengirimkan foto penisnya ke diriku. Aku terdiam sejenak, atau tepatnya terpana dengan penis yang dulu pernah masuk sekali ke vaginaku itu. Ingatanku yang telah lupa seperti apa rupa penis reza bahkan momen saat kami bercinta pun langsung pulih. Bayangan kenangan itu pun menyeruak dalam kepalaku hingga teringat jelas kapan dan tempat dulu kami melakukannya hingga akhirnya lamunanku buyar saat reza kembali mengirim pesan. “Maaf, Mel. Aku salah kirim”, tulisnya di pesan itu dan kulihat pesan berisikan foto penisnya itu telah ditariknya. “Ya, udah aku hapus. Lain kali jangan salah kirim. Bisa bahaya kalau yang buka orang lain”, kataku berbohong karena sebenarnya foto itu sudah tersimpan di galeriku. Ada balasan darinya, namun tak kubalas lagi. Aku lalu meletakkan hpku dan berniat untuk tidur, namun apa yang barusan terjadi membuatku gelisah, hingga setan mana yang membisikiku, aku pun membuka galeriku dan menyentuh foto penis reza yang masih belum kuhapus itu. Perlahan, gairah menyelimutiku hingga kurasakan vaginaku lebih lembab dan mulai terasa gatal. Aku yang sudah terbiasa membayangkan pria lain saat bermasturbasi pun dengan mudahnya mulai membayangkan hal yang tidak-tidak dengan reza. Kucoba kutahan gairah ini dengan merapatkan pahaku, namun semakin dirapatkan justru semakin gatal rasanya. Aku menoleh ke arah tempat tidur Santi dan kulihat dirinya sudah terlelap nyenyak. Meski dengan perasaan ragu, akhirnya satu tanganku menyelusup ke dalam celanaku, masuk lagi ke dalam celana dalamku hingga kutemukan bagian yang dari tadi terasa gatal itu, “Acchh” desahku pelan saat mulai kumainkan jariku di dalam sana. Kulihat lagi foto penis reza, sambil memainkan vaginaku lalu memejamkan mata, membayangkan seandainya penis itu benar-benar ada di bawah sana. Nafsuku semakin menjadi-jadi, meminta untuk dituntaskan. Kubuka kontak Reza di whatsappku lalu kubuat layar Hpku menjadi split, terbagi dua, atas foto wajah reza dan bawahnya foto kontolnya agar imajinasiku lebih mudah sampai pada gairahku semakin meninggi, kulepas hpku itu agar bisa memainkan puting susuku juga. “Ouchh za…. puaskan aku please, masukkan penismu”, desahku pelan sambil membayangkannya, vaginaku terasa semakin merapat dengan rasa gatal yang sudah berada di ujungnya, hingga akhirnya kurasakan denyutan di bawah sana, tubuhku pun mengejang, pinggulku terangkat dan mataku terpejam menikmati puncak kenikmatan hasil permainan jariku ini. Entah mengapa aku tak merasa bersalah melakukan ini. Justru, sekali lagi suamiku lah yang kusalahkan karena ketidakmampuannya memuaskanku hingga aku membayangkan orang lain lah yang mampu memuaskanku. Sambil mengatur nafasku, aku mencoba memejamkan mataku hingga tertidur dengan nyenyak malam itu. Esoknya, Reza mengejutkanku saat kami bertemu di depan kelas. “Mel, tadi malam kamu main sendiri?”, tanyanya. Tentu hal itu membuatku bingung, bagaimana ia bisa tahu hal itu. Lantas, ia pun melihatkan riwayat teleponnya. Degg, ada nomorku di situ. Aku pun segera mengecek hpku, benar saja riwayat telepon yang sama ada di situ Sial, aku tak sadar salah tekan. Pasti tertekan saat aku meletakkan hpku tadi malam, sebelum tanganku beralih ke puting susuku. Malu sejadi-jadinya, itu yang kini kurasakan saat tertangkap basah oleh reza telah membayangkan dirinya menyetubuhiku. Tentu ia mendengar desahan-desahan kecilku yang sesekali menyebut namanya itu. “Sabtu ini, aku cari tempat”, katanya tiba-tiba. “Maksudnya?”, tanyaku yang masih tak mengerti maksudnya. Ia tak langsung menjawab, tetapi melangkah mendekat dan kemudian mendekat ke telingaku. “Kamu menginginkannya, bukan? Aku bisa buat kamu puas”, bisiknya. Tanpa sempat kutanggapi, ia langsung melangkah pergi meninggalku yang masih merinding dengan perkataannya itu. “Perasaan apa ini? Oh, Tuhan, apakah aku sudah tergoda?”, batinku dalam hati. Aku seperti terhipnotis dengan perkataan reza. Tak ada sedikit penolakan dalam batinku, suamiku pun tak sedikit terlintas dalam benakku saat ini. Bahkan dalam hatiku, aku mengakui kalau aku juga menginginkannya. Saat kembali ke kamarku, aku merasakan bimbang soal ajakan reza. Di satu sisi aku takut, tetapi di sisi lain, aku tak mengingkari kalau aku menginginkan kepuasan yang reza sebutkan. Belum lagi soal omongan santi dan soal kemampuan suamiku yang tak mungkin memberikan aku kepuasan. Hingga akhirnya, aku memilih untuk ke kamar mandi. Sore itu masih awal untuk kami semua mandi dan tentu tempat di mana bilik-bilik kamar mandi di messku masih sangat sepi, itulah sebabnya aku sengaja memilih untuk ke kamar mandi. Di kamar mandi, meski dalam keadaan ragu, aku mengetik sebuah pesan untuk reza. “Telepon aku sekarang”. Tak lama, hpku pun berbunyi dengan menampilkan kontaknya. Aku pun mengangkatnya. “Reza, kamu yakin dengan yang kamu dengar tadi malam?”, tanyaku membuka “Ya, apalagi kalau bukan itu”, jawabnya. “Seperti apa memangnya yang kamu dengar”, kataku lagi. “Desahan dan ada kata ‘za’, apalagi kalau bukan itu aku, kan?”, jawabnya lagi dengan nada yang penuh percaya diri. “Apakah seperti ini”, kataku yang langsung mengeluarkan desagan karena sejak tadi menahannya sambil terus memainkan vaginaku sendiri. Tanpa banyak bersuara, aku yakin reza sedang menikmati aksiku ini dan merasa dirinya telah hampir pasti mendapatkan tubuhku kembali. Aku sudah tak peduli dengan hal itu, yang kumau saat ini adalah satu hal: kepuasan seksualku. Aku terus mendesah, sesekali Reza menyahut desahanku di balik telepon dengan kata-kata yang memacu birahi. “Yah, Mel, sini aku masukin”, “Memekmu mau diobok-obok pakai kontolku”, “Susumu ini kuisepin”, begitu hingga vaginaku pun berdenyut kuat dan sebuah desah menandakan orgasmeku tiba: “Achhh akuhhh sampaiiih”. Sambil mengontrol nafasku, aku berkata kepada reza, “Kamu mau dengar desahan itu langsung? Kalau mau, aku mau kamu kirim alamatnya dan pastikan kamu betul-betul bisa buat aku puas”, kataku. “Pasti. Aku tunggu kamu di sana dan pasti kubuat kamu mendesah lebih dari ini”, jawabnya yakin. Hari Sabtu pun tiba. Aku yang telah mandi pun berdandan yang kukira cukup untuk terlihat cantik di mata reza nanti. Aku memilih setelan tunik hitam dan celana jeans biru. Bra dan celana dalamku pun senada dengan tunikku, karena aku tahu, itu akan sangat kontras dengan kulitku yang putih mulus dan sangat menggairahkan bila dilihat mata laki-laki. Agar tak dicurigai suamiku, aku sengaja mengajak santi pergi ke pusat perbelanjaan yang tak jauh dari mess kami, tak lupa aku mengambil foto selfiku dengan santi dan mengirimkannya kepada suamiku. Selang dua jam kemudian, aku mengirimi suamiku pesan kalau hpku drop dan chargerku ketinggalan. Dan setelah makan siang, aku pun berpisah dengan Santi dan langsung menuju sebuah alamat yang telah dikirim oleh reza, sebuah hotel lengkap dengan nomor kamarnya. Kurang lebih 30 menit, aku sudah sampai di depan pintu kamar hotel itu. Meski sedikit ragu, aku pun mengetuknya yang tak perlu menunggu waktu lama untuk pintu itu dibuka dari seorang yang telah menunggu, ia tak langsung nampak, bersembunyi di balik pintu itu. Aku pun melangkahkan kakiku ke dalam, menjumpai ia yang masih di balik pintu itu. Tepat setelah seluruh badanku berada di dalam, pintu itu pun ditutup dan orang itu, reza, menyambutku dengan senyum, manis seperti saat kami dulu berpacaran. Sejenak kami saling memandang, hingga entah siapa yang lebih dulu mendekatkan diri, kami pun kini sudah saling menempelkan bibir kami sambil tangan kami saling merangkul tubuh kami satu sama lain. Cupps…. Cupps… Ehmm… Cupps, hanya suara kecupan demi kecupan, desah yang tertahan dan nafas yang mulai memburu yang saat ini terdengar di kamar hotel ini. Reza melepaskan bibirnya dan berkata dengan ekspresi menggoda, “Kayanya ada yang udah kepengen banget nih”. “Kamu ya yang udah ga sabar”, balasku yang tak dijawab olehnya, tetapi langsung memagut bibirku kembali. Dan memang benar, aku pun memang sudah sangat menginginkan untuk menu yang lebih dari ini. Terlihat dari ciuman kami yang semakin liar dan kini aku telah dipojokkan ke dinding, sedangkan tangan reza mulai melancarkan aksinya, meremas-remas pantatku. Karena badan kami yang saling menempel, aku pun mengetahui kalau penis reza telah mengeras di bawah sana, sambil merangkulku, ia menekan-nekan pinggul dan badannya ke arahku yang juga kunikmati karena ikut menekan susuku yang putingnya juga telah mengeras dan terasa gatal itu. Puas berciuman, reza pun menuntunku ke ranjang. “Kalau begini, aku mau pelatihan ini berminggu-minggu, setidaknya 2 hari setiap minggu aku bisa tidur dengan seorang bidadari”, katanya sambil cekikikan di depanku yang sudah duduk di tepi ranjang peraduan kami ini. “Belum tentu, itu tergantung kamu bisa buktiin omonganmu atau cuma omong doang”, kataku memancingnya. “Oke, kita buktikan sekarang”, balasnya sambil melepas kaosnya hingga menampakkan tubuhnya yang cukup ateltis di usianya. Dadanya pun ditumbuhi bulu-bulu tipis. Jantungku berdegup semakin kencang karena sebentar lagi aku akan menyerahkan tubuhku ke orang lain yang bukan suamiku. “Oh, maafkan aku suamiku, setidaknya ini juga karena salahmu, bukan? Lagipula, yang akan menikmatiku bukan orang yang baru pertama kalinya menikmati tubuhku. Jadi, biarkan aku mencari sendiri kepuasan yang tak bisa kau berikan itu”, batinku. Reza yang sudah tak sabar menarik tanganku, membuatku kembali berdiri di depannya. Kembali, kami berciuman sambil tangan kami saling membelai tubuh, mencoba menaikkan gairah ini lebih dan lebih lagi. Bulu-bulu tubuhku sampai berdiri saat tangan ini menyentuh langsung kulit reza. Aku membiarkan tangan reza menyentuh payudaraku, meremas-remas lembut dari luar bajuku. Tanpa kuminta, tangannya pun menelusup ke balik jilbabku, mulai melepas satu-persatu kancing tunik yang kukenakan hingga kancing paling bawah. Kini, tangannya dengan mudah menyentuh kulitku yang memang langsung dilakukannya. Desahanku semakin terdengar keras saat tangan itu menyusup ke balik braku, meremas susu yang sedari tadi terlihat seperti menantangnya. Aku yang merasa risih dengan tunikku pun melepaskannya hingga saat ini terpampanglah tubuh bagian atasku yang hanya menyisakan bra itu. Reza sejenak terdiam, pandangannya tak berkedip melihat tubuhku. “Benar-benar bidadari. Mulus banget tubuhmu, Mel. Kasian kamu disia-siakan suamimu”, katanya. “Mau terus diliatin aja nih, bidadarinya?”, kataku menggodanya lagi yang langsung diresponnya dengan menciumi belahan susuku sambil meremasnya dengan kedua tangannya. “Di kasur aja, yuk”, katanya. Aku hanya mengangguk dan mundur ke arah kasur, sambil hendak melepas jilbabku namun ditahan olehnya. “Untuk yang pertama, aku mau kamu pakai jilbab. Lebih menggairahkan melihat kamu memakai jilbab”, katanya. Aku hanya tersenyum dengan protesnya itu dan langsung membaringkan diriku yang disusul oleh reza. Reza terlihat sangat bernafsu ketika kembali meremas-remas susuku itu. Tangannya pun meraih tali braku dan membukanya. Kini, dua bukit susuku dengan puting kecoklatan itu pun bebas untuk dilihat dan dipermainkan semaunya. Jilbabku yang kusingkap membuatnya lebih leluasa menjelajahi bagian atas tubuhku itu. “Ehmm… Zah, enak ahh, yang kuat isepinnya”, desahku menikmati kombinasi remasan, jilatan, hisapan dan pelintiran jari-jarinya di puting susuku. Sesekali lidahnya menyapu leherku dan mencium bibirku, lalu kembali lagi ke susuku. Tubuhku menggelinjang tak beraturan menikmati setiap rangsangan yang kuterima. “Ahhh zaaah”, teriakku tiba-tiba. Entah sejak kapan reza membuka kancing jeansku dan menurunkan resletingnya, yang kutahu tangannya kini menelusup ke dalam celana dalamku dan jarinya telah memainkan klitorisku sambil terus menghisap puting susuku. “Ehmmm… Zaah, bukaah ajah sekalian”, pintaku yang langsung diturutinya dengan melolosi jeansku, disusul celana dalamku hingga kini tak ada sehelai benang pun menutupi tubuhku, kecuali jilbabku ini. “Kamu juga dong”, kataku manja yang sudah tak sabar ingin diperlakukan lebih dan juga memberikan perlakuan lebih kepadanya. Reza pun melepas celananya hingga menyisakan celana dalamnya yang membuatnya terlihat semakin menggairahkan di mataku karena penisnya tercetak jelas di celana dalam itu bahkan kepalanya sedikit menyembul keluar, membuatku semakin penasaran ingin melihatnya langsung. Tapi, reza tak juga melepaskannya. Ia justru langsung melanjutkan aksinya yang tertunda tadi, dimulai dari bibir, leher dan berhenti di susuku. Sementara tangannya dengan lincah memainkan klitorisku, sesekali jari-jarinya masuk ke dalam liang vaginaku. Aku pun tak mau tinggal diam, tanganku pun mengelus-elus penisnya dari luar celana dalamnya. “Zaa.. ahhh… Ehmmm…”, desahku “Kenapah? Enak?”, jawabnya “Bangethh… Inihh bukaah ih”, rengekku sambil menarik lepas celana dalamnya hingga ke bawah, ia pun menuntaskannya hingga terlepas. Kini, penis itu sudah bebas, tapi belum mampu kulihat karena aku sendiri masih terlentang, sedang reza setengah berbaring di sampingku, di tambah rangsangan-rangsangan yang kuterima, membuat diri ini berkali-kali harus memejamkan mata, meresapi nikmat yang kurasakan saat ini. Meskipun begitu, tanganku sudah menyentuh langsung penis yang dulu pernah sekali merasakan nikmatnya liang vaginaku, dan itu akan terjadi kembali sesaat lagi. Dari menyentuhnya, aku dapat merasakan betapa besarnya penis ini dibanding milik suamiku bahkan urat-uratnya begitu menonjol terasa di tanganku. Ciuman dan jilatan reza kini kurasakan bergerak turun, menjelajahi perutku yang sudah sedikit berlemak itu. Pelan-pelan semakin turun hingga “Achh… Zah…”, desahku setengah berteriak ketika kurasakan sesuatu yang basah dan hangat menyapu klitorisku, membuat tubuhku seketika menggelinjang. Tak kusangka, reza mau melakukan oral seks kepadaku. Meski beberapa kali suamiku pernah melakukannya, tetapi amatlah jarang karena mungkin aku juga enggan untuk melakukan oral seks kepadanya. Tapi, reza langsung mau melakukannya, meskipun aku tak heran kalau dia tak akan merasa jijik sebab vaginaku cukup terawat dan warnanya pun coklat kemerahmudaan. “Zahh… Ahh… Gelihh”, “Ochh… Inihh… Kokk… Ehhmmm… Ehnakehmm… Bangeht.. ehmmm”, desah-desahku menikmati permainan lidahnya yang lincah itu ditambah jari-jarinya ikut mengaduk-ngaduk liang vaginaku. Tanpa sadar, tanganku memainkan susuku sendiri, meremas dan memilih putingnya. Ya, tubuhku yang haus akan kepuasan ini menuntut rasa nikmat yang lebih dan lebih lagi. Benar saja, tak sampai 5 menit sejak sapuan pertama lidahnya di klitorisku, kurasakan ada yang ingin meledak di bawah sana yang tak mampu kubendung. Pinggulku semakin menggelinjang maju menjemput sapuan-sapuan lidah reza. Ia pun paham yang sedang kurasakan, dipercepatnya jilatan demi jilatan dan kocokan jarinya hingga yang ditunggu-tunggu pun datang, rasa geli teramat sangat menjalar di vaginaku, berdenyut-denyut dan tubuhku pun menggelinjang hebat sebentar lantas lalu mengejang, pinggulku terangkat ke atas, begitu pula kepalaku yang terdongak ke atas sambil mataku terpejam itu disertai satu jeritan, “Zaahhhh akuhh sampaiiihhh achhhh”. Ya, reza berhasil memberiku sebuah orgasmeku yang pertama. Rasa nikmat itu bertahan beberapa saat dengan pinggulku yang bergetar beberapa kali dan kemudian terhempas kembali ke kasur. Saat nafasku masih terengah-engah dan geli di vaginaku masih terasa, jari reza kembali bergerak di dalam sana. “Zah… geli.. ahhcchh.. ga tahan”, kataku yang kali ini seperti menolak kenikmatan, tapi tidak dengan tubuhku, pinggulku seperti ingin menjemput rasa geli itu. Reza pun tak menghiraukan aku yang sudah amat tak tahan dengan rasa geli itu. Ia menahan tanganku, dan kemudian mencium bibirku. “Tahan dikit lagi, ini lebih enak dari tadi”, katanya membisikiku lalu beralih menciumi leher jenjangku. Dan yang dimaksud reza pun akhirnya aku mengerti. Tak lama, badanku menggelinjang hebat dan kurasakan sesuatu yang ingin keluar saat orgasme pertamaku tadi kali ini akan benar-benar keluar. Sesaat kemudian, hal itu tak mampu ketahan lagi dan akhirnya, “crttt crttt crtttt”, cairan seperti air seni menyembur dari vaginaku dengan rasa nikmat yang amat-amat luar biasa, tak akan bisa dijelaskan dengan kata-kata selain langsung merasakannya hingga bola mataku hanya tampak putihnya saja dan teriak-desahku yang mampu menggambarkan betapa nikmatnya ini. Sejurus kemudian, tubuhku yang lemas karena rasa nikmat yang pertama kali kurasakan di hidupku itu pun jatuh ke kasur. Kucoba atur nafasku yang berantakan seperti jilbabku saat ini. “Kamu squirt”, katanya yang tak mampu kujawab karena sibuk mengatur nafas dan rasa geli yang menjalari seluruh tubuhku ini. “Gimana ga sampai 5 menit kan?”, katanya lagi. Hal yang berbanding terbalik dengan suamiku yang bahkan penisnya tak pernah bertahan sampai 5 menit itu. “Itu baru namanya puas, kalau cuma mainin itil, ga seberapa enaknya dibandingin squirt”, katanya. Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kepadanya karena yang ia katakan benar. Orgasmeku saat bermasturbasi sendiri maupun yang pertama tadi tak ada apa-apanya bila dibandingkan squirt ini. Sialan, mungkin aku akan ketagihan dibuatnya seperti ini dan hubunganku dengannya akan benar-benar berlanjut setelah hari ini. Masa bodoh, yang penting aku bisa mendapat kenikmatan itu, batinku. “Sekarang giliran kamu, cantik”, katanya sambil mengarahkan tanganku ke penisnya. Aku paham maksudnya dan langsung menuju ke bawah tubuhnya. Kini, penisnya benar-benar di depan mataku. Besar, panjang, berurat dan sangat keras di genggamanku. Reza pun sadar pandanganku ke penisnya mengisyaratkan rasa kagum, “Kenapa? Suka ga lihatnya?”, tanyanya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum, dan berkata “penismu waw banget diliat, apalagi kalau masuk nanti”, kataku yang sudah terbakar gairah ini. Ia tersenyum, lalu berkata, “Kontol, Mel. Kontol. Coba ulangi”, katanya. “Iya, kontolmu waw. Gede”, kataku sedikit malu-malu karena tak biasa menyebutkan kata itu dan dibalasnya dengan senyum dan tatap penuh arti yang kumengerti maksudnya itu. Kudekatkan mulutku ke kepala kontol itu, begitu aku menyebutnya sekarang seperti maunya reza. Dan kepala kontol reza kini telah menempel di bibirku, tercium aroma khas kelelakian dari batang itu yang anehnya kini membuatku bergairah, padahal dengan suamiku sendiri aku enggan melakukannya. Aku pun membuka mulutku, perlahan kontol reza pun masuk inchi demi inchi ke dalamnya. Tampak reza meringis keenakan karena itu. Kudiamkan sebentar kontol reza di dalam mulutku dan pelan-pelan kukeluarkan lagi sebagian, lalu kumasukkan kembali ke dalam hingga mulutku terbiasa dengan ukurannya, lalu aku pun mempercepat gerakan kepalaku, maju-mundur, menelan-mengeluarkan kontolnya itu. “Jilat batangnya sambil liat ke aku”, pintanya dan langsung kuturuti dengan memainkan lidahku, naik-turun di batang kontol yang sebentar lagi mungkin akan mengantarkanku pada orgasmeku lagi, saat kontol ini mengaduk-ngaduk liang vaginaku. Mungkin karena aku yang sudah sangat bergairah, dengan sendirinya aku menjadi mahir memainkan kontol reza. Kontol itu aku keluar-masukkan sambil bagian yang tak bisa masuk ke mulutku kukocok dengan tanganku. Sesekali kepala kontol dan lubang kecilnya itu kugelitik dengan lidah, lalu kusapu lidahku ke batangnya dari atas hingga ke pangkalnya sambil terus menatap wajahnya yang ekspresinya menunjukkan ia menyukai apa yang sedang kulakukan pada kontolnya. Aku pun merasa ekspresi itu dan desahan yang terdengar darinya seperti kata penyemangat buatku untuk memainkan kontolnya ini dan entah mengapa aku merasa senang melihat ekspresi itu. Benar apa yang dikatakan Santi, “Kalau cewek ga ngerasa puas, cewek juga pasti ogah-ogahan ngeladenin cowok. Buat apa capek-capek buat enak cowok, tapi si cowok ga bisa buat kita enak. Sebaliknya, kalau cewek ngerasa puas, pasti dia akan senang hati melayani si cowok”, dan itu yang terjadi padaku. Saat tengah asyik memainkan kontolnya, reza tiba-tiba menahan kepalaku dan menarik kontolnya dari mulutku. Ia lantas duduk dan membaringkanku, lalu membuka kedua pahaku. “Achh”, desahku saat ia mengecup klitorisku lalu ke liang vaginaku lalu badannya disejajarkan dengan badanku dan mengecup bibirku. “Aku udah ga tahan pengen ngerasain memekmu, cantik”, katanya berbisik. “Apalagi aku, udah kamu bikin nafsu banget dari tadi”, kataku lalu menciuminya. “Masukin ke mana nih?”, tanyanya, “Ke itu…”, kataku, “ke mana?”, tanyanya sambil menggosokkan kontolnya di klitorisku. “Ehmm… ke memekku… cepetan masukin ih…”, jawabku yang sudah tak sabar lagi menyambut kenikmatan yang akan diberikan oleh batang kontol reza. Bibirnya pun meraih bibirku lagi sambil tangannya memposisikan kontol besarnya itu tepat di depan lubang memekku. Tanpa aba-aba, reza mulai memajukan pinggulnya membuat kepala kontolnya terasa mendesak masuk ke dalam memekku. Untungnya memekku sudah cukup basah untuk menerimanya hingga sedikit demi sedikit kurasakan batang kontol itu memenuhi kedalaman lubang memekku hingga terasa mentok. Pun tak semuanya masuk, masih ada beberapa centi yang tersisa di luar. Penuh, itu yang kurasa saat kontol reza telah mentok masuk di memekku. Tubuhku meresponnya dengan rasa merinding, geli dan dinding memekku seperti berdenyut-denyut. “Sempit banget memekmu, punya suamimu kecil yah?”, katanya setelah melepas ciumannya. “Kontolmu tuh yang gede, sayang. Panggil aku sayang dong”, pintaku. “Aku mulai ya, sayang”, katanya dengan tatapan dan senyum yang mesra lalu memagut bibirku lagi. Pinggul reza pun mulai berayun pelan menjauhi pinggulku, membuat kontolnya di dalam memekku keluar lalu berayun ke arah pinggulku kembali, memasukkan kontolnya ke dalam dan berulang masih dengan tempo yang pelan tapi sudah bisa membuat seluruh tubuh ini seperti menggigil nikmat karena rasa penuh, geli dan rasa gatal yang tengah digaruk itu bercampur menjadi satu. Pinggulku pun ikut bergoyang seirama dengan keluar-masuknya kontol reza ke dalam memekku diiringi desah-desah kami yang tertahan karena kami saling memagut, menghisap bibir dan lidah kami. Dan lagi, tak sampai 5 menit kemudian kurasakan orgasmeku sudah diujung dan seketika kulepas ciumanku. “Sayaaang…. Achh…. Keluarhhh…. Enakkhh”, erangku menerima orgasmeku yang ketiga ini. Reza pun berhenti sejenak, memberiku kesempatan meresapi orgasmeku barusan. Ia memandangiku, melihatku dengan ekspresi puas dan terkesima. “Kenapa?”, tanyaku. “Kamu indah banget, muka sangemu sama susumu yang naik-turun ngos-ngosan gini indah banget diliatnya”, pujinya. “Gombal banget. Lanjutin ah, kamu belum keluar tuh”, kataku. “Hemmm… boleh keluarin di dalam?”, tanyanya. “Ah, aku belum KB, sayang. Di luar aja ya”, jawabku yang ditanggapinya dengan sedikit ekspresi kecewa. “Oke deh, aku pengen liat susu mulus ini belepotan maniku”, katanya lagi sambil tersenyum nakal. “Hemmm… yuk ah lanjut”, pintaku. “Apanya yang lanjut?”, tanyanya pura-pura. “Ihhh, yuklah”, rengekku sambil menggoyang-goyangkan pinggulku. “Bilang dulu dong, lanjut ngentotnya”, jawabnya lagi. “Ihhh… sayang gitu”, rengutku karena masih ingin menerima nikmat yang tadi itu. “iya deh iya… Sayang, yuk lanjutin ngentotnya”, kataku menurutinya. Lagi, ia tersenyum puas mendengarnya. Reza pun kembali memompa kontolnya keluar-masuk ke dalam memekku. Membuatku kembali dijalari rasa nikmat ke sekujur tubuhku. Sesaat tempo pompaannya masih seperti sebelumnya, namun perlahan ritme itu semakin cepat dan membuatku terus mendesah nikmat. “Achh… kontollll kamuhh enakkkhh”, “Terussshinn… Ehmm enthoothin memekk akuhh”, dan entah kata apa lagi yang keluar dari desahan-desahanku. “Enakhh manah samahh suamihmuh?”, tanyanya di tengah sodokan-sodokan kontolnya di memekku itu. “Kamuhh… enahhkk… kamuhh… ehmm.. achh.. Kontol suamikuhh kecill loyohh achhh”, jawabku penuh desah. Reza pun seperti semakin bersemangat, hingga dipercepatnya lagi pompaan kontolnya ke memekku. Lagi, tak sampai 5 menit ia memompa kontolnya itu, memekku terasa berdenyut hebat kembali dan seketika kurasakan orgasmeku keempat kalinya dalam jarak waktu yang singkat ini, tapi, kali ini reza tak mengistirahatkanku, ia terus memompa kontolnya itu membuat rasa geli yang teramat sangat di tubuhku hingga aku menjerit-jerit keenakan. “Sayaaangghhh…. memekkhh akuhhh…. mauuhh pipishhhhh…. achhh….”, kataku dengan pinggul yang terangkat ke atas, reza pun mencabut kontolnya dan bersamaan dengan kontol reza yang tercabut itu, “crtttt crtttt crtttt”, memekku pun menyemburkan cairan squirtnya lagi dan tak perlu aku jabarkan lagi seperti apa nikmat yang kurasakan ini bahkan tubuhku sampai seperti tersentak-sentak dengan sendirinya saat cairan kenikmatan itu keluar dari memekku. “Kamu benar-benar haus kepuasan seperti ini ya, sayang”, tanya reza sambil membelai-belai wajahku saat mataku masih terpejam karena sisa-sisa squirtku tadi masih kurasakan. Kubuka mataku dan kutatap matanya, “Banget dan ga nyangka aku bakal dapat ini semua dari mantanku”, kataku yang langsung meraih kepalanya dan memagut bibirnya itu sementara tanganku meraih, mengelus-elus dan mengocok kontolnya lagi. Reza menghentikan ciuman kami, ditariknya badanku turun dari ranjang dan dibaliknya badanku membelakanginya sambil tanganku diturunkan ke kasur, menahan badanku sendiri. Ia mengecup pundakku. “Setelah hari ini, apa kamu mau lagi?”, bisiknya di dekat telingaku. “Mau, mau banget. Jadikan aku selingkuhanmu atau jadi pelacurmu pun aku mau, asal ini kamu mau ngentotin aku terus”, kataku. “Oke, ada syaratnya. Kalau aku udah keluar, kamu hisap kontolku yang masih ada maninya”, katanya. “Iya, sayang”, jawabku tanpa terpikirkan lagi rasa jijik sebab gairah dan nikmat telah berkuasa sepenuhya pada tubuhku ini. Reza lalu mengarahkan kontolnya dan mendorongnya masuk ke dalam memekku dari belakang sana. Dari posisi ini, kontolnya terasa lebih penuh dan sesak di dalam memekku. “Bentar, jilbabnya kubuka ya”, kataku dan tak ada protes darinya kali ini. Setelah jilbab itu terlepas, Ia pun memulai pompaannya, maju-mundur, mengais kenikmatan demi kenikmatan dari gesekan permukaan kontolnya dan dinding memekku. “Dalaammhh Achh dahlam bangettt sayanghh”, erangku menikmati kontolnya yang keluar-masuk di memekku yang ia bilang sempit itu, semakin cepat pompaannya, semakin menjadi-jadi erangan kenikmatanku. Sesekali reza menarik rambut panjangku, meski sedikit sakit, tetapi ini membuat nikmat ini semakin luar biasa kurasakan. “Achh terusshh ngentottnyahh sayangghh”, “siaalhh, kontolmuhh enakkhh bangettt”, “cepehtinhh cepehtinhhh lagi…. achh….”, racauku tak henti-hentinya hingga akhirnya, orgasme keenamku pun datang. “Akuhh keluarhh lagihhh”, kataku lalu mengambrukkan badanku ke ranjang peraduan kami itu. Tak pakai menunggu, reza lalu membalikkan badanku dan memasukkan kembali kontolnya ke memekku lalu langsung memompanya dalam tempo cepat. Ia memburu orgasmenya kali ini tak peduli aku yang masih lemas karena orgasme keenamku tadi. Deru nafasnya semakin cepat senada dengan pompaannya yang semakin cepat mengejar puncak kenikmatannya. Tak hanya reza, aku pun tentu menikmatinya dan ingin memburu orgasme ketujuhku hingga pinggulku ikut bergoyang seirama dengan tempo pompaan reza. Kontol reza benar-benar mentok di memekku setiap kali masuk ke dalam. Erangan kenikmatan kami saling bersahutan seiring dengan bunyi pertemuan selangkangan kami. Dan aku mendapat orgasme lebih dulu dari reza, mungkin tak sehebat orgasme sebelum-sebelumnya, tapi tetap saja itu sungguh nikmat dan reza masih terus memacu dirinya, meneruskan pompaannya hingga tak lama dari orgasmeku, gilirannya pun datang saat tiba-tiba ia mencabut kontolnya dari memekku dan bergerak sedikit maju sambil mengarahkan kontolnya ke susuku. “Achhh”, geramnya saat lubang di kepala kontolnya pertama kali menyemburkan maninya ke arah susuku tapi karena terlalu deras, justru wajahku lah yang menjadi tempat jatuhnya mani itu tanpa mampu kuhindari bahkan sebagian bahkan mengalir ke bibirku. Semburan berikutnya berceceran dari wajah hingga ke bawah susuku. Tanpa sempat protes, reza lalu bergerak maju lagi, mengarahkan kontolnya yang masih belepotan mani itu ke mulutku. Sesuai maunya, aku pun membuka mulutku, menyambut kontolnya dan mengulumnya di dalam, seperti mengemut permen. Reza meringis karena kegelian, membuatku senang dan semakin bergairah karena merasa cantik dan seksi juga mampu membuat seorang pria perkasa seperti reza puas hingga aku pun memainkan susuku sendiri seperti sedang meratakan mani reza di seluruh susuku itu. “Telan”, katanya sambil mencabut kontolnya dari mulutku yang langsung kuturuti, membuatnya tersenyum puas dan entah mengapa aku pun merasa senang melakukannya. Tak ada lagi rasa malu, jijik atau apa itu, bahkan rasa asin dari maninya pun terasa nikmat di lidahku. “Cupps”, reza mengecup ubun-ubunku lalu berbisik kepadaku, “Mulai sekarang, tubuhmu juga milikku”. “Ya, nikmati tubuhku setiap kita ada kesempatan. Entotin akun sepuasmu”, balasku tanpa ragu, tanpa malu. Ia pun menarikku keluar dari ranjang. “Aku masih pengen, yuk ke kamar mandi, sambil bersihin maninya”, katanya. Aku hanya tersenyum dan mengangguk lalu mengikutinya ke kamar mandi dan tak perlu ditanya apa yang kami lakukan di kamar mandi, yang pasti aku mendapat orgasmeku lagi di situ dan berikutnya kami sama-sama tertidur lelap. Entah berapa kali kamu ulangi persetubuhan kami hingga esok harinya kami kembali ke mess. Dan sejak saat itu, aku resmi menjadi selingkuhannya. Tak ada resa sesal, justru aku bahagia karena aku bisa meraih kepuasan setiap kali kuserahkan tubuhku pada reza. Toh, ini semua salah suamiku yang tak mampu memuaskanku karena kontolnya tak pernah bertahan sampai 5 menit itu. ~~~Terima Kasih Sudah Membaca~~~