SPECTRUM KEHIDUPAN
Ini merupakan karya pertama saya.. Mohon maaf kalau cerita ini acak-acakan dan tata bahasa kurang bagus.. Cerita ini hanya fiksi semata. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama tokoh di dalam cerita ini.. Saya mundu89 mempersembahkan cerita yg sederhana ini.. Langsung saja.. Lets enjoy brother..
PROLOG
Di sebuah rumah sederhana yang berdinding bambu, penyangganya dari kayu di atas tanah yang tidak seberapa luas ini. Tepatnya di ruang tamu terdapat 2 orang yang satunya berambut putih dengan kulit yang sudah keriput dengan anak berambut hitam pendek yang kulitnya coklat hidung agak mancung sedang bercengkerama di sore hari yang cerah ini. “kek, tadi malam waktu kebangun kok tiba-tiba untung kangen ibu ya.. padahal satu minggu baru nengokin kita kek” ujar lelaki muda itu. “kamu aja yang terlalu manja le, masak baru seminggu udah kangen. Gini lho le. Kamu itu sudah besar sudah mau sekolah SMA, aku harap kamu jadi pribadi yang tanggung jawab, jujur, dapat dipercaya orang, jangan khianati kepercayaan orang, dan satu lagi kalau ada masalah apapun itu jangan lari dalam masalah itu akan tetapi hadapi dan selesikan masalah itu, jangan segan-segan untuk meminta maaf apabila kamu yang telah melakukan kesalahan, intinya jangan mundur le, bekerja keras juga. Kakek ini sudah tua sewaktu-waktu kakek meninggalkan dunia ini kamu sudah siap menghadapi pahitnya dunia, bukan hanya kakek ibumu juga kalau sewaktu-waktu di panggil sama Yang Maha Kuasa kamu juga harus siap melanjutkan hidup. Pokoknya apapun yang terjadi dengan atau tanpa kakek maupun ibumu, kamu harus tetap melanjutkan hidup dengan kerja keras. Kamu tahu sendiri kita sudah gak ada sanak saudara di daerah ini. Ayahmu telah lama meninggalkan kamu jadi kamu harus siap le. “ ceramah kakek pada sore itu. “baik kek, aku akan ingat pesan-pesan kakek ini” ujar anak itu. “pinter cucu kakek satu-satunya ini” ujar kakek sembari mencium kening anak itu sambil mengelu-elus rambutnya. Ya anak itu bernama untung, untung ferdinand nama lengkapnya. Dia hidup bersama kakeknya yang bernama Parjo di sebuah desa yang berada di pegunungan. Sedangkan sang ibu yang bernama Wati bekerja di kota sebelah timur dari desanya yang dijuluki sebagai kota pendidikan. Sang ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di seorang juragan dibidang kayu (meubel). Sejak kecil Untung sudah ditinggalkan ayahnya karena kecelakaan kerja di sebuah proyek pembangunan gedung. Akhirnya demi membiayai anaknya sekolah, sang ibu mau gak mau menjadi tulang punggung keluarga memutuskan bekerja menjadi pembantu rumah tangga itu. Sang Ibu satu bulan sekali pulang ke desa untuk menengok anak berserta orang tuanya untuk mengirim uang bulan sekalian kangen-kangenan bersama anaknya. Tapi kebahagian kakek dan cucunya itu sirna katika lagi asyik bercengkerama di sore hari tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah sang kakek itu. Nampak sepasang suami istri beserta anaknya turun dari mobil yang bernilai ratusan juta itu yang tampak raut kesedihan terpancar dari muka suami istri itu. “selamat sore mbah parjo, saya karim, ini istri saya juleha dan ini ine anak saya, saya yang selama ini mempekerjakan anaknya mbah yaitu mbak wati. Sebelumnya mohon maaf, Saya mau menginformasikan bahwa mbak wati tadi siang tiba-tiba pingsan di dapur. ‘Hiks.. hiks..hiks’ begitu saya dikabari bahwa mbak wati pingsan saya langsung pulang dan membawa dia ke rumah sakit. Dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata mbak wati mengidap kanker darah yang sudah stadium 4 ‘Hik.. hiks’. Dan barusan mbak wati menghembuskan nafas terakhir ‘Hiks.. hiks.. hiks’ dan kemudian saya langsung kemari untuk menginformasikan itu’” ujar pak karim sambil mengusap air mata yang keluar dari matanya. “innalillahi wa inna ilaihi rojiun,, sekarang jenazahnya dimana pak?” tanya kakek sambil berlinangan air mata yang tak kuasa menahan kesedihannya dan memeluk cucunya. “jenazahnya sedang dalam perjalanan kemari. Saya mohon maaf mbah tidak memberitahukan kondisi wati sedari tadi karena saya panik, keselamatan wati saya dahulukan tapi ternyata takdir berkehendak lain setelah dilakukan pemeriksaan dan perawatan intensif mbak wati menghembuskan nafas terakhirnya, sekali lagi maafkan saya mbah.” Ujar pak karim “huuaaaa ibuuuuuuuu… ibuuuuuuu.. jangan tinggalin untung sendiri ibuuuu…” sambil nangis menjerit-jerit untung seakan gak percaya kalau ibu meninggalkannya secepat itu. Tak lama kemudian mobil ambulan datang dan warga desa sang kakek berduyun-duyun datang untuk melayat sang jenazah. Setelah dimandikan dan disholati malam itu juga jenazah mulai dikubur di pemakaman desa. Banyak warga menangisi kematian mbak Wati disamping beliau baik dan ramah di lingkungan desa itu warga juga memikirkan anak semata wayangnya yang menjadi yatim piatu mulai hari ini. Setelah jenazah selesai dikuburkan, banyak warga yang kembali ke rumah masing-masing karena hari sudah malam. Sedangkan pak karim sekeluarga masih di kediaman mbah Parjo untuk menemani dan menenangkan Untung beserta kakeknya. “Mbah, mohon maaf sebelumnya untuk menebus kesalahan saya karena kelalaian saya terhadap kesehatan mbak Wati almarhumah selama ini, maka ijinkan saya membawa cucu mbah ini nak untung untuk ikut saya ke kota, saya akan membiayai sekolah SMAnya dan kelangsungan hidupnya mbah” pak Karim memulai pembicaraan kepada mbah Parjo. Tampak kakek berpikir sejenak yang kemudian “gimana kamu cu?mau ikut pak karim ke kota?” tanya mbah parjokepada cucunya. “aku terserah kakek aja bagaimana baiknya tapi kalau aku ke kota, kakek disini sama siapa?”sahut untung “ Kakek ini sudah tua cu dan sudah terbiasa hidup sendiri semenjak ditinggal nenekmu. Mau ya cu? Biar kamu mandiri dan gak ketergantungan sama kakek terus”.imbuh mbah parjo. “gini Pak karim, saya ijinkan untuk membawa cucuku satu-satunya ini ke kota akan tetapi saya tidak setuju kalau untung hanya jadi benalu di keluarga pak karim. Saya maunya cucu kesayanganku ini ajari kerja disana kerja apa aja terserah.jadi pembantu disana suruh nyapu, ngepel, cuci atau apa aja yang bisa dikerjakan untung. Atau bekerja di usahanya bapak jadi tukang kayu juga gak masalah. Gak perlu di kasih gaji cukup di kasih uang saku dan biaya hidupnya saja. Gimana bapak karim?’ tanya mbah parjo. “apa tidak mengganggu sekolahnya Untung mbah kalau saya pekerjakan Untung di sana?” tanya bapak karim. “tidak masalah pak, biar untung belajar mandiri yang pertama, yang kedua biar Untung bisa bagi waktu antara sekolahnya dan tanggung jawab kerjaannya, yang ketiga saya ingin bapak mendidik untung untuk bekerja keras dimulai dari sekarang, biar dia tahu bagaimana sulitnya mancari uang pada jaman sekarang. Pahamkan apa yang saya maksud pak?” mbah parjo memberikan alasan agar si cucu ini kuat dalam menghadapi pahitnya dunia nantinya. “kalau itu keinginan mbah parjo saya senang hati menerimanya akan tetapi untuk bekerja di bisnis kayu, saya rasa belum waktunya mbah. Kasian untung nanti gak bisa fokus, kalau jadi penjaga rumah sekaligus merawat taman yang didepan rumah sepertinya bisa mbah karena gak banyak waktu tersita dan untung masih bisa fokus di sekolahan.” Terang pak karim ke mbah parjo. Sambil manggut-manggut mbah parjo menyetujui saran dari pak karim yang terpenting keinginan mbah parjo agar cucunya ini tidak ketergantungan sama orang lain dan bisa bemanfaat bagi pak karim sekeluarga sudah tercapai. “kapan untung bisa di bawa pak karim?” tanya mbah parjo. “lusa atau 4 harian lagi siap saya bawa mbah, besok saya carikan sekolah untuk untung terlebih dahulu kalau sudah siap saya jemput nak untung kemari mbah.” Jawab pak karim. “baik mbah, sepertinya hari sudah semakin larut malam saya pamit dahulu, sekitar 4 hari lagi saya kesini untuk menjemput nak untung. Dan sekali lagi mohon maaf kalau saya lalai dalam menjaga mbak wati sampai saya gak tahu dia mengidap penyakit parah seperti itu.” Pamit pak karim dengan wajah yang masih menggambarkan raut kesedihan. “namanya takdir mau diapakan lagi pak karim. Harus ikhlas melepas kepergian anak saya satu –satunya. Dan satu lagi tolong jaga cucu saya selagi di sana ya pak, seminggu sekali atau lebih saya akan menengok cucu saya nanti. Dan terima kasih banyak atas kebikan pak karim menolong keluarga saya ini. Hati-hati di jalan pak karim.” Imbuh mbah parjo. “baik mbah, saya berjanji akan menjaga untung di sana dan rumah saya terbuka untuk kedatangan mbah parjo di sana. Pamit dulu mbah. Assalamualaikum wr wb .” ujar pak karim samil sambil berjalan ke mobil bersama istri dan anaknya dan tak lama kemudian mobil melaju meningglkan kediaman mbah parjo. “alhamdulillah cu, kakek sudah lega ada yang mau menampung kamu. Dan berjanjilah kakek selalu menjaga martabat keluarga pak karim, turuti perintah pak karim dan istri jangan membantah. Belajar tanggung jawab. Disanalah hidup sesungguhnya dimulai le.” Lagi-lagi mbah parjo berceramah ke sang cucu “baik kek, aku akan melakukan yang terbaik di sana.” Ujar untung kepada kakeknya sambil dielus-elus rambut untung oleh sang kakek. “yasudah segera bersih-bersih diri dan tidur, sudah malam cu.” Ujar sang kakek sambil masuk kedalam rumah.