Si Gila

SI GILA​
SETIBA di depan pagar rumah kontrakan saya sambil membawa sebungkus nasi padang sore itu saya pulang kerja, saya sangat kaget melihat seorang wanita bertubuh telanjang sedang berbaring di lantai teras rumah kontrakan saya. Jelas, wanita yang menurut taksiran saya berumur 30 tahunan ini otaknya tidak waras, alias gila karena tubuhnya kotor sekali, sampai kulitnya hitam ditempeli daki. Rambutnya dipotong pendek seperti potongan rambut laki-laki. Entah dari mana dia berasal, karena sebelumnya saya tidak pernah melihat orang gila berkeliaran di lingkungan tempat saya tinggal. Tubuhnya tidak kurus dengan kulit berbalut tulang, tetapi seperti potongan tubuh wanita normal, cukup berisi dengan tinggi sekitar 165 senti meter. Sewaktu saya menyuruh dia bangun, dia menurut. Payudaranya yang menggantung tampak berisi dengan puting susu berbentuk kecil. Kulit perutnya rata dan di daerah pubisnya menghias bulu kemaluan yang cukup lebat berwarna coklat karena saking kotornya dengan debu. Saya tidak mengusir dia pergi dari teras rumah saya. Dan ketika saya membuka pintu rumah kontrakan saya, dia ikut saya masuk ke dalam rumah. Dan dengan santainya, dia duduk di lantai ruangan saya yang sekaligus saya pergunakan sebagai kamar tidur di malam hari. Saat itu saya bukannya terangsang melihat vagina si gila yang terhampar di depan mata saya, tapi saya jatuh kasihan. Saya lalu mengeluarkan nasi padang dari kantong plastik kresek. Sambil menahan lapar dan menahan penciuman saya karena tubuhnya yang bau busuk, saya menyodorkan nasi padang kepadanya dengan sebuah sendok plastik. Dia langsung membuka kertas pembungkus nasi padang tanpa memandang saya lagi, lalu dengan kelima jarinya yang kotor berkuku panjang, dia meraup nasi padang dengan lauk telur dadar masuk ke mulutnya yang bergigi kuning. Astaga, saya mau muntah melihat si gila makan dengan rakusnya seperti setahun tidak menyentuh nasi. Saya yang kelaparan pun jadi kenyang melihatnya antara jijik dan iba. Saya menukar pakaian kerja saya. Setelah dia selesai makan, saya menyeret dia masuk ke kamar mandi. Dia tidak melawan. Saya menyiram tubuh telanjangnya dengan air dan saya memerlukan sikat untuk menyikat tubuhnya yang ditempeli kotoran yang sangat tebal sampai-sampai busa sabun yang berwarna putih berubah warna menjadi warna coklat kehitam-hitaman. Saya mengeramas rambutnya dengan shampo. Saya tidak segan-segan membersihkan payudaranya dan puting susunya sampai puting susunya yang lemas menjadi tegang. Saya juga membersihkan lubang pusernya. Kemudian saya baru terangsang ketika saya harus membersihkan rambut kemaluannya dan selangkangannya. Saya mencuci bersih vaginanya dan anusnya, lalu saya menyikat giginya. Sekarang tubuhnya yang kotor sudah bersih. Rambutnya yang pendek tadinya kusam, sudah mengilat kena cahaya lampu dan bulu kemaluannya juga sudah berwarna hitam. Saya memakaikan kaos oblong dan celana pendek milik saya menutupi tubuh si gila yang telanjang. Kuku tangan dan kuku kakinya saya gunting. Dia tampak cantik bukan seperti orang yang tidak normal. Saya bingung, kenapa selama ini dia diterpa hujan dan angin dengan tubuh telanjang setiap hari, dia tidak jatuh sakit? Apakah dia tidak bisa merasakannya? Malam itu saya harus makan mie instan dan dia juga ikut makan dengan lahapnya. Saya tidak bisa berkomunikasi dengan dia, karena apa yang saya tanyakan tidak dijawabnya dan dia tidak mau pergi dari rumah kontrakan saya. Mau saya laporkan ke ketua RT atau ke tetangga, saya merasa tidak tega. Malam itu, dia tidur satu tempat tidur dengan saya tanpa mengganggu saya sampai pagi. Tapi habis membuang air besar dan kencing, dia tidak mau menyiram WC dan cebok. Saya harus menyiram kotorannya dan menceboki dia, lalu saya memandikan dia lagi pagi itu. Entahlah, kenapa saya tidak tega mengusir dia pergi dari rumah kontrakan saya. Hari itu terpaksa saya tidak masuk kerja dan berbohong pada atasan saya bahwa saya sakit. Siang harinya, saya mencoba meninggalkan si gila di rumah, saya pergi ke pasar membeli pakaian untuk dia dan pergi ke warung membeli nasi. Dia tidak mengganggu rumah saya selama saya meninggalkan dia sekitar satu setengah jam di rumah. Dan saya merasa gembira melihat dia mau menyiram lantai kamar mandi setelah selesai kencing dan pada malam harinya dia bisa tertawa saat menonton adegan lucu di televisi dan dia mau memakai BH dan celana dalam. Hari berikutnya, saya lebih tidak tega lagi menyuruh dia pergi dari rumah kontrakan saya, karena pada pagi harinya, saya menyuruh dia mandi sendiri, dia sudah bisa melakukannya sendiri. Beruntung hari Sabtu, saya tidak masuk kerja. Dia mau membantu saya membuka bungkusan mie instan saat saya mau memasak dan makanpun dia tidak serakus seperti dua hari yang lalu, tapi tetap dia tidak bisa diajak berkomunikasi. Saya yakin dia tidak bisu. Malam itu saya mengajak si gila makan di warung pecel lele. Orang-orang yang makan di warung, tidak merasa heran melihat dia duduk di samping saya. Pasti si gila ini datang dari jauh sehingga orang-orang tidak mengenal dia, atau apakah si gila sudah berubah menjadi wanita yang ‘tampaknya’ normal? Tengah malam saya terbangun dari tidur saya karena saya merasa terjepit. Ahh… rupanya si gila memeluk saya! Payudaranya yang terbungkus BH dan pakaian, mengganjal di lengan saya. Suara dengkurannya terdengar halus. Bau tubuhnya wangi, tidak berbau kotoran seperti dua hari yang lalu. Saya tidak bisa memungkiri bahwa pada saat itu ‘sifat asli’ saya muncul ketika merasakan kehangatan tubuh si gila yang memeluk saya. Saya tidak bisa memejamkan mata saya lagi dan pikiran saya melayang ke segenap penjuru tubuh telanjang si gila. Melawan adalah ‘lebih susah’ dari mengikuti. Kemudian, saya pun memiringkan tubuh saya membalas pelukkan si gila. Saya juga mencium bibir si gila. Si gila menggeliat. “Nggg… eehhgg…!!” ini suara pertama yang terdengar keluar dari mulut si gila.

Mendengarnya, membuat saya kian bernafsu. Tangan saya dengan cekatan membuka kancing bajunya. Si gila membiarkan saya melepaskan baju dan celananya. Yang tinggal melekat di tubuh si gila yang berkulit sawo matang itu hanya BH dan celana dalam. Saya membelikan si gila celana dalam dan BH yang biasa, bukan yang seksi. Saya mencium dan mengisap sela payudaranya sehingga membuat tangan si gila mencengkeram rambut saya. BH-nya saya lepaskan, puting susunya saya isap. “Aaahhggg….” si gila mendesah. Kepalanya terdongak, matanya terpejam. Ketika saya melepaskan celana dalamnya dan memegang vaginanya, vaginanya sudah basah. Saya segera melepaskan kaos dan celana pendek dengan celana dalam saya juga. Saya tidak membayangkan lagi bagaimana pertama kali saya melihat tubuh si gila. Bulu kemaluan dan vaginanya yang kotor. Mungkin lendir dan darah haidnya yang telah bercampur menjadi satu, juga bekas air seninya melekat di luar dan di dalam lubang vaginanya. Sekarang vaginanya bersih. Saya mencium bulu kemaluannya yang tumbuh sampai dikedua sisi vaginanya. Ahhgg… klitorisnya yang terselip di bagian atas bibir vaginanya tampak menonjol. Perlahan saya mendorong kepala saya masuk ke sela paha si gila yang sudah terbuka lebar. Tubuh telanjang si gila terasa menghentak ketika ujung lidah saya menyentuh klitorisnya. Saya menjilat klitoris si gila dengan lidah. Saya menjilatnya dengan lembut sambil tangan saya terjulur meremas payudaranya yang terasa berisi, tidak kendor. Tubuh si gila menggelinjang. Saya tidak hanya menjilat klitorisnya, tapi lidah saya juga memasuki liang vaginanya. Si gila sudah tidak perawan. Lendir birahinya banyak. Kemudian saya menaiki tubuhnya. Penis saya yang keras dan tegang menekan lubang vagina si gila sembari saya mencium bibirnya. Kedua tangan si gila memeluk tubuh saya dengan erat. Penis saya perlahan memasuki lubang vaginanya. Tidak ada hambatan, meskipun terasa sedikit sesak, mungkin lubang itu lama tidak dipakai. Saya tidak mau terburu-buru menyelesaikan pertandingan. Saya ingin si gila juga menikmati, karena saya tahu dia menikmati. Matanya terpenjam. Saya terus menekan penis saya masuk ke dalam lubang vaginanya yang terasa basah sambil sedikit-sedikit saya tarik keluar dan tekan lagi penis saya. Dengan demikian, lubang vagina si gila bisa menyesuaikan diri dengan penis saya. Lubang vagina si gila tidak terasa sesak lagi, sehingga penis saya bisa ditekan sampai dalam sekali ke dasar. Saya memendam penis saya di dalam sambil saya mengisap puting susunya. Sekitar beberapa detik, lalu saya mulai mengocok penis saya di dalam lubang vagina si gila dengan menggerakkan penis saya keluar-masuk. Rasa nikmat menjalari tubuh saya, entah si gila. Detik berikutnya, sayapun mengerang, “Agghhh….!” Air mani saya tumpah di dalam ruang vagina si gila. Setelah itu saya mencabut penis saya dan membersihkan vagina si gila yang dibanjiri oleh air mani saya dengan tisu. Kemudian kami tidur bertelanjang sambil berpelukan sampai pagi. Pagi itu, si gila yang memasakkan mie instan untuk saya. Dia tersenyum ketika saya membalas dengan kecupan di bibirnya. Selesai makan mie, satu ronde kembali kami lakukan di tempat tidur dan satu ronde di kamar mandi. Sore harinya, si gila berjalan keluar dari rumah kontrakan saya berdiri di depan pintu pagar. Bukan apa-apa, saya hanya takut ada tetangga yang melihatnya. Telepon genggam saya berbunyi. Lalu saya mengambil telepon genggam saya yang masih tersimpan di saku celana panjang saya. Setelah itu, ketika saya melihat ke arah pagar rumah kontrakan saya sambil saya berbicara di telepon, si gila sudah tidak berdiri di sana. Setelah selesai telepon, saya keluar mencari di beberapa gang, saya tidak menemukan si gila. Hati saya sedih dan gelisah telah kehilangan si gila, karena saya tunggu sampai keesokan harinya, si gila tidak muncul di rumah saya. Si gila pergi tanpa pesan, tapi meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Sehingga, saya tidak bisa melupakannya dalam satu atau dua minggu. Saya membutuhkan ‘perjuangan’ untuk menghilangkan wajah si gila dari ingatan saya. Apakah saya telah jatuh cinta pada si gila? Tolong, bantulah saya menemukan si gila, pembaca yang budiman! (begawan_cinta_2015)