Nenek Sayang Cucu

Nenek Sayang Cucu

BEBERAPA menit setelah selesai mandi Tjiko baru teringat dengan cincin pemberian guru pencak silatnya ketinggalan di kamar mandi.

Tjiko bergegas ke kamar mandi dan Tjiko sesaat tertegun ketika kakinya beberapa langkah lagi hendak sampai di depan kamar mandi.

Tjiko melihat neneknya sedang menyiram air ke tubuhnya yang telanjang bulat dari sedikit pintu kamar mandi yang terbuka.

Tjiko sudah berumur 18 tahun dan duduk di bangku kelas XII SMA. Jadi Tjiko sudah banyak tau tentang wanita telanjang dari internet, apalagi Tjiko pernah nonton video porno di laptopnya pinjaman dari teman sekolahnya yang disimpan dalam flashdisk.

Wanita telanjang yang dilihat Tjiko dari internet atau yang ditontonnya di video porno masih mulus-mulus berbeda dengan tubuh telanjang neneknya yang dilihatnya sekarang ini.

Tetapi jujur, Tjiko lebih tertarik tubuh telanjang neneknya, karena tubuh telanjang neneknya ‘asli‘. Kalau di foto atau di film bisa saja sudah direkayasa atau sudah dimakeup oleh sutradara supaya kelihatan cantik dan seksi.

Tjiko berjalan mendekati pintu kamar mandi dengan jantung berdebar-debar. Pura-pura tidak tau, Tjiko mengetuk pintu kamar mandi. “Oma, tolong cincin Tjiko dong, ketinggalan di kamar mandi…”

“Kamu taruh dimana?” tanya neneknya dari dalam kamar mandi.

“Di rak tempat naruh shampo….”

Tadi Tjiko melihat tubuh telanjang neneknya dari belakang. Sekarang sewaktu neneknya mencari cincinnya di rak tempat menaruh shampo, Tjiko bisa melihat bagian depan tubuh telanjang neneknya.

Ugghhh… naluri laki-laki Tjiko langsung bangun melesat menyesakkan celana pendeknya sampai membentuk tenda kecil di celana pendeknya.

Sepasang tetek neneknya masih begitu indah meskipun sudah tidak bulat, tetapi masih kencang menggiurkan dengan puting menonjol berwarna coklat gelap.

Perut neneknya agak sedikit besar dan menggantung, sedangkan di bagian bawah perut neneknya terhampar rambut basah berwarna hitam dan di bawah rambut berwarna hitam itu, ahhh…

“Nggak ada, kamu masuk cari sendiri deh…” suruh neneknya.

Karena disuruh, Tjiko merasa tidak bersalah membuka pintu kamar mandi lalu masuk ke dalam kamar mandi mencari cincin keramatnya di rak.

“Nggak ada, dimana ya?” Tjiko bergumam sendiri.

“Tadi kamu taruh dimana? Benar nggak di rak situ…” kata neneknya.

Daripada mencari cincinnya, kenapa ia tidak pakai kesempatan yang sungguh berharga ini untuk memandang tubuh telanjang neneknya yang bertelanjang bulat di depannya?

“Ya di rak itu, masa aku sudah linglung sih Oma?” jawab Tjiko mengalihkan perhatiannya pada neneknya yang berdiri di depannya.

“Cincin apa sih?”

“Cincin dari guru silat aku…”

“Minta lagi kalau hilang!” ujar neneknya tidak merasa canggung dengan tubuh telanjangnya di depan cucunya. Tentu sudah dipertimbangkan masak-masak oleh wanita berumur 65 tahun ini. “Memangnya cincin pemberian guru silatmu itu sudah diisi jimat, ya?”

“Nggak tau…”

“Tuh apa di lantai… cincin yang kamu cari bukan…?” jari telunjuk neneknya menunjuk ke pojok kamar mandi.

Tjiko melihat. “He.. he… ya, Oma…” jawab Tjiko tertawa senang dan segera ia mengembangkan kedua tangannya memeluk neneknya.

Sengaja!

Neneknya juga memeluk Tjiko, sehingga Tjiko berani mengelus punggung neneknya yang lembab telanjang itu dengan telapak tangannya.

Nenek Tjiko diam. Bisa jadi ia menikmati elusan tangan Tjiko, atau bisa jadi ia membiarkan Tjiko meluapkan kegembiraannya karena cincinnya sudah ditemukan.

Tjiko memilih yang pertama karena ia sangat tidak tahan dengan tubuh telanjang yang dipeluknya. Entah kemujuran apa yang diperolehnya sampai ia bisa memeluk tubuh telanjang neneknya. Semalam ia tidak bermimpi.

Lalu Tjiko menurunkan telapak tangannya yang satu lagi memegang bongkahan pantat neneknya. “Oma…” kata Tjiko pelan. “Ajarin aku tidurin perempuan, dong…”

Nenek Tjiko melonggarkan pelukannya memandang Tjiko. “He.. he…” tertawanya bijak. “Kamu mau tidurin Oma?”

“Mau… mau, Oma…. kalau Oma mau kasih aku…” jawab Tjiko cepat. “Oma masih sexy dan cantik…”

“Mana ‘burung’mu, keluarin… Oma mau lihat sudah besar, belum….” kata neneknya serius.

Tanpa ragu-ragu Tjiko menurunkan celana pendeknya dan pada saat yang sama neneknya bisa melihat penis Tjiko yang panjang dan keras terpental keluar dari celana pendek Tjiko, lalu Tjiko melepaskan celana pendeknya.

Entah bagaimana perasaan neneknya saat ia melihat penis Tjiko. Tjiko tidak mau berpikir panjang. Tangan kirinya memegang pinggang neneknya, sementara tangan kanannya memegang batang penisnya, lalu digesekkannya kepala penisnya ke bibir vagina neneknya yang menonjol.

“He.. he… bukan begitu caranya, sayang…” ujar neneknya tertawa lucu melihat keluguan cucunya.

Meriana, begitu nama nenek Tjiko, sadar sesadar-sadarnya, tidak di bawah pengaruh Tjiko. Kalau ia menuruti kemauan Tjiko, sebagai nenek pasti ia sangat bersalah karena mengajari Tjiko perbuatan yang melawan susila.

Nenek, mana mungkin bersetubuh dengan cucunya sendiri, gila apa? Dan ia sendiri juga sudah tidak bersetubuh dengan suaminya, karena penis suaminya sudah mati akibat usia yang tidak bisa dihindari.

Namun demikian, Meriana kasihan dengan Tjiko. Kemauan Tjiko begitu besar, kalau tidak dituruti, Meriana takut Tjiko kecewa.

“Kita di kamar saja. Di sini mana bisa dengan berdiri begini….” kata Meriana.

Meriana mengambil handuknya di gantungkan membungkus tubuhnya yang masih padat, kecuali punggung tangannya yang kelihatan agak keriput. Sedangkan Tjiko menutupi penisnya dengan celana pendeknya saat keluar dari kamar mandi.

“Di kamar kamu, atau di kamar Oma? Tapi janji ya, sekali-kali jangan kamu cerita… nanti kamu cerita lagi sama temanmu di sekolah…” kata neneknya.

“Nggak, berani sumpah Oma…”

“Sumpah…! Begituan sumpah… memang sekarang sumpah mempan? Kalau mempan, nggak bakal banyak orang korupsi, tau…!!” gerutu Meriana jengkel sembari masuk ke kamar Tjiko. “Kamar berantakan begini seperti kapal pecah…”

Meriana merapikan tempat tidur Tjiko. Meletakkan bantal kepala, lalu berbaring masih memakai handuk. “Ayo…”

Tjiko melepaskan kaosnya dan Meriana melihat tubuh cucunya yang telanjang, jadi tertarik. Tegap! Dadanya bidang dan penisnya gagah.

Sekarang, umurnya 65 tahun. Berarti sudah hampir 15-an tahun ia tidak bersetubuh dengan suaminya. Sekarang lubang vaginanya akan dimasuki penis yang begitu keras, masih bisa nggak ya, batin Meriana dengan jantung berdebar saat handuknya dilepaskan oleh Tjiko.

Lalu Tjiko mencium rambut hitam yang menghiasi bukit kecil di bagian atas selangkangan neneknya. Baunya agak amis bercampur wangi sabun mandi.

“Mau ngapain kamu?” tanya neneknya saat pahanya dibuka oleh Tjiko.

“Jilat…!” jawab Tjiko belajar dari video porno yang pernah ditontonnya.

“Hiks…” desis Meriana dengan wajah meringis. “Kenapa dijilat…? Hii… nggak jijik kamu, itu kan tempat kencing…”

“Punya orang lain aku jijik, tetapi punya Oma aku tidak. Boleh Oma, aku jilat…?”

“Terserah kamu… kalau kamu nggak jijik… ya sudah, jilat saja….” jawab Meriana. “Oma juga pengan tau rasanya bagaimana kalau dijilat…”

Tjiko pun mengambil posisi berlutut di antara kedua paha neneknya yang terkangkang lebar sehingga ia bisa melihat dengan jelas bagaimana bentuk vagina yang sebenarnya.

 

Jelas beda dengan vagina yang pernah dilihatnya di gambar. Vagina neneknya sudah coklat keriput dengan bibir yang terkatup rapat. Akan tetapi karena Tjiko sudah sangat terangsang dengan tubuh telanjang di depannya, disantapnyalah vagina neneknya dengan menjilat dan menghisap.

“Mmmhh… ahhh…. mmhhh….” Meriana merintih geli. “Ohhh… mmmhh…. seesstthh… ooohh…”

Mulut dan lidah Tjiko melumat habis kemaluan yang lembut itu. Bagaimana Meriana tidak semakin merintih, karena dari geli berubah menjadi nikmat? Meriana juga menggeliat seperti cacing kepanasan. Sungguh ia tidak tahan dengan nikmatnya.

Lidah Tjiko juga belum mau berhenti, malah lidahnya memasuki lubang Meriana. Dijelajahinya lubang kering itu sampai ke ujung.

“Ooooohhh…. ooohhhh…. Tjikkk…. Tjikoooo…” Meriana sampai menjerit saking tidak tahan dengan kenikmatannya.

Jantungnya berdebar kencang, urat syarafnya tegang, seperti akan ada sesuatu yang akan meledak dari rahimnya.

Akhirnya Meriana berteriak nyaring, “Tjikoooooo….. Tjikoooooooo….. Tjikkkkk…..” saat ia orgasme. Kedua tangannya menggenggam erat kain seprei, wajahnya terdongak…. sherrrr…. sherrrr…. sherrrr…. air kencing Meriana menyembur ke wajah Tjiko.

Tjiko kaget!

“Ugghhh… Tjiko….” desah Meriana lemas, tapi lega dan tubuhnya ringan seperti kapas. “Setubuhi Oma, Tjiko… ayo…” minta Meriana.

Lubang vaginanya mau ditusuk saat itu, mau dirajam oleh Tjiko, Meriana sudah tidak peduli, karena ia juga menginginkan persetubuhan itu.

Dan Tjiko bisa memasukkan penisnya ke lubang vagina neneknya. Baru pertama kali Tjiko belum tau bagimana vagina yang masih layak disetubuhinya. Yang penting “ngentot” bagi Tjiko.

Sekarang Tjiko bisa merasakan penisnya dijepit oleh lubang vagina neneknya. Nikmat, apalagi ia sudah tarik-dorong penisnya keluar-masuk di lubang milik neneknya itu.

“Sessttt…. ooohhh…. enak sekali, Omaa…” desah Tjiko.

Meriana tersenyum meringis antara malu dan nikmat ketika batang keras itu menyumbati dan menjalari lubang vaginanya. Penis cucunya sendiri!

“Sebenarnya sudah tidak, Tjiko… coba nanti mamimu pulang kerja kamu ngajak mamimu begini, pasti beda rasanya… sekarang kamu lagi napsu…” kata neneknya.

Apakah benar, tanya Tjiko dalam hati. “Tapi jangan bilang Oma yang ngajarin, ya…” tambah Meriana.

Untuk menuntaskan birahinya, Tjiko meremas tetek neneknya, menciuminya, melumatinya, menghisap putingnya sambil penisnya menghujam-hujam.

Persegekan kedua kelamin itu membuat Tjiko semakin nikmat. Ketika ia merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari penisnya, Tjiko mencium bibir neneknya.

Meriana mendorong lidahnya masuk ke mulut Tjiko dan kedua kakinya memeluk erat pantat Tjiko, karena Meriana tau air mani cucunya sudah mau keluar. Napas Tjiko mendengus-dengus berat.

Benar saja….. crrooottt…. crrooottt… crrooot… Meriana bisa merasakan tendangan cairan kental hangat itu menembak rahimnya yang sudah sekitar 15-an tahun kedinginan. Kini rahimnya terasa berdenyut-denyut hidup,

Meriana tersenyum puas dan mengelus pipi Tjiko. “Kamu hebat…!” pujinya. “Masih kuat…? Mau sekali lagi…?”

“Istirahat dulu, Oma…”

Tjiko mencabut penisnya yang masih berdenyut-denyut tegang dan dipandanginya vagina neneknya. Lubang vagina neneknya menganga berisi cairan maninya…

Lalu Tjiko mengambil tissu di meja membersihkan vagina neneknya. Meriana sangat senang. Dulu, dari suaminya ia tidak pernah mendapatkan pelayanan yang seperti ini, selesai bersetubuh suaminya lantas ngorok!

Maka itu Meriana sengaja mengangkang, supaya Tjiko terasang lagi melihat vaginanya, lalu menyetubuhinya lagi.

Benar saja, Tjiko kembali memasukkan penisku ke lubang vagina neneknya yang kini lubang vagina neneknya terasa licin dan basah karena masih tersisa air maninya di dalam.

Setelah itu Tjiko mulai menggenjot. Puting susu neneknya dihisap kiri dan kanan. Tjiko terasa buas. Penisnya menikam dengan cepat lubang vagina neneknya.

“Ahhh… ahhh…. Tjikooooo…. aahh… ahhh…” rintih Meriana.

Tadi teteknya bersih, kini dihisap Tjiko sampai merah-merah. 10 menit air mani Tjiko belum keluar juga. 15 menit… 20 menit… Meriana mulai kepayahan, lubang vagina terasa panas akibat persegekan penis Tjiko yang bertubi-tubi dan liar itu.

“Belum keluar juga, Tjiko…?”

“Oh… sebentar lagi Oma, hampir…” jawab Tjiko dengan napas tersengal.

Tiga puluh lima menit berselang Tjiko baru terkulai lemas di atas tubuh neneknya setelah ia meluapkan air maninya di lubang vagina neneknya. Meriana merasa vaginanya sampai perih, tapi sepatah katapun tidak keluar dari mulutnya.

Sewaktu ia pergi mandi baru jam 6 sore. Buru-buru ia mandi sambil membersihkan vaginanya.

Tjiko yang berada di kamarnya tidak tau kalau neneknya menyelinap pergi ke dokter.

 


Dokter yang memeriksa Meriana hanya tersenyum simpul melihat vagina Meriana yang bonyok. Tapi bagaimanapun penis sang dokter tegang juga saat ia mengolesi salep ke lubang vagina Merina, sengaja ia tidak memakai sarung tangan.

Kelentit Meriana digosok-gosoknya.
Akhirnya kedua tangan Meriana mencengkeram pinggir pembaringan saat ia orgasme.

Meriana menyerah total pada dokter yang memeriksanya.

Di tengah perjalan pulang ke rumah baru ia sadar, 2 laki-laki telah menggerayangi tubuhnya.

Sial banget aku hari ini, batin Meriana ingin menagis tetapi tidak ada air mata ketika Tjiko memeluknya dan mencium bibirnya.

Napsu kembali bergejolak di dalam tubuhnya. Di kamar Meriana kembali bertelanjang susunya dihisap oleh Tjiko.. Vaginanya yang perih terasa nikmat berdenyut-denyut.

Hasilnya, Meriana kembali disetubuhi oleh Tjiko. “Oma, kalau aku jadikan Oma istri, Oma mau nggak?” tanya Tjiko di tengah persetubuhan antara nenek dan cucunya itu. “Kalau mami nggak kasih, kita lari Oma, aku punya tabungan.”

Meriana memeluk Tjiko erat-erat menyerahkan vaginanya digenjot Tjiko. Hati Meriana terasa brbunga-bunga….

Makanya wajah Meriana tidak kusut saat ia menyambut anak dan menantunya pulang kerja, yaitu Mami dan Papi Tjiko. Mariana hanya merasa vaginanya diganjal sesuatu yang keras bekas genjotan penis Tjiko sebanyak 2 ronde tadi.

Total Meriana bersetubuh 5 kali. Kuat juga aku, ya… kata Meriana tersenyum sendiri sambil berbaring di tempat tidurnya malam itu.

Mungkin ia adalah wanita yang paling berbahagia saat ini. Sudah 65 tahun tapi masih disenangi oleh cucunya dan dokter yang memeriksa vaginanya tadi.