Kisah Seorang Gay
Ini adalah sebuah cerita yang bisa dikatakan curhat seorang gay, bimbang memilih menjadi seorang gay atau membohongi dirinya dengan menjadi pria normal yang menyukai lkawan jenis. Cerita ini di kirim oleh seseorang yang ingin menemukan jati dirinya. lewat cerita dewasa dia bercerita dan ingin berbagi kebimbangannya. Berikut cerita lengkapnya.
Beberapa hari setelah peristiwa sejati yang aku alami itu, jiwaku sangat terguncang dan goyah. Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat lagi. Aku sangat merasa berdosa dan menyesal telah melakukannya dan mengapa aku tidak tahan dengan godaan itu. Aku begitu larut di dalam situasinya sehingga aku tidak ingat lagi dengan apa kata hatiku. Terus terang, aku sebelumnya adalah seorang yang taat dengan norma agama dan aku tahu bahwa seks di luar nikah adalah pantang apalagi jika itu adalah seks sesama jenis.
Gejolak dalam hati saya kian hari kian membawa saya ke dalam pergulatan dan perdebatan antara hati nurani dengan apa yang telah menjadi kenyataan atas diriku. Hati nuraniku berkata “aku tidak ingin jadi gay” tapi aku sendiri tidak bisa memungkiri apa yang telah terjadi atas diriku dan aku tidak bisa berdusta dan membohongi perasaan hatiku sendiri. Akhirnya tinggallah goresan luka yang amat menyedihkan dalam batin saya yang sangat dalam, hatiku sangat bimbang.. Apakah kuharus menjadi gay dan menikmati hidupku atau apakah kuharus melawan perasaan dan keadaan diriku sendiri? Inilah masalah yang sangat besar yang pernah aku alami, kala harus menentukan sikap hidup. Aku berada di antara persimpangan dua arah yang sangat menentukan jalan hidupku.
Aku sudah berusaha untuk hidup dan mencintai seorang wanita, tapi apa daya perasaan itu selalu menghantui saya dan tidak bisa aku hindari kala aku melihat seorang cowok ganteng didepanku.
Sahabatku yang aku percaya selama ini, ternyata dia pergi meninggalkan aku kala ia mengetahui bahwa aku berubah total. Kala aku curhat dan mengatakan bahwa aku menjadi gay, ia malah meninggalkan aku dengan alasan ia tidak mau menjadi gay juga seperti aku. Dia menganggap aku sebagai seorang yang kena “virus gay” yang katanya dapat menular ke orang lain, apalagi dia statusnya sebagai teman dekat saya. Tentu saja kepergian sahabatku yang sangat aku percayai itu kian menambah luka dan goresan dalam lubuk hatiku. Oh Tuhan, apakah yang harus aku lakukan lagi? Mengapa aku menjalani semua ini? Mengapa harus aku? Atau apakah ini jalan dan garis hidupku? Inikah takdirku?
Akh.. Tidak, ini bukan takdir. Aku yakin Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupku di dunia ini. Rancangan Tuhan bukan rancangan kecelakaan dan bukan rancangan untuk menjadikan umatnya menjadi gay. Aku tidak menyalahkan Tuhan; Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi aku menyalahkan diriku yang tidak bisa mengendalikan diri sendiri.
Jalan manakah yang aku harus tempuh? Apakah kuharus menikmati hidupku atau bagaimana? Jika aku menikmati hidup apa adanya, maka aku harus menjadi gay tapi jika tidak maka hidupku akan penuh dengan kepura-puraan dan aku tidak bisa hidup dengan memasang “topeng” selama-lamanya. Kiranya Tuhan memberikan jawaban yang terbaik.
“Tok.. Tok.. Tok.. Geo? Bisa aku masuk?” ujar suara yang sangat aku kenal dari balik pintu kamarku. Ya, pemiliknya adalah Sandy. Aku kaget dan segera berdiri menghapus air mataku sambil menuju pintu.
“Hai Sandy, ada apa?” tanyaku
“Geo, kamu kenapa? kok mata kamu sayu gitu? lagi ada masalah ya.. Boleh nggak kamu cerita.. Siapa tahu aku bisa bantu!”
“Iya nih San. Aku lagi bingung!” Aku mengajaknya duduk di atas tepi ranjang dan mengajaknya berbicara.
“Ada apa Geo?”
“San, aku bingung apakah aku harus jadi gay atau bagaimana?” tanyaku sambil menatap matanya. Sandy lalu meletakkan tangannya di atas pundakku dan menepuk-nepuknya. “Geo, kamu nggak bisa bohongin diri kamu sendiri. Kamu nggak bisa menghindar dari perasaan hati kamu sendiri. Kalau memang perasaan itu ada dalam hati kamu, kamu nggak bisa pungkiri bahwa kamu sebenarnya adalah seorang gay” jelasnya.
Aku hanya diam dan menatap kosong ke arah lantai.
“Geo, dulu aku juga sama seperti kamu, aku sangat bimbang dan penuh dengan seribu macam pertanyaan yang sangat membuat aku terpukul kala harus menentukan jalan hidupku. Ya.. Apa yang aku alami dulu sama seperti apa yang kamu alami sekarang Geo. Tapi semua itu ada waktunya kok. ” katanya.
“Oh ya?” aku penasaran dan ingin mengetahui apa keputusan Sandy selanjutnya waktu itu.
“Terus.. Apa keputusan kamu?” tanyaku penasaran.
“Aku memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya dan biarlah waktu yang mengubah semuanya. Aku tidak mau pura-pura jadi normal, tertarik sama cewek.. Padahal aku tidak tertarik sama sekali. Aku harus jadi diriku sendiri. Aku tidak mau jadi orang lain. Ya.. Yang terjadi ya terjadilah.. ” jelasnya.
“Jadi.. Itu keputusan kamu?”
“Iya Geo”
“Kamu tidak merasa menyesal mengambil jalan itu?”
“Tidak. Karena aku sudah berprinsip bahwa aku adalah aku dan aku bukan orang lain. Aku adalah diriku sendiri apa adanya”
“Prinsip yang bagus” kataku sambil mengangguk-angguk.
“Geo, kalau kamu takut menjadi gay dan hidup pura-pura, kamu tidak akan pernah menikmati tuh yang namanya hidup”
“Oh ya?”
“Ya.. ” jawabnya sambil senyum menghiasi raut wajahnya yang bersih dan manis.
“San.. Kamu memang sahabat yang baik. Kamu tahu nggak, sahabatku pergi meninggalkan aku saat aku bilang kalau aku jadi gay”
“Ha? dia bukan tipe sahabat sejati kalau begitu. Dia pergi meninggalkan kamu saat mengalami masa-masa pahit. Dia cuman ingin manisnya saja dari kamu”
“Katanya.. Dia nggak mau tertular virus gue!”
Sandy tertawa terbahak-bahak. “Virus? kalau begitu itu tergantung daya tahan tubuhnya dong terhadap virus, apakah dia juga kebal atau tidak” Sandy kembali duduk di dekatku dan memeluk aku erat-erat.
Aku merasakan damai dan kasih yang penuh dari pelukan Sandy. Pelukan yang membuat hatiku damai dan aman dari goncangan hidup. Dia kemudian membisikkan kata: “Geo, kamu harus jadi diri sendiri, bukan orang lain!” suaranya yang lembut mengiang mesra dan lembut di telingaku.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku, tiba-tiba saja gairahku kembali bangkit dan ingin melakukan hal itu dengan Sandy.
Aku mulai mencium pipi Sandy yang manis dan bersih putih itu. Sandy kemudian membalasnya dengan mencium keningku dan menciumi pipiku. Tiba-tiba saja ciuman tersebut berubah jadi ciuman bergairah. Kurasakan getar-getar birahi dalam diriku mulai mengalir dan membangkitkan nafsuku. Dan Sandy pun demikian. Ia mulai mengajakku berdiri sambil berciuman. Kami sangat menikmati ciuman mesra ini. Aku mulai menjilati bibirnya dan sesekali mengulum bibirnya yang seksi. Kedua tangan kami saling merangkul di pinggang dan saling merapatkan tubuh satu sama lain. Namun, ciuman itu terus berlanjut. Sandy lalu menelusuri rongga mulutku dengan lidahnya kesana kemari. Aku merasa sangat bergairah dan terus bergairah dengan ciuman ini. Ini adalah ciuman yang sangat menyenangkan dan mengasyikkan tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ciuman yang lama.. Sambil menikmati bibir masing-masing, kedua tangaanku mulai membuka kancing baju Sandy. Begitupun dengan Dia, Sandy mulai melorotkan celana panjangku.
Dan tak lama kemudian kami hanya memakai celana dalam saja.
Kini kami dilanda nafsu yang sangat besar. Kami lalu melanjutkannya di atas tempat tidur. Sandy lalu mengangkatku dan membaringkan aku di atas tepi ranjang, lalu mukai menggigit-gigit kecil penisku yang masih dibungkus dengan kain merah. Aku hanya menggelinjang dan menikmati dan merasakan setiap gigitan dan sentuhan mulutnya. Sandy lalu menggigit kain CD-ku lalu menariknya ke bawah dengan mulutnya. Yah.. Ia mengeluarkan CD-ku dengan memakai mulutnya. Maka tampaklah penisku yang tegang berdiri berwarna kemerah-merahan. Kulihat kepala penis Sandy yang juga mnyembul dari dalam CD-nya membuatku kian bergairah. Aku lalu bangkit dari tidur dan mendorong tubuh Sndy ke atas ranjang dan melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan dengan aku tadi. Aku lalu menunduk dan mengigit-gigit penis berbungkus celana dalam warna hitam itu. Ya, rasanya keras juga untuk digigit. Penis Sandy memang sudah mengeras dan berwarna merah kecoklat-coklatan. Aku terus menikmatinya walau masih berbalut dan akhirnya aku menarik pula CD itu keluar dengan gigitanku hingga tampak pula milik Sandy yang besar dan berdiri kokoh. Aku tak sabar ingin menindih tubuhnya dan merasakan kehangatan tubuhnya.
Aku lalu bangkit dan menindih tubuhnya di atas ranjang penuh gairah. Aku kembali menciumi pipinya dan merasakan hangatnya hawa tubuh Sandy menyerap ke dalam tubuhku. Kurasakan benjolan penis Sandy yang sangat mengganjal di bawah perutku. Aku lalu bergeser ke bawah sedikit sehingga penisku bertemu dengan penisnya dan “akh.. Akh.. ” nikmat sekali. SAndy lalu menggoyangkan pantatnya naik turun walau aku menindihnya namun tetap saja bagian tubuh bawahnya tetap bisa ia goyangkan. Kemudian aku menggesek-gesekkan penisku di atas penisnya sambil tetap menikmati ciuman mulut dengannya.
Sandy dengan tak sabarnya, segera mendorong tubuhku hingga aku sekarang berada di posisi bawah. Ia lalu memasukkan penisnya di sela kedua pahaku dan menjepitnya lalu ia mengayunkannya naik turun. Ku merasakan benda tumpul itu hangat menggelitik dan menggoda-goda ujung sarafku.
Tak lama kemudian, kami berganti posisi. Kami lalu mengambil posisi 69 alias oral seks. Ia memutar tubuhnya di atas tubuhku dan walau aku harus menahan berat badannya yang kira-kira 55 kilogram itu, aku tidak merasa terbebani. Kini penis tanpa bulu-bulu halus itu berada tepat di atas wajahku. L Kedua bola menggantung itu kini berada dekat mulutku dan tanpa membuang waktu, segera saja kulahap mentah-mentah kedua buah itu dan nikmat sekali, lebih nikmat dari jus buah biasa. Sesekali aku mengerang dan menggelinjang kala Sandy sengaja mengelitik atau mencolek pinggangku dengan jari telunjuknya tapi aku tidak bisa bergerak karena aku ditindihnya. Namun Sandy juga kadang mengisapku dengan keras hingga terasa sampai di ujung-ujung saraf kelaminku.
Kami terus melakukan oral seks hingga merasa puas. Aku terus saja mengulum milik Sandy yang kira-kira 18 cm itu dan sesekali aku mengigit kecil benda keras itu.
“Akh.. Nikmatnya dunia ini.. ” kataku dalam hati. Tapi hampir kami tidak pernah saling berbicara mengeluarkan suara satu sama lain, hanya sesekali senyum saat pandangan mata bertemu dengan pandangan mata.
Selang beberapa puluh menit kemudian, kami lalu mengganti posisi. Sandy bangkit dan kini aku tidak merasa tertindih lagi oleh tubuh beratnya itu. Namun, selama oral tersebut, aku tidak merasakan beban berat tersebut, mungkin karena aku konsen dengan apa yang aku rasakan. Sandy lalu kembali mengisap-isap penuh gairah dan nafsu atas kedua puting susuku
“Akh.. Terusin.. Enak juga.. Isap yang keras, San!” bisikku sambil menggeliat. Namun itu hanya berlangsung beberapa menit. Kemudian aku bangkit dan kembali menindih tubuh Sandy. Aku bergeser ke bawah hingga aku mendapatkan penisnya yang sudah berwarna merah tua dan hangat. Aku lalu kemblai mengulumnya dan mengisapnya keras-keras. Aku melahapnya hingga ke ujung pangkalnya dan
“Akh.. Ahk.. Ahk.. ” aku tersedak dengan kepala penis Sandy yang menyentuh pangkal kerongkonganku. Tapi aku hanya menelan ludah dan kembali mengulum penis itu layaknya ice cream tapi ini lebih enak dari pada ice cream sendiri. Sesekali juga aku menggigit-gigitnya dengan halus, hingga Sandy mengerang dan menggeliat keenakan.
“Ya.. Terusin Geo, terusin.. Enak banget.. Akh.. Akh.. Aku mau keluar nih” ungkap Sandy.
Aku lalu menghentikan kegiatanku sementara dan menunggu hingga Sandy merasa aman lagi dari rasa mau muncrat. Ya.. Ini aku lakukan agar ml-nya berlangsung lama. Sambil menunggu penis kamu “loyo” kami saling berpandangan mata dan menikmati wajah masing-masing. Beberapa menit kemudian, penis kami mulai sewtegah loyo dan kini kembali kamu melakukan making love.
Aku lalu mengambil oil pelicin lalu mengoleskannya pada penisku dan menuangkannya di atas penis Sandy yang kembali menegang. Aku lalu menggeser tubuh Sandy hingga ke tepi ranjang sedangkan aku berdiri di tepinya sambil berdiri di atas lantai lalu membuka lebar kedua paha Sandy dan mengosok-gosokkan penisku ke bibir analnya. Sandy hanya menggelinjang dan menikmati sentuhan yang aku berikan. Karena aku tak sabaran lagi, aku lalu memasukkan penisku ke dalam analnya. Ya.. Susah juga pertamanya. Walau Sandy sudah tidak perjaka lagi, namun analnya masih susah ditembus. Aku lalu memasukkan jari tengah kedua tanganku lalu menarik bibir analnya ke arah yang berlawanan dan memasukkan penisku yang sudah mengeras dan licin. Akhirnya, kepala penisku sekarang sudah masuk. Tapi Sandy merasa kesakitan,
“Pelan-pelan Geo, aku agak sakit nih.. ”
“Oke.. ” Aku lalu melepaskan keuda jari tengahku dari dalamnya dan meletakkan kedua tungkai Sandy di atas kedua bahuku lalu aku mulai memeluk dan merapatkan kedua pahanya ke dadaku dan mengayunkan dengan sangat perlahan-lahan penisku keluar masuk anal Sandy.
“Akh.. Akh.. Enaknya”
“Ya.. Lebih kenceng lagi, Geo!” ujar Sandy
Aku lalu mulai mengayunkan penisku dengan agak cepat dari sebelumnya dan kian lama kian cepat dan cepat..
“Terus.. Akh.. Akh.. Terusin, Geo. Lebih kencang lagi dong!”
Aku lalu memasukkan penisku hingga ke pangkalnya ludes sudah masuk menembus anal Sandy. Aku mengguncangnya dengan kian cepat dan keras hingga tubuh Sandy ikut berguncang di atas ranjang. Aku mulai berkeringat dan tak lama kemudian..
“Akh.. Akh.. Akh.. Croot.. Croot.. Croot”
Aku mengeluarkan spermaku dan menembakkan peluru panas itu jauh ke dalam tubuh Sandy. Kurasakan waktu aku muncrat, Sandy menjepit erat penisku dengan otot bibir analnya. Penisku masuk hingga ke pangkalnya saat itu dan akh nikmat sekali rasanya. Aku mencapai puncak kenikmatan itu dan aku tidak melewatkan apa yang aku rasakan saat itu. Saat yang singkat itu aku mencoba unutk merasakannya semaksimal mungkin.
Akhirnya, aku mengeluarkan penisku dari dalam anal Sandy dan tampak spermaku keluar beberapa tetes dari dalamnya hingga membasahi lantai. Aku lalu duduk dan berbaring di sampingnya. Kemudian Andy bangkit dan mulai melakukan apa yang aku lakukan tadi. Dia lalu mengangkat pantatku naik setinggi mungkin mendekati penisnya karena dia berdiri di atas ranjang-tidak sama seperti aku tadi yang berdiri di atas lantai-dan aku tidur terlentang di atas ranjang. Akh, aku merasakan tubuhku terbalik. Lalu Sandy membuka lebar lubang analku dengan kedua jarinya lalu memasukkan penisnya dan..
“Akh.. ” Aku mengeluh kesakitan karena Sandy langsung saja mendorong penisnya hingga ke pangkalnya saat kepala penisnya, ulai masuk hingga aku kesakitan yang amat. Sandy kemudian menghela nafas dan wow.. Tidak pernah aku bayangkan, Sandy mengangkat badanku naik dengan kedua tangannya yang kuat hingga aku kini digendongnya sambil penisnya berada dalam analku. “Akh.. Fantastis San. Kamu hebat!” ungkapku.
Kami lalu berciuman. Aku sangat kaget dengan ini. Sandy melakukan apa yang tak pernah aku bayangkan. Ternyata dia sanggup mengangkat tubuhku.
Dengan posisi tetap seperti ini, Sandy membawaku dan dia duduk di atas sofa. Ternyata gaya ini sama seperti gaya yang ia lakukan sama Ivan dulu. Kini Sandy duduk di atas sofa dan aku duduk diatas ke dua pahanya menghadap ke arahnya dengan penisnya tetap berada dalam lubang analku. Aku lalu mulai mengayunkan pantatku turun naik secara perlahan sesuai dengan apa yang aku ingin rasakan. Karena aku masih merasa sakit, aku hanya melakukannya dengan naik-turun secara pelan-pelan dan ini diikuti dengan gerakan naik turun oleh Sandy walau dia dibawah. Semikn lama semakin hilng rasa sakit itu dan aku kini kian kencang naik-turunnya.
“Posisi yang sangat bagus dan fantastis, San!” ujarku.
Sandy hanya tersenyum dan menjilati dada dan puting susuku. Tapi penisku sendiri mulai bangkit lagi setelah selang beberapa menit loyo dan terkulai lemas, tapi kini penisku bangun lagi dan mulai menegang.
Selang sekitar dua puluh menit kemudian..
“Geo, aku mau keluar nih, coba kamu angkat pantatmu, aku ingin muncrat di luar”
Aku lalu mengangkat pantatku ke atas sehingga penis Sandy keluar di bawah lalu Sandy mengocok-ngocok penisnya sendiri dan..
“Akh.. Croot.. Croot.. Croott.. ”
Sandy memuncratkan spermanya di anatara sela badanku dan badannya sehingga kedua badan kami basah oleh hangatnya cairan sperma Sandy.
Setelah itu, kami berpelukan erat dan mesra penuh kasih sayang.
Akhirnya, making love keduaku selesai. Aku sekarang sudah dua kali melakukannya. Pertama dengan Richard dan kedua dengan Sandy. Semuanya menyenangkan dan memuaskan.
Bagaimana dengan perasaan hati nuraniku? Pertanyaan itu kembali menghantui hidupku, mungkin hanya making love yang akan menghilangkannya dari pikiranku.
“Ah.. Aku harus jadi diri sendiri. Aku ingin menikmati hidupku sebagai seorang gay, aku tidak bisa membohongi perasaan hatiku sendiri. Aku adalah aku dan aku adalah seorang gay” kataku dalam hati.