Kisah Kita Pernah Ada
“Remaja”.
Satu kata yang dapat membuat setiap orang yang mendengar kata itu berimajinasi penuh makna ataupun penuh arti.
“Kita remaja, yang sedang dimabuk asmara.
Mengikat janji, bersama selamanya~” – Hivi
Sepenggal lirik lagu dari Hivi yang berjudulkan Remaja, selalu bersenandung diantara kami yang sedang menikmati masa-masa itu. Seperti hal-nya aku, yang saat ini sedang asik mengerjakan tugas sekolah di dalam kamar, sambil memutar lagu-lagu Hivi.
Anita Dahlia, nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku. Aku akrab dikenal dengan sebutan Anita, namun teman-teman terdekatku memanggilku dengan Anit.
Ting
Disela-sela menikmati lantunan lagu dan konsentrasiku mengerjakan tugas sekolah, sudah beberapa kali bunyi denting notifikasi pesan sudah aku abaikan. Bukannya aku tak mau menjeda aktifitasku untuk membuka pesan singkat tersebut, namun memang aku ingin mengabaikan orang yang kuduga mengirimkan pesan singkat yang sudah masuk berkali-kali itu.
Deo, pacarku yang sudah menjalani hubungan denganku selama kurang lebih 6 bulan ini.
Beberapa hari ini aku merasakan kalau hubungan ini tidak akan bertahan lebih lama lagi. Selain aku merasakan sudah tidak ada kecocokan, aku menilai bahwa aku dan Deo lebih cocok sebagai teman saja.
Sekilas perjalan hubunganku dengan Deo, dia adalah pacar pertamaku. Sebuah cinta remaja yang dimulai saat-saat upacara hari senin. Dimana saat itu kelas Deo kebagian jatah untuk menjadi panitia upacara hari senin. Para pembaca disini pasti pernah merasakan hal serupakan?
Sosoknya yang tinggi dengan kulit khas anak laki-laki yang sering bermain diluar, membuat dia mencolok diantara kedua temannya yang sama-sama menjadi petugas pembawa bendera. Mungkin karna hormonku yang sedang naik akibat jadwal bulananku yang sebentar lagi datang, membuatku terpesona saat melihat iya melangkah tegak maju didepanku.
Sebuah pandangan pertama akibat naiknya hormon, membuatku tertarik padanya. Aneh memang, tapi mungkin sebagian perempuan yang ada disini pernah mengalaminya?
Jika mengingat masa-masa itu, aku akan menyalahkan hormonku .
Tak disangka, selang sehari setelah momen aku tetarik padanya, semesta seperti mencoba merajut hubunganku dengan dirinya. Dimulai dari sering papasan di kantin saat makan siang, papasan di lorong kelas, hingga ujian kelas campuran. Membuat dirinya pun memiliki kesempatan untuk mendekatiku.
Menarik bukan? Ternyata kejadian-kejadian seperti itu membuat dirinya notice terhadap kehadiranku di dunia ini, membuatnya memiliki perasaan yang sama denganku. Tertarik oleh sesosok perempuan sepertiku.
Perempuan berkacamata, lugu, berambut panjang, berkulit putih, dengan aroma parfum coklat. Iya, aku suka dengan parfum beraroma coklat.
Akhirnya pada bulan Mei 2017 ini, aku dan Deo resmi berpacaran. Dia adalah pacar pertamaku, begitupula diriku adalah pacar pertamanya.
“Kurasa ku tlah jatuh cinta, pada pandangan yang pertama. Sulit bagiku untuk bisa berhenti mengagumi dirinya~” – RAN.
***
“Apa besok kita bisa membicarakan hal ini Ann?”
“Aku tahu kalau aku salah udah memaksa kamu”
“Tolong maafin perbuatan aku”
Kurang lebih seperti itu pesan-pesan yang masuk dari Deo. Aku hanya melihat pesan-pesan itu dengan perasaan yang tidak bisa kuungkapkan.
“Perbuatanmu? Perbuatanmu itu memang tidak terlalu jauh, namun ntah kenapa aku sama sekali tidak menyukainya Deo” ucapku sambil menscroll satu-satu pesannya.
Masih teringat betapa awal-awal pacaran dengan Deo sangatlah bahagia. Sebuah kisah jatuh cinta remaja pada umumnya, saling berinteraksi memadu asmara anak muda. Tidak berhenti berkomunikasi pagi, siang, malam. Meskipun kami memiliki aktifitasnya masing-masing, komunikasi kami jarang sekali terputus.
Berjalannya hari, berganti minggu, berganti bulan, aku sangat amat menyayanginya, hingga akhirnya aku merasakan cium pertama. Ciuman yang akan selalu kukenang, karna terjadi pada sore hari. Ketika suasana sekolahku sedang sepi. Dimana dia sehabis latihan basket dan aku mengerjakan tugas bersama kelompokku. Ntah bagaimana detailnya, akupun juga sudah lupa. Aku dan dia berciuman singkat diantara gerimis hujan, di parkiran motor. Ciuman singkat dua remaja yang baru pertama kali melakukannya.
Membuatku tersenyum sepanjang sisa hari itu, bahkan keesokan harinya, aku terbangun dengan perasaan yang sama. Bergantinya waktu hari ke hari, disetiap kencan yang sudah berjalan berkali-kali itupun, ciuman-ciuman singkat itu beubah menjadi sebuah lumatan. Sesaat pertama kami melakukan ciuman dengan lumatan itu, ada perasaan berbeda yang muncul dariku. Perasaan memburuh menghangatkan setiap inci indra dan syaraf-syaraf seluruh tubuhku.
“Apa ini yang disebut dengan nafsu?” batinku.
Tubuhnya mendekap erat tubuhku, membuat kedua payudaraku bersentuhan dengan dadanya. Hanya perlu 3 bulan berjalannya hubungan kami, membawaku seintim ini dengannya.
Lalu apa hal yang membuatku tidak suka akan perbuatannya? Apakah hal itu yang menjadi salah satu penyebab, atau bahkan alasan akan kandasnya hubunganku dengan pacar pertamaku ini?
Kejadian beberapa hari lalu, saat aku bermain kerumahnya. Keadaan rumahnya sedang sepi, karna kedua orangtuanya sedang berpergian. Aku berjanji akan bertamu karna aku sudah berjanji kepadanya untuk membuatkan masakan untuk kami makan bersama. Tentu saja dirinya sudah sempat berbelanja denganku di hari sebelumnya. Ya memasak adalah hobiku.
Singkat cerita kami bersenda gurau sambil aku memasak, kami terawa terbahak-bahak karna ada satu cerita lucu kemarin di sekolah. Sambil dirinya membantuku memotong sayuran, akupun sambil menyiapkan hidangan pelengkap lainnya. Hingga saat dia bersebelahan denganku.
“Kamu kenapa sih suka banget sama parfum coklat?” tanyanya penasaran.
“Kenapa ya? Kalau dicari jawabannya sih aku nda tahu, cuma aku emang suka aja wangi yang gak biasanya tercium.” jawabku.
“Tapi sumpah sih Bee (panggilan sayang), aku jadi suka wangi parfum coklat kamu semenjak aku pacaran sama kamu. Yang awalnya biasa aja, lama-lama jadi suka banget. Apalagi pas sambil ciuman sama kamu.” ucapnya lagi.
“Ih mesum banget alasannya haha!” balasku sedikit tertawa.
“Kan aku laki-laki normal Bee!” balasnya lagi sambil tangannya mencoba memelukku dari belakang.
Dekapannya terasa begitu hangat, apa yang terjadi saat ini seperti film-film romansa pada umumnya. Seorang perempuan dipeluk dari belakang oleh pacarnya, namun keadaan ku saat ini sedang memasak. Terlena dengan dekapannya, membuatku mematikan kompor yang ada didepanku, kuputar badanku, dan kutatap wajahnya dengan senyum.
“Aku sayang kamu Bee, aku suka sama sikapmu yang aku rasa gentle terhadapku” ucapku kepadanya yang dibarengi oleh kecupan singkat dibibirnya.
Setelahnya kita melanjutkan memasak dan tentu saja kita langsung menyantapnya. Perutku sudah terlalu lapar untuk kutahan-tahan.
Dengan perasaan kenyang, aku dan Deo yang duduk di sofa ruang tengahnya hanya bisa duduk kenyang bego sambil menatap langit-langit rumah.
“Akhirnya aku nyobain juga masakanmu Bee, enak bangettt, kebayang sih kalau aku jadi suami kamu bakalan bahagia banget.” ujarnya.
“Woo! Kamu mikirnya kejauhan gila! Sekolah aja dulu yang bener kita!” ucapku sambil menoyor kepalanya.
“Uwh kepalaku main kamu toyor aja! Kukelitikin loh kamu!” sambil tangan Deo memperagakan akan memulai kelitikin aku.
“Gak mau!! Gak mauu!! Aaa kaburrr…” akupun langsung berdiri dan berlari.
Meskipun sedang didalam rumah, aku tidak peduli yang penting aku lari menjauh darinya untuk tidak dikelitik olehnya. Tak peduli ini lantai 1 atau lantai 2 rumahnya, yang penting aku lari!
Tapi apalah daya tenaga lari seorang perempuan dibandingkan dengan tenaga lari seorang laki-laki? Tentu saja tangan Deo berhasil menyentuh pinggangku dan memberikan sebuah kelitikan singkat kepadaku. Aku pun tesentak sambil mendesah kaget. Deopun mendekapku dan membalikan tubuhku dan mendorong tubuhku ke dinding tembok.
“Aaahh ampunnn…” ucapku sambil menutup mata, mempersiapkan diriku untuk menahan geli dari kelitikannya.
Namun setelah beberapa detik aku tidak merasakan apa-apa. Yang ada malah tangan kanannya mendarat di pipiku. Dan akupun membuka mata.
“Kamu tuh cantik banget sih Anita..”
“Eh…” ucapku kaget.
Tiba-tiba kulihat kepalanya mendekat dan lalu menciumku.
“Mmmphh” lenguhku.
Ciuman tiba-tiba darinya sungguh mengkagetkanku, akupun langsung menutup mata. Perlahan kecupannya lada bibirku perlahan menjadi lumatan. Aku bisa merasakan nafasnya dan nafasku mulai berat. Kurasakan tangannya menyentuh pinggangku dan..
“Aaahhh kamu mau ngapain Deo?!” teriakku selepas bibirku lepas dari lumatannya.
Saat ini Deo sedang menggendongku, kakiku kututup rapat melingkar pinggangnya karna aku takut jatuh.
“Kamu mau ngapain tiba-tiba gendong aku deh?” tanyaku kesal kepadanya.
“Turunin nda?! Aku takut jatuh ihhh!”
Tak ada jawaban darinya, yang ada tubuhnya semakin menempel padaku. Saat ini imajinasiku menggambarkan posisiku seperti sandwich, yang dimana tubuhku terhimpit oleh tubuhnya dan dinding dibelakangku. Salah satu tangannya meroggoh ke belakang kepalaku dan lagi-lagi secara singkat, saat kepalaku tertarik kearahnya,
ciuman yang sempat terlepas tadi dimulai kembali.
Lumatan-lumatan itu mulai kembali. Aku kembali lagi dalam perasaan panas yang sebelumnya sudah menghampiri. Secara intuisi, kedua tanganku mengarah kepada kedua pipinya. Memeluk kepala, menambah suasana panas ciuman dua remaja ini.
Cluph, clup, clup.
Suara pertemuan kedua bibir lawan jenis terdengar sangat jelas. Hingga akhirnya kami melepaskan simbolis tanda kasih itu.
Ntah mimik wajahku seperti apa saat ini, yang kutahu, tatapannya sangatlah berbeda. Tatapan seseorang yang ingin meraih sesuatu yang ada dihadapannya. Tangannya yang berada dibelakang kepalaku, memijit pelan dan berjalan menuju samping leherku. Terus turun menjelajahi setiap daging yang sedang naik turun akibat rasa panas yang baru dihadapi. Mataku melirik arah tangannya.
“EGGHHH DEOOO!!” teriakku kencang saat tiba-tiba tangan kanannya meremas, mencengkram kuat dada kiriku.
Akupun spontan menampar keras pipinya.
PLAK!!!
Akupun terjatuh dan untungnya kedua kakiku langsung menampak lantai, akupun berlari menjauh darinya.
“AKU MAU PULANG SEKARANG!!’
Ya itu lah yang terjadi beberapa hari lalu yang kuartikan sebagai “perbuatannya” dari isi pesan yang masuk darinya.
Kita sudah tak lagi saling berbahagia.
Sudah mulai sedikit berkomunikasi semenjak kejadian itu.
“Jatuh cinta memang ada pasang surutnya”
Kalimat yang pernah mengisi beberapa film romansa, juga lagu.
Mungkin kali ini, aku merasakan surutnya.
Tapi tetap harus ada penekanan atas sebuah hubungan ini.
Kutekan sebuah logo mic yang ada pada kolom penulisan pesan singkat tersebut.
“Maaf ya Deo, aku sayang kamu, tapi kurasa memang sudah waktunya kita gak saling lanjut.
Aku ngerasa perbuatanmu saat itu membuatku berpikir ulang dengan hubungan kita. Hubungan dengan sebuah nafsu, mungkin bukan hubungan yang aku inginkan. Dan aku rasa perbuatanmu kala itu membuat aku terkejut, laki-laki yang kusayang tiba-tiba menyentuh bagian sensitif tubuhku yang belum pernah disentuh oleh siapapun. Aku belum siap, aku belum siap menjalani hubungan seperti itu. Maaf dan terimakasih ya Deo. Aku rasa kita putus aja sebaiknya.”
Kukirim sebuah pesan suara seperti itu kepadanya. Mungkin itu hanyalah akalan-akalan ku saja beralasan seperti itu, atau mungkin memang seperti itu yang aku rasakan. Aku tidak tahu apa-apalagi. Kejadian menyentuh dadaku, sepertinya menyisakan sebuah “shock” kepadaku. Perempuan bila ada kejadian yang tidak mengenakan yang terjadi kepada dirinya, pastilah akan bersikap sesuatu yang hanya sang pencipta yang tahu. Laki-laki kadang tak bisa selalu siap oleh badai yang datang dari seorang perempuan.
“Walau kumasih mencintaimu, kuharus meninggalkanmu, kuharus melupakanmu..
Meski hatiku menyayangimu, nurani membutuhkanmu, kuharus merelakanmu…” – Samsons
Hari-hari berlalu dengan terasa cepat. Aku yang kini menjomblo seringkali menjadi bahan perbincangan sirkelku. Terutama oleh Vina dan Monic. Kedua temanku yang masuk kedalam #AnakCantik , idola anak-anak laki-laki di sekolahku, yang seringkali diagung-agungkan, dan juga beberapa perbincangan bahwa mereka adalah bahan imanjinasi.
Tak cukup kata untuk mendeskripsikan kesempurnaan mereka berdua sebagai perempuan. Aku saja terkadang iri dengan kecantikan mereka, meskipun aku tahu, masing-masing perempuan memiliki kecantikannya sendiri. Dan aku meyakini itu.
“Gw gak habis pikir, kok bisa-bisanya ya Anita tuh putus sama Deo! Kalian tuh sebenernya couple goals tahu!” ucap Vina anutisias.
“Gw pun sempat ngebayangin kalian berdua bakalan nikah tahu..” ucap Monic menambahkan.
“Yeee kejauhan lo ngebayanginnya. Hidup gw masih panjang, gak mau ah mikir nikah-nikahan dulu.” balasku.
“Idihhh.. lu pacaran kan hampir 6 bulan, masa kagak kepikiran sampe nikah? Gw aja yang baru jadian lagi 2bulanan ini udah ngebayangin kalau nanti gw sama dia punya anak.” sanggah Vina lagi.
“Itu mah u aja yang selalu mikir sampe kesana Vin sama cowok-cowok yang u pacarin!!” ucap Monic menyanggah.
“Hahaha!!!” kami bertiga tertawa.
“u 6bulan pacaran udah pernah dapet apa aja nit?” tanya Vina penasaran.
“Hah maksudnya apaan Vin?” balasku keheranan.
Vina dan Monic pun saling lirik, “Ini anak beneran polos atau pura-pura bego?” lanjut Vina.
“Ishh paann sih? Udah deh ribet jangan kode-kodean! Lo padakan tahu gw kagak suka kodean-kodean gitu..” ucapku mulai agak kesel dengan kedua temanku ini.
Meskipun aku perempuan, aku sama sekali gak suka hal yang ribet-ribet kodean-kodean gitu. Aku suka segala hal itu straight forward.
Vina dan Monic pun mengangkat kedua tangannnya. Mereka sama-sama mengepal tangan mereka, membentuk huruf O, bedanya Vina sambil menaik-turunkan tangan kanannya. Sedangkan Monic menggerakan tangannya kearah kanan dan kiri didepan mulutnya, sambil lidahnya menyundul-nyudul pipinya.
“Hah?! Itu apaansih??!! Gak ngerti gw!!” ucapku sedikit meninggikan suaraku karna aku penasaran dan tidak mampu memecahkan arti kode dari mereka.
“Alamahmak, tak ngerti ini si Anita!” ucap Vina dengan logat sedikit bataknya.
“Omai omaigod, tak sangka u ternyata masih hijau Nit, ai kira u sudah paham..” lanjut Monic.
“Hah?! Apasih!! Itu tadi maksudnya apan tangan..” belum selesai kubicara kedua perempuan itu buru-buru menutup mulutku.
“Ssstttt!!! Jangan keras-keras Ann! Bisa jelek image kita kalau sampe ada yang denger!!” ucap Vina yang kurespon dengan mengerenyitkan dahi dan alisku. Aku sama sekali tak paham dengan mereka. Akupun melirik sekitar kami, suasana kantin ini sama sekali tidak ada yang memerhatikan kami, semua siswa sedang sibuk masing-masing. Lantas mengapa Vina dan Monic terlihat khawatir.
“Dah lah nanti u punya pacar baru, u mungkin bisa ngerti kalau nanti dia ngajak u..” ucap Monic tak meneruskan dan melirik kearah Vina dan dibalas dengan kedipan mata kearahku.
“Suatu hari nanti lu bakalan paham Nit, karna itu bagian dari perjalanan kedewasaan. Dan gw yakin karna hal itu sudah terjadi di gw, dan gw bisa menerima proses itu.” ucap Vina yang mulai mengendorkan tangannya dari mulutku dan diikuti oleh Monic.
“Apa sih maksudnya kalian? Dah ah balik kelas bentar lagi jam istirahat selesai.” ajakku kepada mereka berdua.
Sambil melangkah menuju kelas, aku mencoba mencerna perkataan mereka berdua, bertanya-tanya maksud mereka itu sebenernya apa dengan gerakan tangan mereka tadi.
“Suatu saat? Pacar baru? Apasih?” ku mendumel dalam hati.
***
Tak ada yang special terjadi dihari-hariku. Aktifitas harian seperti sekolah, pulang, terkadang ikut les tambahan, pulang, dirumah, nonton variety show korea, tidur, hampir terjadi setiap hari. Meskipun aku tak selalu melakukan les tambahan. Ada rasa monoton yang kurasakan, berbeda dengan ketika aku masih memiliki pacar. Selalu ada waktu yang terisi untuk sesuatu yang menyenangkan.
Tok tok tok, “Anita…” suara Mama memanggilku.
“Ya ma?” aku beranjak dari kasurku dan membuka pintu kamarku.
“Besok tante Adista ngajak kumpul seperti kayak acara-acara yang biasa dengan keluarga besarnya, kamu ikut ya nemenin Mama..” pinta mamaku.
“Hmmm yaudah deh Anita ikut, toh pasti kalau tante bikin acara sama keluarga besarnya pasti banyak makanan, hihi.” ucapku.
“Ih anak mama mikirnya makan terus! Gak boleh gitu ihh.. Nanti kamu jadi gendut loh. Besok kita jalan pagi-pagi ya. Cibubur di hari minggu pasti macet kalau siangan dikit!” balas Mama.
“Ih anak sendiri disumpahin gendut, woo Mama, kan Anita suka makan biar tahu rasa sama resepnya kira-kira gimana. Mama lupa apa kalau cita-cita anak Mama ini kepingin jadi Chef!” ucapku sambil gelondotan ketubuh Mamaku.
“Iyaiya, udah berat nih kamu, udah bawa gunung soalnya!” sambil Mama berusaha mendorong tubuhku.
Akupun melirik kearah dadaku, memang bentuknya terlihat normal dengan ukuran cup 34B, tapi aku tidak merasakan milikku ini berat.
“Ish mama ngomongnya jorok!”
“Dah sana kamu tidur, besok kita berangkat pagi!” Mamapun menutup pintu kamarku.
Saat aku berbalik badan, aku langsung menatap cermin dihadapanku.
“Memangnya aku gendut apa?”
(ilustrasi tubuh Anita)
“Hmm…” akupun melirik kearah kedua payudaraku yang tertutup oleh baju tidurku. Menelusuri lekukannya.
Teringat akan bayangan Deo mantanku itu, orang yang pertama kali menyentuh bagian dadaku. Apakah karna bentuk payudaraku inikah, makanya ia lepas kendali dan menyentuhku?
Jika kugambarkan, bentuk dadaku ya bulat, tidak begitu lonjong, secara volume bisa dibilang montok(?) mungkin. Aku tidak tahu banyak tentang mendeskripsikan bentuk tubuh perempuan seperti apa.
Lagi-lagi ntah apa yang sedang kupikirkan dan rasakan, setelah Mamaku mengatakan “gunungku” berat, tetiba saja aku spontan memilirik tubuhku dari cermin ini sejak aku balik badan tadi. Lalu teringat kejadian oleh Deo, dan lagi disusul oleh kejadian di kantin bersama kedua temanku Vina dan Monic.
“Apa ya maksud mereka saat itu?”
“Apakah itu ada hubungannya dengan seks?”
Ntah mengapa akal sehatku mengarahkan ke kalimat itu.
Aku hanya tahu seks dalam pengertian secara umum, akupun tak pernah menonton film porno, bahkan ketika film bioskop ada adegan ranjangpun aku langsung tutup mata.
“HAH!!” akupun langsung menutup kedua mulutku dengan perasaan kaget.
“Jangan-jangan maksud gerakan tangan Vina sama Monic itu adalah adegan seks?” ucapku dalam hati dengan rasa panik.
“Ieuhhhhhh…. Apasih mereka berdua itu! Besok Senin aku akan introgasi mereka berdua!!!” ucapku pelan takut kedengeran Mama. Meskipun aku tahu itu tak mungkin.
***
“Kamu abis ngapain sih Nit?! Kamu begadang nonton korea-korean kah?!” Mama mencoba mengintrogasiku di dalam mobil ini.
Jelas saja keadaanku masih terlihat mengantuk, bagaimana tidak, aku semaleman gelisah memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang menghantui pikiranku.
“Emang ngantuk aja ma, kenapa sih? Anak sekolahan nda boleh keliatan capek apa?” balasku berbohong ke Mama. Supaya aku tidak diintrogasi lebih banyak.
“Eleh-eleh memang anak sekolah tuh secapek apa sih? Tugas banyak? Ulangan banyak-banyak? Ya emang udah seharusnya dijalanin sebagai seorang siswa!”
Sudah kupastikan bahwa aku akan dapat banyak ocehan hari ini dari mulut Mama, yang kubisa lakukan hanyalah memberikan jawaban untuk menyenangkan hatinya
Tak usah kuceritakan lebih banyak apa saja yang keluar dari mulut Mama selama perjalanan. Yang jelas saat ini aku sudah turun dari mobil bersama mama, dan melangkah masuk rumah tante Adisti.
Salam cepika cepiki satu persatu kepada Oom- Oom dan Tante-tante ku yang bbbuanyakkkkk ini membuatku haus ditambah lagi tenagaku sudah habis oleh segala ocehan Mama selama diperjalanan tadi. Rasa panasnya Jakarta memang sebuah masalah yang amat besar untuk seorang perempuan rumahan sepertiku ini.
Kulirik ada stand es teh manis disudut pintu menuju taman. Tak perlu diragukan, langkah kakiku dengan cepat menuju stand itu. Saat aku akan mengambil gelas, kulihat ada tangan seseorang yang hampir bersamaan dengan tanganku mengambil gelas yang ingin sama-sama kami ambil.
Mata kami bertemu.
“Eehh..maaf maaf” ucapnya.
“ii..iiya gapapa..” balasku tergagap.
“Itu ambil aja gelasnya.. mmhh Anita kan kalau gak salah?”
“Iyyaa..mmhh Aul?” tanyakku.
“Haha salah, yang bener Ula” balasnya dengan senyum.
Sumpah suasana berubah jadi canggung dan ditambah lagi perasaan sebelumnya yang tiba-tiba muncul.
Bagaikan lirik lagu:
“Terpesona… ku pada pandangan pertama~”
“Kesana dulu ya…” ucapnya
“Iya aku juga kesana dulu ya” ucapku menujukan arah berlawanan.
Aku benar-benar dibuat frustasi, dimulai pikiran-pikiran semalam, ocehan Mamaku, dan sekarang. Aku ingat bahwa Ula ini adalah keponakan dari keluarga Oom ku, kami memang sudah sering berpapasan, namun kami hanya bertemu bisa dibilang setahun sekali, dan itu hanya di acara yang dibuat oleh tante Adisti.
Kami jarang berbicara sebelumnya, yang kuingat kedekatan kami terakhir kali ada dipemancingan yang disewa oleh Oom Ikko, suami dari tante Adisti. Dulu kami masih sama-sama kecil dan kini kami sama-sama beranjak dewasa. Ula yang dulunya botak atau cukur pendek, kini rambutnya terlihat ikal, dihiasi oleh kacamata diwajahnya membuat dirinya terlihat tampan bagiku.
“Aaaahh apa yang terjadi dipikiranku??!”
Langkahku terhenti saat sudah dekat dengan Mama, namun kepalaku seperti diarahkan kebelakang oleh semesta.
Mataku, mata Ula, saling bertemu dari kejauhan.
Apakah kami sama-sama jatuh cinta?
“Jatuh cinta berjuta indahnya
Dipandang dibelai amboi rasanya~” – Project Pop
***
Hari Senin tiba, aku yang berniat mengintrogasi kedua temanku itu menjadi tidak bersemangat untuk menanyakan perihal yang ingin kutanyakan. Malah jadinya ketika jam istirahat, aku menceritakan pengalamanku kepada kedua temanku tersebut. Tentu saja dengan suara pelan sehingga tidak ada yang menguping pembicaraan kami.
“Cie cie kasmaran nih si Nita!”
“Uhh kalau jodoh gak akan kemana! Yakan Vin? Bisa jadi lo ketemu dilain waktu, enggak cuma diacara keluarga besar aja hahaha”
Benar-benar deh aku jadi bahan pembicaraan mereka berdua lagi dan lagi.
Ting
Suara notif di hp ku. Akupun langsung memeriksanya, karna aku penasaran, ada hal apa yang membuat notif hp ku berbunyi jam segini.
Saat ku buka hp ku dan menscroll halaman notifikasi, akupun langsung melotot terkejut akan notifikasi yang tertera di layar hp ku. Tubuhku seketika terasa panas, tangan kiriku spontan menutup mulutku yang menganga lebar. Kedua temanku pun heran melihat sikapku.
“Ada apa Nit?!” tanya Vina penasaran.
Akupun lansung membalikan hp ku kearah mereka. Mereka pun langsung melotot melihat apa yang tertera di hp ku.
Sebuah notifikasi dari sosial media yang jarang sekali aku buka, bahkan aku gunakan.
(Ula now following You)
Kami bertiga berteriak bersamaan dan membuat beberapa siswa disekitar kami melirik kearah kami.
Memang itu hanya sebuah notifikasi yang biasa saja harusnya. Namun ini terlalu ajaib bagiku dan kedua temanku. Seorang anak laki-laki yang sedang diperbincangkan, tiba-tiba muncul langsung dihadapan layar handphoneku.
Ntah bagaimana kebetulan-kebetulan ini bisa terjadi, kebetulan-kebetulan yang sangat menakjubkan, bahkan mungkin hanya ada di sinetron maupun film-film romansa.
Sebuah notifikasi yang memberikan warna baru dalam hidupku. Sebuah notifikasi yang memberikanku sebuah kisah asmara yang baru.
Sebuah notifikasi yang menuntunku ke masa yang akan datang. Di masa yang akan kuceritakan, di masa yang membuatku kini sedang bersimpuh didepan laki-laki itu.
Kedua tangannnya kini menuntunku kepalaku, mengajarkan bentuk sebuah pengabdian yang harus terjadi atas dasar cinta.
“Jika memang sayang, maka kamu wajib melakukan hal seperti ini” seperti itulah kira-kira peraturan tidak tertulis dan harus terjadi jika sepasang kekasih saling mencintai, menyayangi, dan memiliki.
Dengan telaten tangannya menutun kepalaku maju mundur perlahan di selangkangannya.
Slohh slop slophh.
“Good Girl” ucapnya.
“Sekarang lakuin sendiri tanpa aku bimbing..”
Perlahan dilepaskan kepalaku menjauh dari selangkangannya.
“Sekarang sepong kontol aku dengan benar.. Anita”
“Iya sayang…” ucapku sambil perlahan memasukan benda itu kedalam mulutku.