Kampung Kolor (KK)

“Papa.” Rengek manja Nurul.

Pak Jalal tidak memperdulikan rengekan Istrinya, ia terus mencumbu leher jenjang Istrinya. “Mama selalu ngangenin.” Goda Pak Jalal.

“Udah ah Pa, malu.” Lirih Nurul.

Dengan perlahan Jalal memutar tubuh Istrinya, lalu dia melumat bibir Istrinya yang menggoda. Mereka berciuman dengan mesra, sembari saling menjamah satu sama lain.

Perlahan Pak Jalal menanggalkan baju tidur Istrinya dan hanya menyisakan pakaian dalam saja.

“Pa… Aahkk…”

Pak Jalal menyingkap payudara Istrinya dan melahapnya dengan rakus. Bibir dan giginya bergantian menjepit puting Nurul yang telah mengeras sanking terangsangnya. Bahkan di bawah sana sudah sangat basah.

Jemari Pak Jalal menyentuh bibir kemaluan Istrinya, dia memijit lembut kemaluan Istrinya yang terus mengeluarkan precumnya.

“Aahkk Pa… Gak tahan.” Rengek Nurul.

Pak Jalal mengangkat tubuh Istrinya hingga duduk diatas meja makan, dan menarik lepas celana dalam Istrinya, lalu dia membuka kedua kaki Istrinya hingga tampak liang senggama Nurul yang berbulu lebat tampak menganga lebar, memperlihatkan lendir kewanitaannya.

Kemudian Pak Jalal membenamkan wajahnya, menciumi vagina Istrinya dengan penuh birahi. Ia menjilati vagina Istrinya, bermain dengan clitorisnya membuat tubuh Istrinya melejang-lejang tak karuan.

“Pa… Aahkk… Mama gak tahan Panas.” Rengek Istrinya

“Kalau Mama udah gak tahan, papa harus ngapain dong Ma, hehehe..” Ujar Pak Jalal dengan birahi yang sudah memuncak.

“Gituin Mama Pa.”

“Gituin gimana?”

“Sodok memek Mama Pa… Pake kontol Papa. Gak tahan Pa.” Pinta Nurul, seraya membuka bibir kemaluannya.

“Beneran udah gak tahan Ma.”

“Iya Pa… Cepat Pa, masukan kontol Papa kedalam memek Mama… Mama mau kontol Papa.” Ujar Nurul dengan bahasa yang saru.

Mendengar ucapan kotor Istrinya yang selama ini di kenal sangat alim, membuat Pak Jalal makin bergairah. Ia segera menekan penisnya kedalam vagina Istrinya, yang di sambut dengan jepitan yang luar biasa oleh vagina Nurul.

Rahang Pak Jalal mengeras, dan pupil matanya melebar merasakan nikmat jepitan vagina Istrinya yang tidak ada duanya.

Birahi keduanya naik dengan cepat seiring dengan tempo pompaan Pak Jalal yang semakin cepat menyodok vagina Istrinya. Dia meraih payudara Istrinya dan meremasnya dengan lembut, membuat Nurul tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan.

Walaupun nyaris setiap hari Suaminya menyetubuhi dirinya, tapi tetap saja rasa nikmat itu membuatnya melayang ke awang-awang. Mata indahnya tampak merem melek seiring dengan tubuh moleknya yang terguncang akibat penis Suaminya yang membombardir vaginanya.

“Papa… Mama sampe… Memek mau meledak rasanya.” Racau Nurul kian keras.

“Host… Hoosst… Hoosst….”

“Paaaaaa… ”

“Bareng Ma…”

Croooootss… Croooootss… Croooootss….
Seeeeeeeeeerrrr…

Secara bersamaan mereka mencapai puncak birahi mereka yang meledak-ledak tak karuan. Seakan dunia hanya milik mereka berdua, dan pada saat bersamaan Rayhan melihat kelakuan kedua orang tuannya.

“Mama… Papa…” Panggil Rayhan.

Pemuda berusia 17 tahun itu buru-buru memalingkan wajahnya karena malu melihat keadaan kedua orang tuanya yang dalam keadaan telanjang bulat.

“Ray… Kamu belum berangkat ke sekolah.” Tanya Nurul tampak salah tingkah.

“Ada yang ketinggalan. Buruan pake baju Ma…” Protes Rayhan, saat matanya kembali menangkap tubuh telanjang kedua orang tuanya, tapi tatapan Rayhan lebih fokus kearah Ibunya.

Ini sudah kesekian kalinya ia memergoki kedua orang tuanya yang sedang bercinta. Walaupun ia sudah sering melihatnya, tapi tetap saja ada perasaan aneh yang menjalar di sekujur tubuhnya, membuatnya merasa tidak nyaman dengan perasaannya saat ini.

Sementara itu dari kejauhan tampak seorang wanita tersenyum melihat tingkah Rayhan.

——-KK——-

Tampak Pak Bejo sedang sibuk menyirami bunga hias yang terpajang rapi diatas meja panjang. Sembari menyirami bunga, matanya tak pernah berhenti memandangi seorang wanita cantik mengenakan kerudung berwarna biru tua, yang tak lain adalah adik ipar Ustad Ferry. Gadis tersebut tampak sibuk mencatat di sebuah buku kecil yang ada di atas meja.

“Aaah… Akhirnya selesai juga.” Dia merenggangkan kedua tangannya, setelah selesai merekap hasil penjualan bulan ini.

Dia mengalihkan pandangannya kearah Pak Bejo yang tadi sempat meliriknya. Kemudian gadis bernama lengkap Hidaya itu menghampiri Pak Bejo yang sedang menyirami bunganya.

Aya berdiri di samping Pak Bejo sembari mengamati koleksi bunganya.

“Gak ada yang layukan Pak.” Tanya Aya.

Pak Bejo menoleh dan menatap wajah cantik Aya yang terlihat sangat natural. “Gak ada Non, aman kalau sama Bapak.” Ujar Pak Bejo, sembari menurunkan matanya kearah dada Aya yang terlihat membusung penuh.

Pak Bejo menelan liurnya, tak tahan melihat keindahan payudara Aya yang besar dan masih terlihat kencang.

Selama bekerja dengan Aya, Pak Bejo memang tidak pernah melewatkan pemandangan indah yang samar-samar terpampang di depan matanya. Sebagai pria normal yang sudah lama di tinggal Istrinya, wajar saja kalau Pak Bejo memiliki hasrat terpendam terhadap Aya.

“Bagus deh Pak.” Jawab Aya. “Oh iya Pak, nanti tolong bunga ini di siapkan, soalnya Bu RT tadi pesan ke Aya.” Pinta Aya, ia membungkuk sembari memegangi daun bunga anggrek yang sudah di pesan oleh Bu RT.

“Siap Non.” Jawab Pak Bejo.

Lagi asyik-asyiknya mengobrol dengan Aya, tiba-tiba sang Hansip bernama Udin datang menghampiri mereka berdua, sembari memainkan pentungannya.

Bang Udin memang sangat rajin mengunjungi toko bunga Aya, tapi bukan karena ia ingin bertemu dengan Pak Bejo, melainkan karena ia ingin melihat Aya, bunga desa yang sering menjadi pembicaraan di kampung mereka.

“Assalamu’alaikum…” Pekik Udin dari kejauhan.

“Waalaikumsalam.” Jawab mereka bersamaan.

Udin dengan gaya khasnya yang cengengesan membuat Pak Bejo tampak kesal, berbeda dengan Aya yang tersenyum melihat tingkahnya.

“Lagi pada sibuk nih?” Sapa Udin. “Ada yang bisa di bantu?” Tanya Udin dengan gaya khasnya.

“Gak ada.” Jawab ketus Pak Bejo, membuat Udin membuang mukanya dengan raut wajah kesal, Aya yang melihat hal tersebut hanya tersenyum manis.

“Dari mana Bang?” Tanya Aya sopan.

Bang Udin menyelipkan pentungannya di ikat pinggangnya. “Biasa Non, patroli keliling, tugas negara.” Jawab Bang Udin.

“Patroli, tugas negara… Gaya Lo selangit Din.” Celetuk Pak Bejo.

“Ya elah Lu, gak suka banget gue datang.” Protes Udin.

“Udah-udah jangan pada berantem.” Lerai Aya.

“Iya Non, hehehe…” Jawab cepat Bang Udin, sementara Pak Bejo tampak tidak suka. “Ada yang bisa saya bantu Non Aya?” Tanya Bang Udin kepada Aya.

“Bang Udin beneran mau bantu?”

“Iya dong Non, apa sih yang gak buat Non Aya, hehehe…”

“Lebay.” Celetuk Pak Bejo.

“Udah-udah, berantem lagi… Bang tolong nanti antarin Bunga ini ke rumahnya Pak RT ya!” Pinta Aya, kepada Bang Udin.

“Siap Non.” Jawab Udin sembari memberi tanda hormat.

Aya hanya tersenyum, kemudian ia kembali ke mejanya, untuk memberikan uang jalan untuk Bang Udin. Saat ia membungkuk memamerkan kemolekan pantatnya yang padat kepada mereka, dan pada saat itu juga kedua mata keranjang itu tidak lepas dari pantat bulat Aya yang berisi.

Sungguh betapa sempurna lekuk tubuh Aya, membuat siapapun yang melihatnya akan tergiur ingin menikmatinya.

Setelah memberikan uang jalan, Bang Udin segera bersiap menjalankan tugas yang di berikan Aya kepada dirinya.

———–KK———-

Ustad Ferry duduk santai di sofa, sembari membuka halaman demi halaman koran yang ada di tangannya. Sanking khusuknya ia tidak menyadari kehadiran Istrinya Aisyah.

Aisyah duduk di samping Suaminya, sembari memperhatikan Suaminya.

“Lagi baca apa Pa? Serius banget, sampe Istri sendiri tidak di lirik.” Tegur Aisya sembari memasang wajah merajuk.

“Eh… Istriku tercinta!” Kaget Ustad Ferry.

Aisya memasang wajah cemberut. “Tercinta, tapi lebih suka melihat koran di bandingkan melihat Istrinya. Nanti kalau Mama di ambil orang jangan nyesal Lo Pa.” Ujar Aisya, membuat Ustad Ferry merenyitkan dahinya.

“Kok gitu ngomongnya Ma…”

“Habis Mama di cuekin.” Rajuk Aisya.

“Maafin Papa Ma, ini Papa lagi baca koran tentang perselingkuhan.” Jawab Ustad Ferry membujuk Istrinya yang sedang merajuk.

Aisya membulatkan matanya. “Kok suka banget si Pa, baca berita perselingkuhan?” Protes Aisya.

“Bukannya begitu Ma… Cuman, akhir-akhir ini sering sekali muncul berita tentang Istrinya yang suka berselingkuh. Papa miris melihatnya Ma, seharusnya sebagai seorang Istri mereka seharusnya bisa menjaga kehormatan Suaminya, kalau bukan mereka siapa lagi Ma!” Jelas Ustad Ferry.

“Belum tentu salah Istrinya Pa, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api.” Jelas Aisya.

“Maksud Mama?”

“Kitakan gak tau alasan mereka berselingkuh, bisa jadi Suaminya yang salah.”

“Loh kok Mama malah menyalahkan Suaminya, jelas-jelas Istrinya yang berselingkuh, kok suaminya yang jadi bersalah.” Protes Ustad Ferry.

Aisya menghela nafas. “Kalau Suaminya gak bisa ngasi nafkah batin? Atau… Ngasi anak?” Ketus Aisya membuat Ustad Ferry terdiam. “Oh ya Pa… Ada undangan dari Pak Yanto, dia minta Papa ceramah di rumahnya, mau ngadain hajatan karena Istrinya hamil lagi.” Sambung Aisya. Kemudian Aisya segera beranjak pergi.

“Ma…” Panggil Ustad Ferry tapi tidak di gubris oleh Istrinya.

——-KK——-

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Mbak Dwi segera membukakan pagar rumahnya, ia tersenyum menyambut tuan mudanya yang baru saja pulang sekolah. Dari raut wajahnya, Rayhan terlihat kelelahan.

Dia duduk di sebuah kursi plastik, sembari melepas tali sepatunya. Sementaranya itu Dwi tampak sibuk menyapu halaman rumahnya yang luas. Saat Rayhan mengangkat kepalanya, ia tanpa sadar melihat payudara Mbak Dewi yang sedang membukukan badannya, sehingga dari bagian leher dasternya, Rayhan dapat melihat payudara pembantunya.

Walaupun kulit pembantunya tidak seputih milik Ibu kandungnya, tapi tetap saja benda tersebut menarik perhatian Rayhan.

“Den Ray!” Tegur Mbak Dwi sembari menutup bagian leher dasternya. Membuat Rayhan mendadak salah tingkah, wajahnya terlihat bersemu merah karena malu baru saja ketahuan bertindak kurang ajar kepada pembantunya.

“Eh… Anu… Mama sama Papa ada di rumah?” Tanya Rayhan gugup.

Mbak Dwi tersenyum manis. “Tuankan pulang kerja sore? Kalau Mama katanya ikut pengajian, mungkin pulangnya sore.” Jawab Mbak Dwi.

Mendengar jawaban pembantunya membuat Rayhan kegirangan, karena itu artinya dia hanya berdua saja dengan Mbak Dwi sampai sore nanti, wanita yang selama ini selalu hadir di dalam fantasi liarnya. Kembali diam-diam ia memperhatikan lekuk tubuh pembantunya tersebut yang memang sangat menggoda, apa lagi gaya berpakaian Mbak Dwi yang terkadang suka serampangan.

Tidak jarang ia mendapat tontonan menarik dari Mbak Dwi, ketika asisten rumahnya sedang menunduk seperti saat ini, atau ketika Mbak Dwi sedang duduk.

——-KK——-

Gallery for Kampung Kolor (KK)