HISTORY OF AXEL

AXEL #1 PLAY THE GAME​
Sambil mengunyah permen karet, Axel dengan santai membuka pintu gerbang yang tidak terkunci dan kemudian melenggang masuk masuk ke pekarangan rumah. Sesekali permen karet Axel tiup membentuk satu gelembung yang kemudian pecah ketika sudah semakin membesar. Axel mengamati halaman rumah, tidak ada siapapun. Sepi sekali area perumahan ini. Sesuatu yang Axel tidak herankan. Axel tersenyum dan menggumam singkat, “Gothca..” saat melihat satu mobil Terios Hitam terparkir di dalam garasi yang hanya tertutup separuh. Axel membuka iPhone-nya dan membaca pesan WA yang berisi sebuah foto. Lebih tepatnya foto denah rumah yang di gambar di atas kertas putih. Axel tertawa karena garis-garis yang tergambar mleyot-mleyot alias tidak lurus dan secara susah payah membentuk persegi-persegi yang diberikan imbuhan keterangan seperti garasi, ruang tengah, ruang tamu, dapur, dua kamar utama di lantai satu serta tanda panah yang menunjukkan tangga menuju lantai dua. Lalu di foto kedua, adalah denah rumah yang ada di lantai dua. Lalu satu lingkaran besar melingkari satu kamar yang menghadap ke balkon. Lingkaran besar ini di lengkapi dengan tanda Love. Haha. Oke, mudah di hafal karena tidak terlalu sulit. Masih lebih besar mansion tempat gue tingga, pikir Axell. Setelah mengantungi iPhone ke saku celana, Axel lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu yang ada di garasi. Tanpa rasa khawatir akan ada orang di rumah ini yang memergoki, karena semuanya sudah ia perhitungkan, Axel berjalan begitu saja di dalam rumah yang baru kali ini ia masukin. Rumah ini mewah tetapi tidak ada lagi kemewahan materi di dunia ini yang bisa membuat Axel terpukau, sehingga ia terus naik menuju lantai dua melalu anak tangga dari marmer yang membentuk putaran menuju ke atas. Kamar yang hendak ia tuju langsung terlihat ketika Axel sudah berada di lantai dua. Samar-samar terdengar suara musik dari dalam kamar tersebut.Wah ada meja bilyard juga di sini, batin Axel saat melihat di lantai dua ada satu meja bilyard. Axel menghampiri meja dan tersenyum saat melihat stik biliard model sambungan tergeletak di atas meja.

“Boleh juga pilihan stiknya,” gumam Axel. Axel kemudian mengambil sambungan stik bagian bawah yang lebih tebal dan sambil mengunyah permen karet yang sudah hilang flavournya, Axel kini sudah berdiri di depan pintu kamar targetnya. Saat Axel hendak mengetuk pintu, Axel teringat sesuatu, ia membuka hoodie jaket yang menutupi kepalanya. Axel ingin orang yang berada di dalam kamar tahu siapa dirinya begitu ia membuka pintu. TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…TOK… Axel mengetuk pintu kamar cukup keras dengan ujung sambung stik biliard yang ia tenteng. Karena ketokan yang menyerupai gedoran cukup keras, membuat orang yang berada di dalam kamar risau, terganggu. “Kurang ajar benar itu pembantu baru ! ngetuk pintu gak sopan ! mesti gue tempeleng biar sopan !” gumam si pemilik kamar yang sebelumnya sedang asyik main game di laptop sambil memutar musik di kamar. “HEH !! LU KALAU KERJA……” hardikan Hendri, si pemilik kamar langsung terputus saat ia melihat siapa yang sudah berdiri di depan kamarnya sambil memegang sambungan stik biliard serta dari mulutnya, terbentuk satu gelembung permen karet yang di tiup hingga.

Plop! Gelembung permen karet tersebut pecah dan orang yang sedang mengunyah permen karet yang sudah memutih tersebut, kini menyunggingkan senyum ke arahnya. Axel manggut-manggut mendengar lagu Extacy dari DJ Tiesto mengalun cukup kencang dari kamar target.
“Axel ?….kok lo-” Pertanyaan Hendri yang penuh keheranan terputus saat setelah Axel mengucapkan, “Hello,” Axel menendang perut Hendri dan di susul sodokan ujung sambungan stik biliard yang berbentuk lingkaran dengan diameter cukup besar, menghantam tepat di kening Hendri yang terdorong jatuh di lantai kamarnya. Sodokan di bagian kening yang Hendri terima membuatnya meraung kesakitan dan sudah pasti meninggalkan bekas. Sakitnya sungguh tak tertahankan ! Axel menggunakan kesempatan itu untuk melangkah masuk ke dalam kamar Hendri lalu mengunci pintu kamar dari dalam. Agar tidak menarik perhatian orang luar, Axel membesarkan volumenya speakernya. Dengan begini, jika ada pembantu Hendri yang melintas di depan kamar, tidak akan mendengar kegaduhan aneh dari dalam kamar. Karena tersamar lagu kencang dari dalam kamar. BUGH !! Axel sedikit terkejut karena ia mendapat satu pukulan dari Hendri yang bisa cepat pulih dari serangan tiba-tiba. “Bajingan !!” umpat Hendri marah. Ia sudah tidak berniat untuk bertanya lagi, insting Hendri mengatakan, ia mesti segera melumpuhkan orang asing yang ia tahu bernama Axel yang entah gimana ceritanya bisa muncul dan menyerang dirinya, di rumah serta kamar Hendri !! dan yang lebih mengkhawatirkan Axel membawa senjata. Rasal kesal sekaligus rasa sakit membuat Hendri mengamuk! Ia menghujani pukulan ke arah pundak, punggung serta wajah samping Axel. Axel menyunggingkan senyum. Hendri memang bukan bajingan kaleng-kaleng, satu pukulan Hendri membuat bibirnya berdarah. Axel lalu dengan sengaja meletakkan sambungan stik biliard dan mengepalkan kedua tangannya. “Asyikkk uga berantem sambil ajojing,” kata Axel sambil menggerak-gerakkan kepalanya menikmati musik progresive house kesukaannya. “Bangsat lu !” pekik Hendri sembari mengayunkan tendangan. Karena Hendri perawakannya tinggi, tendangannya sejajar dengan kepala Axel. BAGH! “Tidak semudah itu fergusso,” kata Axel saat menepis tendangan Hendri dengan lengan kirinya. Axel membalas dengan satu pukulan ke wajah Hendri, namun Hendri masih tegak berdiri dan bisa membalas pukulan Axel. Wajah Axel terdongak ke atas saat jab kiri Hendri mengenai wajahnya. Bukan kebetulan belaka jika Hendri jadi top dog SMA SWASTA RRR, batin Axel senang karena dapat lawan main yang cukup alot. Hendri kemudian menerjang badan Axel hingga Axel terdorong ke dinding, Axel masih sempat memiting leher Hendri dari atas, Axel yang menang dalam hal tenaga lalu membalik badan Hendri, memiting lehernya dari belakang. “Uarrghhhh..” desis Hendri dan secara reflek memegangi lengan Axel yang kokoh, namun selain kalah tenaga, jepitan yang ia terima makin ketat. Axel melihat di dekatnya ada kabel charger ponsel yang berlapis logam terpasang di stop kontak, kabel tersebut cukup panjang. Axel punya ide! Axel mengambil kabel tersebut lalu dengan gerakan yang gesit, kini Axel mencekik leher Hendri dengan seutas kabel charger yang ia lilitkan di leher dimana kedua ujungnya Axel tarik kuat-kuat, membuat kabel dengan lapisan logam tidak bisa Hendri tarik karena sudah nyaris melesak ke kulit leher. “OEEEEEEEKKKKKGGHHHHHH!” Hendri mengeluarkan suara yang tertahan karena lilitan di lehernya. Hendri berusaha memberontak dengan cara menyikut-nyikut perut Axel. Tetapi lambat laun sikutan tersebut nyaris tidak bertenaga seiiring dengan dengan pasukan oksigen yang berkurang drastis. Pandangan Hendri mulai kabur. Ia bahkan sudah jatuh berlutut, Hendri sudah berpikir ia akan mati di tangan Axel di kamarnya sendiri. Axel kemudian melepas pegangan kabel hingga Hendri ambruk dan megap-megap berusaha mengambil oksigen sebanyak mungkin. Jika Axel menahan lima detik lebih lama, nyawa Hendri akan melayang. Namun membunuh Hendri bukanlah tujuannya. Menciptakan teror, ketakutan adalah tujuannya. Hendri adalah satu dari sekian banyak bidak catur yang sedang Axel susun. Hendri merasa takut, karena baru kali ini merasakan dirinya hanya berjarak lima detik dengan akhirat. Axel bisa saja membunuhnya. Axel lalu menendang perut Hendri lalu menginjak-injak punggung Hendri. “Segini doang ternyata kemampuan bajingan yang di takuti anak-anak dari sekolahan gue?” come on man! Berdiri ayo! Give me a good damn match!” ejek Axel yang kemudian duduk di pinggir kasur Hendri. Hendri yang masih dikuasai rasa takut, merasa semua badannya sakit tak kepalang. Ia berusaha berdiri sambil merambat di meja. Lalu Hendri ingat, ia punya pisau lipat di laci. Hendri pun sudah gelap mata, ia membuka laci paling bawah dan menghunus pisau tersebut sambil menerjang ke arah Axel. “MAMPUUUSSSS LUUUU !!” teriak Hendri. Axel yang sempat melihat Hendri mengambil sesuatu kemudian menyambar satu bantal tebal dan melindungi badannya dari tusukan Hendri. Bantal tebal tersebut dengan sukses menahan tusukannya Hendri. Axel lalu berguling ke belakang sambil tertawa. Hendri dan Axel berdiri saling menatap, di antara mereka ada satu ranjang besar. “Ayo serang lagi atuh,” Axel mencoba memprovokasi Hendri. Hendri yang kemakan provokasi Axel menerjang dengan naik ke atas kasurnya. “Polos sekali,” gumam Axel sambil menjegal kaki Hendri hingga ia jatuh terduduk di kasur. Hendri menusukkan pisau ke arah Axel yang berada di dekatnya. Axel dengan mudah mengelak dan di saat yang sama memuntir pergelangan tangan kanan Hendri yang memegang pisau. Puntiran di pergelangan membuat pergelangan tersebut terkilir dan pisau yang di pegang Hendri terjatuh ke lantai. Axel menendang pisau tersebut ke kolong kasur, Axel kurang menyukai pisau atau benda tajam lainnya ketika berkelahi. Axel kemudian menyeret turun Hendri dari kasur dan kemudian memegang kerah baju Hendri. BUAGH !! BUAGH !! Axel menandukkan kepalanya ke arah dagu serta dahi Hendri yang sudah benjol akibat sodokan stik biliard. Axel lalu memukul rahang Hendri hingga badan Hendri terjengkang ke belakang sisi kasur. Axel kemudian menyambar laptop MSI yang menyala di atas meja dan kemudian… BRAKKKK !!! Bagian layar laptop langsung pecah dan rusak nyaris lepas saat Axel memukulkannya ke arah kepala Hendri saat ia sedang berusaha untuk kembali berdiri. “Arggggggggggghhhhhhh !” Hendri jelas melolong kesakitan saat kepalanya di hantam dengan layar laptop miliknya. Saking kerasnya pukulan, membuat tepat di atas kening Hendri perlahan mengucur darah segar. “Wuihhh darahhh,” kata Axel girang. Namun Axel yang belum puas, kembali memukul kening ala Hendri dengan laptop, kali dengan bodi laptop yang agak sedikit berat. BUAGHH !! Saking kerasnya sampai batere laptop terlepas dan jatuh, sementara Hendri sudah terkapar menyamping di lantai dengan kening benjol sekaligus sobek. Darahnya? Jangan tanya. Banyak mengucur. Axel belum puas, ia lalu menendang muka Hendri tepat ke arah hidung sehingga kedua lubang hidung Hendri mengalir darah segar. Hendri masih sadar tetapi batas kesadarannya sudah tersisa setengahnya. Badan Hendri mengigil pertanda rasa sakit yang bertubi-tubi ia derita. Axel membuang laptop yang sudah rusak tersebut ke lantai dan kemudian Axel berjongkok di samping Hendri. “Gue mesti melakukan ini karena elo adalah bajingan nomor satu di sekolah yang jadi musuh sekolahan gue SMA NEGERI RRR. Dan gue sebagai bajingan yang pegang SMA NEGERI RRR, gue mesti kasih tahu lu siapa yang lebih kuat di antara kita berdua. Sekarang gue kasih penawaran ke elo, penawaran pertama, lu dan semua bajingan dari sekolahan elo jadi anjing gue atau penawaran kedua, kalau lo gak mau tunduk sama gue…” Hendri terbatuk-batuk dan kemudian tanpa Axel sangka, Hendri meludahi muka Axel dengan ludah bercampur darah. “Fuck…you…cunt…. Gue gak akan tunduk sama elo !” umpat Hendri dengan suara parau. Sisi bajingan dalam diri Hendri membuat egonya terlalu tinggi untuk menunduk di depan Axel, padahal Hendri ia tahu benar, keadaannya sekarang berada dalam situasi genting. Axel menggeleng tertawa sambil menyeka wajahnya yang kena ludah Hendri. “Sudah kuduga elo akan menjawab seperti itu namun sayangnya itu jawaban yang tidak mau gue dengar.” BUGH !! BUGH !! Axel meninju muka Hendri dua kali karena ia tidak ingin Hendri pingsan dulu. Axel kemudian memegang satu kaki Hendri dan menyeretnya hingga ia keluar kamar lebih tepatnya berada di balkon kamar lantai dua. Agar Hendri tidak berteriak, Axel membungkam mulut Hendri dengan menyumpalkan kaus kaki yang ada di kamar Hendri. Saat Hendri hendak melawan dengan mengambil sumpalan di mulutnya, sekali lagi Axel meninju wajah Hendri hingga kesadaran Hendri makin menipis. Axel kemudian memasukkan kedua kaki Hendri di sela-sela teralis pagar yang terbuat dari besi. Axel sengaja memasukan satu kaki kanan Hendri di sela teralis yang agak tinggi sehingga kaki kanan Hendri kini terangkat dengan sudut 45 derajat. Hendri meski nyaris pingsan menggelengkan kepala, ia mengerang namun ia tidak bisa bersuara akibat sumpalan kaus kaki busuk miliknya sendiri di dalam mulut. Apapun yang akan Axel lakukan, mental Hendri sudah jatuh ke titik nadir. Selama ini ia meremehkan Axel, bahwa segala berita yang ia dengar tentang keberingasan Axel terlalu di besar-besarkan. Ketika Hendri lengah, tiba-tiba Axel sudah berdiri di depan kamarnya dan menyerangnya habis-habisan. Axel mengeluarkan sebatang rokok miliknya dan menyalakannya. Dengan santai Axel merokok dan saat abu rokok sudah banyak, Axel menyundutkan ujung rokok yang masih menyala ke pipi Hendri yang jelas langsung mengerang kesakitan. Bekas sundutan rokok menimbulkan bekas merah di pipi Hendri. Dan Axel terus melakukannya, membuat muka Hendri jadi asbak hidup. Saat rokok sudah habis, ada 5-6 bekas luka sundutan memghiasi pipi Hendri. “Dengar Hen, gue gak ada dendam sama elo, asli. Cuma elo berada di jalur yang mesti gue lewati. Peran lo gak sembarangan, elo akan memegang peran penting dalam perang antara kedua sekolah kita, tidak lama lagi. Meski yah, elo gak akan bisa ikut serta karena……” Krak !!! “HUMMMPPHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!” Teriakan Hendri teredam oleh kaus kakinya sendiri di sertai dengan kedua mata Hendri terbelalak, memancarkan rasa sakit yang luar biasa di saat Axel berdiri lalu memukul dengan sambungan stik biliard ke arah pergelangan kaki kanan Hendri. Memang hanya satu kali pukulan tetapi Axel mengerahkan pukulannya dengan sekuat tenaga ke bagian pergelangan kaki kanan Hendri. Telapak Kaki kanan Hendri langsung merosot ke bawah dengan kondisi lunglai karena patah di persendian. Axel tersenyum puas melihat keadaan Hendri yang di rasa Axel masih tergolong “tidak terlalu parah.” Saat Axel hendak menghajar tempurung lutut kiri Hendri, Hendri sudah tidak sanggup menjaga kesadarannya akibat rasa sakit yang baru kali ini ia rasakan dan tergolek pingsan. Melihat Hendri sudah pingsan duluan, Axel mengurungkan untuk menghajar tempurung lutut Hendri. Axel kemudian menyeret Hendri masuk kembali ke dalam kamar dan membiarkannya terlentang di lantai. Axel cukup puas dengan pekerjaannya kali ini. Sebelum Axel pergi, ia sempat mengambil beberapa foto Hendri karena ia ingin menunjukkannya kepada seseorang. Sama halnya saat Axel bisa melenggang masuk ke rumah Hendri yang sedang sendirian karena orang tuanya masih bekerja dan dua pembantu Hendri sedang sibuk di dapur serta halaman belakang, Axel melenggang keluar dari kamar Hendri hingga akhirnya bisa keluar dari gerbang rumahnya dengan santai tanpa berpapasan dengan siapapun. Ini semua berkat bantuan Bertha, yang sudah dengan baik menceritakan waktu–waktu dimana ia bisa dengan bebas keluar masuk rumah Hendri tanpa bertemu dengan para penghuni rumah. Axel berjalan dengan bersiu-siul serta tidak lupa menegakkan kembali hoodienya. Axel sama sekali tidak khawatir bahwa tindakannya barusan sudah termasuk kriminal atau melanggar hukum, karena di belakang Axel, sosok Ayahnya yang sangat berkuasa, membuat siapapun tidak ingin memiliki urusan dengan keluarga Ary Sidartha, apalagi urusan yang sifatnya menjatuhkan reputasi maupun nama baik Sidharta beserta anak bungsunya si Axel Sidharta. Setelah sepuluh menit berjalan, Axel sudah berada di areal parkir mobil dimana Axel sudah memarkirkan mobil Nissan GT-R R35 miliknya di situ.

Saat Axel membuka pintu mobil, ada sosok perempuan dengan pakaian yang sangat terbuka hingga dadanya terlihat membusung merekah, yang sudah menunggu kedatangan Axel di dalam mobil, tersenyum ke arah Axel. Dialah Bertha, cewek yang sudah menggambarkan denah serta situasi rumah Hendri.

“Gimana beb, lancar?” tanya Bertha sambil menggamit lengan Axel. “Duh berdarah ya bibir kamu,” lanjut Bertha. Bertha kemudian memegang tengkuk Axel dan melumat bibir Axel, saat melumat inilah, Bertha menghisap darah Axel yang keluar dari luka di sudut bibir. Axel memilih pasif tidak membalas ciuman Bertha, ia menikmati Bertha membersihkan luka serta darah yang ada di bibirnya. Lumatan bibir Bertha baru lepas ketika bekas luka tersebut sudah tidak mengeluarkan darah. “You’re the best, bitch,”puji Axel. Bertha tidak tersinggung ia justru senang mendengarnya. “Ya mayan juga si Hendri tapi ia tetap bukan tandingan gue.Nih kalau mau lihat kondisi pacarmu,” kata Axel sembari menunjukkan foto Hendri yang mengenaskan. Melihat foto Hendri, reaksi Bertha malah tertawa sambil tepuk tangan. “Mantan pacar lah! Horee! Bagus-bagus gue sudah gak tahan jadi pacar si Hendri. Ganteng sih iya, cuma payah kalau tidur sama dia! Egois cuma mau keluar duluan ! ya wajar sih, kontinya kecil.” Axel tertawa mendengarnya. “Yadah, lo tinggal putusin dia saja tapi jangan mendadak besok lo putusin, ya lo putusin beberapa hari lagi lah. Kan nyesek tuh, udah babak belur, kaki patah, eh di putusin sama pacar pula.” “Hendri mah pokoknya udah kalah segalanya sama kamu beb, kamu gantengnya jauh di atas Hendri, sudah gitu ini mu sungguh aduhai perkasanya,” kata Bertha sembari meremas pelan selangkangan Axel dari luar. Mendapat remasan Bertha membuat nafsu Axel timbul. Axel kemudian membuka risliting celana dan menarik turun celana berikut boxernya hingga di bawah lutut. Meski Bertha sudah sering melihat penis Axel, namun ia selalu terpana melihat keperkasaan penis Axel yang putih kemerahan berurat itu, Bertha lalu menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu. “Nah gitu, !” kata Axel sambil membelai rambut panjang Bertha. Bertha lalu segera menunduk ke arah penis Axel dan dengan penuh nafsu menjilati seluruh batang penis Axel, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke dalam mulutnya yang tidak akan pernah bisa menolak atau bosan mulutnya di jejal dengan penis besar milik cowok blasteran yang satu ini. Axel mengerang nikmat, Bertha ini berbeda dari teman bobo Axel lainnya, bahkan ketika Axel secara pribadi meminta Bertha untuk mendekati Hendri untuk mencari tahu atau mempelajari keaadan rumah Hendri, tidak perlu berpikir lama bagi Bertha untuk mengiyakan. Hal yang mudah bagi Bertha untuk sekedar menaklukkan Hendri, anak SMA kelas 3. Status Bertha yang sebagai Mahasiswi tentu membuat ego Hendri semakin tinggi karena tentu ada kebanggan bisa menaklukan atau punya pacar seorang mahasiswi. Secara fisik, meski kurus namun Bertha memiliki payudara besar yang terlihat kontras dengan badannya yang malah membuat cowok gampang sange kalau ketemu Bertha, selain itu Bertha juga cantik dan yang lebih spesial, Bertha ini sebenarnya salah satu teman SMA dari Alexa, kakak Axel yang tahun ini kuliah di Cambridge. Tanpa sepengetahuan kakaknya, Axel sering tidur dengan Bertha. Pokoknya buat Axel, Bertha adalah partner in crime sekaligus partner in seks yang menyenangkan. Teknik oral seks Betha ini sungguh aduhai, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Axel langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada kepala Bertha itu makin mengeras. Bertha yang menyadari Axel akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Axel menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya Bertha menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral yang haqiqi. Bertha juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang penis Axel dia bersihkan di jilat sedemikian rupa hingga tidak nampak lagi sisa-sisa sperma. Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. “Tumben cepat keluar,” ejek Bertha sambil meneguk air mineral untuk menghilangkan aroma sperma di dalam mulutnya. “Yaelah, kayak baru sekali dua kali ngewe sama gue, itu tadi masih pemanasan. Masih lanjut lagi donk, seks yang sebenarnya nanti di rumah,” kata Axel sembari menaikkan kembali celananya. “Siapa takut!” kata Bertha. Axel menyeringai. Perjalanan dari sini menuju rumahnya kurang lebih setengah jam, sudah lebih dari cukup bagi kantung zakarnya untuk mereproduksi kembali sperma yang akan ia tembakkan ke dalam kemaluan Bertha yang begitu legit. Setelah menyalakan mobil, Axel memutar musik yang menggambarkan suasana hatinya sekarang ini.
Axel bernyanyi kecil sembari melajukan mobilnya keluar dari area parkir. “This is gonna be the best day of my life…” Tentu saja, ini jadi salah satu hari yang menyenangkan untuk Axel, bukan karena sebentar lagi ia akan bercinta dengan Bertha, tetapi karena tindakannya membantai Hendri akan menggulirkan rencana yang sudah ia susun sebelumnya, menuju level berikutnya yang lebih berbahaya. Tiga atau empat hari lagi, menurut prediksi Axel, akan terjadi tawuran antara sekolahnya SMA NEGERI RRR melawan para cecunguk dari SMA SWASTA RRR. Tawuran yang bahkan belum kejadian, bau amis darah sudah samar tercium di indra penciuman Axel. Gak mungkin kalau sampai gak ada yang mati kalau tawuran pecah, prediksi Axel. Bertha melihat Axel tengah tersenyum lebar sambil menatap ke arah depan, sudah pasti Axel sudah membayangkan sesuatu. Sisi jahat serta kelam dalam diri Axel-lah yang sebenarnya menjadi pesona terbesar yang membuat Bertha tidak ragu untuk menuruti apapun perintah Axel yang lebih muda darinya. Secara usia, Axel memang masih belia, bahkan baru masuk SMA kelas 1 tiga bulan yang lalu, namun secara pemikiran dan tindakan, Axel sudah seperti pria dewasa. Tiba-tiba saja bulu kuduk Bertha meremang saat ia membayangkan betapa menyeramkan sekaligus seksinya Axel saat ia sudah beranjak dewasa. Belum apa-apa Bertha sudah terangsang. Ia sudah tidak sabar ingin cepat sampai di rumah dan menikmati kebuasan dalam diri Axel menghentak-hentak relung kewanitaannya…
XXX *** XXX ​

“ANJING menggonggong….Biarin aja…Namanya juga ANJING..bisanya cuma gonggong…Kalau ANJINGnya bisa ngetik, itu baru namanya “ANJING…keren.” – Kang Pijitnya Axel, 2k2k​

 

 

AXEL #2 BEHIND THE SCENE​
Serangan tak terduga yang di alami Hendri, siswa bajingan nomor satu SMA SWASTA RRR yang terjadi di rumahnya sendiri jelas sangat menggemparkan. Hendri yang di rawat di rumah sakit, memilih bersikap bungkam, tidak membuka mulut kepada siapapun tentang identitas penyerangnya. Termasuk bungkam terhadap orang tuanya sendiri yang kaget bukan kepalang menemukan kamar Hendri berantakan, sementara Hendri pingsan babak belur dengan kaki patah. Sampai-sampai Polisi yang turun tangan setelah menerima laporan dari orang tua Hendri tentang penganiayaan yang di alami putra mereka, juga kesal dan angkat tangan karena Hendri tetap tegas dengan pendirian dan jawaban versi terbarunya setelah terus di desak oleh Polisi, orang tuanya dan juga tentu saja teman-temannya, terutama teman sekolahnya.

“Gue di serang sama dua orang perampok yang menyatroni rumah, kejadiannnya sangat cepat hingga gue jadi bulan-bulanan mereka. Gue gak kenal siapa mereka, atau mengenali gesture mereka karena mereka berdua memakai balaclava. Cuma itu yang gue tahu, titik.”

Sebenarnya Hendri juga tahu gak mungkin Polisi percaya begitu saja, apalagi tidak ada barang berharga yang hilang, seolah-olah setelah mereka menyerang Hendri, para perampok langsung pergi tanpa sempat membawa benda berharga. Hendri beruntung karena Polisi yang menangani tidak bisa berbuat banyak karena minim informasi dan sikap orang tua Hendri yang meski masih merasa ada yang tidak beres, menerima jawaban dari Hendri, legowo dan tidak menekan Polisi untuk menyelidiki lebih lanjut. Keluarga Hendri kemudian fokus dengan penyembuhan Hendri.

Jika keluarga Hendri pada akhirnya bersikap legowo, lain halnya dengan teman-teman seangkatan Hendri di SMA SWASTA RRR. Alfa, teman terdekat Hendri, juga kesal bukan kepalang dengan pengakuan “ngawur” Hendri. Alfa tahu benar itu semua hanya bualan Hendri.

“Jadi, menurut lo, siapa dan kenapa Hendri di serang?” tanya Wajo, salah satu teman Hendri dan Alfa.

Saat ini, dua hari pasca penyerangan Hendri, sepuluh siswa bajingan senior kelas 3 SMA SWASTA RRR, di komandoi Alfa tengah berkumpul di tempat ngopi dekat sekolah saat jam pelajaran sudah usai. Situasi memanas terasa sekali.

“Entah kenapa nyali Hendri bisa menciut sampai-sampai dia tidak mau menceritakan kejadian sebenarnya dan menyebutkan nama Axel sebagai pelaku penyerangan,” ujar Alfa kesal.

Wajo dan delapan siswa lainnya terkejut karena Alfa dengan pasti menyebut nama Axel sebagai pelaku penyerangan. Alfa mencibir sikap terkejut dari teman-temannya.

“Cih, sok kaget kalian. Gue tahu kalian juga punya pikiran sama kek gue tentang siapa orang yang sudah berani nyerang Hendri, tapi kalian terlalu pengecut!” sergah Alfa.

Semua orang terdiam.

“Kemarin ketika gue berdua doang dengan Hendri saat menjenguknya di kamar RS, ekpresi Hendri yang tadinya tenang langsung mengeras saat gue dengan sengaja dan tiba-tiba mengatakan tepat di depan mukanya, ‘Axel yang nyerang elo.’ Meski hanya beberapa detik menampakkan sikap waspada sebelum Hendri memasang ekpresi tenang, itu sudah lebih dari cukup untuk mengkonfirmasi bahwa 100 % identitas penyerang Hendri adalah Axel,” terang Alfa.

“Dan…?” Wajo malah menambahkan imbuhan kata tersebut setelah Alfa selesai bicara.

“Dan? Dan yang elo maksud itu apa Jo?” tanya Alfa.

“Hendri kan menyebutkan penyerangnya ada dua orang, meski ia merahasiakan nama-namanya dan nyebut mereka dengan perampok, satu sudah lo pastikan dan amini yakni Axel. Lalu identitas satu pelaku penyerangan siapa? Pasti salah satu anak dari SMA NEGERI RRR,” jelas Wajo.

Alfa menggelengkan kepala. “Gue yakin Axel sendirian saat ia mendatangi Hendri ke rumahnya, gue yakin itu. Dua orang perampok yang di rekayasa Hendri sebagai upaya terakhir agar harga dirinya tidak terlalu jatuh, wajar ia keok melawan dua orang perampok, bukan melawan satu siswa anak kelas 1 SMA….”

“Masalahnya si anak kelas 1 itu bukan siswa biasa-biasa saja. Kita semua juga udah nebak pelakunya pasti Axel. Cuma si bajingan itu saja yang berani melakukan tindakan nekat seperti itu. Kita semua tahu benar kan sepak terjangnya bagaimana dia nantang satu persatu tiap siswa bajingan dari sekolah di area sini. Jadi, Alfa, apa tindakan kita sekarang? Yang jelas, nama Hendri dan kita semua sudah jadi bahan tertawaan oleh semua sekolah terutama anak SMA NEGERI RRR yang ketawanya paling keras,” ujar Wajo.

“Mana mungkin kita tinggal diam. Kita bayar kontan !” tegas Alfa.

“Kita cari Axel? Sepuluh orang cukup?”

“Tentu saja! Akan ada dua misi. Misi pertama, kita semua yang ada di sini harus secepatnya mendapatkan Axel, kita patahkan semua tulang-tulangnya. Sehebat-hebatnya Axel, omong kosong dia bisa kalahin kita semua, apalagi kalau kita sambil bawa….ini,” kata Alfa memelankan suara dan melihat sekeliling, tempat ngopi mereka kebetulan hanya ada mereka, setelah di rasa aman, lalu Alfa mengeluarkan sebuah pisau lipat dari balik kaus kakinya.

“Kalian yang takut darah, boleh minggir,” kata Alfa sambil menyeringai.

“Anjing lo Fa !lo pikir kita anak baru nakal kemarin sore! Kita yang di sini ikut semua lah!” sahut Wajo.

“Haha,itu baru cs gue. Sembari kita atur waktu secepatnya cari keberadaan Axel, gue juga mikirin misi selanjutnya. Misi kedua ini gak ada hubungannya bahkan bisa tetap di lakukan meski kita belum bisa mendapatkan Axel.”

“Apa itu Fa?”

“Serangan Balik… Kita serang mereka tepat di depan sekolahan mereka, gak usah takut kita kalah banyak! Secara situasi kita lebih menguntungkan karena kita serang di saat mereka lengah. Dalam benak mereka, tidak mungkin kita akan datang secara frontal. Kesombongan mereka itu yang kita kita manfaatkan. Targetnya satu anak incar satu anak. Bereskan dengan satu atau dua serangan, lalu kita kabur, berpencar. Tenang saja, sudah gue pikirkan beberapa tempat aman dimana kita bisa naruh motor dan kabur dengan cepat selepas kita serang mereka. Untuk lebih detailnya, Wajo, besok lo kumpulin bajingan-bajingan perwakilan anak kelas 1 dan 2. Besok malam kumpul di rumah gue. Banyak yang meski kita persiapkan dalam waktu singkat!”

“Huehueeueue mantull!! emang gak salah lo Fa dapat nickname, ‘Crazyboy’ !!!”

Lalu sepuluh orang siswa tersebut membubarkan diri.

Satu dari sepuluh siswa tersebut tersenyum licik lalu melajukan motornya, setelah berada jauh dari area sekolahan, ia menepikan motornya ke warung penjual es kelapa muda. Setelah memesan satu butir kelapa muda campur gula jawa, karena cuaca yang terik, tak butuh waktu lama siswa bernama Sapto, kelas 3 SMA SWASTA RRR, menghabiskan minumannya. Suasana warung yang tadinya ada tiga, empat orang pembeli kini mulai sepi, hingga akhirnya menyisakan Sapto seorang. Setelah selesai membayar, Sapto duduk-duduk dulu di depan warung yang berdekatan dengan pohon rindang. Setelah memastikan kondisi aman, Sapto mengeluarkan ponsel lalu menelepon seseorang.

“Halo bos,” sapa Sapto saat teleponnya di angkat. “Haloo, wah udah kangen gue dengar suara elo.Ada kabar apa lo?” “Heuheheu, santai bos. Gue punya beberapa info penting nih. Tapi ya seperti sebelumnya, info ini gak gratis, bahkan info ini kelasnya premium, beda sama harga sebelumnya.” “Ini yang gue suka dari elo, gak perlu munafik langsung cus. Sebut saja harganya, duit berapapun gak masalah asal sepadan. Tapi sebelum lo buka harga, lo mesti kasih gue kisi-kisi lah seperti biasa.” “Tentu saja bos. Jadi info yang gue punya ini berhubungan dengan rencana balasan dari sekolahan gue. Karena Hendri boleh di bilang ‘out of the game’, jadi Alfa yang pegang kendali sekolahan. Alfa sudah menyiapkan beberapa rencana, baik rencana untuk meringkus ente dan rencana penyerangan ke sekolah. Besok malam Alfa mo ngumpulin beberapa siswa bajingan perwakilan kelas 1 dan 2, untuk mendetailkan rencana. Cukup segini dulu teaser-nya.”

Axel yang sedang membolos dengan bersantai di salah satu kamar hotel, tertawa keras. “Mantap,mantap. Gue akui info lho premium.” “Jadi bos bisa kasih gue berapa nih? ” “Kok tanya gue, lo jual gue yang beli. Ayo sebutkan harga dari seorang pengkhianat..” “Huahahhaa, pengkhianat. Gue sih gak merasa berkhianat, gue udah hampir 2 tahun ini menyimpan dendam kepada Hendri, Alfa dan beberapa anak di angkatan gue. 2 tahun gue merunduk bagai anjing depan mereka, tapi gue cuma punya rasa dendam, gak punya sarana dan cara untuk membalas dendam kepada mereka. Beruntung, gue bisa ketemu sama ente bos. Kita punya tujuan yang sama, gue punya informasi dan ente punya semuanya. Jadi untuk info ini gue minta..10 ribu. Bagaimana bos?”

Axel tersenyum. “Oke deal.” Giliran Sapto yang tertawa. “Anjirlah, gak pakai nawar langsung deal aja. Tahu gitu gue minta lebih, hahaha.” “Yadah, gue tambahin mumpung mood gue lagi bagus. Bentar.” Satu menit kemudian, Axel bersuara. “8ribu udah gue transfer dan udah masuk. Gue tambahin 5ribu lagi setelah elo bisa kasih ke gue info apa saja yang Alfa bicarakan besok. Info lengkap, termasuk rincian jumlah orang dan tanggal eksekusi.” “Serius bos?” Sapto terkejut karena ia minta 10 ribu tapi oleh Axel malah di berikan 13 ribu. “Kapan sih gue pernah bercanda dalam hal ginian.” “Oke siap-siap percaya sama mah ! rincian misi kedua akan gue informasikan besok malam setelah selesai! Untuk 8 ribu di muka, gue mau kasih info tentang misi pertama.” “Misi pertama?” “Jadi Alfa dan kami bersembilan hendak melacak keberadaan ente bos, lalu kami sergap. Bahkan Alfa meminta kami untuk menyiapkan senjata. Intinya setelah menyergap ente, Alfa ingin habis-habisan nyiksa ente bos, balas dendam. Nah itu misi pertama. Yang misi kedua tentang rencana penyerangan ke sekolah setelah jam pulang sekola, untuk detail dan eksekusinya baru bisa gue infokan besok malam.”

Sapto heran karena ia mendengar Axel justru tertawa lepas, tidak ada rasa takut sama sekali, padahal ia kini menjadi incaran utama dedengkot siswa bajingan SMA SWASTA RRR. Rencana penyergapan dengan melibatkan sajam bisa jadi berujung maut. Apalagi Sapto tahu, Alfa dan Wajo itu beringas orangnya. “Ya, ya, Silahkan kalian cari gue kalau bisa. Ada info lagi?” “Ya ada sih info tentang kabar Hendri, kalau ente masih mau dengar. Gue kasih gratis deh.” “Boleh-boleh, mumpung teman bobo gue masih mandi.” “Anjir, mau ngewe lho ya?” “Ya gitulah, kalau elo pengen dengan duit yang gue kasih, lo bisa milih ayam kampus yang lo suka dan bersenang-senang.” “Haha ! benar-benar ! Eh bos sebelum gue lupa, ya tentang Hendri, intinya dia udah membuat pernyataan palsu kalau dia di serang oleh dua perampok yang menyatroni rumahnya. Polisi yang menangani kasus Hendri juga udah mundur perlahan, karena Hendri keras kepala. Ortunya Hendri juga gak seemosi dulu. Ya intinya Hendri tutup mulut. Ehm, kalau boleh tahu, si Hendri ente apain bos sampai gak mau ngaku kalau ente yang nyerang dia?” “Hahaha. Wah, bisa bayar gue 50 ribu gak? Kalau bisa, gue ceritain nih.” “Anjay, 50 ribu hahaha, tabungan hasil jual info ke ente aja kalau di total sama yang ini 30 ribuan kok, nombok 20 ribu dari mana. Yawis lah, bos, itu dulu aja. Besok malam gue kontak lagi.” “Oke makasih.” “Gue yang malah mesti bilang makasih bos ke ente.” “Ya kalau lo jual apa yang berguna buat gue, ya pasti gue beli dengan harga bagus. Hati-hati lo, lengah atau teledor dikit terus ketahuan sama anak sekolahan elo, bisa di gorok lo sama Alfa.” Sapto menelan ludah. “Iya gue tahu resikonya, makanya gue main aman.” “Good.” KLIK

Sambungan telepon di matikan oleh Axel. Sapto sumringah saat mengecek ada transferan masuk 8 juta Rupiah ke rekeningnya. Axel memang bukan kaleng-kaleng. Meski perkataan Axel terakhir tadi cukup membuatnya kepikiran. Menjual informasi tentang sekolahnya kepada Axel, yang notabene ancaman terbesar untuk sekolahnya, resikonya sangat besar, amat sangat besar. Tapi Sapto yang memang bukan loyalis Hendri, tidak segan untuk melakukannya selama ia main aman. Bahkan ia kadang ngeri dengan Axel.

Sebulan lalu, tiba-tiba ada remaja berwajah Indo yang mengaku bernama Axel, datang ke rumahnya. Axel datang membawa sebuah kesepakatan. Entah info apa yang sudah Axel dapat, namun yang jelas, Axel sudah tahu kalau dari sekian banyak anak kelas 3 yang seangkatan dengan Hendri, dirinya adalah orang yang paling memnbenci Hendri. Di depan Hendri dan Alfa, Sapto selalu bersikap loyal, tapi sesungguhnya bara api dendam dalam dirinya berkobar makin hebat. Dari kelas 1, Sapto selalu menjadi sasaran bully mereka berdua, mereka memperlakukan dirinya bagaikan anjing kudisan. Puncaknya saat Hendri meminta dirinya untuk mencium sepatu Nike terbarunya, di depan kelas saat jam pelajaran kosong. Harga diri Sapto hancur menimbulkn dendam kesumat. Tawaran dari Axel yang ia tahu punya tujuan untuk menundukkan sekolahnya berikut Hendri cs, akhirnya ia terima dan mereka menjalin kesepakatan berbahaya yang sepertinya mencapai klimaks dalam beberapa hari ke depan.

Ya selama ia main aman, rahasia dia dengan Axel akan aman. Apalagi ini tahun terakhir dirinya sekolah. Tahun depan ia sudah kuliah dan sudah pasti ia tidak ingin meneruskan kuliah ke Kota ini.

Sepertinya gue ntar malam mesti sewa ayam kampus, bersenang-senang sedikit sebelum ikut tegang dalam pertemuan besok malam di rumah Alfa. Axel, memang ngeri kali anak itu, batin Sapto.

Sapto tidak menyadari bahwa Axel itu bukan sekedar kuat dalam hal urusan baku hantam, otaknya jauh lebih handal. Sebelum frontal menyerang Hendri, selain memanfaatkan Bertha untuk mendekati Hendri, Axel juga mencari beberapa siswa satu angkatan dengan Hendri, yang kemungkinan punya dendam namun tidak mampu bersuara atau melawan perintah karena kalah segalanya. Di depan Hendri, mereka nurut tapi di belakangnya, mereka mengumpat setengah mati. Dengan mendekati para siswa cewek dari SMA SWASTA RRR, Axel dengan mudah mengorek informasi tentang ‘kenakalan’ Hendri terutama para korban bully. Dari sekian nama, Axel kemudian menemukan satu nama, yakni Sapto. Satu angkatan dengan Hendri, sama-sama kelas 3 IPS. Sapto pada dasarnya dia bajingan juga tapi dia kalah segalanya sama Hendri jadi terpaksa nurut. Selanjutnya dengan iming-iming uang serta punya sasaran yang sama, Axel dengan mudah mendapatkan info A1 dari Sapto.

Sementara Sapto sedang sibuk memikirkan kesenangannya dengan ayam kampus incarannya, Axel juga sedang memikirkan tentang rencana selanjutnya pasca membeli beberapa info penting dari Sapto, meski ia butuh kepingan informasi terakhir tentang kapan rencana penyerangan SMA SWASTA XXX ke SMA NEGERI RRR, agar ia bisa menyesuaikan dengan timing kapan ia mesti melakukan tindakan A, B, C dst.

“Mikirin apa sih kamu ganteng,” Farah yang baru selesai mandi dan hanya mengenakan handuk, mendapati Axel nampak sedang berpikir serius. Farah lalu merangkak mendekati Axel. Farah tahu sih reputasi PK si Axel, tapi pas kena sendiri SSI Axel, sang adik kelas, Farah klepek-klepek. Setelah beberapa kali jalan bareng, seminggu yang lalu akhirnya Farah takluk, ia rela di setubuhi Axel di dalam mobil. Axel benar-benar perkasa, setiap hentakan penis di liang kemaluannya, seolah membuat Farah sepersekian detik melayang keenakan. Ia ingin mengulangi kembali kenikmatan tersebut namun belum dapat waktu yang pas, hingga kemudian siang tadi, Axel mengirim WA kepadanya.

AXEL Gue lagi di sini. Hotel Ashton, kamar nomor 222. Kakak nyusul ke hotel kalau kangen sama penis lokal rasa bule. 12.35

Sebenarnya ini pesan kurang ajar betul, namun anehnya Farah malah turn on. Ia jadi gak sabar untuk segera pulang dan menyusul Axel ke hotel. Saat bel berbunyi, Farah segera meluncur ke hotel. Farah bersyukur dia ada baju ganti di mobilnya, jadi gak terlihat atribut seragam SMA saat ia ke hotel. Begitu ia mengetuk pintu nomor 222 dan Axel membuka pintu, Farah terkejut bukan main saat ia melihat Axel sudah telanjang bulat dan penisnya sudah mengacung keras. Axel menyeringai dan langsung menarik Farah masuk kamar. Begitu pintu tertutup, mereka terlibat ciuman yang panas dan agresif, Farah yang gemas tak lupa sambil mengocok penis Axel, baru merasakan denyutan penis yang besar di dalam tangannya saja, membuat Farah menggila.

Namun saat Farah berjongkok hendak mengulum penis Axel, Axel memegang kepalanya dan menarik penisnya menjauh. Karena di saat yang sama ia mendengar suara dering ponsel. Itu bukan dering ponsel miliknya melainkan milik Axel.

“Lo mandi dulu gih biar segar. Gue mau terima telepon penting dulu,” kata Axel sambil ngeloyor mengambil ponsel.

Farah kesal tapi akhirnya nurut.

Axel juga sebenarnya ingin segera ML dengan Farah, namun saat dering ponsel miliknya berbunyi dengan lagu yang berbeda daripada biasanya, Axel tahu siapa yang menelepon.

Sapto dari SMA SWASTA XXX.

Panggilan telepon yang sudah ia tunggu-tunggu. Agar ia bisa bebas berbicara dengan Sapto, ia meminta Farah untuk mandi. Jadi begitu Farah sudah selesai mandi dan ia sudah selesai berbicara dengan Sapto, saatnya mengadu kelamin!

Axel yang melihat Farah merangkak ke arahnya, terlihat sangat seksi.

“Hey ganteng, bersiaplah, gue akan menghisap penis lo, sampai elo tidak sanggup untuk berdiri karena lutut lo akan terasa lemas,” kata Farah nakal sambil meremas kedua paha Axel lalu ia rentangkan selebar mungkin agar dia bisa lebih leluasa “bermain” di area selangkangan Axel. Axel mulai santai dan menikmati ketika jari-jari Farah yang lembut mulai meraba-raba kedua bola zakarnya. Dan ketika Farah mulai mengurut pelan batang penisku lalu mengocok semakin cepat, Axel mendesah.

“Oughh, emang jago banget lo kalau ngocokin penis gue.”

“Lo suka ya kocokan gue? Ini baru tangan loh, belum juga lidah gue menyusuri batang penis lo ini lalu gue jilati kepalanya merasakan cairan precum di lidah gue,”

Plek..plekk..plekkk..

“Puasin gue Far.”

“Remas payudara gue.remaslah..remas yang kuatt” kata Farah sambil melirik ke arah Axel. Tanpa menunggu lama, Axel langsung meremas-remas payudara Farah, payudara ranum yang begitu besar. Semakin cepat Farah mengocok penis, Axel merespon dengan menguatkan remasan pada payudara Farah.

Farah tak tahan, ia lalu memasukkan ujung penis ke dalam mulutnya dan membuat gerakan menaik-turunkan kepalanya tanpa melepaskan pegangannya di batang penis Axel.

Kemudian Farah melepaskan penis dari dalam mulutnya, mendongak ke arah Axel sambil menngurut pelan penisnya yang basah mengkilat bercampur air ludahnya.

“Gimana ganteng, lo suka kan penis lo yang istimewa ini masuk ke dalam mulut gue yang mungil ini..mmpph”

Axel tak kuasa menjawab, karena Farah kemudian merentangkan kedua paha Axel selebar mungkin. Kemudian dengan mata terpejam dan penuh perasaaan, Farah menciumi paha Axel bergantian dari paha kiri kemudian berganti ke kanan. Lalu dengan lidah terjulur, Farah menjilati paha kanan dan perlahan turun ke paha dalam. Axel lalu merasakan jari Farah memainkan bola zakarnya, lalu ujung lidah Farah menjelajahi kantung bola-bola zakar Axel. Axel merasa ngilu yang teramat sangat ketika Farah memasukkan bola zakar yang sebelah kiri ke dalam mulutnya dan kemudian memainkannya, dan kemudian berganti dengan zakarku yang satu lagi. Tangan kanan Farah yang sedang memegangi kantung zakar kemudian dengan sigap kembali mengocok batang penis Axel cukup kencang.

“ahhhh….ngggiii..luuhhhhhh” erang Axel.

Nafas Axel memburu saat Farah memasukkan kedua bola zakarnya sekaligus ke dalam mulutnya dan setelah masuk, lidah Farah menjilat-jilat kedua bola zakar Axel dan kemudian mengisapnya kuatt, pinggul Axel otomatis terangkat ke atas. Pada saat yang bersamaan, kocokan Farah semakin kencang,

Kemudian Farah melepaskan bola zakar Axel dari mulutnya dan lidahnya kembali bermain-main menciumi pangkal batang penis. Ujung lidah Farah kemudian menyentil-nyentil ujung lubang kencing lalu turun tepat di belahan bawah kepala penis beberapa kali Farah menggoda Axel dengan membuat jilatan panjang pendek di sekujur batang penisnya, dari bawah naik ke atas kemudian turun lagi. Farah lalu menjilat, mengemut bahkan mencoba memasukkan penis Axel sedalam mungkin ke dalam mulutnya.

“Anjiingg, deepthrooaattt” erang Axel.

Farah kemudian menahan penis Axel di dalam mulutnya dan sisa batang penis yang tidak muat dikocok-kocok dengan jempol dan jari telunjuknya.

Jika mulai kehabisan oksigen, Farah melepas penis untuk mengambil nafas dan kemudian kembali men-deep throat penis Axel. Begitu terus Farah mengulangi servisnya. Membuat Axel tak tahan.

Di saat mulut Farah mulai pegal, Axel menarik penisnya dari mulut Farah. Setelah menciumi bibir Farah singkat, Axel mengajak Farah pindah ke sofa. Farah kemudian merasakan kedua tangan Axel menarik pinggangnya sehingga ia kini menungging di atas sofa. Farah menjerit ketika tiba-tiba Axel memasukkan penisnya ke dalam kemaluannya lalu ia mendiamkan sejenak. Farah merasakan urat-urat di batang penis Axel berkedut seakan ingin membiasakan terlebih dahulu dengan cengkraman vaginanya. Meskipun Farah sudah basah, tetapi tusukan Axel yang tiba-tiba tak pelak membuat Farah ngilu. Lalu setelah 5 goyangan pelan, perlahan Axel menaikkan tempo permainan. Sambil memegang pinggangku, Axel menghajar memek Farah dengan posisi menungging dan payudaranya sontak terayun-ayun.

“ENTOTTTTTTTTTTTT..AGGGHHHHH,” erang Axel.

“FUCK ME AXELL, FUCK MEEEEE..ARRGGHHH.”

Erangan serta desahan keduanya saling bersahutan.

Rasa nikmat menguasai tubuh Farah, dengusan nafasnya semakin memburu, Dan akhirnya tubuh Farah mengejang hebat tanpa bisa ditahan lagi, Farah membenamkan wajahnya di sofa sampai rasa nikmat itu mulai reda. Axel yang tahu Farah baru saja orgasme lalu menarik penisnya. Farah menoleh ke belakang dan melihat cairan pasca orgasmenya meleleh membasahi daerah selangkanganku.

Karena sudah dikuasai nafsu, Keduanya berpelukan dan berguling-gulingan di atas ranjang, saling remas dan saling tindih, payudara Farah yang besar bergesekan dan menekan dada Axel langsung tanpa penghalang. Farah yang kini berada di atas tubuh Axel, melayani setiap ciuman Axel yang begitu agresif, setiap gerakan lidah Axel Farah sambut. Ciuman Farah lalu mulai menuruni leher Axel dengan kecupan dan jilatan sambil menggesek-gesekkan ujung puting payudara Farah yang mengeras pada tubuh Axel sehingga memberikan sensasi tersendiri bagi keduanya. Axel tak tahan lalu membalik posisi dimana ia kini menindih Farah lalu menjilati puting Farah, tangan Farah lalu meraih penis yang masih terlihat mengerikan itu dan mengocoknya cepat-cepat membuat Axel mengeluarkan desahan. Axel terus saja menghisap kedua puting payudara Farah bergantian sementara tangannya memilin-milin puting payudara yang lain dan tangan yang satunya sibuk bermain di daerah kemaluanku.

“Oohhh…nikmat !” erang Farah sambil menggigit bibir bawah.

Axel semakin menggila, ia masih saja menghisap kedua puting Farah, hisapan dan jilatan itu membuat birahi Farah kembali melonjak semakin tidak tertahankan, apalagi kini tangan Axel yang dibawah mulai mengusap-usap bibir kemaluannya, dan sesekali mengelus paha dalam. Jilatan Axel semakin turun ke perut Farah yang ramping, lidah Axel yang hangat dan basah membuat Farah tertawa kegelian sekaligus nikmat. Axel terus turun sehingga kini dari dengusan nafasnya Farah bisa merasakan wajah Axel mendekati memeknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus tercukur rapi. Farah menjerit kecil saat pinggulnya setengah terangkat di ikuti lidah Axel yang telah menari-nari di liang memeknya.

Dalam posisi berbaring, kedua lengan Axel menyangga pinggul Farah, Axel menjilati memek, lidahnya menyeruak masuk serta melakukan gerakan berputar atau juga menyentil-nyentil klitoris Farah. Farah benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa, tangannya sampai meremasi sprei dan matanya merem-melek keenakan. 10 menit dalam siksaan kenikmatan, Farah menggelinjang hebat, getaran nikmat itu berasal dari selangkangan Farah yang sedang dilahap Axel, menjalar ke seluruh tubuh. Akhirnya Farah mengerang hebat pertanda orgasme keduanya datang. Melihat Farah mulai mendekati orgasme, Axel malah semakin menggencarkan jilatan dan hisapannya pada memek kakak kelasnya.

“Ooohh….yeah…yess…aahh…ahhh shitt….ahh..gueee…sammmp…paiiii !”

Desah Farah tak karuan, permainan lidah Axel telah mengantarnya pada titik orgasme. Axel terus menjilat dan menghirup aroma memek Farah yang semakin basah oleh cairan orgasme. Cairan itu dilahapnya dengan rakus

Axel menurunkan pinggul Farah setelah ia puas menikmati cairan orgasme Farah. Axel lalu berlutut diantara kedua paha Farah, mengarahkan penisnya ke memek Farah yang masih terasa ngilu. Digosok-gosokkannya kepala penisnya pada bibir memek, membuat Farah menggelinjang kegelian. Meski lemas, Farah menggenggam penis Axel mengarahkan ke liang senggamanya. Axel yang nafsunya juga sudah tinggi segera melesakkan penisnya ke himpitan dinding memek Farah yang licin dan legit.

“Aahhh !!” Farah menjerit nikmat merasakan batang yang kokoh itu menerobos masuk memberi kenikmatan. Axel kemudian mulai memompa dengan gerakan halus yang makin meningkat menjadi kasar dan brutal. Tangannya meremas-remas payudara Farah yang seakan terlontar-lontar karena kerasnya tumbukan.

Farah mengaitkan kedua kakinya di belakang punggung Axel ia pasrah menikmati surga dunia. Hujaman-hujaman Axel mulai bervariasi, kadang kasar, kadang lembut, kadang diputar-putar seperti mengaduk adonan, belum lagi sentuhan-sentuhan tangannya yang memberikan belaian-belaian nikmat pada bagian tubuh Farah. Farah yang gemas dengan pipi Axel yang memerah lalu menarik wajahnya dan mencium Axel, keduanya berciuman sambil terus bersetubuh. Dalam waktu sekitar seperempat jam, Farah sudah merasa akan klimaks lagi. Tubuhnya mengejang, mulutnya kembali menceracau mengeluarkan desahan panjang. Saat vagina Farah mengalami kontrakasi hebat, Axel melenguh keras karena ikut merasakan apa yang terjadi di liang kenikmatan Farah, malah ia semakin membenamkan penisnya sampai mentok dan dengan brutal ia menggerakkan pinggulnya dengan gerakan berputar. Farah mengerang-ngerang nikmat sambil sesekali menciumi Axel yang sudah mengantarnya kepada banyak kenikmatan sore ini.

“Yess…sssh…perkasaa bangett elo aahhhhh !”

Farah mendesis dengan nafas memburu. Ia memejamkan mata menghayati orgasme ketiganya sore ini sampai gelombang itu berangsur-angsur reda. Saat Farah membuka mata ia melihat Axeltersenyum dan ia membelai rambut Farah yang kusut .

“Lo emang gila…banget….” puji Farah sambil tersenyum lemas.

“Farah, lo juga liar biasa, dengan tubuh seindah ini, wajah secantik ini,” Rayu Axel.

Farah tersenyum kemudian aku menyadari, jika ia sudah orgasme tiga kali sementara Axel malah belum sama sekali orgasme. Farah kagum dengan stamina dan kehebatan Axel di atas ranjang. Farah menarik wajah Axel mendekat lalu menciumnya. Kemudian Farah berguling ke samping sehingga kini ia berada di atas, dan penis Axel masih menancap di memek. Mereka kemudian terlibat percumbuan yang panas, tangan Axel membelai punggung Farah yang sudah basah oleh keringat. Setelah dua-tiga menit berciuman, Farah mulai mengoyangkan pinggulnya dengan gaya WOT. Tubuhnya naik-turun dengan liar di atas tubuh Axel. Axel menggenggam payudara montok yang berayun-ayun di depannya, ia meremas kasar payudara Faarah Sambil menggenggam payudara Farah, Axel lalu ikut menggerakkan pinggulnya menyentak-nyentak ke atas hingga penisnya semakin dalam dan memberi kenikmatan ekstra bagi mereka berdua

“Ooohh…God…ooh…oohh…enakk…dikitt lagi !” desah Axel.

Persetubuhan berlangsung semakin liar, karena sama-sama agresif. Axel semakin mempercepat tusukannya sambil mengeram, nampaknya sebentar lagi pertahanannya akan runtuh. Dan hal itu malah membuat penisnya masuk sedalam-dalamnya membuat Farah didera nikmat yang luar biasa.

“GUEEE KELUARRRRR LAGIIII…I !” jerit Farah dengan punggung menegang. Di saat yang sama, penis Axel memuntahkan pejuh yang tertahan dari awal. Farah merasakan pejuh Axel yang hangat muncrat dengan deras di dalam memeknya. Badan Axel bergetar hebat sehingga remasannya pada kedua payudara Farah pun mengeras.

Farah terkulai lemas di atas tubuh Axel. Penis Axel berangsur mengecil dan terlepas dari memeknya. Cairan hasil persetubuhan keduanya merembes mengalir keluar.

Ini adalah hubungan seks paling dahsyat yang pernah gue terima. Dalam tempo entah berapa jam sejak kami memulai, gue bisa orgasme sampai empat kali sehingga memek dan payudara gue agak perih akibat remasan kasar Axel saat ia mengejan orgasme di bawah himpitan gue tadi. Fiuh untung saja gue sedang tidak subur, batin Farah puas.

Axel yang berbaring di samping Farah pun juga tak kalah puas, sebuah kepuasan yang bukan berasalah dari persetubuhannya dengan Farah, melainkan rasa puas karena ia kini berada tiga langkah di depan semua orang.
XXX***XXX ​