E s t e w e

BERHUBUNG saya belum berkeluarga dan rumah saya juga jauh dari tempat saya bekerja, saya memilih tinggal di mess perusahaan. Di mess tersebut hanya menyediakan fasilitas untuk tidur, tidak menyediakan fasilitas untuk makan.

Makan harus kami cari sendiri di luar. Salah satu warung makan favorit kami anak-anak mess adalah warung makan “Mak Miriam” yang letaknya tidak jauh dari pabrik.

Warung makan ini milik Pak Karmin dengan istrinya Mak Miriam. Pak Karmin adalah salah seorang satpam yang bekerja di pabrik tempat saya bekerja.

Dengan suami istri ini membuka warung makan tidak jauh dari pabrik, selain memudahkan makan anak-anak mess juga melayani makan siang para karyawan pabrik.

Warung makan Mak Miriam ini sudah lama berdiri sejak sebelum saya bekerja di perusahaan ini.

Pada siang hari warung makan Mak Miriam sangat ramai dengan para karyawan yang makan siang, tetapi bagi kami berlima yang tinggal di mess tidak terpengaruh dengan keramaian di warung makan Mak Miriam karena kami tidak perlu dilayani.

Kami bisa mengambil makanan sendiri. Kadang-kadang kami bikin kopi sendiri atau bikin mie instan sendiri, yang penting bayar, apalagi saya.

Saya suka nonton bola. Berhubung di mess tidak disediakan televisi, saya sering memanfaatkan televisi di warung makan Mak Miriam. Kadang-kadang saya nonton sampai ketiduran di tikar. Pagi-pagi baru saya balik ke mess.

Pak Karmin tidak pernah mempersoalkan saya tidur di rumahnya meskipun Pak Karmin sendiri pada malam hari tidak ada di rumah karena Pak Karmin harus bertugas jaga malam di pabrik setiap malam, sedangkan di rumahnya saya hanya berdua saja dengan bininya.

Mungkin Pak Karmin pikir, saya masih muda dan juga saya adalah salah satu staff di kantor pabrik, masa sih mau dengan bininya yang sudah lecek?

Saya juga berpikir demikian. Saya tidak punya pikiran mau mengganggu Mak Miriam yang sudah berusia di atas 40 tahun ini. Saya kalau mau cewek yang masih perawan banyak kok di tempat kerja saya, tidak perlu saya mengganggu wanita yang sudah ESTEWE.

Tetapi malam itu, tengah saya tidur Mak Miriam membangunkan saya. “Mas Ifan… Mas Ifan…”

“Iya, Mak.” aku bangun dengan terkejut karena melihat Mak Miriam mengenakan sarung tanpa pakai baju.

“Tolong kerikin Mak…” minta Mak Miriam di tangannya Mak Miriam memegang balsem dan uang koin.

Saya yang tidak bisa mengerik entah kenapa tidak bisa menolak permintaan Mak Miriam. Mungkin saya ini orangnya gampang ringan tangan untuk menolong orang yang dalam keadaan kesulitan, apalagi Mak Miriam yang baik dengan saya.

Maka itu saat saya mengerik punggung Mak Miriam yang telanjang itu saya merasa baik-baik saja. Ternyata Mak Miriam memang masuk angin berat karena punggungnya yang saya kerik sebentar saja sudah merah.

“Mas Ifan, Mas Ifan kok masih pengen sendirian sih belum mau pacaran?” tanya Mak Miriam sembari aku mengerik punggungnya. “Kan di kantor banyak cewek yang cantik-cantik?”

“Belumlah Mak, belum ada tabungan…” jawab saya. “Mau makan sendiri aja masih susah, masih ngutang sama Mak, gimana mau pacaran? Apa ada cewek yang mau dengan cowok kere?”

“Tapi jangan lama-lama lho Mas Ifan, hidup sendiri itu gak enak!” ujar Mak Miriam. “Kayak Mak ini…” lanjutnya. “…siang sibuk, malam ditinggal, Mak kayak gak punya suami aja… meskipun Mak sudah tua, tapi sekali-kali kan Mak masih pengen, Mas Ifan….”

“Pengen apa Mak?” tanya saya.

“Pengen… pengen dikeloni sama suamilah, Mas Ifan…”

“O… pengen ‘nganu’ ya Mak?” tanya saya enteng seperti bercanda.

“Iyaaa… Mas Ifan, he..he… apa Mas Ifan sudah pernah?”

“Belumlah Mak, dengan siapa?” jawab saya.

“Dengan Mak… Mas Ifan mau…?” Mak Miriam langsung menodong saya.

“Ha.. haa… Mak ini, ngajak saya yang belum berpengalaman,” jawab saya tertawa. “…sedangkan pengalaman Mak sudah banyak, nanti jadi gak seimbang lho, Mak…”

“He… he… nggaklah, Mas Ifan… mau nggak…? Mau, ya…” kata Mak Miriam sedikit memaksa dan tak sabar, sehingga belum selesai aku mengeriknya, ia bangun melepaskan kainnya, hingga di tubuhnya hanya tinggal celana dalam yang sudah usang dan tak segan-segan ia menghadapkan dadanya yang telanjang pada saya.

Oh… astaga…

“Janganlah, Mak… saya takut dengan Pak Karmin.” jawab saya, tetapi tidak bisa dipungkiri penis saya tegang melihat tubuh Mak Miriam yang masih indah. “Kecuali saya nggak ketemu Pak Karmin, tetapi saya setiap hari ketemu Mak, mana saya enak ‘nganu’ Mak…”

Mak Miriam tidak peduli dengan kata-kata saya. Ia melepaskan celana dalamnya, lalu merebahkan tubuhnya yang telanjang bulat di tikar.

Sekenyang-kenyangnya isi di perut, apakah iman masih mampu berdiri kokoh dan tak tergoyahkan bila melihat daging rendang yang empuk, sedap dan wangi di depan mata, apalagi makan gratis?

Tak perlu berpikir lama-lama saya segera melepaskan celana pendek dan celana dalam saya, tetapi kaos tetap saya pakai, sementara Pak Karmin saya lupakan saja.

Saya segera menindih tubuh telanjang Mak Miriam di tikar dan kemudian Mak Miriam menurunkan tangannya memegang penis saya yang tegang. Setelah itu penis saya ditekannya ke lubang memeknya yang sedang birahi.

Kami tidak bisa menahan diri lagi. Sama-sama kami bergerak serempak.

Blesssss……

“Awwwhh…” Mbak Miriam menjerit saat penis saya menembus lubang memeknya yang terasa seret dan yang menjepit penis saya.

Itu yang saya rasakan.

“Biar si tua itu ngerasain, ini balasannya…” kata Mak Miriam dan ternyata Mak Miriam mengajak saya bersetubuh karena ingin balas dendam pada suaminya.

Ia mulai menggoyang-goyang pantatnya sementara saya diam saja. Tetapi lama-lama goyangan pantat Mbak Miriam terasa nikmat juga di penis saya, lalu saya pun ikut menggerakkan penis saya maju-mundur dengan gerakan menghujam.

Mak Miriam tambah menjerit. “Awwwhh… ooohh… aaghhh… awwwh… awwhhh… oohhh…. awwhh… awwhhh…”

Akan tetapi karena baru pertama kali saya main dan belum menguasai lapangan, baru beberapa pompaan saya langsung mengejang nikmat sambil saya menggenjot dengan cepat dan tidak teratur lubang memek Mak Miriam untuk mengeluarkan sperma saya.

Crooottt… sherrrrr…. crooottt…. crooottt…. croootttt…. crootttt….. crooottt…. crooottt…. croootttt…. crootttt….. crooottt…. crooottt…. croootttt…. crootttt…..

Mak Miriam bernapas terengah-engah bersama saya, sementara lubang memeknya terasa becek terisi sperma saya.

Saya mencium bibir Mak Miriam dan rasanya ingin saya mengulangi permainan nikmat ini sekali lagi, tetapi Mak Miriam menolak.

“Besok saja ya,” katanya pada saya.

Malam itu saya pulang ke mess melihat Pak Karmin yang sedang duduk merokok di pos, biasanya saya masih bisa berhenti untuk ngobrol dengan beliau, tetapi malam ini saya tidak berani melihat wajahnya. Saya terus melangkah masuk ke halaman pabrik tanpa menyapa lagi Pak Karmin, karena tadi saya telah menikmati tubuh istrinya, Mak Miriam.

Berbeda saya terhadap Pak Karmin, berbeda pula saya terhadap Mak Miriam. Sekarang saya bisa terangsang kalau melihat Mak Miriam.

Malam telah tiba…

Setelah selesai Mak Miriam memberesi warung makannya, saya menariknya duduk di tikar yang terhampar di depan televisi.

“Mak belum mandi masih bauk, Mas Ifan…” kata Mak Miriam.

Saya tidak lagi mengubris perkataan Mak Miriam. Segera saya mencopot celana pendek saya. Melihat penis saya yang tegang, Mak Miriam pun lupa dengan acara mandinya. Ia langsung memegang penis saya dan menunduk mencium penis saya dengan penuh napsu.

Setelah itu ia memandang saya. “Masss…” desahnya dengan mata sayu. “Ini… untuk Mak ya, Mas…?”

Aku mengangguk.

Mak Miriam memeluk saya manja. Saya memegang selangkangannya yang masih tertutup celana panjang berwarna biru tua dari bahan kaos. Terasa hangat dan agak sedikit basah celana panjang yang menutupi selangkangan Mak Miriam. Mak Miriam lalu melepaskan celananya itu.

Tanpa melepaskan dasternya, Mak Miriam sudah ingin segera saya setubuhi. Ia berbaring di tikar. Tetapi saya tidak ingin segera menyetubuhi Mak Miriam.

Saya buka lebar pahanya. “Mas…!” seru Mak Miriam kaget saat saya menyeruduk selangkangannya. Tampak bulu jembutnya yang berwarna hitam dan memeknya yang berwarna coklat dengan 2 lembar bibir memeknya yang menonjol keluar.

Mulut saya segera melahap kedua lembar bibir memek Mak Miriam. Bau tak sedappun berubah menjadi bau nikmat saat Mak Miriam menggelinjang-gelinjang dan merintih-rintih menerima perlakuan saya terhadap kemaluannya itu.

“Masss… oohhh… kotor, Masss…. seessttss…. ooohhh…. Massss…. gak tahan Maa…aaakkkk…. ooohhh…. Massss…..” jerit Mak Miriam.

Tapi mulut saya tidak lama-lama menghisap memek Mak Miriam. Kali ini saya berbaring di tikar dan meminta Mak Miriam yang menaiki tubuh saya.

Mak Miriam mencopot sisa pakaiannya yaitu daster dan BH-nya.

Setelah Mak Miriam telanjang bulat, ia pun menaiki tubuh saya. Penis saya yang berdiri tegak lurus dipegangnya, dan dibawanya ke lubang memeknya.

Setelah posisi penis saya sudah tepat di tempatnya, Mak Miriam menurunkan tubuhnya perlahan-lahan dan pada saat penis saya memasuki lubang memek Mak Miriam, penis saya seperti diurut ke bawah oleh lubang kesat itu.

Lalu Mak Miriam mulai menggerakkan pantatnya naik-turun-naik-turun. Akibatnya penis saya jadi tampak keluar-masuk di lubang memek Mak Miriam. Rasanya begitu nikmat ketika lubang tersebut menggesek-gesek batang penis saya yang tegang.

“Enak gak, Mas… hi..hi…” tanya Mak Miriam malu. “Masih muda Mak suka main dengan gaya begini sama Bapak, sekarang sudah lama gak main… Mak jadi kagok mainnya.” kata Mak Miriam.

“Ya… enaklah, Mak… terus, Mak…” jawab saya sambil menikmati pentil susunya. Saya hisap… saya gigit pentil susu Mak Miriam.

Ini saya lakukan hampir setiap malam. Kalau kemudian Mak Miriam hamil, siapa yang patut disalahkan?

Mak Miriam tidak pernah menuntut kehamilannya pada saya, malah ia terus memberikan saya menyetubuhinya seperti biasa.

Ternyata ngentot ada masa kadaluarsa juga atau masa jenuhnya.

Kepala bagian saya resign. Sebagai gantinya adalah adiknya boss yang menjadi kepala bagian saya. Adik boss saya ini sudah berkeluarga, anaknya 2 orang dan ia membawa serta mertuanya juga tinggal di mess.

Kemudian ia menugaskan saya antar jemput anaknya ke sekolah. Anaknya yang sekolah ini laki-laki umurnya 10 tahun, sedangkan anaknya yang kedua baru berumur 1,5 tahun.

Karena perusahaan terletak di kawasan industri, keluar ke jalan raya masih cukup jauh, wajar-wajar saja kalau Koh A Siaw memberikan tugas yang baru itu pada saya. Saya antar Kefin ke sekolah dengan sepeda motor.

Melalui proses antar jemput anak sekolah dari hari Senin sampai Jumat ini pula kemudian membuat saya jadi akrab dan dekat dengan Cik Rosmeni, bini Koh A Siaw dan juga ibunya, Tante Meri, serta saya bebas keluar-masuk ke rumah Koh A Siaw, sehingga saya bebas pula bergaul dengan kedua wanita tersebut.

Apalagi kedua wanita ini baik dan menarik. Mereka berpakaian apa adanya di rumah, tidak menutup-nutupi yang mereka rahasiakan, sehingga saya bisa melihat paha mulus putih Cik Rosmeni yang sering pakai celana boxer pendek dan kalau hari lagi baik, saya juga bisa menyaksikan Cik Rosmeni menetek anaknya tanpa menutup payudaranya yang mulus putih dan montok.

Mereka jadi seperti ‘mangsa seks’ saya berikutnya.

Saya pun jadi jarang, bahkan lupa dengan Mak Miriam yang lagi hamil karena saya sering diberi makan siang oleh Tante Meri, bahkan makan malam juga disediakan oleh keluarga Ko A Siaw untuk saya, karena Tante Meri sangat baik dan ia sangat memperhatikan saya.

Mak Miriam sampai telepon saya menyuruh saya ke rumahnya, tetapi saya bilang pada Mak Miriam bahwa saya lagi sibuk, padahal tidak.

Pulang kerja selesai mandi saya pergi ke rumah Koh A Siaw main dengan Kefin, atau sambil nonton televisi saya ngobrol dengan Cik Rosmeni atau Tante Mery jika mereka sempat.

Sehingga saya memperlakukan Mak Miriam seperti peribahasa mengatakan bahwa panas hari, kacang lupa akan kulitnya.

Kalau dipikir-pikir, kasihan juga dengan Mak Miriam. Tetapi kalau sudah ada yang baru, masa yang lama masih harus pakai? Apalagi Tante Meri semakin dekat dengan saya sampai sambil ngobrol kadang ia berani megang-megang saya.

Pada suatu malam kita sedang nonton televisi. Acaranya kita nonton film drama dan di dalam film drama itu terdapat sebuah adegan seks dengan posisi duduk di bangku, tetapi digambarkan siluetnya saja.

Berhubung Tante Meri mengerti, Tante Meri memandang saya yang duduk di sampingnya sambil tersenyum.

“Kenapa, Tante?” tanya saya.

“Sudah pernah…?” tanya Tante Meri pada saya.

“He.. he.. belum pernah, Tante.” jawab saya. “Enak ya, begitu…?”

“Tante sih sudah gak enak, Tante sudah tua… yang enak itu yang masih muda… kamu belum punya pacar?”

“O… belum punya, Tante… kenalin dong, Tante… kalau Tante punya… tapi Tante masih cantik lho…” kata saya merangkul pundak Tante Meri dengan berani kemudian menariknya mendekati saya, lalu saya mencium pipinya.

Cup…

“Tante masih suka berdandan, ya?”

“Kadang-kadang….”

“Kadang-kadang aja cantik, apalagi sering…” kata saya. “Ifan suka sama Tante…”

Saya merangkul pundak Tante Meri dengan erat dan tangannya saya genggam. Ia memandang saya dengan mata tak berkedip. Saya tidak mau menunggu ia terlena begitu lama, saya kecup bibirnya yang kering dan pucat.

Sungguh tidak saya sangka kalau Tante Meri mau membalas kecupan saya, sehingga dalam sekejap bibir Tante Meri dan bibir saya sudah saling melumat.

Ohhh…

Bibir Tante Meri masih lincah menjelajahi bibir saya. Lidahnya timbul tenggelam di dalam mulut saya. Saya tidak mau tanggung-tanggung lagi menghadapi Tante Meri.

Mumpung rumah sepi hanya tinggal Tante Meri, lalu saya pun mengincar teteknya yang besar. Saya segera menyusupkan tangan saya ke balik kaos Tante Meri untuk merogoh teteknya yang bersimpan di dalam BH-nya.

Umur Tante Meri 60 tahun tetapi masih seperti 50 tahun, suaminya jago mesin. Mesin-mesin pabrik yang rusak, banyak yang diperbaiki oleh suami Tante Meri.

Saya berhasil mengeluarkan tetek Tante Meri dari BH-nya. Kukeluarkan sekalian dari kaosnya, lalu aku hisap puting susunya.

“Shii..iitt… ahhh…!!” jerit Tante Meri. “Ahhh… ooohhhh…. aaahhhh….”

Selanjutnya saya merobohkan Tante Meri di sofa. Sewaktu tidak ada penolakan darinya, saya tarik turun celana longgarnya sampai bagian bawah tubuhnya telanjang.

Kesempatan itu tidak saya sia-siakan lagi. Aku copot celana saya, lalu saya kuak lebar bibir vagina Tante Meri dengan jari sampai lubang vaginanya bisa saya masukkan penis.

Tidak perlu menunggu lama lagi, segera saya tekan penis saya yang tegang ke lubang vagina Tante Meri. Sleerrppp…

Penis saya berhasil saya tancapkan separuh ke lubang vagina Tante Meri. Napas saya ngos-ngosan seperti habis lari dikejar anjing kurapan.

Usahaku tidak sia-sia. Napas Tante Meri juga ngos-ngosan. “Bagaimana, Tante? Ifan minta maaf…” kata saya.

“Masih enak gak?” malah Tante Meri bertanya begitu pada saya. “Kalau sudah gak enak, jangan deh… Tante malu kasih kamu…” katanya.

Mendengar Tante Meri berkata begitu saya copot penis saya dari lubang vagina Tante Meri. Selanjutnya saya membenamkan wajah saya ke selangkangannya. Vagina Tante Meri memang bau, tetapi tidak sebau vagina Mak Miriam.

Lalu saya menjilat-jilat vagina Tante Meri yang bulu kemaluannya sedikit kasar itu.

“Ahhh… ahhh… aaahhh…” Tante Mery merintih.

Tante Meri semakin merintih saat saya berhasil meloloskan lidah saya masuk ke lubang vaginanya.

Bangga juga saya. Siapakah saya? Saya hanya seorang karyawan biasa di perusahaan itu tetapi saya berhasil menikmati vagina dari ibu mertua atasan saya.

Kembali saya memasukkan penis saya ke lubang vagina Tante Meri.

Bleesssss…. kali ini penis saya berhasil saya tenggelamkan semuanya ke lubang vagina Tante Meri karena lubang vagina Tante Meri sudah basah dengan ludah saya sehingga jadi nikmat sewaktu saya menjalani penis saya di lubang vagina tersebut sambil saya hisap puting susunya.

“Ahhhh… sseessttt… ahhhh… terus Ifaa..aannn… oooh, Tante enak Ifan…” rintih Tante Meri sambil saya mengenjot keluar-masuk lubang vaginanya.

Tidak tau bagaimana nasib saya jika sampai ketahuan Koh A Siaw, tetapi mana saya pikirkan sejauh itu?

Saya goyang terus tubuh yang sedang saya tindih itu hingga sekitar 15-an menit, lalu segera saya hentakkan dalam-dalam penis saya yang sekeras batang kayu itu ke lubang nikmat ibu mertua Koh A Siaw sambil saya hisap lehernya, saya lepaskan air mani saya.

Shheeerrrr…. chrrooottt… chrrroootttt… croootttttt… crroooottttt… crooootttt… croootttt…. saya bukan ingin ngomong sombong, kalau air mani saya dikeluarkan dari lubang vagina Tante Meri dan diukur, bisa jadi satu gelas sloki penuh banyaknya.

Maka itu saya benar-benar terkapar di atas tubuh Tante Meri setelah air mani saya keluar semua.

Saat itulah baru muncul ketakutan, sehingga setiap pagi saya ke rumah Koh A Siaw mau antar Kefin ke sekolah atau mengantar Kefin pulang dari sekolah saya selalu was-was, tetapi kebaikan Tante Meri terhadap saya tidak berubah sama sekali.

Ia masih tetap saja menghidangkan kue dan kopi untuk saya kalau pagi, tetapi kalau siang ia malah menemani saya makan siang, namun untuk menyetubuhinya lagi saya belum mendapat kesempatan harus nunggu Koh A Siaw dan Cik Rosmeni pergi dulu.

 

Saya tidak tahu kalau kamar di sebelah kamar saya itu adalah kamar Koh A Siaw dan Cik Rosmeni. Dan saya juga tidak tahu kalau kamar saya dari multipleks, hanya bagian depannya saja yang dari bata dan semen.

Akibatnya pada suatu malam saya mendengar suara aneh dari sebelah kamar saya. “Ahhhh…ngg…. aahhhh… aahhh… nggg… aahhhh… aaahhh…”

“Cik, semalam saya mendengar suara dari kamar sebelah,” kata saya pada Cik Rosmeni pada pagi harinya saya mau mengantar Kefin ke sekolah.

“Suara apa, ya?” Cik Rosmeni balik bertanya pada saya.

“Suara seperti orang lagi wik-wik…”

“Hussss…”

“Ayooo… Cik Ros lagi wik-wik ya… soalnya suaranya persis seperti suara Cik Ros…”

“Malu deh aku… aduhh… aduhh… aduhhh…” kata Cik Rosmeni. “Kedengaran ya dari sebelah?”

“Iya, Cik… bener, ya…?”

“Sebenarnya Cicik nggak pernah bersuara kalo gitu, Fan…. tapi entah kenapa semalam sampai keluar suara, Cicik juga bingung…”

“Enak ya Cik, di dalam serasa ditonjok-tonjok kali ya…?”

“Cicik belum pernah merasakan enak Fan… terus terang saja… malah kadang menyakitkan, Koh A Siaw itu suka main kasar, Fan…”

“Aduh, Cik… nggak tau deh, Cik… kan Ifan belum pernah…” kata saya.

“Ngantar Kefin ke sekolah dulu deh, nanti pulang kita baru bicara lagi, tapi yang semalam itu jangan kamu ceritakan pada teman-teman kamu, ya…”

•••••​

Pulang dari ngantar Kefin, saya menemukan Tante Meri sedang memasak di depan kompor.

Saya memeluk Tante Meri dari belakang. “Tante belum mandi, Fan… kamu mau?” tanya Tante Meri.

“Cik Rosmeni kemana?”

“Nggak taa…auu… tadi dijemput temennya, ngomongnya gak jelas…” jawab Tante Meri mematikan api kompor. “Ayo…” ajaknya.

Kami pun melangkah pergi ke kamar. Sambil berjalan melihat pantat Tante Meri bergoyang-goyang di dalam dasternya penis saya langsung tegang.

 

Di dalam kamar Tante Meri langsung melepaskan daster dan celana dalamnya.

Wawww….

Ia sudah tidak malu dengan saya. Demikian juga dengan saya. Saya melepaskan semua pakaian saya juga.

Di atas tempat tidur bibir kami langsung saja bergelut. Sudah tidak ada perbedaan usia lagi di antara kami saat itu.

Usia saya 22 tahun. Seandainya benar usia Tante Meri 60 tahun, berarti kami beda usia sampai 38 tahun.

Tapi napsu Tante Meri tidak kalah dengan anak muda. Meskipun jari saya masuk ke dalam lubang pantatnya dan mengorek-ngorek di dalam, bibir Tante Meri masih tetap berpagut liar dengan bibir saya.

Sampai akhirnya ia bersedia nungging menyerahkan lubang anusnya pada penis saya. Pelan-pelan penis saya memasuki lubang anus Tante Meri yang ketat dan keset itu sampai depan lubang anusnya menyatu dengan buah zakar saya.

Saya diamkan penis saya merasakan remasan-remasan nikmat dinding anus Tante Meri pada batang penis saya.

Baru kemudian saya menyodomi lubang anus Tante Meri dengan menarik dan mendorong penis saya maju-mundur. Gesekan yang terjadi rasanya begitu nikmat.

“Oohhhh… Fan, ooooohhh…” rintih Tante Meri kesedapan.

Tetapi saya tidak berpuas diri hanya ngentot lubang anus Tante Meri. Saya cabut penis saya, lalu Tante Meri berbaring menyerahkan lubang vaginanya untuk dimasuki penis saya.

Saya gosok-gosok sebentar kepala penis saya di belahan vagina Tante Meri, baru kemudian saya tusuk lubang vaginanya.

Sreett… sreettt… sreett… blleesssss…. ooohh, rintih saya menghisap puting susu Tante Meri saat penis saya tenggelam semua di dalam lubang vaginanya.

Penis saya langsung menggenjot keluar-masuk lubang vagina vagina Tante Meri… oohh, nikmat sekali meski lubang itu sudah seret tanpa madu lagi, tetapi tetap membuat saya semangat menggenjotnya sampai air mani saya keluar merendam rahimnya.

Tanpa mencuci penis saya lagi, saya rapikan pakaian saya segera pergi ke kantor mengerjakan pekerjaan saya. Tetapi bagaimana saya bisa tenang bekerja kalau wajah Tante Meri dan wajah Cik Rismeni silih berganti melintasi pikiran saya?

•••••​

Pagi berikutnya saya begitu berani. Sewaktu saya bertemu dengan Cik Rosmeni sendirian di dapur, saya gelap mata. Saya memeluknya dan saya mendorong ia bersandar di dinding, lalu saya memagut bibirnya.

Tapi Cik Rosmeni tidak berusaha melawan saya, bahkan ia menyambut ciuman saya dengan hangat dan sangat bergairah. Kemudian kami berciuman dengan sangat bernapsu.

Kedua tangannya meraih kepala saya dan mencium bibir saya dengan sangat panas, bibirnya menghisap-hisap bibir saya dan lidahnya menari-nari dengan lidahku seperti seorang wanita yang sudah sangat lama tidak bermesraan, tentu saja saya semakin melayang nikmat dan bersemangat.

 

Tangan saya mulai meremas-remas buah dadanya yang montok, “Jangan!” kata Cik Rosmeni. “Nanti keluar susunya, dihisap saja…” suruhnya.

Kita pindah di kamar.

Begitu tiba di dalam kamar, Cik Rosmeni langsung menutup pintu kamar dan menarik saya ke tempat tidur.

Saya langsung menindihnya dan bibir saya kembali mencium bibirnya dengan gemas. Ciumannya kali ini semakin panas dan bergairah dan Cik Rosmeni sudah tidak segan-segan lagi melepaskan tanktopnya.

Mata saya melotot memandangi buah dadanya yang ranum dengan puting besar berwarna hitam mencolok mata sedangkan buah dadanya sangat mulus dan putih.

Lalu bibir saya menciumi seluruh bagian buah dadanya baik bagian kiri maupun bagian kanan. Saya begitu bernafsu menciumi buah dada Cik Rosmeni.

Kemudian saya hisap sehingga dari putingnya yang saya hisap itu keluar ASI dan setiap mililiter ASI yang dikeluarkan tetek Cik Rosmeni saya minum dengan bergairah bagaikan anak kecil menetek pada ibunya.

“Akhhhh… Fan… euh … euh….!” tubuh Cik Rosmeni bergelinjang-gelinjang menahan nikmat yang menderanya.

Setelah cukup lama bermain-main di buah dadanya, tangan saya berusaha melepaskan celana pendek yang masih dikenakannya dan menariknya hingga lepas sekaligus dengan celana dalamnya.

Kembali mata saya nanar melihat pemandangan merangsang yang berada di hadapan saya.

Sungguh luar biasa Cik Rosmeni tubuhnya masih sangat sempurna meskipun sudah punya 2 orang anak, perutnya ramping tanpa ada timbunan lemak, paha masih padat dan mulus dan yang paling luar biasa adalah jembut yang menutup vaginanya demikian lebat dan hitam.

Beberapa saat saya terpana menatap pemandangan indah ini.

Cik Rosmeni bangun dan meraih baju saya dan dengan bantuannya saya mencopoti baju saya sekaligus aku membuka celana panjang saya dan celana dalam yang saya kenakan.

Cik Rosmeni terpana memandang penis saya yang tegak menjulang. Tangannya mendorong tubuh saya hingga saya telentang, kemudian dengan gemetar tangannya meraih penis saya dan mengocoknya dengan gemas, saya melayang nikmat merasakan kocokan tangannya pada penis saya, kemudian bibirnya dengan lembut menciumi penis saya dan lidahnya menjilati kepala penis saya.

Saya semakin melayang….

“Ouhhh…. “ saya melenguh nikmat. Cukup lama lidah dan bibir Cik Rosmeni bermain di kepala penis saya membuat saya melayang-layang nikmat, kemudian mulutnya semakin terbuka lebar untuk memasukkan penis tegang saya ke dalam mulutnya sambil lidahnya terus-menerus menjilati kepala penis saya.

Mata saya semakin terbeliak-beliak menahan nikmat “Ouh… ouh… aduhh…. aduh… “ erangan nikmat saya keluar tanpa dapat dicegah.

Cik Rosmeni begitu gemas dengan penis tegang saya, bagaikan seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan penis yang tegang. Tanpa memperdulikan diri saya yang terengah-engah menahan nikmat, mulut dan lidahnya terus menerus memberikan kenikmatan pada diri saya.

Saya tak tahan. Saya posisikan kepala saya di antara kedua lututnya yang terbuka, sehingga posisi kami menjadi posisi 69.

Saya mulai menjilati jembut hitam yang menutupi vagina yang ada di hadapan saya. Kedua tangan saya membelai pantat montok, sementara lidah saya terus mencari celah vagina yang tertutup jembut yang lebat, saya sibakkan jembut lebat tersebut, terlihatlah vagina yang sudah sangat basah, lidah saya terjulur menjilati celah vagina tersebut, tubuh Cik Rosmeni tergetar setiap kali lidah saya menyentuh kelentitnya.

Saya semakin semangat menjilati dan menghisap vaginanya, Cik Rosmeni semakin sering bergetar dan mengerang nikmat, sehingga mulutnya berhenti mempermainkan penis saya.

Saya tak peduli, lidah dan mulut saya semakin lincah bermain di vaginanya, badannya semakin bergetar dan menekan-nekankan vaginanya dengan kuat ke arah mulut dan hidung saya sambil menjerit-jerit nikmat.

“Ouh.. ouh… ouh… euh…euh…”

Gerakannya semakin tak terkendali dan jeritannya semakin kencang, hingga akhirnya pantatnya ia tekankan dengan kuat ke arah muka saya hingga mulut dan
hidung saya tertekan vaginanya dengan sangat rapat sehingga saya kesulitan bernapas dan terdengar ia menjerit keras, “Aaaakkkhhhh…..” kemudian terlihat oleh saya vaginana mengempot-ngempot dengan sangat kuat.

Tak lama kemudian badannya ambruk menindih tubuh saya. Beberapa saat kemudian ia menggulingkan tubuhnya hingga tidur telentang.

Kemudian tubuh saya menindih tubuhnya dan bibir saya mencium bibirnya, bibirnya menyambut bibir saya dengan gairah yang kembali bangkit.

Saya mengangkat pinggul saya memberi jarak dengan selangkangannya, kemudian pahanya terbuka lebar dan tangannya menuntun penis tegang saya agar tepat berada liang vaginanya.

Ia sibakkan jembut lebat yang menghalangi liang vagina dengan kepala penis saya, hingga akhirnya kepala penis saya tepat berada di mulut liang vagina yang sangat basah. Kemudian kedua tangannya merengkuh pantat saya dan menariknya.

Saya mengerti apa yang ia inginkan. Saya dorong pantat saya dan blesssssh….

Batang penis saya menancap kuat di liang vagina Cik Rosmeni yang hangat basah berlendir yang disertai kedutan-kedutan yang memijit batang penisku selama saya memasukinya. Jepitan dan kedutan vaginanya pada penis saya memberikan sensasi nikmat yang luar biasa.

Setelah itu saya tarik secara perlahan hingga menyisakan ujung kepalanya dan saya dorong kembali masuk hingga amblas. Gerakan ini terus saya lakukan dengan sabar sambil menikmati deraan nikmat yang datang bertubi-tubi.

Nampaknya Cik Rosmeni sudah tidak sabar, pantatnya terangkat setiap saya mendorong masuk, dan tangannya memberikan bantuan kecepatan pada pantat saya agar saya melakukan dengan lebih cepat dan kuat.

Saya tidak terpengaruh dengan gerakan pantatnya yang semakin bergelinjang dan tangannya yang semakin menarik-narik kuat pantat saya agar bergerak lebih cepat. Saya hanya menambah sedikit kecepatan pada gerakan mengocok saya.

Pinggulnya semakin bergelinjang, kepalanya terlempar ke kiri dan kanan sambil mulut yang kembali mengerang-ngerang nikmat

“Auh…auh….euh… euhagghh…..”

Gelinjang tubuhnya semakin keras dan hebat. Berputar, ke kiri ke kanan dan ke atas ke bawah, hingga akhirnya gerakannya semakin tak beraturan, badannya terlonjak- lonjak, tangannya menarik punggung saya hingga tubuhnya terangkat dan kepalanya terdongak dengan mata terbeliak ia menjerit keras, “Aaaaaakkkhhhhhh….“ kakinya terjulur kaku, tak lama kemudian badannya terhempas lemas dan tangannya terlepas dari punggung saya dan jatuh ke samping tubuhnya.

Saya merasakan vaginanya berkontraksi sangat keras memijit-mijit dan menghisap-hisap penis saya sehingga saya pun terbeliak menahan sensasi nikmat yang teramat sangat.

Saya membiarkan batang penis saya amblas di dalam vaginanya menikmati sensasi orgasme yang kembali dialaminya.

Saya topang tubuh saya dengan kedua tangan yang menahan di pinggir bahunya. Perlahan-lahan matanya terbuka dan berkata dengan napas tersengal-sengal menahan lelah.

“Barusan betul-betul nikmat… uuhhhh…” kata Cik Rosmeni mendesah.

Saya hanya menjawab dengan mencium bibirnya dengan napsu yang menggelora.

Cik Rosmeni menyambut lemah ciuman saya. Dengan sabar saya berusaha membangkitkan kembali gairahnya.

Saya ciumi leher Cik Rosmeni yang telah basah oleh keringat, saya jilati dadanya yang juga basah oleh keringat. Saya telusuri hingga ke bawah hingga akhirnya mulut saya kembali memilin-milin puting susunya untuk membangkitkan gairahnya.

Sambil perlahan-lahan saya kocok penis saya yang masih terbenam di lubang vaginanya yang semakin basah, namun tetap masih terasa sempit dan memijit-mijit.

Perlahan-lahan gairahnya bangkit kembali, hal ini terasa dengan ciumannya yang semakin hangat dan pinggulnya yang bergerak membalas setiap gerakan pinggul saya.

Makin lama gerakan pinggulnya semakin erotis dan bersemangat dan erangan nikmat kembali terdengar dari mulutnya.

Tangan saya meraih buah dadanya yang bergantungan bebas dan kuremas-remas dengan gemas untuk menambah sensasi nikmat yang kembali mendera.sekujur tubuh saya.

Tubuhnya bereaksi dengan apa yang saya lakukan, mulutnya mengerang nikmat, “Auuuggh… auuugghh… ooohhh…. oohhh…“ dan pinggulnya bergerak-gerak semakin liar.

Saya mendiamkan gerakan pinggul saya, namun pinggul dan pantatnya menghentak-hentakkan selangkangan saya sehingga penis saya semakin dalam mengocok dan mengaduk-aduk liang vaginanya.

Kepalanya tidak bisa diam menggeleng-geleng sambil mulut yang tak henti-hentinya mengerang nikmat.

Gerakan pinggul dan pantatnya semakin liar tak terkendali, jeritan nikmatnya semakin keras, dan kedutan dan pijatan vaginanya pada penis saya semakin keras.

Saya menggerakkan pantat saya untuk mengocok penis saya di dalam lubang vaginanya, ia menyambut dengan erangan dan gerakan pinggul yang bisa memelintir-melintir batang penis saya dengan liarnya. Semakin lama gerakan saya semakin cepat dan gerakannyapun semakin cepat dan liar.

Lenguhan nikmat saya dan erangan nikmatnya bersatu padu membangun suatu komposisi musik penuh gairah dan merangsang, semakin lama suara erangan dan lenguhan nikmat semakin riuh rendah. Hingga akhirnya pantat saya bergerak sangat keras dan liar tak terkendali demikian pula gerakan pinggulnya. Gerakan kami sudah menjadi hentakan-hentakan nikmat yang keras dan liar.

Hingga akhirnya saya merasa gelombang yang maha dahsyat keluar dari dalam diri saya melalui penis yang semakin keras dan kaku dan akhirnya tanpa dapat kukendalikan tubuh saya menegang kaku dan badan saya melenting ke atas serta menjerit melepas nikmat yang tak tertahankan

Crroottt… crroottt… crroottt… crroottt… crrootttt… ccrrootttt…. ccrrootttt…. crrooottt…..

“Akhhhm…..” dan secara bersamaanpun Cik Rosmeni menjerit nikmat “Akhhhh….“ dengan badan yang kaku dan tangan yang mencengkeram punggung saya dengan sangat kuat.

Tak lama kemudian, tubuh kami ambruk kelelahan seperti orang yang baru saja berlari cepat dalam jarak yang sangat jauh.

Setelah beberapa menit kami terdiam menikmati sensasi orgasme dan napas yang perlahan-lahan mulai pulih.

“Kamu memang luar biasa, Fan…”

“He… he… saya jadi malu, Cik…” jawab saya sambil merasa bangga dipuji seperti itu.

Perselingkuhan saya dengan Cik Rosmeni dan mamanya Tante Meri berlangsung hingga hampir 1 tahun sebelum saya resign ke perusahaan lain dan sebelum bau busuk itu tercium Koh A Siaw lebih baik saya resign selagi sempat.

Sedangkan Cik Rosmeni sekian lama bersetubuh dengan saya tidak membuatnya hamil karena ia memakai spiral sejak anak keduanya lahir. (bc2024)