Di Panti Jompo
MEMPERINGATI setahun Mami meninggal dunia, Papi mengejutkan kami anak mantunya.
Papi minta menikah. Papi bilang ia sudah punya calon, seorang janda berumur 40 tahun, kami lebih kaget lagi, selain kami geli ingin tertawa.
Masalahnya Papi sudah berumur 60 tahun. Apakah Papi masih sanggup membahagiakan istrinya yang baru berumur 40 tahun?
Dilain pihak kami juga bisa memaklumi kenapa Papi ingin menikah. Papi tidak tahan hidup sendiri.
Jika alasannya seperti ini, bisa kami terima. Karena dari ketiga anak Papi, aku dan adikku sudah menikah. Kami sudah punya rumah masing-masing.
Di rumah, Papi tinggal dengan adik laki-lakiku yang masih kuliah dan seorang pembantu yang sudah tua. Selain itu, aku tahu bahwa Papi sangat mencintai Mami. Setelah Mami meninggal, Papi pasti merasa sangat kehilangan.
Semasa Mami masih hidup, kemana-mana mereka selalu berdua meski tidak jarang mereka juga bertengkar.
Lalu aku mengajak adikku, suamiku dan suami adikku berembuk bagaimana sebaiknya Papi.
Kami lebih suka kalau Papi tinggal di panti jompo. Di panti jompo, Papi pasti mempunyai banyak aktifitas, dan banyak teman sehingga bisa menghilangkan kejenuhan Papi.
Papi bisa ngobrol dengan teman-temannya sesama lansia, Papi bisa berolahraga, dan makan terjamin.
Kami akan mencarikan Papi panti jompo yang lumayan. Yang premiumlah, istilah sekarang.
Kamar tidur sendiri, kamar mandi di dalam kamar tidur dan mempunyai fasilitas televisi serta pendingin ruangan, juga fasilitas periksa kesehatan oleh dokter.
Memang tidak murah untuk mendapatkan fasilitas seperti ini, tetapi demi kenyamanan dan untuk menyenangkan Papi kami rela merogoh kocek lebih dalam.
Lalu bagaimana kami merayu Papi supaya mau tinggal di panti jompo?
Adikku menyarankan aku supaya mengajak Papi jalan-jalan ke panti jompo, tetapi jangan ngomong pada Papi mau ke panti jompo, tetapi ke mall.
Ternyata Papi tertarik. Keinginan kami agar Papi tinggal di panti jompo pun terwujud.
#####
Seperti biasa Sabtu sore aku janjian dengan adikku untuk menengok Papi. Ternyata Sabtu itu adikku dengan suaminya dan anaknya berlibur keluar kota.
Aku datang ke panti dengan suamiku dan anakku yang berumur 4 tahun pengen ngajak Papi makan di luar.
Papi segera pergi mandi. Rupanya Denis lapar duluan, lalu papinya mengajak Denis pergi mencari makanan.
Setelah sekian menit suamiku pergi dengan Denis, kringgg… kringgg…. kringgg… handphoneku berbunyi.
“Kita nggak usah keluar makan aja ya, Mi.” kata Johan padaku.
“Kenapa?” tanyaku.
“Denis ngajak Papi makan di sini. Mami sama Papi mau makan apa, nanti Papi belikan…”
ASTAGA….
Aku bukan kaget lagi. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh saya. Peredaran darahku bukan memompa dari jantung lagi, tapi dari otakku. Otakku serasa tidak bisa berpikir.
“Nanti Mami telepon…” kataku pada Johan buru-buru mematikan hapeku.
“Lepaskan dulu aku, Pi…! Lepaskan dulu…” kataku pada Papi. “Papi kocok disitu, nanti celanaku basah…”
Papi melepaskan aku. Kulihat penisnya. Penis Papi masih segagah penis Johan, suamiku. Pantesan Papi mau menikah dengan janda umur 40-an. Kalau Papi menikah dengan wanita umur 50 tahun ke atas pastilah wanita itu akan kewalahan melayani Papi.
Papi berbaring di kasur menunggu uluran tanganku ke penisnya yang berdiri tegak.
Tidak mau aku membantu Papi mengocok penisnya aku merasa aku berhutang pada Papi, mau aku turuti, aku mengkhianati Johan, aku seperti telur berada di ujung tanduk.
Namun bagaimana pun, aku merasa kasihan juga pada Papi. Hampir semua laki-laki sama. Suamiku, Johan, jika aku lagi haid selama seminggu, ia sudah gelisah, apalagi Papi yang kehilangan Mami.
Akupun mulai mengocok penis Papi dengan badan panas dingin keluar keringat. Tak ayal lagi sewaktu Papi memegang payudaraku dari luar kaosku, aku segera melepaskan kaosku dan BH-ku.
Payudaraku bukan payudara yang bagus. Payudaraku lembek menggantung dan kecil, tapi Papi meremasnya dengan penuh napsu dan mengisapnya dengan napsu yang menggebu sehingga membuat aku tidak mampu lagi membentengi diriku.
Aku menyerah pada Papi. Aku terlentang pasrah di atas tempat tidur membiarkan Papi melepaskan celana jeansku.
Papi menjilat vaginaku, sedangkan celana dalamku dibuang entah kemana, saya sudah tidak tau lagi. Vaginaku rasanya sangat nikmat dijilat Papi.
Aku menggelinjang merasakan lidah Papi mengulak-ngalik bagian dalam vaginaku. Johan tidak sepandai Papi dalam soal permainan vagina.
Aku sudah lupa ia adalah orangtuaku, aku ikut menghisap penis Papi.
Sewaktu penis Papi sudah maksimal tegangnya, Papi memasukkan penisnya ke lubang vaginaku.
Kedua tanganku hanya bisa memegang ujung batal kepala sewaktu penis Papi menghujam-hujam lubang vaginaku. Tetekku dihisap dan disedotnya dengan penuh kenikmatan..
Rakusnya Papi, membuat aku menjerit saat aku orgasme untuk pertama kalinya. Aku menikah dengan Johan sudah 6 tahun, tetapi Johan membuat aku orgame bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Sedangkan Papi….
Oleh sebab itu, ketika Papi mau melepaskan air maninya, aku membiarkan saja lepas bebas di dalam vaginaku meskipun saat itu aku lagi subur.
Sungguh hangat rasanya rahimku disiram oleh air mani Papi. Papi memeluk aku erat-erat, Papi mencium bibirku seperti saya istrinya.
Johan pulang membawa makanan, aku menjadi istri yang manis. Papi juga tidak menunjukkan napsunya yang seperti singa kelaparan itu di depan Johan.
Kalian sudah tau, karena kakakku Atty sudah bercerita pada kalian, bahwa Papi tinggal di panti jompo.
Tidak terasa Papi tinggal di panti sudah 6 bulan. Hari ini Papi berulang tahun yang ke 61.
Kami anak mantunya ingin memberikan surprise pada Papi. Suamiku menyuruh aku menjemput Papi di panti setelah ia dan anak kami turun di depan sebuah restoran chinesefood.
Waktu itu Kak Atty dan suaminya belum kelihatan batang hidungnya dan adik laki-lakiku yang katanya mau membawa pacarnya juga belum datang dan beberapa saudara dekat yang kami undang juga belum datang.
Mobilku segera meluncur ke panti. Jalan yang mulus tanpa macet, hanya sekitar 45 menit aku berkendara, aku sudah sampai di panti.
Papi yang membukakan pintu kamarnya untukku. Papi hanya memakai celana dalam. Pemandangan ini sudah sering kulihat di rumah. Jadi aku sudah tidak perlu heran.
“Cepat mandi, Pi…” kataku pada Papi.
“Papi memang lagi mau mandi…” jawab Papi. “Tiba-tiba Papi terbayang pada Mamimu. Alangkah nikmatnya sewaktu Papi bersetubuh dengan Mamimu semalam sebelum Mamimu meninggal… Papi jadi masturbasi, Mi… tapi nggak bisa keluar. BISAKAH KAMU BANTU PAPI KELUARKAN, MI…?”
Aku hampir kehilangan napas mendengarnya.
“Bagaimana Mi? Apa kamu bisa membantu Papi?” tanya Papi.
Pertanyaan itu sulit untuk kujawab. Jika aku menolak, pasti akan berantakan acara ulang tahun Papi. Jika kuturuti, bagaimana hubunganku dengan Iwan meski Iwan tidak tau apa yang aku lakukan dengan Papi, tapi tanganku sudah kunodai.
“Kalau tidak dikeluarkan Papi akan sangat menderita.” kata Mami.
Bagaimana mampu kutolak lagi? Segera kuturunkan celana dalam Papi. Huu..uufff… sontak aku kaget. Tak kusangka penis Papi masih bisa berdiri sekaku itu.
Jika Iwan melihat bisa jadi Iwan akan merasa rendah diri. Kekagumanku pada penis Papi membuat aku terlena, sehingga dengan liarnya Papi menodai tubuh telanjangku.
Payudaraku yang montok diremas-remas semaunya. Putingku yang besar dilinting seperti melinting rokok klobot jagung, lalu putingku itu disedot-sedot Papi, sementara tangan Papi menguak bibir vaginaku.
Seterusnya, aku hanya bisa pasrah menerima penis Papi di dalam vaginaku. Setelah itu, dengan gesitnya Papi menggenjot lubang vaginaku seperti ia menggenjot lubang vagina istrinya.
Merasakan penis Papi yang keras itu membuat aku merasa nikmat saat kelentitku dibesot-besot.
Melihat aku menikmatinya, penis Papi menyodok lubang vaginaku semakin dalam, tubuhku seperti sudah menjadi miliknya, Papi mau cium, mau Papi remas, aku hanya bisa pasrah dan terima.
Papi berbaring penuh kepuasan di sampingku setelah ia mencurahkan benihnya banyak-banyak di rahimku.
Dan sejak sore itu aku sendirian ke panti menikmati cinta bersama Papi.
Kemudian yang membuat aku heran adalah kenapa jarak aku hamil dengan jarak Kak Etty hamil selisihnya tidak jauh, ya?
Sialnya lagi, setelah berhasil menyetubuhi aku dan membuatku hamil, sebulan kemudian Papi menikah dengan seorang aunty dari India yang berumur 50 tahun dan tinggal di panti itu juga bersama Papi