Dewi si Memek Empotan Ayam

fasa melihat ibunya berbelanja di warung sembako Partodi dari jauh. Fasa sedang berjalan kaki pulang sekolah, asalnya ingin memanggil ibunya tapi tidak jadi melihat ibunya menenteng beberapa kresek berisi barang belanjaan. Seperti biasanya, Fasa mampir ke warung Partodi buat jajan ngehabisin sisa uang sakunya bersekolah yang setiap pagi dikasih ibunya. Ibunya berjalan dengan kaos T-shirt ketat dan sebuah rok panjang berjalan menyusuri perumahan rumah sederhana tak jauh dari warung Partodi. Mata Fasa mengikuti langkah ibunya dari jauh, tidak berharap ibunya akan membelikannya jajanan di warung Partodi tadi dengan banyaknya kresek belanjaan di tangan. Di saat bersamaan, bukan hanya mata Fasa yang mengintai gerak-gerik ibunya. Di bawah sebuah pohon mangga terdapat dua pasang mata lain, dua orang pemuda berambut panjang yang sedang bermain kartu turut menikmati tubuh ibunya Fasa yang montok itu. Sebenarnya Fasa baru pindah menempati perumahan ini, makanya dia belum banyak mengenal orang disini selain Partodi tempat mereka berbelanja kebutuhan sehari-hari. Ibunya Fasa berjalan masuk gang perumahannya sementara Fasa masuk warung Partodi jajan Es krim. Di luar warung, Fasa mendengar dua pemuda yang bermain kartu berbincang. “Emplok cendol bahenol” “Bener bray. Aku belum pernah liat tuh perempuan. Baru pindah sini rupanya?” “Wah euy, mun beunang moal dileupaskeun da ku aing” Fasa hanya mendengar sambil menjilati Es krim yang stiknya ia pegangi. “Aing apal, salakina sopir treuk. emang anyaran pindah kadieu” timpal Partodi yang berperut buncit. Fasa terus menikmati Es krimnya sambil sesekali kepalanya menengok toples permen. Tapi Fasa hanya ingin mendengar obrolan anak-anak tanggung itu. “Eh Partodi, maneh apal imahna dimana?” tanya pemuda berambut panjang yang tangannya dihiasi luka yang masih merah. “Eta di ujung blok A nu dekeut jalan raya, bekas imahna si Rima si tukang asuransi nu geus digarap ku urang sarerea tea ‘ning.” “Geulis euy…” mereka bertiga mengangkat jempol. “Rek di garap siga si Rima deui ieu teh / Mau dikerjain lagi kaya si Rima nih” “Partodi kamu ikut yah?” “Barang alus.. Moal nolak” Fasa semakin tidak mengerti obrolan mereka lalu pergi pulang menggendong tas sekolahnya. Di rumah ibunya kelihatan berkeringat menyiapkan makan siang. Fasa menyimpan tasnya di kamar tidurnya. Rumah sederhana dengan ua kamar ini tidak luas, ada dapur sekaligus tempat makan, kamar depan untuk Fasa, kamar belakang untuk orangtuanya yang dekat WC, depan pintu kamar ibunya meja makan. Fasa duduk mengambil nasi disana, seperti biasa makanan ibunya membuatnya bernafsu makan. Ibunya ikut menemani Fasa makan. Sambil makan, Fasa memikirkan PRnya di sekolah yang mesti dikerjakan. Kini dia kelas 6 sebentar lagi akan pergantian semester. Setelah ibunya menyuap nasi beberapa suap, pintu depan tiba-tiba terbuka. “Hei, lagi pada makan nih?” “Bapak!” sahut Fasa berlari memeluk bapaknya. “Makan bang?” “Nggak deh, abang buru-buru mau narik lagi, abang makan nanti aja.” Ibunya tangan segera cuci tangan. Seperti biasa, jika bapaknya pulang, ibu Fasa langsung menghentikan apapun aktifitasnya. Begitu setia menantikan kepulangan bapaknya yang hanya beberapa minggu sekali. “Fasa, abisin makannya ya” kata Ibunya. Ibunya Fasa ambil tas suaminya, bapaknya maasuk kamar tidur. Ibunya Fasa memasukkan baju kotor sang suami ke mesin cuci lalu menyusul ke kamar tidur. Beberapa menit kemudian Fasa bisa dengar suara ibunya mengerang perlahan. “Ohhh bang…. emmm….!” diikuti dengan bunyi tempat tidur yang mendecit. Seperti biasa Fasa terus makan. Bunyi suara ibu dan bapaknya yang hanya beberapa langkah bagaikan irama yang melengkapi sajian makan siang Fasa. Suara itu selalu terdengar olehnya saat bapaknya pulang dari perjalanan. Fasa melihat jam dinding, “baru lima menit” dia mengambil minum dan meminumnya perlahan. Suara ibunya semakin kencang mengerang. “Yaaa bang ohhh ahhhhh dikit lagi, banggggg ohhhh, Dewi keluar bangggggg….” Suara ranjang masih terdengar, Fasa melihat jam dinding sekali lagi “Emmm baru 10 menit” dia mencuci tangannya. “Terus banggg, ooohhhh, ya bangg ohhhhhhh terusssss dalemiin banggg” suara ibunya “Emmmm aahhh ahhh aahhhhh” suara bapaknya. Fasa duduk di sofa membaca majalah. “Ok banggg, Dewi mau keluar lagi niiiiihh” “abang jugaaaa” Bunyi decitan ranjang semakin terdengar. Bunyi ah dan uh bersahutan. Tiba-tiba suara ibunya meninggi… “Ahhhhhhhhh” terdengar oleh Fasa ibunya menarik nafas dengan jelas. Beberapa menit kemudian, ibunya keluar dengan hanya berkemban kain sarung. Rambutnya kusut, mukanya merah. Fasa lihat di bagian pantat ibunya, sarungnya sedikit basah. Ibunya mengambil handuk di dapur lalu ke kamar mandi. Lama juga emaknya mandi. Sementara bapaknya keluar kamar hanya berhanduk duduk depan Fasa sambil tersenyum. “Gimana sekolahnya Fasa?” “Emmm… Fasa harus ikut les malem bapak” “Kapan?” “Mulai malam ini” “Jam berapa mulainya?” “jam lima sampai jam delapan malam” “Bayar berapa?” “Seratus ribu sebulan” “Nanti bapak kasih kamu uang” Fasa hanya tersenyum. Senyum Fasa semakin melebar melihat ibunya hampir jatuh saat keluar kamar mandi, saat itu handuk yang melilit badan ibunya terlepas. Fasa bisa dengan jelas melihat buah dada ibunya yang sekal serta perutnya yang putih. Namun selangkangan ibunya gak bisa ditonton Fasa karena ibunya sempat menutupi dengan handuk bagian itu. “Bang Adam mandi dulu sana, nanti kita makan bareng” kata ibunya pada bapak. Fasa kembali menikmati melihat pantat ibunya saat melangkah masuk ke dalam kamar. Handuk yang dipegangnya hanya menutup bagian depannya saja, tapi pantatnya dibiarkan saja terbuka. Sesekali Fasa merasakan burungnya bergerak-gerak dalam celana, namun dia belum mengerti mengapa demikian. Suatu saat dia akan tanyakan bapaknya. Sementara di luar rumah, tampak pemuda bermata juling yang berambut panjang tadi tergesa meninggalkan rumah Fasa menuju warung Partodi. Bapaknya Fasa masuk kamar mandi, Fasa masuk ke kamarnya. Dia mengganti pakaian seragamnya. DI luar cuaca semakin panas terik, Fasa menyalakan kipas angin. “kapan abang pergi lagi?” suara ibunya Fasa terdengar saat mereka makan. “Abang istirahat sejam dua jam terus pergi lagi, muatan yang abang bawa mesti tiba di Cirebon besok, tidak usah buru-buru.” “Abang pengen sekali lagi gak nih?” tanya ibunya Fasa. “Gimana nanti aja deh… Dewi udah mikirin usulan abang belum yang waktu itu?” “Yang mana bang?” “Itu… Temen abang yang ingin make Dewi…” “Resek banget sih abang… Masak nyuruh Dewi tidur sama si Tedi yang cunihin” “Siapa bilang si Tedi?” “Lalu?” “Tedi sama Reza” “Reza yang mana sih bang…?” “Itu… turunan Arab, yang kata Dewi ganteng mancung” “Oh… yang itu… ummmm…!” Dewi membasahi bibirnya dengan lidahnya. Hati Dewi semakin condong menyetujui usulan suaminya. Membayangkan kesempatan merasakan batang kelamin pria lain mulai menghangatkan selangkangannya. Bukan karena suaminya tidak perkasa, malahan Dewi selalu orgasme di atas ranjang melayaninya. Namun membayangkan akan dipuaskan oleh Tedi dan Reza, terasa memeknya seperti terkena sengatan listrik. “Dewi mau nggak?” Dewi bangun dan menarik tangan suaminya. “Biar Dewi pikirin dulu bang. Tapi sekarang Dewi ingin sama abang.” Fasa sedang mengerjakan PRnya. Di kamar sebelah, sekali lagi dia mendengar suara ibunya mengerang dan mendesis. Semakin lama semakin keras suara erangannya. Fasa pelan-pelan mengeluarkan burungnya dan mengusapnya. Tanpa sadar, dia ikut mendesis. Aris berlari kecil ke arah warung Partodi. Di bawah pohon mangga tampak Partodi dan Dimas bermain kartu. “Kenapa buru-buru Ris?” Dimas menegur sambil mengelus tangan yang terluka karena terjatuh saat bermotor. “Ada berita bagus nih” kata Aris yang bermata juling. Partodi serius menunggu barita yang dibawa Aris, matanya melotot. “Tadi aku pergi ngendap-ngendap rumah cewe bahenol tadi” “terus?” tanya Partodi tak sabaran. “Suaminya pulang, dientot abis-abisan, dia ngejerit ga keruan pas memeknya disodokin. Bukan maen, berisik banget… Emang nih cewe ganas banget di kamar bray” “Ga bisa dong, dia kita kerjain” Dimas kecewa mendengarnya. “Siapa bilang bray, tadi ku dengar suaminya pergi lagi, anaknya pergi les dari jam 5 – 8 malem, nah jam segitu kita entot tuh cewe.” Partodi merasakan burungnya bergerak dalam celananya. Memang burungnya sudah sebulan lebih tidak merasakan memeknya cewe, sehabis terakhir ngentotin memeknya Rima, sebelum Rima pindah meninggalkan hutang padanya, sebelumnya dia dan dua temannya beberapa kali menggarap perempuan berkulit putih itu sampai memeknya membengkak lalu setelah itu hutangnya dianggap lunas. Dia sangat puas dengan servis Rima, senilai hutangnya 500.000 daripada harus jajan sama WP. Sore harinya cuaca sangat panas, kipas angin yang dinyalakan tidak mengurangi rasa panas yang dialami Dewi. Dewi hanya berbalut handuk masuk kamar mandi, Fasa menyiapkan buku untuk les petangnya. Saat keluar kamar, Fasa sempat melihat ibunya masuk kamar mandi, masih jam 4.30, masih ada waktu menunggu ibunya beres mandi. Dalam kamar mandi Dewi membersihkan badannya. Memeknya yang banyak ditumpahi air mani suaminya hasil persetubuhan siang tadi di korek dan dibasuhnya, rambut dan badannya dibersihkan sepuasnya dengan shampoo dan sabun. Saat membilas memeknya, terlintas pikiran tentang usulan suaminya meminta dirinya ditiduri temannya Tedi dan Reza. Memang dirinya tidak pernah merasakan batang kelamin pria lain dan dia tahu pasti suaminya sebagai supir truk sudah sering ngentotin memek perempuan perempuan lain selama menyupir melintasi berbagai kota. Memang Dewi menyadari batang penis yang menyodoki memeknya memberinya multi orgasme bukanlah penis yang suci hanya untuknya, tapi juga banyak memuaskan memek-memek perempuan lain. Air mani suaminya tidak hanya ditumpahkan dalam rahim dirinya seorang, tapi juga pada banyak rahim perempuan lain. Sekarang suaminya inginkan rahim Dewi ditumpahi air dari mani batang kemaluan lelaki lain. Mungkin lebih banyak lebih enak. Dia sangat ingin mencobanya. Sementara jemarinya tanpa sadar mengusap ujung kelentitnya, dua jarinya menyelusup liang memeknya. Dia ingin disodok batang penis, sekarang juga. “Ibu!!” terdengar suara Fasa dari luar, Dewi terkejut dari lamunannya menarik dua jari yang bersarang pada memeknya. “Err.. Iya Fasa..” “Bu, Fasa mau pergi les nih” “Iya, ibu keluar sekarang” Dewi menggapai handuk dan melilitkannya pada badannya. Badan basahnya tidak sempat dikeringkan. Fasa melihat tubuh putih ibunya yang basah. Handuk yang pendek tak mampu menutup batang paha ibunya yang montok. Payudara ibunya yang besar tak mampu menutupi bagian atas pahanya saat melangkah menghampiri Fasa. Fasa memakai tas nya, ibunya menghampiri dan memeluknya. Buah dada montoknya dirapatkan menempel wajah Fasa, ibunya mencium kening Fasa, “Uangnya udah diambil?” tanya ibunya. Fasa hanya mengangguk. “Ya udah, hati-hati di jalan. Pulangnya langsung pulang” “Iya bu, Fasa langsung pulang” “Jangan juga mampir ke warung Partodi” “Iya bu” Fasa pergi sambil berlari sore hari itu, Dewi melihatnya berlalu ke arah warung Partodi. Setelah yakin anaknya sudah jauh, Dewi ingin lanjutkan masturbasikan memeknya sampai orgasme, kalau tidak dia tidak akan bisa tidur. Saat Dewi hendak menutup pintu, gagang pintu ditahan seseorang dan tubuhnya terdorong ke belakang. Handuk yang dipakainya terjatuh menampakan memeknya yang berambut tipis. Saat dirinya bangkit, tubuhnya sudah dipegangi tiga orang lelaki yang berpakaian serba hitam memakai penutup wajah. Dewi panik dan ketakutan. Tubuhnya diangkat ketiga lelaki itu dibawa ke kamar dan dilemparkan ke atas ranjang. “Mau apa kalian?” Dewi berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut karena handuknya terjatuh di ruang depan. Ketiga pemuda tidak menjawab selain memegang tubuh Dewi dan mengangkangkan kakinya lebar. Dewi coba meronta tapi tidak berhasil. Dia merasakan buah dadanya diremasi dengan buas hingga kesakitan. Kemudian memeknya merasakan jari tangan masuk sambil memainkan kelentitnya. “Ohh. emmm” Dewi melenguh, dia berhenti meronta sehingga tangan yang memeganginya melonggar dan kini membelai seluruh tubuhnya. Orang yang mengorek memeknya mulai mengarahkan mukanya pada selangkangan Dewi yang mengeluarkan lendir pelicin. Dewi dapat rasakan lidah orang tersebut mengusap-usap lubang vaginanya dan menghisap kelentitnya. “Ahhh ummm yaaaa yaa” Dewi mendesah sambil menekan memeknya ke arah wajah penyerangnya. Dua pemuda lagi menghisapi buah dadanya. Tangan Dewi mulai meraba-raba mencari batang penis lelaki di kiri kanannya. Dia merasakan penis mereka sudah mengeras dalam celana masing-masing. Dewi tidak pedulikan siapa mereka, Dewi hanya ingin batang penis menggasak liang memeknya. Dimas dan Aris yang merasakan tangan Dewi mengusapi penis mereka, segera berdiri melepaskan penis mereka yang mengeras dari celananya. Sementara Partodi masih terus menciumi belahan memek Dewi yang dibanjirin cairan kawin. Setelah penis Dimas dan Aris menyembul, Dewi langsung memegang kedua penis itu mengocoknya beberapa saat lalu memilih untuk mencium batang penis milik Dimas yang lebih besar. Dimas menuruti keinginan Dewi dan membantu mengarahkan penisnya pada mulut Dewi. Lidah Dewi menari-nari mengolah kepala penis Dimas, menjulur menjilat precum lalu menghisapnya hingga Dimas mendesis tak terkendali, saat itu juga Dewi mengerang dengan keras. “Ohhh, Dewi nyampeeee emmmmm ahhh!!!” Dia membanjiri muka Partodi dengan lendir orgasmenya. Dengan perlahan Partodi bangkit mengelap mukanya dengan selimut dan melepas celana hitam yang dipakainya tanpa sepatah kata. Kepala penis partodi yang hitam berkilat diarahkan ke gerbang memek Dewi dan sekali dorong, penisnya masuk hingga ke pangkalnya. “Ohhh yaaaa” Erang Dewi sambil mengangkat pantatnya, kedua kakinya melingkari belakang paha besar Partodi yang berperut buncit. —– Fasa merasa kecewa, karena ternyata petang ini tidak ada pelajaran. Gurunya hanya mengisi absen dan mendaftar murid yang ikut kelas malam. Fasa membayar uang yang diberikan bapaknya, sambil mengobrol dengan temannya dia berjalan pulang. Karena masih siang, dia berencana ke warung Partodi, sekali lagi dia kecewa warungnya tutup. “Kemana sih Partodi ini, tadi nutup sekarang masih nutup. Biasanya gak begini” umpat Fasa, gagal sudah niatnya jajan sembari pulang. —– Selang beberapa saat mengulum penis Dimas, Dewi mengalihkan kuluman pada penis Aris yang dipegangnya sedangkan Partodi masih terus mendorong keluar masuk penisnya dalam memek Dewi semakin cepat. Aris tidak bertahan lama menerima serangan mulut Dewi, walau ketiga pemuda telah berjanji tidak akan berbicara sedikitpun tapi Aris melanggar kesepakatan mereka. “Isep terus… yaaa huh ohhhhh yaaa OOHHhhhh emmm ah!” Aris menembakan air maninya dalam mulut Dewi. Badan Aris menegang. Dewi menelan tiap tetes air mani yang ditumpahkan di mulutnya, diperahnya kepala penis Aris mengeluarkan sisa air maninya sambil menjilatinya. Aris kelojotan lalu baring kelelahan di sebelah badan Dewi. Setelah melepas penis Aris, Dewi mengocok penis Dimas. Kepalanya terdongak saat Partodi mempercepat genjotannya. Buah dadanya mengayun sesuai irama hentakan penis Partodi. “Yaaaah… yang kencang…. doronggggg uhhh uhhh uhhh emmm” jerit Dewi hendak mencapai orgasme. —– Fasa mendekati rumahnya, saat ia hampir mengetuk pintu, ia mendengar erangan dan rintihan ibunya. Dia sangat mengenali erangan itu. Erangan itu hanya terjadi saat bapaknya ada di rumah saja, dia melihat sekitar, di tengoknya di jalan raya Truk yang dikemudikan ayahnya tidak ada, ayahnya belum pulang. Perlahan-lahan, Fasa mendorong pintu yang memang agak terbuka. —– Partodi mempercepat ayunan penisnya mengocok memek Dewi. “Ahhh aku mau keluar nih!” Dimas yang sedang keenakan penisnya dihisapi oleh Dewi menoleh ke arah Partodi. Fasa mendekati kamar ibunya. Dengan pintu terbuka lebar dan lampu terang menyala, dia dapat melihat segalanya. Di atas ranjang ibunya dikangkangi seorang lelaki berperut buncit berpakaian hitam, celananya merosot sampai lutut mengayunkan pantat pada ibunya. Seorang lagi berpakaian sama berada dekat kepala ibunya, dari celah kakinya Fasa melihat pria itu mendorong burungnya keluar masuk mulut ibunya sedangkan ibunya menghisap batang penis orang itu dengan bernafsu seperti dirinya saat makan Es krim yang dibeli di warung Partodi. Seorang lagi kelihatan terlentang di sebelah ibunya seperti sedang tidur kecapekan. Orang ini juga merosotkan celananya, kelihatan oleh Fasa penis orang ini kecil, mengerut dengan bulu jembut di bawah perutnya. Fasa menutup mulut menahan tawa melihat ukuran burung orang ini, jauh lebih kecil dari pada burung miliknya. Orang yang berada di atas paha ibunya tampak sedang bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu, setelah diperhatikan ternyata orang itu sedang menusukkan burungnya yang hitam berkilat pada bagian bawah ibunya keluar masuk. Ibunya tampak mengarahkan kemaluannya menyambut tiap ayunan selangkangan orang itu, seperti ingin ditusuk semakin dalam. Fasa juga melihat rambut kemaluan ibunya yang tipis seolah menyatu dengan rambut kemaluan orang itu yang lebih rimbun. “Kamu keluarin diluar, aku gak mau memeknya terlalu banjir,” kata Dimas. “Aku tau, aku tau” jawab Partodi sambil tetap mengayunkan penisnya dengan cepat. “Yaa… tak apa… keluarin aja di mulut Dewi… ohhh kocok terussss!” sambil tangannya mengocok penis Dimas “Ummmm yaaa aku mau keluar niiii” cepat-cepat Partodi memegang pangkal penisnya dean segera mendorongkan pada mulut Dewi. Dewi langsung menggapai batang penis Partodi sambil menghisapnya kuat-kuat dengan mulut. Partodi segera menembakan air maninya memenuhi mulut Dewi. Panas berhamburan air mani Partodi dan Dewi berusaha menelan secepat mungkin agar tidak mengganggu pernafasannya. Bingung juga saat Fasa melihat ibunya meminum air kencing lelaki itu lahap sekali. Sementara Dimas mengambil alih posisi Partodi tadi dengan memasukkan kelaminnya dalam memek Dewi dan mulai menggenjot. “Ohhhhh emmmm” Dewi mengerang. Partodi rubuh terlentang di sebelahnya. Fasa melihat batang penis hitamnya mengecil tapi masih besar, jauh lebih besar dibanding temannya yang telentang di sebelah sana. Kali ini Dewi duduk merangkul badan lelaki yang menyetubuhinya sekarang. Dimas yang sedari tadi menahan air maninya menyembur mengayun penisnya perlahan untuk bertahan. Dewi yang menyadari gerakan Dimas bergerak lembut, sejenak mengumpulkan tenaga. Kemudian barulah Dimas menggenjotnya dengan agak keras. “Tusuk bang… ohhh… Dewi mau keluar juga nih uhhhh” Dewi memegang tangan Dimas yang berdiri di depannya, dia merasakan bekas luka di tangan itu tapi dia juga turut menggoyangkan pinggulnya menjemput orgasme. Memeknya diempot-empot ayamkan pada bata”ng penis Dimas yang keluar masuk dengan cepat. Aris bangun kembali menonton Dewi dengan Dimas bersetubuh, tangannya mengocok penis yang kembali menegang. Dia ingin merasakan memeknya Dewi dengan batang penisnya malam ini. “Yaaa emmm yaaa dikit lagi, goyangg terusss… terusss aaaa Dewi keluaaaaaar niiiii” “Oh ! Ahh!” Dimas mencabut penisnya lalu menembakan air mani di atas perut Dewi , berloncatan dari lubang kencing. Dewi menggapai batang penis yang berejakulasi, membantu mengocokinya mengeluarkan air mani yang banyak dan kental. “Itu bukan air kencing” pikir Fasa. Dia merasakan burung miliknya mengeras dibalik celana. Tangannya meremasi burungnya dan merasakan semacam nikmat. Dewi kembali membaringkan kepalanya di bantal sambil menarik nafas panjang. Dimas rubuh telentang di atas lantai. Air mani Dimas menggumpal dan meleleh di atas perut Dewi, pelan-pelan Dewi mengambil selimut di sebelahnya membersihkan air mani itu. “Mbak, saya ingin sekali” tanya Aris. Dewi menatap mata Aris yang juling dan memakai penutup wajah. Pandangan Dewi beralih ke jam dinding, masih jam 7.30, Fasa pulang jam 8. Masih sempat pikirnya. “Sekali aja ya” sambil membuka selangkangannya kembali. Aris mengarahkan posisinya dan mendorong penisnya dengan bertenaga, sekali saja pangkal penisnya didorong, masuk seluruhnya dalam memek Dewi yang empot-empotan. “Oh!” ringis Dewi. Dia hanya menahan genjotan Aris. Aris mulai mengayunkan pompaan penisnya. Pelan awalnya, tapi tak lama kemudian berubah menjadi genjotan yang cepat. “Jangan nafsu gitu dong, pelan-pelan aja” tegur Dewi. “Saya gak tahan mbak… empotan mbak kuat banget” Dewi tahu anak muda yang menyetubuhinya tak kan lama bertahan. “Crott di dalem mbak aja, mbak gak papa” “Oohhhh ah” Aris akhirnya melepaskan air maninya ke dalam rahim Dewi. Dia telungkup di atas badan Dewi. Dimas dan Partodi berdiri dan membetulkan celana yang dipakainya masing-masing. Dewi masih mengangkang di atas ranjang, pelan-pelan dia dorong tubuh Aris ke sebelahnya. “Temennya udah mau pulang tuh” bisik Dewi. “Makasih banget ya mbak” Dewi melihat ke dalam mata Aris lalu berpaling pada jam dinding. Aris turut bergegas memakai pakaiannya kembali. Dimas menghampiri sambil meremas buah dada Dewi. Partodi menusukan dua jarinya pada memek Dewi yang mengalirkan air mani Aris di atas sprei. Aris hanya menggenggam tangan Dewi. “Terima kasih mbak.” Fasa sudah bersembunyi di kamarnya, dia dengar langkah kaki keluar dari rumahnya. Fasa memperosotkan celananya, mengeluarkan burungnya yang besar dan panjang sambil mengocoknya. Sensasi nikmat dirasakan syaraf badannya. Berdiri dekat pintu kamarnya, Fasa terus mengocok, dalam pikirannya terulang kejadian yang baru dia lihat di kamar ibunya, kocokannya makin cepat. Dewi berdiri perlahan-lahan, rasa pegal di badannya terutama di pangkal pahanya hilang saat berdiri. Air mani orang ketiga yang menyetubuhinya meleleh menyusuri bagian dalam pahanya dari memeknya. Dewi menggeliatkan badan beberapa kali. Kini hampir jam 8, Fasa bentar lagi pulang pikirnya. Dengan bertelanjang bulat dia keluar kamar mengambil handuk yang ada di ruang tamu rumahnya setelah dilepas ketiga pemuda tadi. Di luar kamar dia melihat pintu rumah sudah rapat ditutup ketiga orang tadi. Dia melihat handuknya tergeletak dekat kursi. Saat Dewi melewati kamar anaknya, dia mendengar suara erangan dari sana. Pelan-pelan dia dorong pintu kamar Fasa, dengan mulut menganga dia melihat Fasa berdiri dengan agak membungkuk mengocok burungnya yang besar dan panjang. Mata Fasa terpejam. Dewi tak menyangka burung anaknya sudah hampir sebesar milik bapaknya Fasa. Tanpa sadar dia menghampiri Fasa. —– —– —– —– Masih jelas dalam pikiran Fasa, bayangan bagaimana si lelaki bertopeng itu memasukkan burungnya yang hitam ke dalam memek ibunya sampai-sampai ibunya mendesis dan mengerang seperti erangan yang biasanya selalu didengar setiap bapaknya ada di rumah. Tangan Fasa mengurut burungnya lagi. Lendir pelicin yang keluar dari ujung burungnya semakin banyak membuat kocokannya semakin lancar. Tiba-tiba Fasa merasakan bahunya dipegangi orang. Fasa membuka matanya. Dia melihat ibunya yang masih bertelanjang bulat berada di hadapannya. “Ibu!” seru Fasa sambil memeluk ibunya. Dua buah dada ibunya menempel rapat pipinya. “Gak apa-apa Fasa… gak papa” sambil membelai kepala anak tunggalnya itu. Dia membawa anaknya duduk di tepian ranjang. Fasa cuma menurut. “Udah lama Fasa pulangnya?” Fasa menganggukkan kepalanya. “Gurunya gak jadi ngajar di kelas malam ini. Miss Sarah gak bisa datang. Pak Lili cuman nagih iuran aja” Fasa mendongak melihat wajah ibunya yang cantik, berwajah lonjong dengan bibir tipis. Ibunya masih terus membelai rambutnya. Tangan Fasa masih terus memeluk pinggang ibunya. Burungnya yang keras tadi kini agak mengendur tapi masih saja besar mengembang. Kelihatan di ujung kepala burungnya masih meleleh air precum menjuntai. “Fasa tadi ngelihat apa yang terjadi sama ibu di kamar ibu?” Fasa menganggukkan kepala. “Siapa sih mereka itu?” “Ibu juga gak tau” walau pun dalam pikirannya Dewi sudah bisa menebak siapa sebenarnya mereka bertiga itu. “Memangnya kenapa mereka datang ke rumah kita bu?” “Gak tau….eeemmm mungkin mereka ingin bersenang-senang dengan ibu” “Bersenang-senang???” Fasa heran. “Iyaaa…, bersenang-senang… orang dewasa tuh bersenang-senang dengan cara mereka sendiri” “Ibu gak papa?” “Nggak kok… eh, emmm ibu juga tadi ikut bersenang-senang” “Tapi kenapa mereka pakai topeng?” “Karena… karena mereka cuma mau bersnang-senang sama ibu tapi gak mau dikenalin sama ibu” “Ribet banget” “Emang ribet, tapi emang gitu mereka inginnya” Perlahan-lahan Dewi memegang batang burung anaknya. “Bisa nggak Fasa rahasiakan kejadian malam ini?” tangannya mulai mengocoki kontol anaknya. Fasa mendesis sambil matanya melotot-lotot melihat wajah ibunya. “Fasa janji Fasa gak bakal bilangin orang lain” Janji Fasa sambil menunduk melihat tangan ibunya membelai kepala burungnya. “Siapapun?” tanya Dewi. “Siapapun” jawab Fasa. “Ke bapak juga nggak?” “Ke bapak juga nggak” Dewi terus mengocoki kontol anaknya. Tangan Fasa mulai bermain dengan buah dada ibunya. “ooohhhhh…” erang Fasa. “Enak…?” tanya ibunya. “Emmm iyaaa… bu”. Dewi berdiri. “Fasa tiduran biar ibu bantu kocokin” Fasa mengikuti perintah ibunya seperti disihir. Hatinya gembira dan berdebar-debar. Dewi mulai kembali mengocoki kontol anaknya. Fasa cuma mengangkat kepala di atas bantal untuk melihat perilaku ibunya. Perlahan dia melihat ibunya menunduk dan memasukkan burungnya ke dalam mulut. Hangat. Enak banget. “Ahhhhh Ummmmm…” Desis Fasa. berlanjut pada post-post dibawah lanjut

Part 2 Ibunya membungkuk menghisap burungnya. Tangannya masih terus mengocok ke atas ke bawah di bagian pangkal burungnya. Fasa mulai memegangi kepala ibunya. Sesekali Atan merasakan lidah ibunya menjilati biji burungnya hingga sampai ke lubang pantatnya. Terangkat-angkat pantat Fasa jadinya. “Enak?” tanya Dewi lagi sambil tangannya terus mengocoki kontol anaknya. Dia tersenyum melihat muka Fasa yang ikut senyum dan menggangukkan kepalanya disusul mulutnya menganga keenakan. “Ohh… ibu, Fasa mau pipis…” tiba-tiba tubuh Fasa menegang. Dewi dengan cepat memasukkan kontol anaknya ke dalam mulutnya disambut Fasa menembakkan air mani pertama dalam hidupnya. Banyak. Kental. Dewi terus mengocoki kontol Fasa sambil terus menghisap kepala kontol anaknya itu. —– Di warung Partodi dengan pintu tertutup masih terdengar suara orang mengobrol di dalamnya. Kalau tadi lampunya dimatikan, sekarang lampu menyala. Partodi memasukkan topeng hitam ke laci di belakang counter warungnya. Dia mengambil tiga botol minuman lalu membukanya dan membawa pada Dimas dan Aris. “Nya, ceuk aing oge, awewe nu tadi maenna hade” sambil duduk di sebalah Dimas dan Aris. Aris bersandar kecape’an. Matanya dipejamkan tak tahu apa mau ngomong apa lagi. “Emang alus maenna, aing teu kuat kana empot-empotan henceutna” sahut Dimas sambil meminun minuman di depan nya. “Ti kabehan awewe di kompleks ieu nu ku urang garap, manehna panghadena / dari semua cewe di kompleks yang kita pake, dia paling hebat” sambung Aris sambil membuka matanya. “Kita garap lagi dia aja apa? sekali lagi” usul Partodi. “Hayang modhar ari sia Partodi? itu melanggar pantangan operasi penggarapan kita” bantah Dimas. “Benar itu Partodi! Sabar aja deh, aku gak pengen ketangkep” balas Aris mendukung pendapat Dimas. Malam itu Fasa tidur dengan nyenyak. Sehabis dia menumpahkan air mani pertamanya, ibunya membuatkan susu hangat dan sehabis minum, ibunya mengocok burungnya lagi sekali sebelum dia tidur. Ketika Dewi masuk kamarnya, hidungnya mencium bau air mani di seluruh kamar. Dewi terus saja naik ke ranjang. Kecapean. Mungkin karena terlalu banyak ngentot satu hari satu malam. Dalam keadaan telanjang bulat Dewi tertidur mimpikan suaminya. Dewi tidak keluar rumah selama dua hari. Dia tidak pergi ke warung Partodi. Kebetulan juga kebutuhan hariannya masih mencukupi. Sementara Fasa juga sibuk dengan sekolahannya. Sorenya mengerjakan PR lalu berngkat les sampai malam. Hanya saja sebelum tidur dia meminta ibunya ngocokin burungnya beberapa kali. Dewi tidak keberatan memenuhi permintaan anaknya. Yang penting rahasia kejadian dia diperkosa tiga orang malam itu tidak diketahui orang lain. Partodi, Dimas dan Aris kadang berharap supaya Dewi datang berbelanja ke warung Partodi untuk membeli sesuatu. Setidaknya mereka jadi bisa melihat tubuh yang paling menarik yang pernah mereka setubuhi. Pagi itu sebelum pergi sekolah, Fasa meminta ibunya mengocok burungnya sekali. “Kenapa sih, selalu minta diginiin sebelum pergi ke sekolah?” sambil tangannya membuka resleting celana anaknya yang masih duduk di meja makan. “Burung Fasa ini keras terus di dalam kelas, apalagi pas Miss Sarah ngajar” Dewi mengeluarkan kontol anaknya yang mulai mengeras. “Miss Sarah seksi, pas dia duduk Fasa bisa keliatan celana dalamnya. Dia pakai rok yang pendek” Dewi mulai menghisap kontol anaknya. “Kalo udah gitu pasti burungnya Fasa ngegedein, nonjol depan celana” Dewi terus menyepong kontol anaknya. Tangannya mengocok batang kontol yang besar itu. “Habis itu Miss Sarah selalu datangi meja Fasa. Kayaknya sih dia ngeliat burungnya Fasa. Fasa sampe malu” “Terus Fasa ngapain?” tanya ibunya. “Fasa tutupin pakai buku, pas istirahat Fasa selalu ke WC nge, nge…” “Ngeloco?” “Iya… ngeloco sampe pipis enak… tapi susah… lama keluarnya… kalau sama ibu pasti cepet… Ummm” Fasa mengangkat pantatnya. Dewi tahu anaknya udah mau nyampe. Dia mempercepat hisapannya pada kontol Fasa. “Ohhh… ibuuuuuu” Fasa keluar. Dewi terus menghisap dan menelan setiap tetes air mani yang dikeluarkan. Setelah reda, Dewi membersihkan kontol anaknya dengan lidahnya kemudian memasukkan kontol tersebut ke dalam celana Fasa. “Udah mau telat nih, cepetan pergi sekolah sana” Dewi kemudian bangkit berdiri lalu membetulkan rambut anaknya dan mengecup keningnya. “Ati-ati di jalan, belajar yang rajin” Fasa melangkah keluar rumah. —– —– —– Di jalan raya, radio dua arah kedengaran. “Hello 611 dan 640, di sini 662 sekarang kita ke rumah 3” “662.. sekitar 1 jam lagi berhenti di Km 44” “611, aku udah gak sabar lagi, over” “640, roger” Dewi berias depan kaca memakai jeans ketat dengan T shirt hitam. Dia harus belanja di warung Partodi. Persedian nya sudah habis. Apalagi dia merasa ingin melihat wajah si buncit Partodi. Dia sangat yakin malam itu perbuatan Partodi dan teman”nya. Dewi mau godain Partodi di pagi buta begini. Sambil membawa keranjang plastiknya, mengunci pintu lalu berjalan ke warung Partodi. Ketika berjalan, Dewi teringat telepon dari suaminya, Adam menanyakan tentang usulannya ngeseks bareng Tedi dan Reza. “Sesuka hati abang deh” jawab Dewi. “Dewi cuma ngikut aja” sambungnya lagi. Suaminya gak kasih tahu apa-apa hanya tertawa saja mendengar jawaban Dewi. Punya suami aneh. Tapi Dewi suka dengan sikapnya, permainan ranjangnya. Dewi bahagia. Dewi melangkah lebar supaya cepat sampai ke warung Partodi. Setelah sampai ternyata ramai orangnya. Saat itu dua orang anak SMA membeli rokok. Melihat Dewi datang mereka mensiut-siut pada Dewi. Dewi tidak menanggapinya. “Hei,” seru Partodi, bergegas keluar dari warung. “Ngapain kalian siut-siut?” Dewi melihat Partodi cuman bersarung sambih berkaos oblong putih saja. Dia lihat Partodi memegang baju anak SMA itu. “Kenapa bang… ada apa nih??” “Eh bocah, ini istri orang jangan digodain” sambil menampar muka anak SMA itu. “Maaf bang… ampuunn” “Pergi sana kalian” Anak SMA dua ekor itu bergegas lari. “Kurang ajar tuh anak.. ganggu isteri orang aja” Dewi mendekati Muthu. “Terima kasih mas Partodi” “Ah gapapa kok mbak… anak-anak sekarang nih emang pada nakal” Partodi masuk ke dalam warung. Dewi mengikuti dari belakang. “Mbak mau belanja apa hari ini?” Matanya mulai menjelajahi tubuh Imah dari rambut ke tumitnya. Dewi bertindak cuek saja pura-pura tidak tahu tingkah laku Partodi. Dia berjalan di depan Partodi sambil menggesekkan pantatnya kebagian burung Partodi. Kemudian dia menungging mencari bawang di bagian bawah rak dagangan. Partodi jadi serba salah dibuatnya. Kontolnya menegang di dalam sarung. Dia rapatkan kontolnya ke pantat Imah yang sedang menungging. “Mbak pengen beli bawang?” “Bawang saya masih ada, pisang ada nggak?” “Pisang kaya gimana mbak?” Dia mula menggesekan kontolnya ke pantat Dewi. Dewi berakting masih seperti mencari sesuatu di rak. Dia bisa rasakan kontol Partodi mengeras di atas belahan pantatnya. “Emmmm, pisangnya mas Partodi udah keras tuh” “Weleh-weleh, Mbak pengen pisang apa pengen kontol?” “Mas Partodi jual kontol juga toh?” Dewi mulai berdiri. Partodi mulai mendekat lagi. Tangannya mulai merangkul pinggang Dewi. “Besar gak kontolnya mas Partodi?” “Weleh-weleh…. masa mbak gak inget… malam itu kan dipake ngentotin mbak?…Oppps” Partodi menyadari dia ngomong kelepasan. Dewi berbalik mengadap Partodi. Tangannya segera meremas kontolnya Partodi. Dia genggam kuat-kuat. “Jadi kamu kan yang ngentotin aku malam itu yah?” “Weleh-weleh… salah ngomong deh… Weleh-weleh ampun mbak.. ampunn” “Sekarang kamu kasih tahu siapa lagi dua orang waktu itu” tangannya terus meremas kontolnya Partodi dengan lebih kuat lagi. “Weleh-weleh sakitlah mbak… ampuunnnn. Itu mereka suka usil hah …sakittttt mbak… itu Dimas dan Aris aduhhhhh” Dewi cuma tersenyum. Dia udah ngeh dan yakin memang pemerkosanya mala itu adalah Partodi dan dua pemuda yang selalu main kartu di depan warung ini. Dia ingat benar perut buncit Partodi, bekas luka di lengan Dimas dan mata juling si Aris. “Siapa lagi yang kalian garap di perumahan ini.. bilang..” “Itu… aduhhhh engggg…. Si Putri…. errr Rima… emm teh Meike.. Leni…” Partodi menyebut hampir semua istri orang dan anak gadis penghuni perumahan yang dibawah tiga puluh tahun termasuk Miss Sarah. “Kamu mau mbak lapor polisi?” “Nggak, mbakkk tolong mbak jangan lapor” “Kalau gak mau.. mulai hari ini kamu dengerin omongan mbak paham??” “Iya mbakkk…. aduuhhh tolong lepasin mbakkk” “Kamu suka gak ngegarap mbak malam itu?” Dewi lepaskan kontolnya perlahan-lahan. “Hebat banget mbak maennya… Badan mbak mulus” “Kalau gitu, mau lagi gak di lain waktu?” “Mau mbak…” “Kalau mau, mbak ga pengen diperkosa lagi sama kalian, biar nanti mbak panggil kalian buat ngentot mbak, bisakan?!” “Bisa mbak, makasih mbaaak” Dewi lalu megusap kontol Partodi yang telah kembali mengecil di balik sarung. “Ohhh” Partodi mendesah. “Mbakkkk.. si Dimas sama si Aris gimana dong?” “Mereka boleh datang kalau mbak suruh, mengerti!?” “Mengerti mbak” Dewi mendapati kontolnya Partodi udah kembali mengeras. Dewi menyingkap sarungnya Partodi. Ternyata Partodi tidak pakai celana dalam. Dewi memegang batang kontol Partodi dan mengocoknya beberapa kali. Kepala kontol Muthu berkilatan membesar. Dewi sudah benar-benar mengenali batang kontol itu. Kontol yang pernah menyodoki lubang syahwatnya dan pernah menembakan isinya dalam mulut Dewi. Tangan Dewi terus mengocok kontol hitam itu beberapa kali lagi. Dewi cuma tersenyum. Bukannya dia tidak hory dengan kontolnya Partodi tapi sengaja mau kasih pelajaran buat si pemilik warung. “Udah dulu deh…” Dewi melepas batang kontol yang sedang tegang. “Weleh-weleh… mbak tolongin dong” “Gak bisa… mbak buru-buru nih.. sebentar lagi suami mbak pulang… anak mbak pulang.. buat makan siang” Dewi lalu bergegas pergi. “Mbak.. tolong beresin dong kontol saya nih” “Lain kali deh mbak kasih… bukan hari ini. Nah ini daftar barang yang mbak ingin beli” Partodi buru-buru mengambil daftar belanjaan, menjatuhkan sarungnya berdiri mencari barang yang ingin dibeli. “Mbak mah ah, kentang deh udah ngacung keras-keras. Kena tanggung.” Dewi cuma senyum melihat gelagat Partodi. Di jalan raya sebelah rumahnya kelihatan 3 buah truk berhenti. Sopirnya yang berbadan besar kelihatan pada turun. Salah satunya adalah Adam suami Dewi, membawa tasnya berjalan ke arah rumahnya Dewi berjalan meninggalkan warung Partodi, di tangannya sebuah keranjang berisikan barang keperluan sehari-hari. Hatinya riang karena Partodi tidak meminta bayaran sedikitpun kali ini. “Terimalah sebagai tanda terima kasih saya mbak” kata Partodi. Mengingatnya Dewi hanya tersenyum, ada untungnya dia dikangkangi malam itu meskipun dipaksa. Hadiah sekeranjang ini cukup untuk makan beberapa hari kedepan, sebelumnya dia tidak pernah berpikir mendapat bayaran setelah dirinya dientot orang. Seenggaknya sampai sekarang dia bukan selevel pelacur yang ngentot untuk bayaran. —– Fasa masuk dalam kelas selesai upacara. Kepala sekolah mengingatkan pentingnya Bahasa Inggris terutama untuk mereka yang akan Ujian kelulusan SD. Fasa bersemangat mempelajari bahasa asing itu, mungkin dia perlu lebih akrab dengan gurunya, Miss. Sarah. Miss Sarah memakai rok yang longgar, hari ini. Fasa merasa lega setidaknya Miss Sarah tidak berpenampilan seksi dengan baju ketat, yang akan membuat burungnya membesar keras. Namun demikian, kali ini berbeda karena selain Miss Sarah tidak berpenampilan seksi tadi pagi di rumah ibunya telah membantu mengocokkan burungnya. Fasa membuka buku pelajaran di atas meja, menanti guru yang biasanya membuat burungnya berdiri dengan keras, Miss Sarah. —— Dewi masuk ke dalam rumah melihat pintu rumahnya terbuka dan di pintu dilihatnya tiga pasang sepatu yang salah satunya milik suaminya. Terasa memeknya berdenyut, dua hari ini memeknya tidak dijejali batang penis selepas bersama suami dan Partodi dan teman-temannya. Selain itu Dewi hanya membantu menghisap dan mengocokkan burungnya Fasa waktu malam dan pagi, yang mengecewakan memeknya karena tidak memperoleh kepuasan yang seharusnya. Obrolannya dengan Partodi tadi juga membuat memeknya ingin dijamah batang penis. Dewi mempercepat langkahnya.

part 3 “Hei” sapa Dewi ketika masuk dalam rumahnya. Adam, suaminya merangkul Dewi sambil menyimpan keranjang belanjaan. Dewi lalu memeluk suaminya sambil mengecup bibirnya hangat, mesra, penuh kasih sayang. Adam membimbing istrinya ke dalam kamar, di kamar Dewi menarik handuk yang membalut badan Adam. “Dewi kangen sama abang” sambil melutut dan mulai menghisap batang penis Adam yang sudah menegang. Tanpa disadari Dewi, di ruang tamu tadi ada Tedi dan Reza, perlahan Tedi bangun menutupkan pintu rumah. lalu kembali duduk. Reza hanya tersenyum melihat aksi Dewi dan Adam. Di ruang tamu mereka bisa mendengar erangan Adam keenakan. “Ohh sayang… isepin terus… emmmm” Tedi membuka celananya. Dikeluarkan batang penis 17 cmnya sambil mengocokkan perlahan. Reza lalu mengikuti perbuatannya. Penisnya yang 22 cm ikut diurut perlahan. Adam mengangkat Dewi yang berlutut, membantu melepaskan kaos hitam dan beha. Dewi sendiri melepas celana yang dipakainya beserta celana dalam. Hingga tinggal tubuh putihnya yang montok tak berbusana dengan buah dada yang mengkal, bulat dan besar. Adam memeluk Dewi sambil menciuminya. Tangannya meremasi memek Dewi yang membukit beberapa kali, sambil jarinya perlahan dimasukkan ke dalam. Dewi membukakan kakinya, mendorong memeknya ke arah jari suaminya supaya bisa dimasuki lebih dalam. Tangannya masih mengocok batang penis Jimi yang seperti biasa besar dan keras dengan precum yang mulai keluar. “Banggg, Dewi pengen” pinta Dewi. Adam hanya tersenyum, tangannya pindah meremasi buah dada Dewi yang memejamkan mata. “Banggg, Dewi udah ga tahan nih banggg, ayolah bang.” tangannya terus membelai dan mengocok batang penis Adam. Adam menarik tangan istrinya keluar kamar. “Abang mau kemana sih” Dewi mengikuti keluar kamar, masih menggenggam penis suaminya yang keras dan berdenyut. “Dewi… sayang” bisik Adam pelan. Dewi menatap wajah suaminya, tangannya memegang kepala Adam sementara satunya lagi mengocoki penis Adam. Tanpa disadari Dewi di belakangnya berdiri Tedi dan Reza. Pantat Dewi yang bulat montok bergoyang diremasi jemari Adam sambil belahan pantatnya dibuka perlahan, memperlihatkan lubang anus sampai dengan batas dengan memeknya yang berambut halus. “Dewi… kita kedatangan tamu tuh.” Adam mengarah ke belakang Dewi. Perlahan Dewi membalikan wajahnya, tangannya masih merangkul suaminya. Dewi benar-benar melihat dua orang lelaki berbadan tegap berdiri di belakangnya. Mereka sama-sama sudah bertelanjang bulat. Dewi memperhatikan dua tubuh lelaki yang dikenal sebagai teman baik suaminya bertelanjang. Penis mereka menjuntai besar dan panjang. Apalagi penis milik Reza yang besarnya menyamai milik anaknya Fasa. Terkejut Dewi melihatnya, adrenalinnya terpacu. Dewi melihat dada Tedi yang bidang sementara dada Reza bidang berbulu. Meskipun perut bang Reza agak buncit, tapi tak sebuncit milik Partodi. Dewi melihat wajah mereka tersenyum dengan nafas memburu. Tangan mereka membelai penis masing-masing yang mengembang. “Dewi malu bang” ujar Dewi memandang suami yang dipeluknya. Tedi mengangkat kursi meja di ruang tamu kepinggir, hingga ruang tamu menjadi luas dialas karpet. “Mereka tamu istimewa kita, teman akrab abang paling dekat” Adam mengecup bibir Dewi, “mereka udah lama berharap menikmati tubuh Dewi.” Dewi memalingkan mukanya kembali ke arah mereka. Suaminya membelai buah dada istrinya sambil satu tangannya menepuk panta Dewi. “Abang gak papa?” Tedi mendekati tubuh Dewi yang berdiri, dirabanya buah dada Dewi yang bulat lalu meremasnya pelan. Sementara Reza membelai jembut Dewi dan meremasi memeknya. “Ohhhh banggg” Dewi melebarkan kakinya dan tangannya pindah ke batang penis Reza dan Tedi yang menjuntai besar dan panjang. Adam agak mendorong istrinya ke depan hingga Dewi berlutut dan menjilati kepala penis Reza. Dia membuka lebar mulutnya agar bisa memasukan kepala penis Reza yang berukuran besar. Sambil kedua tangannya mengocok penis Tedi dan Reza. “Emmmm ya” erang Reza, tangannya membelai rambut Dewi. Sementara Tedi masih membelai buah dada Dewi. Adam duduk di sofa mengurut penisnya yang tegang. Ini kali pertama dirinya melihat sang istri mencumbu lelaki lain. Nafsu Dewi di ubun-ubun. Dewi beralih menghisap batang penis Tedi. Permainan mulut dan lidahnya yang ganas membuat kedua lelaki tidak tahan. Reza lalu merebahkan badan Dewi di atas karpet. Tangannya meremas buah dada dan memek Dewi. Dewi mengerang dan mendesis sambil terus menghisap batang penis Tedi. Sambil membuka selangkangan Dewi agar melebar, Reza menciumi memek Dewi. Lidahnya menyapu setiap bagian di memek Dewi. Giginya sesekali menggigit halus kelentit Dewi yang tersembul. Dewi hanya bisa mengerang sambil mengangkat pantat dan menarik rambut Reza ke arah lubang kemaluannya. Reza lalu memakai jarinya untuk dicolokkan pada memek Dewi. Satu, dua, tiga jari masuk terbenam dalam memek Dewi sambil lidahnya menjilati lendir pelumas dari lubang memek Dewi. “Ahhhh uogghhhh emmmm” Dewi mengerang. Pantatnya terangkat-angkat. Hisapan pada batang penis Tedi semakin kuat. “Awwww eghhhh ohhh yaaa isepin terus Wi… isepin yang kuat teruuuuuussss!!!!” Adam terus memperhatikan tingkah pola yang berlangsung dihadapannya. Tangannya masih mengusapi penisnya yang tegang. Tiba-tiba Dewi melepas batang penis yang tengah dihisapnya. “Bangggggg Dewi nyampeeeee nih bangggggg aghhhh yaaaaa!!!!!” Reza terus menghisap memek Dewi walau mengecap panasnya lendir orgasme di wajahnya. Rasa memek yang asin anyir itu menjadi semakin asin. Jemarinya merasakan memek Dewi sudah sangat basah. Pelan-pelan dia angkat wajahnya, melipat paha Dewi ke arah dadanya dan dia menusuk batang penisnya yang besar, panjang dan keras ke mulut memek Dewi dengan ganas. Dewi mengangkat kepalanya. Tangan kirinya terus mengocok penis Tedi sementara yang kanan mengarahkan penis Reza yang menyundul-nyundul mencari sasaran. Dengan mata sayu dia mentap mata Reza. “Pelan-pelan ya bang” Reza hanya tersenyum menganggukkan kepala. Dewi mengarahkan kepala penis Reza yang hampir sebesar telur ayam ke memeknya. Digesekannya di sekujur bibir memeknya yang licin berlendir. Hingga benar-benar diarahkan ke gerbang rahim Dewi. Reza seolah mengerti dan mendorong penisnya dengan lembut. “Ohhhhh gede banget banggggg” Dewi merasakan bibir memeknya masuk ke dalam. “Ughhhhhh, tekan perlahan bang” penis Reza terus menusuk lubang nikmat Dewi. Setelah itu Dewi merasakan serasa ditikam sampai perutnya. Dewi menggigit bibir. “Aghhhhhhh uhhh” tangan Dewi memegang batang penis yang menyumbat sesak lubang memeknya dan masih bersisa sebagian. “Abang tarik dulu bang” Reza menarik separuh keluar. “Ohhhhhhhh!!!!!!” erang Dewi. “Dorong semua bang… emmmmm sampai mentok banggg ouuuuuuu.. emm” tangan Dewi membelai kelentitnya dapat merasakan jembut lebat Reza menyentuh punggung tangannya. “Oh yaaaaaahh, emmm” Dewi mulai menyesuaikan diri dengan pengunjung memeknya yang keras itu. Sambil kembali mulutnya menghisap penis Tedi yang hanya digenggamnya sedari tadi. Reza mulai menggenjot maju mundur dengan tempo pelan-pelan. “Sempit banget, punyanya Dewi…” sambil tangannya menjamah buah dada Dewi dengan satu tangan. Adam bergerak ke sebelah Dewi sambil mengarahkan tangan istrinya pada batang penisnya. —– Fasa menunggu lama di ruang guru menunggu Miss Sarah. Kemudian Miss Sarah datang menghampirinya. “Fasa tunggu Miss sebentar yah, kita pulangnya bareng. emmm Miss Sarah mau ngobrol sama Fasa” Fasa hanya mengangguk. —– Di warung Partodi, beberapa puluh meter dari rumah Fasa. Partodi ngobrol sama Dimas dan Aris. “Perempuan yang kita garap kemaren lusa udah tau sama kita, dia ngancam jangan ngegarap dia lagi. Dia bilang, biar dia yang ngasih tau kita kapan dia bisa digarap kapan gak bisanya.” “Siapa yang ngasih tau?” tanya Dimas. Partodi diam, karena dia yang ngasih tau Dewi bahwa mereka pelakunya. “Tapi kita jangan khawatir karena dia gak bakal kasih tau siapapun. Tadi pagi di ngomong gitu ke aku.” sambung Partodi. Obrolan mereka berhenti saat Partodi melayani pembeli, Leni dan teh Meike. “Pagi teh.. Beli apa teh Meike, neng Leni mau beli apa?” tanya Partodi ramah. Dimas dan Aris memperhatikan kedua perempuan dengan ekor matanya sambil nermain kartu. Kedua perempuan itu sudah pernah mereka sikat juga. Mereka tahu buah dada teh Meike bulat dengan puting hitam menonjol dan rambut jembut yang rimbun hampir menutupi lubang memeknya. Buah dada Leni kecil, putingnya agak berwarna pink dengan jembut memeknya sedikit dan dicukur rapi. Belum lama ini Leni mereka setubuhi. Dimas masih ingat dia saat dia menjilati memek Leni hingga Leni orgasme dua kali berturut-turut. Melihat pantat teh Meike dan Leni mebuat Aris, Dimas, dan Partodi terbakar syahwatnya. Mungkin pantangan mereka untuk mengulangi menggarap perempuan incarannya masti ditinjau ulang. Teh Meike dan Leni membeli sayur mayur dan daging ayam dengan ramah pada Partodi. —– Di rumah Fasa, nyaring terdengar erangan ibunya, “yang cepet banggggg Dewi nyampeeeeeeee niiiih.” —– Di sekolah, Fasa memikirkan Miss Sarah yang selalu membuat burungnya keras berdiri. Mungkin hal ini artinya dia sudah dewasa dan harus segera “bersenang-senang” seperi ibunya “bersenang-senang” dengan bapaknya dan para penyusup waktu itu. Apapun bisa saja terjadi. Beberapa minggu kemudian, Fasa melangkah cepat ke arah WC sekolah. Kali ini Miss Sarah kembali membuatnya terangsang. Duduk di atas mejanya dengan memakai rok pendek hampir ke pangkal paha sambil menjelaskan pelajaran pada murid-murid. Burung Fasa benar-benar membesar keras dibuatnya. Langkahnya makin cepat ke WC sekolah. Sesampainya di dalam WC, Fasa langsung mengeluarkan burungnya. Dengan meludahi telapak tangannya dia mulai ngeloco. Dia tidak tahan melihat paha putih Miss Sarah. Fasa membayangkan bagaimana dia melihat ibunya bersenang-senang dengan lelaki bertopeng dan dia membayangkan seandainya Miss Sarah memintanya untuk bersnang-senang sebagaimana ibunya bersenang-senang dengan orang bertopeng tempo hari. Atan langsung saja merasakan nikmat saat air maninya mau keluar. “Uhh yaaaaahhh Uhhhhhh” seketika itu air maninya keluar ujung burung Fasa deras ke lubang kloset. Saat itu juga dia merasakan tangan kasar di atas bahunya. Dengan muka pucat dia berpaling. Guru Disiplin Pak Lambertus Wanggai berdiri tegak dibelakangnya. Rupanya saat terburu-buru tadi dia lupa untuk menutup rapat pintu WC. “Fasa lagi ngapain?” Belum sempat Fasa menjawab Guru Disiplinnya menariknya keluar WC. “Gak boleh kaya gitu, Fasa… sekarang Fasa ikut bapak” dengan mearik sletingnya ke atas Fasa mengikut saja Pak Lambertus. Gurunya membawa Fasa naik ke dalam mobil. Fasa kebingungan. “Sekarang kasih tau bapak… Dimana rumah Fasa?” dalam keadaan takut Fasa memberitahu alamat rumahnya. Pak Lambert lalu mengarahkan mobilnya kesana. “Kasus ini … bapak harus ngasih tahu bapaknya Fasa” “Bapaknya Fasa gak ada di rumah” “Berarti ke Ibunya Fasa” Fasa diam sepanjang perjalanan ke rumahnya. “Mana rumahnya Fasa?” “Itu…yang di ujung” Mereka turun dari mobil, berjalan menuju ke arah rumah paling ujung yang kelihatannya sepi sekali. Dewi menyiapkan cucian pakaiannya lalu dimasukkan ke dalam keranjang cuci untuk dijemur diluar rumah nantinya. Dia mengelap tubuhnya yang basah kuyup lalu melilitkan handuk ke tubuhnya yang montok. Ketika itu pintu rumah di ketuk orang. “Siapa?” “Fasa, bu!” “Fasa?” sambil bergegas ke pintu. Kenapa jam segini udah pulang. Dewi membuka pintu. Fasa nongol di depan pintu dengan seorang Pria berkulit hitam yang tinggi dan berbadan kekar. Berpakaian rapi dan berdasi. Lambertus Wanggai melihat tubuh montok Dewi yang hanya dibalut handuk yang kecil. “Maaf nyonya… saya mau bicara sama nyonya mengenai anak nyonya” “Err… silakan masuk” Guru Disiplin masuk bersama Fasa. “Silakan duduk pak guru.. saya mau ganti baju dulu sebentar” Dewi pun masuk kamar. “Fasa” Dewi memanggil Fasa masuk kamarnya. Fasa lalu masuk ke kamar ibunya Dewi bertanya kepada anaknya apa yang terjadi. Fasa menceritakan satu persatu dengan berbisik agar gurunya tidak mendengar di ruang tamu. Dewi meminta anaknya pergi ke warung Partodi dan jangan dulu pulang sebelum dia dipanggil. “Pak guru duduk dulu bentar, saya ada sedikit urusan” lalu Dewi masuk ke dapur mencari akal sambil membuatkan air untuk Pak Lambert. Pak Lambert gelisah di luar, namun dibuat santai. Apa salahnya menunggu, lagian Ibunya Fasa terlihat benar-benar sangat seksi. Saat Dewi melamun tiba-tiba ada orang mengetuk pintu. Dewi bergegas keluar membukanya. Dewi melihat Tedi berdiri di depan pintu. “Akang!” Tedi sambil nyengir melangkah masuk lalu Dewi menguncikan pintu. “Akang, ini Pak Lambert.. Gurunya Fasa” Tedi bersalaman namun belum sempat dia duduk di kursi, Dewi menarik Tedi ke dalam kamar. “Sebentar , Pak guru…” pinta Dewi. Pintu kamar Dewi biarkan terbuka. Dari ruang tamu, Pak Lambert bisa melihat bagian kaki siapa sahaja yang berbaring di atas ranjang dalam kamar itu. “Ada apa nih, Wi?” tanya Tedi. “Akang mau ngewekin Dewi?” sambil memeluk pinggang Tedi. “Iyalah… kalau enggak, ngapain akang mampir sini” sambil tangannya mulai meremasi pantat Dewi. “Fasa ada masalah di sekolah, makanya gurunya datang tu, mungkin Fasa akan dihukum, Dewi gak mau Fasa dihukum di sekolah, takut nanti abang Adam marahin Dewi” terang Dewi panjang lebar sambil tangannya mulai menggosoki kontol Tedi yang sedang tegang. Tangannya mulai membuka celana Tedi. “Terus sekarang Dewi pengen akang ngapain atuh?”

part 4 “Ya udah akang ewekin aja Dewi kaya yang akang pengen, tapi habis itu akang ajak pria hitam di luaritu ngewekin Dewi juga” “Emmm ..akang ngerti” tangannya mulai membuka pakaiannya dan Dewi juga menanggalkan semua baju yang dipakainya. Dewi naik ke atas ranjang dan Tedi langsung memainkan aksinya. Dia jilatin memeknya Dewi sambil menghisap kelentit di atas memek Dewi. “Auuuuh emmmm!…” Dewi mulai mendesah keenakan. Di luar, Pak Lambert masih membaca majalah yang ada di depannya. Pikirannya tertuju pada Ibu dan Bapaknya Fasa yang sedang obrolkan mengenai masalah Fasa. Tiba-tiba telinganya mendengar suara desahan keenakan dari mulut Dewi. Dari ruang tamu itu, bisa kelihatan jelas kaki ibunya Fasa sedang ditindihi kaki “suaminya”. Pak Lambert tidak mengetahui bahwa Tedi cuman sahabat bapaknya Fasa. Tedi menyetubuhi Dewi dengan brutal. Mengetahui bahwa perbuatannya itu sedang diintip orang lain menambah gairahnya. Lagian dia sudah dua hari ini dalam perjalanan membawa truk mengatar muatannya. “Uh yaaa, kencengin kangggggg” keluh Dewi bernafsu. Pak Lambert berdiri dari tempat duduknya dan perlahan-lahan berjalan menuju ke pintu kamar Dewi. Dia yakin Ibu dan bapaknya Fasa sedang melakukan hubungan seks. Saat berada dekat pintu kamar Dewi, kelihatan semua yang terjadi di atas ranjang. Dewi yang separuh memejamkan mata bisa melihat sosok Pak Lambert sedang memperhatikan dirinya di dekat pintu. Dia pun memberikan tontonan erotis dengan erangan dan desahan yang manja. Dewi angkat kedua kakinya ke atas dan sesekali diangkat pantatnya agar kontol Tedi masuk semakin dalam lagi. “Yahhhhh, kocok yang kenceng kanggg…” jerit Dewi saat dirinya hampir muncak. Tedi terus bekerja keras, dia juga semakin dekat meraih klimaks syahwatnya. Sementara Pak Lambert mengusap kontolnya yang panjang dan besar dalam celana bahannya, sudah tidak tahan melihat adegan yang tersajikan jelas didepan matanya. “OK banggggg pejuhin Dewit sekarangggggg” pinta Dewi. Tedi menekan sedalam-dalamnya kontolnya ke dalam tubuh Dewi. “Yeahhhhhhhhh” jerit Dewi ketika merasakan semprotan demi semprotan yang dilepaskan Tedi ke dalam rahimnya. “Ahhhhhhhhhhh” erang Tedi. Tedi cepat-cepat bagun setelah mencabut kontolnya dari memek Dewi. Air maninya meleleh keluar dari memek Dewi masih panas setelah ditumpahkan. Pak Lambert berangsur mundur ke arah kursinya kembali, tetapi … “Pak guru!” dia mendengar suara “bapaknya” Fasa. Lambert menoleh dan melihat Tedi masih bertelanjang dengan kontol yang basah menjuntai. Lambert terbengong” di ruang tamu. “Sekarang gilirannya Pak Guru” seru Tedi. Lambert semakin terbengong. Dewi mendengar seruan Tedi pada Lambert, cepat-cepat bangun membersihkan dirinya dari air mani dengan memakai handuk. Dia menyadari Pak Lambert sedang kebingungan dalam dilema. Dia berdiri di pintu sambil tersenyum. “Mari pak, naekin saya ” “Nggak papa, bu?” jawab Lambert. Dewi melangkah ke luar menghampiri. Buah dadanya yang besar dan tegang bergoyang mengikut langkahnya. “Masa sih pak guru yang setampan ini nggak suka sama perempuan?” tangannya mulai membelai kontol Lambert yang besar dan panjang dalam celana. Dewi membuka sleting celana lambert dan merogohkan tangannya ke dalam celana dimana kontol pria Timur itu sedang mengembang. “Burungnya gede nih Pak” tangannya mulai menggenggam kontol yang besar di dalam celana yang sempit. Tangan Pak Lambert mulai memeluk badan Dewi. “Bawa ke kamar Wi!” pinta Tedi sambil berjalan mengekori. Di dalam kamar Dewi duduk di pinggir ranjang dan mulai membuka celana Lambert. Hingga nongol keluar kontol yang panjang dan besar. Tedi duduk disebelah Dewi sambil membelai buah dada Dewi. “Lihatin banggg gede banget” Dewi mulai mengocoki kontol Lambert. Lalu dia mulai menunduk menghisap kepala penis. Hanya helmnya saja yang masuk dalam mulutnya, batangnya hanya diurut dengan tangan. Setelah beberapa kali menghisap kepala penis yang besar dan menjilati seluruh batangnya sampai ke biji testisnya yang juga besa. Dewi mundur ke atas ranjang. Dia mengambil sebuah bantal dan mendudukinya dengan pantat. Lambert menghampiri dengan kontolnya keras menjuntai. “Yang lembut ya… Pak guru” pinta Dewi. Lambert cuma senyum sambil mendorong kepala penisnya ke mulut vagina Dewi. Dewi membuka mulut vaginanya dengan jari supaya bisa dimasuki dengan lebih mudah. Lambert menekan kepala penisnya. Dewi menggigit bibir. Tangannya memegangi paha Lambert. Lambert semakin menekan. “Aughhhhh… gedee bangeeeeett” jerit Dewi. Lambert menarik sedikit lalu mendorongnya lagi perlahan, membiarkan vagina Dewi menyesuaikan diri dengan ukuran penisnya. Sementara Tedi ikut merangsang dengan menghisap buah dada Dewi dengan rakus. Dewi menarik nafas, dia coba merilekskan otot vaginanya. Batang penis yang besar itu seperti ingin menyobek vaginanya tetapi air mani yang banyak ditembakan oleh Tedi dalam rahimnya banyak membantu melicinkan kontol Lambert untuk masuk. Dewi menganggukkan kepala pada Lambertn menandakan bahwa dia sudah siap. Lambert menarik sedikit penisnya. “Emmmmmmm” rintih Dewi. Lambert menekan perlahan-lahan ke dalam. “Oooohhhhhhhhhhh auggg……aaaaahhhhhhhh yeaaaaahhhhh emmmhh” Lambert mulai menggenjot pangkal kemaluannya dengan tempo yang pelan. Tubuh Dewipun berayun ayun menerima genjotannya. Tangan Dewi bergerak mencari penis Tedi yang di sebelahnya. “Siniin kang ohhh… Biar Dewi isepppiiiinnnn uuuuhhhh” Tedi mendorong penisnya ke mulut Dewi. Dewi menghisapnya dengan bernafsu. Lambert tidak kalah bernafsu mendorong kontolnya keluar masuk memek Dewi. Dia tidak pernah merasakan ngentot memek perempuan seputih dan secantik Dewi, kini dia sangat menikmatinya. Memang dia selalu ingin ngentotin gadis lokal berkulit putih, tetapi dia takut. Kali ini tidak disia-siakannya dengan menikmati hidangan orangtua Fasa habis-habisan. Lambert merubah posisi cowgirl dengan gaya misionaris. Dewi meraih satu orgasme dengan Lambert tetapi masih bertenaga untuk meneruskan. Tedi bisa melihat dengan jelas kontol Lambert keluar masuk memek Dewi. Kontol yang besar tak disunat dengan lendir putih sekelilingnya masuk hampir keseluruhannya ke dalam memek sempit Dewi. Tangan kasar Lambert menjamah kedua buah dada Dewi yang bergoyang hingga Dewih hilang kendali dan terus muncak kedua kalinya dengan Lambert. Dewi telungkup di atas badan legam Lambert yang berbulu Rehat beberapa menit. Posisi mereka kembali berubah. Kali ini doggie. Dewi mengangkat pantatnya menerima genjotan kontol Lambert. Buah dadanya yang bulat berayun setiap kali Lambert menghentak masuk kontolnya yang besar dan panjang itu. Tangan Dewi menggenggam erat sprei ranjang yang sudah tidak lagi menutupi kasur empuk tempat tidurnya dengan sempurna. Tiba-tiba Dewi melihat Tedi berada di depannya. Kontol Tedi yang tegang mengacung di depan mata dekat dengan wajahnya. Dewi paham sekali Tedi juga tidak tahan melihat dirinya dientoti Lambert dengan berbagai posisi. Waktu berjalan dengan begitu cepat. Lambert masih sanggup bertahan walau pun Imah sudah meraih tiga kali orgasme. Dewi menghisapi kontol Tedi seperti kesetanan. Dia ingin Tedi segera menembakan air mani dalam mulutnya. Tedi memegang kiri kanan kepala Imah dan mengayunkannya ke arah kontolnya. Dia sempat senyum ke arah Lambert sambil menahan nikmat. “Ok Pak guru…. kita semprot barengan” usul Tedi. “OK…” jawab Lambert, sambil mengayun dengan lebih cepat dan dalam lagi. Dewi dapat merasakan kedua kontol yang menyodoki tubuhnya benar-benar membesar hampir menumpahkan isinya. Dia menenangkan dirinya yang tersulut syahwat lagi. Dia tidak lagi perlu bekerja keras, cuma menanti pancuran nikmat yang bakal ditumpahkan ke dalam rongga badannya saja. Dewi sadari dia juga akan orgasme sebentar lagi. Tiba-tiba “Ahhhhhh uhhhhh” erang Lambert. Pancutan demi pancutan dilepaskan ke dalam rahim Imah. Imah dapat merasakan kehangatan yang diberikan oleh Sarvan ke dalam rahimnya itu. Dia juga mengalami kenikmatan klimeks pada ketika yang sama tetapi tidak mampu berdengus kerana Rosli juga sedang memuntahkan lahar maninya ke dalam mulut Imah. Imah terpaksa bekerja kerana menelan setiap titik pancutan yang dilepaskan ke dalam mulutnya. Hidangan kegemarannya. Sarvan terbungkam di atas belakang Imah. Imah tertiarap dengan kakinya masih lagi terkangkang. Dia merasakan balak Sarvan masih besar dalam cipapnya. Dia tidak peduli cuma dia inginkan oksigen untuk memenuhi rongga paru-parunya. Balak Rosli masih lagi digenggamnya seerat mungkin untuk menghabiskan sisa mani yang mungkin masih mengalir di dalam saluran kencingnya. Rosli tersandar ke kepala katil kelelahan. Imah dapat merasakan pelukan Sarvan dan tangan kasarnya perlahan-lahan meramas buah dadanya yang terhimpit di atas tilam. Perlahan-lahan Sarvan bangun dan mencabut balaknya yang lebik keluar dari cipap Imah. Membuak air mani keluar bersamanya meleleh ke atas tilam membentuk satu tompokan yag besar. “Mana bilik air?” tanya Sarvan. Rosli memberi tunjuk arah dan Sarvan keluar bilik. Tangan Rosli membelai rambut Imah yang masih keletihan. Imah bangun dan mengenakan kain sarungnya. Begitu juga dengan Rosli, dia mengenakan tuala. Kedua mereka bersandar di kepala katil. Apabila Sarvan masuk semula ke dalam bilik. Mata Imah tertumpu ke arah balak besar yang berjuntai antara paha Sarvan. “Perkara apa yang cikgu nak bincang dengan saya?” tanya Imah. Sarvan gamam seketika. Tidak mungkin dia akan mengatakan bahawa Atan telah melanggar disiplin di sekolah. Perlahan-lahan dia memungut pakaiannya dilantai dan mengenakan satu persatu. Akalnya memikirkan alasan yang baik untuk menghantar Atan ke rumah. “Oh. itu Atan ….dia..tadi sakit kepala juga. Sebab itu saya hantarnya balik” Jawab Sarvan. Imah senyum. Dia turun dari katilnya mendapatkan Sarvan. “Terima kasih kerana menjaga Atan dengan baik”sambil memegang tangan cikgu Sarvan. “Ohhh itu tak apa..er..saya kena balik dulu” Pinta Sarvan. Imah mengiringinya ke pintu luar. Dia melihat Ckugu Sarvan masuk ke dalam kereta dan meluncur berlalu. Imah terus senyum dengan gelagat Sarvan. Sempat juga dia meramas ponggong Imah sebelum keluar rumah. Imah masuk ke dalam rumah. Rosli masih bersandar di kepala katil. Imah menghampirinya dan mengucup bibir Rosli. ‘Terima kasih bang, kalau tidak kerana abang entah apa yang terjadi pada Atan” “Ah..abang pun tumpang seronok juga” “OK sekarang abang nak Imah buat apa..Imah akan ikut semua kehendak abang” Sambil membuka tuala yang dipakai oleh Rosli. Tangannya terus membelai balak Rosli yang tidak bermaya. “Jom ..mandi bersama abang” Imah Cuma mengikut Rosli dari belakang untuk ke bilik air. Atan di kedai Muthu berehat di bawah pokok ceri melihat orang main dam. Sedang dia asyik itu dia sempat melihat Cikgu Sarvan lalu di jalan meluncur laju ke jalan besar. Terasa ingin dia balik ke rumah tetapi emaknya pesan supaya jangan balik sehingga di panggil. Dia mengeluarkan duit dalam poketnya lalu membeli ais kream daripada Muthu. Setelah melumur tubuh dengan sabun Rosli meminta Imah menonggeng di lantai bilik air. Dia memasuki tubuh Imah dari belakang. “Emmm” keluh Imah. Rosli menghayun. Imah menahan, buah dadanya berayun. Setelah menyorong tarik lebih kurang lima minit, Rosli menarik keluar balaknya. Imah menoleh ke belakang. Rosli membuka lurah ponggong Imah, menyuakan kepala balaknya ke lubang dubur Imah. Imah tunduk, tangannya menyucuk ke dalam cipapnya biar jarinya bersalut lendir mani yang banyak terdapat di dalamnya. Di lumurkan cecair putih itu ke bukaan duburnya dengan memasukkan jarinya ke dalam lubang duburnya yang ketat. Rosli mula menekan. Ketat. Rosli menekan lagi. Imah releks menyebabkan duburnya memberikan laluan. Balak Rosli masuk, ketat, sebat sampai rapat. Dibiarkan tengggelam beberapa ketika. Imah menjerut kemutan duburnya. Rosli menggigit bibir. “Ketat nie Imah. Jimie tak pernah masuk lubang nie ke?” “Selalu jugak bang …ohhh” Imah menghayun ponggongnya . “Su dan Shida bagi ke lubang belakang mereka bang” Tanya Imah mengenai isteri Rosli yang bernama Su dan Shida isteri Kutty. “Kedua-duanya abang dah merasa cuma Imah sahaja yang abang dapat hari ini” “Abang suka bontot Imah?” “Abang memang kaki bontot” “Emmm henjut kuat lagi bang….kenapa abang tak cakap ketika abang singgah selalu tuu” “Abang takut Imah marah” Hayunan Rosli kian padat. Ponggong Imah yang gebu bergegar setiap kali dihentak oleh Rosli. “Imah bagi punya sebab abang Jimie suruh Imah layan abang dan abang Kutty macam Imah layan diaaaaa emmmm bangggg” “Imaaaahhhhh abang pancut nieeee” Rosli kejang. Balaknya memancut air maninya dalam ke rongga dubur Imah. “Ya banggg bagi kat Imaaaaahh” Imah menjerut cincin duburnya sekuat mungkin agar Rosli menikmati duburnya sepenuhnya. Ketika itu Imah merasakan kehangatan pancutan mani dalam duburnya. Das demi das. Setelah mandi dan berpakaian Rosli meminta diri untuk meneruskan perjalanannya. Apabila di tanya ke mana dia menjawab ke JB. Dia juga mengatakan yang di akan berjuma Jimie di JB nanti. “Pestalah itu dengan Kak Shida di JB” Gurau Imah dengan merujuk yang suaminya Jimie dan Rosli akan melanyak Shida isteri Kutty di JB nanti. “Imah pun bersedia sebab Abang Kutty dijangka sampai ke sini3 hari lagi dari Kuantan” pesan Rosli. Imah tahu benar yang Kutty seorang lagi sahabat karib suaminya sekarang berada di Kuantan tentunya sedang melanyak Su, isteri Rosli sendiri. Perjanjiannya begitu saling berkongsi. “Err Bang, tolong jangan sampai abang Jimie tahu tentang Atan dan Cikgunya ye” Sambil meramas ponggong Imah, Rosli melangkah keluar “Abang tahu lah” Merenung jauh sambil melambai Rosli meninggalkan rumah ke lorinya yang berada di hentian lebuh raya Imah memikirkan rancangan untuk anaknya Atan. Tiba-tiba “Ahhhhhh uhhhhh” erang Lambert. Semburan demi semburan air mani dilepas ke dalam rahim Dewi. Dewi dapat merasakan kehangatan yang diberikan oleh Lambert ke dalam rahimnya itu. Dia juga mengalami kenikmatan klimaks pada saat yang sama tetapi tidak mampu mengerang karena Tedi juga sedang memuntahkan lahar maninya ke dalam mulut Dewi. Dewi terus dengan bernafsu menelan setiap tetes semburan air mani yang dilepaskan ke dalam mulutnya. Hidangan kegemarannya. Lambert termenung di atas punggung Dewi. Dewi bertiarap dengan kakinya masih mengangkang. Dia merasakan kontol Lambert masih membesar dalam memeknya. Dia tidak pedulikan selain inginkan oksigen untuk memenuhi rongga paru-parunya. Kontol Tedi masih saja digenggamnya seerat mungkin untuk menghabiskan sisa mani yang mungkin masih mengalir di dalam saluran kencingnya. Tedi menyandar ke kepala ranjang kelelahan. Dewi dapat merasakan pelukan Lambert dan tangan kasarnya perlahan-lahan meramas buah dadanya yang terhimpit di atas kasur. Perlahan-lahan Lambert berdiri mencabut kontolnya yang sudah lembek keluar dari memek Dewi. Melelehkan air mani keluar bersamanya ke atas kasur membentuk satu gumpalan besar. “Dimana WC?” tanya Lambert. Tedi memberi penunjuk arah dan Lambert keluar bilik. Tangan Tedi membelai rambut Dewi yang masih keletihan. Dewi bangun dan mengenakan kain sarungnya. Begitu juga dengan Tedi, dia mengenakan handuk. Keduanya bersandar di kepala ranjang. Disaat Lambert masuk kembali ke dalam kamar. Mata Dewi tertuju ke arah kontol besar yang menjuntai di antara paha Lambert. “Ada masalah apa yang Pak guru mau bicarakan dengan saya?” tanya Imah. Lambert terkaget seketika. Tidak mungkin dia bakal mengatakan bahawa Fasa telah melanggar disiplin di sekolah. Perlahan-lahan dia memungut pakaiannya di lantai dan mengenakan satu persatu. Akalnya memikirkan alasan yang baik untuk menghantar Fasa ke rumah. “Oh. itu Fasa …. dia..tadi sakit kepala di sekolah. Makanya saya antar pulang” Jawab Lambert. Dewi tersenyum. Dia turun dari ranjangnya menghampiri Lambert. “Terima kasih telah menjaga Fasa dengan baik” sambil memegang tangan Pak Lambert. “Ohhh itu bukan apa-apa..er… saya mesti pulang dulu” pamit Lambert. Dewi mengiringinya ke pintu depan. Dia melihat Pak Lambert masuk ke atas mobil dan meluncur berlalu. Dewi terus senyum melihat gelagat Lambert. Sempat juga dia meremasi pantat Dewi tadi sebelum keluar rumah. Dewi masuk ke dalam kamarnya. Tedi masih bersandar di kepala ranjang. Dewi menghampirinya dan mengecup bibir Tedi. “Terima kasih banyak kang, kalau bukan karena akang gatau gimana Fasa jadinya” “Ah… akang juga ikut senang kok” “OK sekarang akang pengennya Dewi ngapain… Dewi akan turuti semua keinginan akang” sambil membuka handuk yang dipakai oleh Tedi. Tangannya terus membelai kontol Tedi yang masih tidur. “Ayo atuh… kita mandi bareng” Dewi cuma mengekori Tedi berjalan ke kamar mandi. Fasa di warung Partodi beristirahat di bawah pohon mangga melihat orang main kartu. Sedang asyik dia sempat melihat mobil Pak Lambert, gurunya meluncur cepat ke jalan raya. Terasa ingin dia balik ke rumah tetapi ibunya tadi pesan supaya jangan pulang dulu sebelum dipanggil. Dia mengeluarkan duit dalam sakunya lalu membeli es kream di warung Muthu. Setelah menyabuni badan Tedi meminta Dewi menungging di lantai kamar mandi. Dia memasukan kontolnya ke badan Dewi dari belakang. “Emmm” keluh Dewi. Tedi mengayun. Dewi menahan, buah dadanya berayun. Setelah menggenjot lebih kurang lebih lima menit, Tedi menarik keluar kontolnya. Dewi menoleh ke belakang. Tedi membuka celah pantat Dewi, mendorong kepala kontolnya ke lubang dubur Dewi. Dewi menunduk, sambil tangannya mencolok lubang memeknya biar jarinya dibasahi lendir air mani yang ada banyak di dalamnya. Di lumurkan lendir putih itu ke lubang duburnya dengan memasukkan jarinya ke dalam lubang duburnya yang sempit. Tedi mulai mendorong. Sempit. Tedi mendorong terus. Dewi rileks hingga otot duburnya memberi jalan. Kontol Tedi masuk, rapat, sesat sampai penuh. Dibiarkan tengggelam beberapa detik. Dewi mulai mengempotkan liang duburnya. Tedi menggigit bibir. “Sempit banget ini liang tahi Dewi. Adam gak pernah masuk lubang ini apa?” “Suka kok kang …ohhh” Dewi mengayunkan pantatnya . “Si Nur sama si Fitri udah ngasihin lubang bool mereka juga belum kang?” tanya Dewi menanyakan isteri Tedi yang bernama Nur dan Fitri istrinya Reza. “Dua-duanya akang udah cobain tapi cuma Dewi aja yang akang entotin boolnya hari ini” “Akang doyan boolnya Dewi?” “Akang emang doyan entot bool, Wi” “Emmmm entotin yang kenceng kang… kenapa akang gak ngomong atuh kalo pas akang mampir dimarii” “Akang takut Dewi marah” ayunan kontol Tedi makin dalam. Pantat Imah yang montok bergetar setiap kali ditepuki Tedi. “Dewi kasih soalnya bang Adam minta Dewi layanin kang Tedi sama Reza kaya Dewi ngelayanin dia kanggggggg” “Dewiiiiiiii akang nyampeeee niiihhhhhh” Tedi mengejang. Kontolnya menembakkan air maninya dalam ke liang dubur Dewi. “Ya kanggg pejuhin Dewiiiiiii” Dewi mengempotkan otot cincin anusnya sekuat mungkin agar Tedi menikmati duburnya sepenuhnya. Saat itu Dewi merasakan kehangatan semburan air mani dalam duburnya… Setelah mandi dan berpakaian Tedi pamit untuk meneruskan perjalanannya. Saat di tanya ke mana dia menjawab ke Bandung. Dia juga bilang akan ketemu Adam di Bandung nanti. “Pasti nanti maen sama si Fitri tuh di Bandung” gurau Dewi menebak bahwa suaminya Adam dan Tedi akan menyetubuhi Fitri istri Reza di Bandung nanti. “Dewi siap-siap juga ya, soalnya si mas Reza sekitar 2 hari lagi bakal ke sini dari Serang” pesan Tedi. Dewi yakin Reza sahabat karib suaminya suatu lagi sekarang sedang di Serang pasti sedang ngentotin Nur, istrinya Tedi sendiri. Perjanjiannya memang begitu saling berbagi istri diantara ketiga sopir truk. “Er, Kangg. Tolong jangan kasih tahu bang Adam soal Fasa dan gurunya ya” Sambil meremas pantat Dewi, Tedi melangkah keluar “Akang tahu lah” Melamun Tedi sambil melambai ke arah Dewi, menaiki truknya meninggalkan rumah istri Adam di pinggir jalan raya. Dewi memikirkan rencananya untuk anaknya Fasa.Part 5 Sehabis Tedi pulang, Dewi masuk kamar mandi membersihkan seluruh rongga di tubuhnya yang ditumpahi air mani Tedi dan Pak Lambert. Dewi lalu memakai kaos tanpa lengan dengan celana jeans belel yang ketat. Dia melangkah ke arah warung Partodi. Sampai di sana dia melihat Fasa sedang memperhatikan kartu yang dipegang Dimas dan lawannya Aris. Sudah sore waktu itu jam 3. “Fasa pulang dulu sana, makan” bisik Dewi di telinga putranya. Dewi memperhatikan Fasa yang berjalan berloncatan pulang ke rumahnya, sementara Dimas dan Aris memperhantikan badannya yang montok dan wangi. “Mbak, mau belanja ya?” tanya Aris. Dewi hanya tersenyum, “Mana Partodi?” “Ada di belakang warung” jawab Dimas. “Emmm kalian udah beres maen kartunya?” “Ada apa gitu mbak?” tanya Aris. “Mbak mau ngobrol, sini ikut mbak” sambil Dewi melangkah ke arah warung Partodi. Dimas dan Aris langsung saja berdiri mengikuti Dewi menuju warung. Di gudang belakang warung, Partodi sibuk membuka kiriman barang dagangan yang baru sampai. Hanya bersarung saja bertelanjang dada. Dada dan perut buncitnya yang berbulu berkeringat. “Partodi!” panggil Dewi. “Oh Mbak… duduk-duduk mbak, errr Aris jagain warung bentar.” sambut Partodi. “Aing oge nu beunang ngajaga warung” protes Aris Dewi masuk ke ruangan di gudang barang dagangan dan duduk di sebuah bangku jojodog (bangku kecil buat nyuci). Dimas dan Partodi duduk di atas karung beras. Posisi mereka agak tinggi bisa melihat ke dalam baju Dewi yang potongan lehernya agak lebar. “Malam ini mbak mau minta tolong ke kalian” Dimas dan Partodi menyimak dengan seksama. “Kapan terakhir kali kalian ngegarap perempuan?” Dimas dan Partodi saling berpandangan. “Terakhir sama mbak waktu itu” jawab Dimas, masih ingat dia saat mereka menggarap Dewi di rumahnya petang hari saat Dewi hanya sendirian di rumah. Dewi mengira-ngira lebih dari dua minggu yang lalu. “Udah lama kalian gak ngegarap perempuan kayaknya… Baiklah dengerin rencana mbak ini baik-baik” Dewi menjelaskan rencananya pada Dimas dan Partodi dan mereka menyimak dengan teliti. Lalu Dewi berdiri. “Baiklah, sekarang mbak minta kalian keluarin burung kalian” Kedua pemuda itu buru-buru melorotkan celana yang dipakainya mengeluarkan penisnya yang setengah tegang. Dewi menghampiri mereka lalu menggenggam kedua batang penis yang mulai membesar. “Cuci dulu sebentar sana” pinta Dewi. Secepat kilat Dimas dan Partodi ke kamar mandi. Saat keluar, Dewi sudah bertelanjang bulat di dalam gudang. Dewi meminta kedua pemuda untuk duduk di atas tumpukan karung, sambil duduk tangan mereka mulai membelai buah dada Dewi. Dewi memegangi batang penis mereka dan mengocoknya. Sesekali mulut Dewi menghisap batang penis yang menegang dengan lembut bergiliran agar batang penis semakin licin. Beberapa saat kemudian badan keduanya mengejang. Dewi emempercepat kocokan tangannya. “Ayoyoooo” erang Partodi. “Ohhhh mbakkkkk” erang Dimas. Batang penis masing-masing mulai menembakkan air mani. Kental dan banyak. Dewi terus memerah batang penis mereka hingga tak setetespun keluar lagi. Tangannya penuh dengan air mani, sebagian hinggap di dadanya sebagian lagi mengenai wajahnya. Dewi lalu ke kamar mandi mencuci tangan dan bagian badannya yang tersiram muncratan air mani. Saat Dewi keluar kamar mandi, Dimas dan Partodi masih rebah di atas karung. “Udah panggil si Aris juga sana” pinta Dewi. Dimas dan Partodi turun perlahan. Membetulkan bajunya. “Ada apa mbak?” tanya Aris. Dewi menarik Aris semakin dalam di dalam gudang. Dia melorotkan celana jeansnya. Melihat Dewi melepaskan celananya, Aris mengikuti membuka celananya. Dewi naik ke atas sebuah karung. “Sini jilatin punyanya mbak” Tanpa buang waktu Aris membenamkan wajahnya ke memek Dewi. “Emmm pinter banget” suara Dewi lembut sambil tangannya menarik kepala Aris. Pada saat yang sama, Aris mengocok batang penisnya sendiri. Tak sampai sepuluh kocokan Aris mengangkat wajahnya dari memek Dewi. “Oh mbak saya gak tahan lagi” Aris menumpahkan air mani dari ujung penisnya ke arah memek Dewi yang masih mengangkang di depannya. Cepat-cepat Dewi mengangkat kaosnya agar tak tertumpahi air mani yang keluar. “Minta tisu sana ke Partodi di depan” Aris memakai celananya lalu bergegas ke depan, tak lama dia kembali dengan sekotak tisu. Setelah membersihkan badannya dengan tisu, Dewi membetulkan celananya yang terjatuh di kaki. Sebelum Dewi berlalu, Aris bersuara. “Mbak boleh saya kobel memeknya sekali?” Dewi hanya tersenyum. “Em yausah sok” Dewi menyukai Aris yang berterus terang. Dewi menurunkan celananya sedikit. Aris menelatakkan telapak tangannya di atas memek Dewi yang tebal. Pelan-pelan Aris mencari celah pada memek lalu menekan masuk jari tengahnya. “Ohhh” erang Dewi sambil menarik kaosnya ke atas, memperlihatkan buah dadanya. Meskipun siang tadi sudah disetubuhi Tedi dan Dinan namun syahwatnya tetap terangsang. “Isepin toket mbak” pintanya pada Aris. Aris mencaplok buah dada yang diarahkan pada wajahnya sambil menusukan jarinya keluar masuk memek Dewi yang hangat. Dewi menggigit bibirnya agar desahan nikmatnya tak keluar. Kemudian kepala Aris didorongnya. “Udah dulu deh, nanti kita lanjutin lagi…” Aris menarik jarinya lalu memasukannya dalam mulut. Dewi menarik celananya ke atas sambil tersenyum. “Enak gak?” “Gurih mbak” —– Pulang ke rumah, Dewi melihat Fasa sudah habiskan makanan yang disiapkan di atas meja. “Nanti sore ada kelas?” tanya Dewi. “Ada” Fasa menjawab pendek sambil melanjutkan PRnya. “Kelas siapa?” “Pak Ahnaf” “Gimana kalau malam ini, Fasa gak usah les tapi minta Miss Sarah aja datang ke rumah kita buat belajar bahasa Inggris.” “Emmm boleh aja” jawab Fasa, matanya berbinar saat mendengar nama Miss Sarah. “Sekarang Fasa ke rumahnya sana minta dia makan malam disini.” Fasa langsung berdiri bergegas keluar rumah. Dewi melihat sekeliling rumahnya, rapi dan bersih. “Aku masih ibu rumah tangga yang baik” pikirnya, sambil melangkahkan kaki ke dapur menyiapkan untuk tamu nanti malam. Jam 8 malam, Miss Sarah sampai di rumah Fasa. Dia memakai celana slack hitam dan blus tipis warna putih. Dewi tersenyum menyambut Miss Sarah di pintu. “Fasa cepetan, Miss Sarah udah datang” Dewi mengajak Miss Sarah masuk “Fasa lagi mandi” Dewi menjelaskan pada Miss Sarah. “Nggak papa mbak, saya juga santai malam ini” Dewi yang memakai sarung dan kaos oblong saja memperhatikan Miss Sarah yang pertama kali ditemuinya dari dekat. Cantik orangnya, buah dadanya besar walau badannya sedikit pendek daripada Dewi tapi secara keluruhan tubuh putih di depannya memang menggiurkan. Pantas saja Fasa selalu terangsang jika dekat bersama gurunya ini. Fasa tersenyum keluar kamar mandi, badannya yang gemuk hanya ditutupi sehelai handuk. Miss Sarah melihat burungnya Fasa menjuntai dibalik handuk. Meskipun terhalangi namun dalam pikirannya, bayangan penis itu terlihat jelas. Saat Fasa berjalan ke arah kamarnya, saat itulah pintu depan rumah terbuka dan masuk tiga orang bertopeng memegang pisau yang berkilat. Masing-masing orang itu menghampiri Fasa, Dewi dan Miss Sarah. “Jangan teriak kalau ingin selamat.” ancam seorang dari mereka, sambil ketiganya mendorong tubuh tawanannya ke dalam kamar tidur Adam dan Dewi. Miss Sarah sebelumnya pernah diperkosa, Dewi juga sebelumnya pernah ditodong ketiga orang ini, sementara Fasa pernah melihat kejadian yang menimpa ibunya. Mengingat peristiwa saat itu membuat burung Fasa dibalik handuk membesar keras. Setelah ketiga pria bertopeng sampai dikamarnya, Dewi memohon-mohon, “Tolong jangan sakiti kami” pintanya. Di dalam kamar, seorang penyusup menarik sarung yang dipakai Dewi hingga pahanya serta memeknya yang montok terpapar karena memang Dewi tidak memakai celana dalam. Dewi, Miss Sarah dan Fasa didudukan di ranjang oleh para penyusup. Seorang dari mereka mengarahkan batang penisnya yang sudah tegang ke mulut Dewi, “Hisap” perintahnya. Perlahan Dewi memegang penis yang menekan wajahnya, mengocoknya beberapa kali kemudian menjilati kepala penis yang merah kehitaman. “Kamu buka pakaian kamu” perintah yang lain pada Miss Sarah. Miss Sarah berdiri dan melepas pakaiannya satu persatu menyisakan celana dalam dan beha. Dengan ketakutan, Miss Sarah sempat menoleh ke arah Dewi yang sedang menghisapi batang penis si penyusup dengan sungguh-sungguh. “Lepasin semuanya!” perintah si penyusup. “Jangan di depan anak itu… Dia murid saya” “Oooo murid ya… ayo sini” ditariknya Fasa berdiri di depan Miss Sarah lalu ditariknya handuk Fasa ke bawah. Fasa yang melihat ibunya menghisapi penis dengan bernafsu jadi terangsang, penisnya mengacung keras saat handuknya dilepas. “Hisap burung anak ini” Miss Sarah memandang wajah Fasa dan wajah bertopeng orang yang menyuruhnya. “Cepat!!!!” Pelan-pelan Miss Sarah pegangi burung punya Fasa yang sangat besar dibandingkan milik teman seusianya. Sehabis mengocoknya beberapa kali, Miss Sarah mulai meletakan burung Fasa di mulutnya, menjilati lalu menghisap penis anak muridnya. “Ohhh” desis Fasa. Miss Sarah memejamkan matanya sambil terus mencurahkan konsentrasinya menghisap batang penis Fasa. Memang sudah lama dia tidak menyentuh penis semenjak putus dengan pacarnya. Fasa memegangi kepala guru bahasa Inggrisnya sambil melihat ibunya sangat bernafsu memberi pelayanan mulut pada burung si penyusup yang hitam berkilat. Miss Sarah merasakan seseorang melepaskan baju dalam yang dipakainya, dia sudah tidak peduli karena berkonsentrasi pada penis Fasa. Saat orang itu melepaskan celana dalamnya, dia angkat pantatnya memudahkan. Saat jari tangan si penyusup menjamah memeknya, dia bukakan kangkangnya lebar. Matanya sesekali mendelik pada Fasa yang menikmati rangsangan dari mulutnya. Ibunya Fasa bergerak ke tengah ranjang diikuti oleh penyusup yang penisnya digenggam. Miss Sarah melihat sebuah batang penis lain di arahkan padanya, dan dia juga memberi servis kocokan dan hisapan pada penis tersebut. Seorang penyusup lagi mengarahkan batang penisnya ke mulut ibunya Fasa untuk dihisap disaat lelaki yang tadi sudah menaiki selangkangan Dewi. Pluk… pluk… bunyi genjotan penis si penyusup pada memek Dewi. “Ohhh yaaaaa!!!!” erang Dewi. Miss Sarah bergerak menyusul ke tengah ranjang sambil menarik tangan Fasa. “OK Fasa, ini cuma rahasia kita berdua” dia membimbing Fasa menaiki tubuhnya, Fasa hanya mengikuti. Fasa sudah faham, inilah saatnya dia “bersenang-senang” sebagaimana orang dewasa melakukannya. Miss Sarah membetulkan posisi kepala penis Fasa dan mendorongnya perlahan ke celah memeknya. “Dorong… Fasa dorong sekarang…” Fasa melihat bagaimana lelaki disebelahnya melakukannya pada ibunya dan dia pun mendorong menirukan. “Emmmmmmmhhhh yaaaaa” Miss Sarah melebarkan kakinya mengangkang. Fasa mendorong sampai bisa merasakan jembut Miss Sarah menggosok biji burungnya. Fasa merasakan kehangatan dan kelembaban memek yang ditusuk oleh burungnya. Mulutnya mencari buah dada bu guru. Dihisap dan diremasnya sambil pantat terus mengayun naik turun berusaha memompakan burungnya keluar masuk memek Miss Sarah yang sangat disukainya di sekolah. Tangan Miss Sarah membelai bagian belakang kepala Fasa dengan lembut penuh kasih sayang. Memang sejak mengajar kelas Fasa awal semester sebelumnya, dirinya menaksir ukuran penis Fasa besar. Mampu memenuhi tuntutan syahwatnya. Dia selalu memperhatikan burung anak ini saat dirinya mengajar di kelas. Membentuk tenda di dalam celana SDnya terutama saat dia memakai rok yang ketat dan berpotongan pendek. Saat mengingat daya tarik Fasa di kelas, tiba-tiba Miss Sarah dikejutkan dengan pergerakan Fasa yang semakin kencang. “Aaaaaaaahhhhhh aaauuuuuuoohhhhhhh emmmmmmmm!!!!!” erang Fasa. Dewi hanya melihat anaknya yang mencapai puncak tanpa bisa ditahannya. “Terus Fasaaaa yang kencangggg” jerit Miss Sarah saat sadar Fasa sudah tidak bisa menahan lagi. Saat itu dia merasakan Fasa menumpahkan air maninya sangat banyak di dalam rahim gurunya. Semprotan demi demi semprotan kemudian menyusul Miss Sarah mencapai orgasmenya. “Oohhhhhhhhh yaaaaaahhhhhhhh” sambil mengangkat pantatnya. Tubuhnya mengejang, kepalanya menggeleng kekiri kanan. Dewi merasa bangga melihat anaknya mampu memuaskan ibu gurunya. Perbuatan di sebelahnya semakin merangsang nafsunya. Dia menganggukan kepala pada Partodi yang sedang menyetubuhinya supaya mempercepat pompaan kemaluannya sebab Dewi merasa hampir orgasme. Partodi bergerak dengan cepat memompa. Dewi mengimbangi. Partodi menggenjot dengan cepat, Dewi mengempot-empotkan memeknya sambil mengangkat pantat. Tiba-tiba “Ahhhhhh uhhhhhh!!!!” erang Partodi. “Yaaaaaahhhhhhhh” Jerit Dewi. Partodi menumpahkan air maninya, Dewi terus mengempot-empot memeknya meremasi sampai-sampai Partodi tergolek di atas dadanya yang bermandikan keringat. Di sebelah, Fasa turun dari ranjang bersandar ke tembok. Seorang dari lelaki penyusup menaiki badan Miss Sarah. Dengan sekali tekan, burungnya yang kecil terbenam di memek Sarah yang dibanjiri air mani Fasa. Dewi berganti posisi menungging supaya Dimas bisa menyodokmemeknya dengan gaya doggie, sementara Partodi bersandar di kepala tempat tidur. Seperti biasa Aris terlalu bernafsu tidak mampu menahan genjotannya. Hanya sepuluh pompaan saja, dia sudah menumpahkan air maninya di dalam memek Miss Sarah. Aris tergolek di atas tubuh Miss Sarah. Dimas mengayunkan selangkangannya bersemangat. Dewi menahan sebisanya. Aris bangun dan bersandar di pinggir ranjang sementara Miss Sarah membuka kangkangannya membiarkan air mani yang banyak di dalam memeknya meleleh keluar menggenang di atas kasur. Matanya memejam namun telinganya masih mendengar suara Dewi yang mengerang dan mendesis setiap kali Dimas mengocok penisnya keluar masuk memek ibunya Fasa. Tiba-tiba dia merasakan buah dadanya diremas seseorang, lalu membuka matanya. “Bu guru, saya mau kaya gitu juga” pinta Fasa. Miss Sarah bangkit memegang burungnya Fasa yang sudaj kembali mengeras. Dikocokinya perlahan kemudian dihisapnya hingga penis Fasa semakin membesar. Senang hatinya melihat penis Fasa bisa kembali membesar hanya dalam lima menit. Miss Sarah menungging di sebelah Dewi lalu Fasa mendekatinya dari belakang. “Emmmmm yaahhhh entotttt terussss sampe keluar.” Suara Miss Sarah mengerang sambil Fasa memompakan penis ke liang memeknya. Kali ini genjotan Fasa bertahan lebih lama sebab ronde sebelumnya burungnya sudah muntah-muntah. Besok hari Minggu, libur. Saat Dimas mengeluarkan air mani disusul Dewi yang kembali merasakan orgasme, Fasa masih terus menggenjot belum mau kencing enak. —– Ketika Dewi mengantar ketiga lelaki penyusup ke pintu. Dia sempat mendengar Miss Sarah menjeritkan erangan orgasmenya yang kedua kali. “Terima kasih” bisik Dewi. Partodi meremasi buah dada Dewi. Dimas meremas pantat dan Aris seperti biasa mencelupkan jarinya ke dalam memek Dewi yang dibanjiri air mani dan mengocoknya beberapa kali, lalu Aris mengisap jarinya. “Enak gak?” “Gurih mbak.” gurau Aris. Mereka menghilang dalam gelap malam. Dewi mengunci pintu. Di bagian dalam pahanya mengalir air mani hingga betis. Di dalam kamarnya, Miss Sarah masih mengerang, “Emmmm terusss Fassaaaa yangg kenceenggg” Dewi tersenyum. Rencananya berhasil. Dia melangkah ke kamar mandi. Mungkin malam ini dia terpaksa tidur di kamar tidur Fasa. Biar Miss Sarah dan Fasa meneruskan permainan ranjangnya sampai keduanya kehabisan tenaga. Meskipun mesti sampai pagi. Lagian besok hari Minggu, mereka libur. Biarkanlah mereka…. —– —– —– —– “Abang…….uuuuuhhhhh!!!!!!” lenguh Dewi. Adam terkulai di atas buah dadanya. Dewi ambil napas pendek-pendek. Kontol suaminya masih membesar bersemayam di dalam memeknya yang banjir dengan air mani yang baru dilepaskan oleh suaminya. Mereka udah ngentot 2 ronde malam itu dan pastinya Fasa anak mereka udah tidur. Setelah tenaga masing-masing pulih, Adam bangkit bersandar di kepala tempat tidur. Diraihnya botol air di atas meja kecil dan dituangkan ke dalam gelas. Dewi mengambil handuk kecil dan diletakkannya di mulut memeknya sambil mengelapkan air mani yang semakin meleleh ke atas kasur. Dia bisa merasakan handuk yang di tangannya itu masih basah air mani yang sebelumnya dilap setelah ronde pertama. “Abang minta cuti satu minggu ke si boss” sambil minum air. “Dia ngasih cuti bang?” tanya Dewi sambil ikut bersandar di kepala ranjang. “Hehehe!” jawab Adam pendek. “Bagus atuh soalnya Fasa juga udah libur sekolah nih, pergi kemana yuk bang kita bertiga?” pinta Dewi. “Kita pulang ke kampung aja ketemu babehnya abang, udah lama gak ketemu babeh sama enyak” “Bagus deh bang.. sekarang masih musim buah pasti babeh sama enyak sibuk panen di kampung, kita bisa ikut bantu mereka…. Fasa juga ikut, kan ujiannya dah beres, bolehlah kita diam di sana agak lamaan” “Kalau Dewi setuju baguslah, sebab abang mau pulang ke kampung buat….” Adam membisikkan sesuatu ke telinga istrinya. “Ini juga udah gede kok bang” jawab Dewi. “Dewi gak suka gitu?” tanya Adam. Dewi cuma senyum “suka hati abanglah…Dewi ikut saja” tangannya kembali mengurut kontol suaminya. “Abang mau sekali lagi ga?” Dewi lihat kontol suaminya makin keras. “Sekali sebelum tidur…esok mau bawa mobil jauh” Adam kembali naik ke atas tubuh isterinya. Dewi membuka pahanya sehingga dengan mudah Adam memasuki tubuhnya.