Desahan Di Dalam Rumah Kosong

Namaku syifa, umurku baru 17 tahun. Aku santriwati dari salah satu pondok pesantren terkenal jama’ah tabligh di jawa timur. Rumahku hanya beda kota dengan pondok tempatku belajar.

Hari ini aku berencana pulang ke rumah, katanya ayahku akan menjemputku hari ini. Tetapi kulihat jam di tanganku, harusnya jam segini ayah sudah datang menjemput. Karena aku gelisah daritadi ingin cepat pulang akhirnya aku pulang naik angkot langgananku.

Sebenarnya aku agak takut naik angkot setelah membaca berita tentang perkosaan yang terjadi di ibu kota. Sopir angkot yang mencari-cari kesempatan memperkosa penumpangnya. Membaca beritanya saja bulu kudukku merinding.

Akhirnya angkot langgananku melintas di depan pondokku. Untung saja aku mengenal sopir dan keneknya.

Mau pulang dek syifa? Tanya kenek angkot yang sudah aku kenal lama bernama mas ardi.

Iya mas, sudah kangen sama ibu dan ayah. Aku tersenyum dibalik cadarku.

Aku naik ke dalam angkot, duduk dekat pintu.

Tiupan angin menyapu wajahku saat angkot mulai berjalan. Sejuk sekali, karena hari ini gerah banget. Padahal setiap hari aku berpakaian seperti ini. Lalu mataku menatap ke luar angkot. Ngeri juga batinku, andai saja aku pulang malam hari.

Jalanan sepi meski siang hari, melewati hutan. Berkelok-kelok, tentu saja jurang yang dalam, sangat berbahaya. Di dalam angkot aku sibuk membaca do’a agar selamat.

Sekarang penumpang di dalam angkot sudah penuh. Antar penumpang berdesak-desakan. Sampai aku terdesak mendekati pintu. Huh ini berbahaya, aku bisa jatuh, pikirku. Dan aku memegang pintu lebih erat lagi.

Saat angkot mengerem mendadak, tubuhku terdorong ke depan. Aduh, aku secara tidak sengaja memeluk mas ardi di depanku. Wajahku yang bercadar menempel ke wajah mas ardi. Kulihat mas ardi tersenyum. Karena malu, aku menundukkan pandanganku.

Berkali-kali kulihat jam tanganku, aku ingin cepat-cepat sampai rumah. Di dalam angkot aku membayangkan melepas semua pakaianku untuk menghilangkan gerah yang menyiksa. Lalu mandi dibawah shower, pasti segar sekali.

Tiba-tiba angkot ngetem, mencari penumpang lagi. Huh, serakah sekali batinku. Padahal penumpang sudah penuh seperti ini tetap saja mencari penumpang lagi. Ada tiga penumpang lagi yang masuk ke dalam angkot. Aku pun terdesak yang dengan terpaksa harus mepet, masuk lebih dalam lagi ke dalam angkot.

Siyal banget aku hari ini, aku merutuki nasibku. Keringatku mengucur deras. Ntah bagaimana bau badanku yang tercium dihidung penumpang lain. Semoga tidak mengganggu karena tidak enak dan tidak PD.

Satu persatu penumpang sudah turun, agak lega juga. Setidaknya tidak lagi berdesak-desakan seperti tadi.

Angkot pun memasuki jalanan yang kanan kiri hanya hutan. Kulihat pohon besar di pinggir jalan, bulu kudukku berdiri.

Aku kira angkot yang aku tumpangi ngetem lagi, ternyata bannya kempes. Lalu satu persatu penumpang turun. Kata mas anwar si sopir kita dioper untuk naik angkot yang lain.

Ku kipas-kipaskan ujung hijabku untuk mengurangi gerah. Dek syifa, kata mas anwar mengagetkanku. Mas anwar memberiku botol air mineral.

Terima kasih mas, kusibakkan cadarku untuk meneguk air mineral itu. Uuuhh segar banget. Tetapi sementara saja, aku kembali gerah. Aku sedikit mendesis, kesal banget rasanya.

Kulihat ada lima orang laki-laki yang menjadi penumpang angkot yang aku tumpangi. Aku kira tadi ada penumpang perempuan yang tersisa, ternyata tidak.

Ya udahlah, pikirku. Kulihat jam lagi, hari semakin sore tetapi angkot yang lain belum kunjung-kunjung lewat.

Eh mas, kulihat mas anwar di belakangku. Menyeret, membopongku dengan dibantu mas ardi ke dalam rumah kosong di pinggir hutan.

Lepaskan mas, lepaskan. Aku meronta.

Diam kamu, mas ardi membentak.

Rasanya aku ingin menangis, apa yang aku khawatirkan terjadi juga.

Lima orang penumpang terlihat mengikutiku yang diseret ke dalam rumah kosong.

Ahhh, jangan mas, aku gak mau. Air mataku pun menetes.

Aku ditelentangkan di atas ranjang reyot, tanganku diikat ke atas begitu juga kakiku.

Mas anwar naik ke atas ranjang menindihku.

Ja jangan mas. Mas anwar berusaha menciumku yang masih menggunakan cadar.

Cadarku sudah dilepas oleh mas anwar. Mas anwar kembali menciumku sampai aku tidak bisa bernafas. Dengan satu tarikan hijab panjangku pun ikut terlepas. Nampaklah rambutku yang bergelombang kemerahan.

Ciuman mas anwar semakin brutal. Dia memaksaku membuka mulut.

Emm gak, gak mau. Pipiku ditampar mas anwar.

Buka mulutmu anjing. Dengan terpaksa kubuka mulutku. Mas anwar melumat bibir bawahku. Dihisap-hisapnya bibir bawahku. Lidahnya pun menyeruak masuk ke dalam mulutku. Sentuhan, remasan mas anwar di dadaku membuatku terangsang. Aku tidak tau dimulai sejak kapan, gairahku yang membuncah mulai menggiringku pada birahi.

Vaginaku mulai gatal, kugesek-gesekan pahaku yang merapat. Payudaraku pun juga mengencang karena remasan-remasan mas anwar.

Kubalas lumatan mas anwar. Mengetahui aku mulai terangsang mas anwar tersenyum.

Saat mas anwar berhenti menciumku, aku kecewa. Aku ingin dia terus menciumku. Rasanya aku butuh ludah mas anwar, aku kehausan.

Dibukalah tali yang mengikatku. Sekarang aku sudah lupa siapa aku. Kudekati mas anwar dengan kita saling berhadap-hadapan dalam posisi jongkok agak condong ke depan. Kupegang kepala mas anwar, kuhisap mulutnya sampai mas anwar mendesah.

Dari belakang ada yang memelukku, setelah pagutanku aku lepas kulirik siapa yang memelukku, ternyata mas ardi. Tangan mas ardi sudah masuk ke dalam hijab panjangku. Payudaraku yang berukuran 34B diremas-remas sampai aku blingsatan tidak karuan. Ya titik rangsangku yang paling sensitif ada di payudaraku.

Sekarang aku ditelentangkan, mas anwar menindihku. Leherku tidak henti-hentinya dia cium, jilat. Mungkin kalo aku tidak terangsang bakalan jijik. Karena kesadaranku belum pulih jilatan mas anwar di leherku semakin melambungkan birahiku.

Lalu kepala mas anwar mengendus-endus ketiakku yang basah. Dan tangannya meremas payudaraku yang semakin kencang.

Gamisku dirobek bagian depan, aku hanya bisa pasrah saja. Malahan kubantu mereka melihat tubuhku lebih jelas lagi. Kubuka gamisku sampai turun sebatas pinggang. Terpampanglah payudaraku yang lumayan besar dengan cup B mengencang.

BHku ditarik mas ardi, lalu dia menyosor payudaraku. Mas anwar pun ikut mengendus payudaraku.

Putingku habis disedot-sedot oleh mereka. Bukan hanya mereka, kelima laki-laki yang mengikuti kami mulai ikut menggerayangi tubuhku.

Gamis bawahku disingkap dan CDku dilepas, pahaku dielus-elus oleh mereka sampai ke pangkal pahaku yang terpampang vagina dengan warna labia coklat kemerahan. Panggulku kuangkat naik, Aaaahhh. Aku pipis, crot crot.

Kembali mereka menjamahku, menghisap-hisap, menjilat pahaku yang belepotan cairan vaginaku. Rasanya geli, geli tapi nikmat.

Setelah itu kakiku diangkat, dengan mata nanar kulihat laki-laki itu menggesekkan penisnya ke vaginaku.

Ahhhh, geli. Kataku.

Penis itu amblas menjebol vaginaku. Aku menangis, keperawananku telah hilang.

Penderitaanku belum berakhir, mereka menggilirku depan belakang. Kadang aku dipaksa menungging lalu mereka menancapkan pusaka mereka bergantian.

Aw sakit, mas anwar menampar pantatku. Ah ah ah, aku mendesah dengan tubuhku terdorong-dorong ke depan.

Setelah mereka menggenjotku dalam posisi menungging. Mereka menelentangkanku. Tubuhku kembali terlonjak-lonjak.

Mas ardi giliran menyetubuhiku, dia telungkup untuk mencium bibirku. Tangannya pun tak henti-hentinya meremas payudaraku. Aku melenguh, aaah mas ardi.

Sekarang aku tidak malu-malu lagi apalagi harus memberontak. Aku menikmati setiap persetubuhanku dengan mereka.

Kutarik kepala bagian belakang mas ardi untuk mencium bibirku lebih panas lagi. Kukeluarkan lidahku, mas ardi meresponnya. Kita saling bermain lidah, hisap dan saling menggelitik rongga mulut kita masing-masing.

Mas ardi menggendongku lalu memangkuku. Penis mas ardi masih menancap di kemaluanku dalam kondisi aku berada di atas mas ardi. Mas ardi mengucek-ucek lubang anusku.

Mas jangan mas, jangan disitu. Kurasakan jari mas ardi keluar masuk anusku.

Aduh mas, ah ah perih.

Aku menggigit bibir bawahku menahan perih. Karena genjotan dari penis mas ardi, perih di anusku sudah tidak terasa lagi.

Lalu ada memegang punggungku, mengelus, menciumnya. Kucoba menoleh ternyata mas anwar. Mas anwar membuka lubang pantatku.

Mataku melotot melihat mas anwar sudah ancang-ancang akan memasukkan penisnua yang besar ke anusku.

Ahhh mas, penis mas anwar masuk ke anusku. Tubuhku sudah mampu beradaptasi karena sebelumnya mas ardi sudah merangsang anusku dengan jarinya.

Perkosaan menjadi persetubuhan yang saling menikmati. Kini aku sudah tidak lagi malu-malu menggoyang pantatku, maju, mundur agar penis di anus dan vaginaku masuk lebih dalam.

Tubuhku sangat lelah, tapi nikmat dan puas. Ntah berapa jam aku digilir oleh mereka. Saat aku tertidur karena kelelahan. Mataku mengerjap-ngerjap terbangun dari tidurku. Aku ditinggal sendirian di dalam rumah kosong.

Aku ketakutan, rumah kosong yang berada di pinggir hutan membuatku menggigil. Air mataku menetes. Sekarang aku meringkuk di atas ranjang reyot.

Kudengar suara mobil terparkir di depan rumah kosong. Aku berusaha bangkit dan sembunyi.

Bunyi langkah kaki pun mendekat, setelah aku lihat.

Loh, abi? Aku terkaget.

 

Apa Yang Akan Terjadi

Aku berencana menjemput anakku, tetapi sesampainya di pondok tempat anakku mondok ternyata anakku sudah pulang. Kucoba susul anakku, ada yang bilang anakku naik angkot sendirian.

Ntah kenapa hatiku gak enak. Aku takut terjadi apa-apa dengan anakku. Tapi sulit juga mencari anakku. Karena angkot tidak hanya satu saja beroperasi.

Hampir putusasa aku mencari anakku. Perasaan cemas juga menyeruak di dadaku. Saat aku melewati angkot yang ngetem, aku turun dari motorku untuk melihat ke dalam. Sebenarnya malu tetapi ini demi anak perempuanku.

Hari semakin menjelang sore, kulihat awan hitam mengawang di angkasa. Rasanya akan hujan sebentar lagi.

Di sisi hutan aku lihat rumah kosong, tua dan kumuh. Kuparkirkan motorku ke dalamnya karena hujan. Di samping rumah kosong terlihat angkot tanpa ada orang satu pun.

Sayup-sayup aku dengar suara desahan perempuan. Rasanya aku pernah mendengar suara seperti itu, siapa ya batinku. Lalu dengan pelan-pelan aku mengendap-endap mengintip.

Tidak begitu jelas, tetapi aku bisa melihat perempuan dengan tubuh mulusnya sedang terikat di atas ranjang tua. Wajahnya tidak terlihat karena salah satu laki-laki berada di atas wajahnya, perempuan itu mengulum penisnya dari bawah.

Aku yang melihatnya tak kuasa, darahku berdesir. Nafasku menjadi memburu dan jantungku deg-degan melihat adegan itu.

Satu persatu dari lima orang laki-laki menggilir perempuan itu. Sampai salah satu laki-laki itu membuka tali yang mengikat tangan dan kaki.

Makin lama, penampakan perempuan itu makin terlihat. Cantik juga pikirku. Lalu aku berpikir seperti mengenalnya tapi siapa.

Kubuka resleting celanaku, kukeluarkan penisku sampai menggelantung di luar celana. Kukocok sambil menikmati adegan itu dengan nafas ngos-ngosan.

Tiba-tiba aku tersadar, bukankah itu syifa. Kepalaku seperti dihantam batu besar. Dan mataku berkunang-kunang lalu ambruk ke bawah.

Kulihat orang-orang itu sudah keluar dari rumah, perempuan itu dibiarkan mengangkang di atas ranjang.

Terlihat angkot lain berhenti di depan rumah kosong. Satu persatu dari mereka masuk ke dalamnya. Mobil sudah melaju menjauhi rumah kosong.

Kuintip lagi ke dalam, syifa sudah tidak ada. Dengan perasaan marah campur aduk aku melangkah ke dalam rumah.

A abi, syifa menghambur ke pelukanku dalam keadaan menangis.

Tubuhnya yang telanjang menempel ke tubuhku.

Aku membasuh air matanya. Jangan nangis ada abi disini. Abi udah melihat semuanya, abi akan laporkan semua ini ke polisi.

Kuambil jaket untuk menutupi tubuh anakku. Sekarang anakku tetap memakai gamisnya. Gamis Bagian atas tertutup oleh jaket tanpa hijab dan cadar.

Di perjalanan syifa memelukku dengan erat. Tangisnya masih terdengar. Hatiku merasa diiris-iris. Aku merutuki diriku sendiri kenapa aku malah nafsu bukannya menolong. Ya sebelumnya aku tidak tau itu syifa, tetapi apa bedanya itu syifa atau bukan. Aku wajib menolong. Bodoh kamu rudi. Iya namaku rudi umur 45 tahun.

Motor kupacu dengan cepat, melewati jalan yang berkelok-kelok tajam dengan hutan rimbun di sekitarnya.

15 menit aku sudah ke kota. Cahaya terang membuat anakku syifa menghentikan tangisnya. Rambutnya yang panjang legam berkibar-kibar. Aku lirik dari kaca spion, cantik sekali anakku ini. Karena sekian lama anakku mondok, juga karena sering memakai cadar. Wajah anakku pun terasa hilang dari ingatanku. Aku lupa bagaimana wajahnya sekarang.

Tanpa sadar aku mengagumi anakku. Nafsuku kembali timbul dengan penis yang menegang. Spontan kupegang tangan anakku agar memelukku dengan erat. Payudaranya yang ranum menempel ke punggungku.

Tahan rud, tahan. Itu anakmu, jangan sampai kamu nafsu dengan anakmu sendiri.

Di tengah jalan, hujan kembali turun dengan deras. Aku pacu motorku memasuki toko emas untuk berteduh.

Dingin syif? Tanyaku.

Iya abi, kata syifa lemah.

Mau abi belikan wedang jahe? Tawarku.

Syifa hanya mengangguk. Lalu aku pergi ke warung sebelah untuk membeli dua gelas wedang jahe.

Ini buat kamu, kataku.

Terima kasih abi, syifa memegang cangkir wedang jahe lalu meminumnya.

Hujan pun reda, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Di perjalanan syifa memelukku dengan erat. 5 menit kita sudah sampai di rumah.

Sesampainya di rumah aku rahasiakan apa yang terjadi dari istriku. Istriku memeluk syifa. Sebentar ada pertanyaan kenapa syifa tidak memakai hijab dan cadar, setelah aku berikan alasan yang rasional akhirnya istriku mengerti.

Tidak sengaja aku melewati kamar syifa, kamar syifa terbuka. Jadi aku bisa melihat syifa telungkup dengan suara tangisan yang menggema.

Syif, abi masuk ya kataku.

Masuk aja abi, syifa membasuh air matanya lalu bangun dan duduk di atas ranjang.

Di dalam kamar aku peluk syifa yang sekarang memakai daster batik panjang lengan panjang tanpa hijab.

Puk puk, abi akan laporkan ke polisi. Syifa tenang saja.

Syifa menatapku sendu, bukan soal itu abi. Syifa menangis.

Ternyata syifa mengalami trauma.

Saat aku memegang dagu syifa untuk menatapku. Kita saling tatap, mata syifa pun terpejam saat aku mendekatkan wajahku ke wajahnya.

Abi, abi dimana. Teriak istriku.

Aku buru-buru memperbaiki posisi dudukku. Dan syifa menghapus bekas air matanya. Syifa pun tersenyum. Lalu menundukkan pandangan.

Abi keluar dulu ya, kataku.

Syif makan malam, panggil istriku.

I iya umi, jawab syifa.

Apa Yang Dipikirkan Syifa
Pendek updatenya

Syifa setiap hari selalu murung, kesedihan masih terpancar di wajahnya. Aku tidak tega melihat anakku. Istriku bertanya kepadaku sebenarnya ada apa. Karena paksaan istriku akhirnya aku ceritakan.

Istriku pingsan mendengar nasib naas yang menimpa anak semata wayangnya.

Umi, umi bangun. Kutepuk-tepuk pipinya. Kugendong istriku ke kamar. Aku oleskan minyak kayu putih di hidungnya lalu mata istriku mengerjap-ngerjap.

Setelah istriku terbangun, dia menangis sesenggukan. Dia berlari ke kamar syifa untuk memeluknya.

Syifa gapapa umi, syifa gapapa kok. Hibur syifa ke istriku.

Aku pun memeluk kedua bidadariku itu. Kita bertiga lalu nangis sesenggukan.

Kulihat syifa bolak-balik ke kamar mandi muntah-muntah. Kudekati anakku, kutanyakan kondisinya.

Istriku memberikan saran membeli testpack. Begitu kagetnya aku dan istriku, ayifa hamil akibat perkosaan itu.

Syifa menangis sejadi-jadinya. Sampai-sampai dia berusaha melukai dirinya sendiri dengan gunting di kamarnya. Untung saja percobaan bunuh diri syifa aku gagalkan. Kupeluk syifa, kutenangkan dia. Tangisnya sudah mulai berhenti.

Ada apa abi? Istriku ikut lari ke kamar istriku.

Kuceritakan semuanya, istriku mendekati syifa kembali memeluknya.

Perasaan marahku timbul lagi, kulaporkan apa yang terjadi. Rasakan batinku, ini pembalasan apa yang kalian lakukan ke syifa.

Kukabarkan ke syifa dan istriku, laporan yang aku laporkan ke polisi sudah ditanggapi.

Terutama anwar dan ardi, mereka juga mengenalku sebagai abi syifa. Gak akan aku maafkan kalian.

Abi, tiba-tiba syifa menghambur ke pelukanku. Jangan laporkan mas ardi ke polisi abi. Syifa sudah memaafkannya.

Memaafkannya setelah ini terjadi padamu? Aku bicara agak keras.

Syifa menangis, aku mencintainya abi.

Jedar, kepalaku seperti tersambar guntur.

Biarkan mas ardi tanggung jawab dan menikahiku.
Laporan yang aku laporkan ke polisi aku cabut tetapi hanya ardi. Ardi sangat senang sekali karena dia tidak jadi masuk penjara. Kurangkul ardi lalu aku bilang, kalo bukan karena syifa aku gak akan segan-segan menghajarmu.

Ardi malah tertawa mendengar perkataanku. Tetapi gak mungkin om menghajarku. Syifa mencintaiku kan? Ardi tertawa licik.

Acara pernikahan ardi dan syifa sudah aku siapkan. Dari keluarga ardi hanya ada masnya saja. Kedua orang tua ardi sudah meninggal. Aku salut juga dengan anak itu, sejak SMP meski dia putus sekolah sudah mampu menghidupi kehidupannya sendiri. Ya meskipun dia adalah bajingan, mau bagaimana lagi ini kemauan syifa.

Syifa sangat senang saat keluarga ardi akan datang ke rumah untuk melamarnya. Sekarang dia memakai hijab panjang, gamis, cadar dan handshock warna ungu. Sangat cantik batinku, apalagi matanya. Sayang sekali kamu anakku syif, eh apa-apaan kamu rudi. Aku menepuk-nepuk jidatku. Masak naksir anaknya sendiri, batinku.

Hanya ada 5 orang yang datang, ardi, kakaknya, kedua pamannya dan satu keponakannya. Tidak ada yang perempuan batinku. Ah tapi tidak ada masalah. Mungkin memang yang bisa menemani ardi hanya kedua pamannya dan keponakannya.

Proses lamaran berjalan dengan lancar, sekarang syifa duduk di depan si pelamar dengan menundukkan pandangan. Kulihat semua lelaki yang datang melihat syifa dengan tatapan aneh. Ada apa ini batinku. Perasaanku tidak enak, semoga keputusan syifa ini benar.

Ayok diminum, istriku datang membawa baki membawa 5 gelas teh manis.

Mari diminum, tawar istriku.

Ah ibu, jangan repot-repot. Kata salah satu paman ardi bernama johan.

Tatapan johan beralih ke bongkahan pantat istriku. Ah siyal, bajingan kau johan, rutukku dalam hati.

Meski hatiku kesal, kucoba tahan. Karena kemarahanku hanya akan merusak acara lamaran. Dan aku juga yang akan malu.

Sekarang tatapan mereka dari istriku fatimah beralih ke syifa.

Dek syifa cantik ya, kata paman ardi yang bernama amrul.

Tidak sopan batinku, sudah tau syifa akhwat bercadar bicara seperti itu.

Syifa semakin menundukkan pandangan, sepertinya dia menahan malu.

Ah bapak bisa aja, kataku. Syifa kan akhwat bercadar pak, justru kecantikannya harus disembunyikan, belaku.

Ah bapak, jangan salah paham dulu. Sergah amrul.

Suasana jadi sedikit memanas semenjak tatapan mereka yang kurang ajar ke istriku lalu komentar tak sepantasnya ke syifa sebagai akhwat bercadar.

Tetapi tensi amarahku sedikit menurun setelah obrolan kita mengalihkan sikap kurang ajar mereka.

Apa aku membatalkan saja pernikahan ini? Lalu kutatap syifa. Tidak mungkin, pertanyaanku aku jawab sendiri dalam batin.

Semoga kamu setelah menikah tidak terjadi apa-apa padamu. Abi sangat khawatir, batinku.

Resmi Menjadi Budak Sex

Hari pernikahanku dengan mas ardi sudah tiba. Sebenarnya aku menikah dengan mas ardi bukan karena cinta, aku berbohong pada abi. Sebelum kelima orang itu meninggalkanku setelah memperkosaku, mas ardi bilang katanya kalo terjadi apa-apa dengan dia. Seperti dia dipenjara, abiku harus mencabut laporannya. Kalo tidak, ponakan mas ardi bernama ryan yang menjemput kelima laki-laki bejat itu akan menyebarkan kasus perkosaanku ke pondokku. Dengan begitu aku akan mencoreng nama baik ponpes tempatku mondok.

Lalu mas ardi menunjukkan video perkosaanku yang dia rekam memakai kamera yang diletakkan dekat ranjang. Dari video itu hanya mukaku saja yang terlihat. Aku sangat malu, takut dan marah. Tapi aku bisa apa dengan ancaman seperti ini.

Dan mas ardi bilang, seandainya aku hamil dia mau tanggungjawab. Lalu aku melihat ke arah mas ardi.

Kenapa, kata mas ardi. Kamu gak suka? Dengan tangannya ditangkupkan ke pipiku.

Em, lepaskan mas. Sakit. Rintihku.

Jawab dulu anjing. Kata mas ardi kasar.

Aku pun menangis, ditanya malah mewek. Mas ardi mengejekku.

Kalo mas ingin menikahiku, kenapa mas memperkosaku rame-rame? Apa salahku mas? Kataku sesenggukan.

Kamu tau, apa salahmu? Kamu terlalu dekat dan percaya sama aku. Dan salah siapa kalo kamu akhwat bercadar. Gak akan seru memperkosamu sendirian karena perempuan sepertimu perlu dibagi-bagi dengan yang lain.

Mataku berkaca-kaca, mas ardi sudah gila. Mas ardi bejat, bajingan. Makiku.

Plak, kamu bilang apa? Sambil mas ardi menjambakku.

Ampun mas, iya iya. Aku mau menikah sama kamu. Tapi aku mohon jangan permalukan pesantrenku.

Bagus, kata mas ardi.

Tidak begitu lama terdengar suara motor terparkir, kelima orang yang memperkosaku tau kalo mereka akan ketauan. Tetapi mereka tidak takut karena janji mas ardi kalo dia lolos dari jeratan hukum, mereka akan ditebus.

Aku kembali digilir oleh mereka tanpa ampun. Meski aku sempat menikmati perkosaan itu. Aku tau itu hanya respon tubuhku saja. Bukan berarti aku menikmati diperkosa, tidak.

Saat ini aku memakai baju pengantin warna putih dengan hijab, gaun dan cadar warna putih. Pertama aku akan ijab qabul dahulu baru aku menikah secara adat.

Kulihat tatapan abiku sangat lesu, aku kasian dengan abiku. Maafkan aku abi, ini aku lakukan untuk menutupi aib keluarga kita juga abi, kataku dalam hati.

Gimana sah, sah? Kata pak penghulu.

Sah, mereka berteriak bersama-sama.

Kulihat disampingku mata keluarga besar mas ardi melihatku dengan tatapan yang mengerikan. Mereka seperti menerkamku hidup-hidup. Ini bukan akhir penderitaanku karena aku telah resmi menjadi budak sex keluarga besar mas ardi.