Crazy Queen
░S░t░o░r░y░ ░Q░u░e░e░n░ Boemland kembali memanas setelah rakyat melakukan kudeta kepada para rajanya. Seorang wanita yang ingin menjadi Ratu berada dibarisan rakyat untuk menaklukan Raja kejam. Mereka menyebutnya Crazy Queen. Crazy Queen memiliki tujuan yang benar-benar gila. Mampukah wanita menjadi pemimpin? Mampukah dia mewujudkan cita-citanya menjadi Ratu? Cerita ini hanya cerita fiksi, semua yang ada di dalam cerita tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Warning 21+ Cerita banyak mengandung adegan dewasa dan kekerasan NO QUOTE
Seorang wanita berlari kencang menembus kerumunan orang di pasar. Wanita itu tak menghiraukan akibat gerakannya tersebut mengakibatkan beberapa orang terjatuh, barang dagangan berserakan, dan balita-balita menangis. Tak sedikit yang mencibirnya. Pasar pusat kota menjadi kacau. Banyak pedagang dan pembeli yang mengamuk karena ulah wanita itu. “Tangkap wanita itu!” seru mereka. “Akhirnya! Akhirnya aku sampai di pusat kota! AKU AKAN MENJADI RATU!” teriak wanita itu melompat lalu menceburkan diri ke dalam danau di tengah kota. Wanita itu menyelam lalu muncul kembali ke permukaan. Langit biru yang cerah memandangnya kemudian diikuti burung-burung yang sampai terbang rendah untuk melihat wajah wanita itu. Burung itu lalu berkicau lalu terbang meninggi lagi. Air danau yang jernih membuatnya terasa segar dan ingin rasanya dia mandi saat itu juga. Akan tetapi, dia sadar akan cita-citanya sehingga mengurungkan niatnya mandi di tempat umum bahkan tempat terbuka yang setiap mata bisa melihatnya. Terik matahari yang menyengat, lelahnya perjalanan jauh, terbayar sudah oleh dinginnya air danau yang kini menenggelamkan seluruh tubuhnya. Banyak ibu-ibu mencibir wanita itu. Namun tidak sedikit pemuda hingga bapak-bapak terpesona dengan paras ayu wanita itu. Rambut hitam panjang, mata bulat berwarna coklat, hidung mancung, dan kulit putih yang basah berkilau terkena cahaya matahari. Apalagi, saat setengah badanya muncul ke permukaan. Bajunya yang terbuat dari kain coklat tipis itu terlihat transparan ketika basah. Momen yang sayang jika mengedipkan mata sedetik saja. “Jangan melamun prajurit! Tangkap wanita pembuat onar itu!” maki seorang wanita yang terlihat cemburu. Seorang wanita paruh baya terlihat kesal melihat jakun para pria naik turun. Dia tidak bisa membiarkan pembuat onar justru dikagumi oleh banyak orang, terutama kaum pria. “Wanita pengacau! Kau ditahan karena membuat onar di pasar!” ucap seorang prajurit kerajaan lalu mencebur ke danau. Dalam pikiran prajurit itu dia sangat beruntung bisa menyentuh wanita itu jika berhasil menangkapnya. Rangakaian khayal bermunculan di otak mesumnya. Wanita itu hanya tersenyum lalu menyelam kembali. Prajurit itu ikut menyelam tapi tak menemukan wanita misterius itu. “Harusnya dia masih berada di dalam kolam. Ke mana wanita itu?” Prajurit itu lalu muncul ke permukaan tapi tak menemukan wanita itu. Hilang sudah kesempatan menyentuh wanita itu. “Dasar, tidak mungkin dia menghilang secepat itu!” Prajurit itu lalu menyelam kembali. “Dasar bodoh! Dia sudah kabur sejak kau mulai menyelam!” maki seseorang merasa kecewa dengan kinerja prajurit kerajaan. “Ah, sial! Kenapa kau tak membantuku?” Prajurit itu masih belum menyerah meskipun tidak ada yang menghiraukannya lagi. Wanita itu bebas dan lenyap bersama kerumunan orang. Meski ada beberapa yang memperhatikannya, kebanyakan orang lebih memilih mengamankan barang dagangan maupun hartanya. Apalagi di masa kerajaan sedang krisis ekonomi. “Akhirnya dia tiba juga. Ini sangat menarik. Aku tidak sabar melihat kekacauan apa lagi yang akan dia lakukan,” ujar seorang pria lalu meneguk arak. Wanita itu memeras bajunya yang basah. Dia sembunyi dibalik gerobak gerabah. Perutnya yang rata terlihat sedikit cukup berhasil mengalihkan perhatian para lelaki yang lewat. Kemudian dia mengambil sehelai kain tebal untuk menutupi bagian inti dadanya yang sedikit menonjol. “Bagaimana? Apakah kau berhasil mendapatkannya?” tanya wanita menghampiri seorang pria tua di kedai arak. “Sesuai rencana kita. Pria tua ini akan membantumu. Tinggal-lah, membantunya berjualan di sini selama sebulan ini!” ucap pria tua itu lalu berbisik, “Crazy Queen!”
***
BAB 1 : PENAWARAN
Sebulan kemudian, di sebuah bukit dengan panorma alam yang memanjakan mata. Berdiri sebuah bangunan kokoh bagai istana. Bangunan itu adalah kediaman Keluarga Artoman. Sebuah keluarga bangsawan di Kerajaan Boemijaya. “Raja kali ini benar-benar parah. Rakyat bisa marah dan akan melakukan kudeta jika Raja berbuat semena-semena.” Herman menggerutu sambil menghisap cerutu. Herman Artoman, pria ini adalah anak sulung keluarga Artoman. Herman memiliki istri bernama Reini Swaraman, wanita cantik bermata biru dari keluarga Swaraman. Herman memiliki posisi penting di kerajaan sebagai Dewan Keamanan. Kali ini dia benar-benar resah akan kemungkinan kudeta. Memang pasukan kerajaan saat ini sangat mustahil untuk ditaklukan oleh kerajaan manapun. Akan tetapi, bukan hal yang sulit menghancurkannya dari dalam jika raja tidak becus saat memimpin kerajaan. “Entahlah, jika hal itu terjadi aku akan bergabung di barisan rakyat. Aku yakin banyak jawara legenda yang akan membela rakyat.” Reno menimpali sembari mengasah belati. Reno, anak kedua keluarga Artoman yang bergigi tonggos ini adalah seorang dokter. Dia adalah Ketua Dewan Kesehatan di Kerajaan. Dia memiliki istri bernama Meila Megaraman. Mereka adalah pasangan muda yang baru sebulan menikah. “Panglima Joyo terlalu kuat untuk dilumpuhkan. Apalagi, ada si licik Tono, tua bangka itu yang menjadi otak dibalik perubahan raja kita,” imbuh Gilang yang terlihat sibuk berlatih bela diri. Gilang, pria muda yang sangat ambisius. Dia adalah seorang pemuda tampan yang selalu bersemangat. Selain sebagai keluarga bangsawan, Gilang Artoman juga merupakan seorang prajurit elite dibawah kepimpinan Panglima Joyo, Sewelas Squad. Pemuda bujangan ini juga jadi idola banyak wanita kerajaan. “Keluarga Artoman akan kehilangan tempat di istana jika Tono tidak segera dimusnahkan. Aku yakin dia bersama Keluarga Tirtaman ingin merebut tahta Raja Sunarman III. Kerajaan Boemijaya tidak akan kuserahkan kepada orang seperti itu,” ujar Herman dengan sorot mata yang sangat tajam. Seekor burung elang terbang lalu hinggap dipundak Herman. Dia lalu berjalan meninggalkan teras menuju ke belakang. Di belakang kediaman Keluarga Artoman, ada puluhan elang yang sedang menikmati makan siang. “Dipsi, sana gabung sama temanmu!” Dipsi, Elang jantan ini mengangguk lalu terbang dari pundak Herman. Herman lalu mengisi lagi nampan makan kosong dengan potongan daging rusa. Dipsi terlihat sangat senang lalu mengibaskan sayapnya. “Sayang, apakah hari ini kamu akan menghadiri jamuan di Istana? Tuan Tono mengadakan acara ulang tahun putrinya, Lady Inggrid,” tanya Reini, istri Herman yang sedang menyisir rambutnya dibalik jendela. “Tidak!” jawab Herman singkat. “Baiklah, nanti aku akan datang bersama Meila!” Reini lalu menutup jendela kamar dengan wajah yang kesal. “Dasar, kenapa juga aku harus menghadiri acara seperti itu. Tidak penting sama sekali!” Herman mendengus kesal. Herman lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu samping. Dia sedang mencari secarik kertas untuk mengirim pesan ke seseroang. Herman berjalan menyusuri lorong menuju ruang pribadinya yang berada di ujung lorong. Saat berjalan Herman melihat sebuah kamar dengan pintu yang terbuka. Itu adalah kamar adiknya, Reno. Herman berniat menutup pintu tersebut namun tiba-tiba… “Reno kebiasaan tak menutup pintu!” keluhnya lalu memegang gagang pintu. Herman menoleh ke dalam kamar dan melihat seorang wanita tanpa busana sedang mengurut payudaranya. Meila! Seksi sekali tubuhnya!. Herman terpekik bagai mendapat durian runtuh. Meila adalah istri adiknya, Reno Artoman. “Upss! Kak Herman? Maaf, aku sengaja tak menutup pintu,” ujar Meila sambil berjalan pelan ke arah Herman. Sengaja? “Enggak, jangan lakuin ini. Kita ngga boleh…” tiba-tiba tangan Herman ditarik oleh Meila kemudian dengan cepat Meila menghamburkan bibirnya ingin mencium bibir tebal Herman. Namun dengan mudah Herman menghindar sehingga Meila hampir terjatuh. Beruntung Herman menopang tubuh Meila dengan satu tangan. Mulus, bersih, wangi, ah… Tapi… Tapi tiba-tiba suara langkah laki mendekat membuat Herman panik lalu mendorong tubuh Meila ke ranjang. “Jangan gila, Meila! Aku masih banyak urusan!” Herman berlari menuju ke ruang pribadinya tanpa menutup pintu. “Ahs… Sudahlah. Mungkin dia ngga tertarik pada wanita! Dasar kakal ipar yang aneh!” omel Meila kembali memainkan aerolanya hingga ujung putingnya mengencang.
***
Reini Swaraman, istri dari Herman Artoman ini terlihat bahagia mengenakan gaun merah yang seksi. Dia sungguh beruntung memiliki paras cantik dengan tubuh indah idaman para pria. “Aku kurang cantik apa sih? Apa Herman malu memiliki istri sepertiku? Menyebalkan!” “Kamu akan menyesal meninggalkan aku sendiri di acara pesta! Baik lah, tanpa kamu, aku akan lebih bebas seperti elang peliharaanmu itu!” oceh Reini lalu melapisi bibir tipisnya dengan lipstik merah. Masihkah aku diidolakan oleh banyak pria? Setelah selesai berdandan, Reini menuju ke kamar adik sepupunya, Meila Tarjoman. Istri dari Reno ini terlihat bingung mencari gaun yang pas untuk ke acara pesta. “Astaga, kamu telanjang dan tidak menutup pintu kamar?” tanya Reini dengan nada tinggi. “Kak Reini, tolong jangan ngomel dulu! Aku sedang bingung mencari gaun untuk acara pesta Lady Inggrid! Hmm … lagi pula, tidak ada yang melihatku kecuali kamu, kan, kakakku yang paling cantik!” protes Meila tanpa melihat ke arah Reini. “Aku tidak bisa membayangkan jika Herman suamiku melihatmu! Atau bahkan si bujang Gilang. Apakah Reno tidak pernah mengajarimu?” Reini terus memarahi Meila meski itu tak berpengaruh sedikitpun bagi Meila. “Justru dia yang mengajariku seperti ini, Kak! Hahaha!” Meila menggoda kakak iparnya dengan meremas dua buah dadanya. “Dasar kalian pasangan idiot!” “Jangan munafik, Kak! Kakak bertensi tinggi pasti jarang dikasih jatah, kan? Tenang, kakak akan mendapatkan itu di pesta nanti,” ujar Meila dengan wajah menyeringai. “Tutup mulutmu! Aku datang bukan untuk hal gila seperti yang kamu ucapkan. Aku datang ke acara tersebut untuk menghormati Tuan Tono yang telah membantu keuangan keluarga Artoman!” Jatah? Jatah apa yang dimaksud Meila? Tak mungkin kam jatah itu… Reini menjadi salah tingkah membayangkan jika jatah itu memang benar adanya. Tiba-tiba seorang pria tua berdiri mengagetkan mereka berdua. Dia berdiri di ambang pintu. Sebelum mengucap salam, pria itu langsung dibentak oleh Reini, “Paman Karman! Apa yang kau lakukan disitu! Tunggu kami diluar!” Mata Reini sampai melotot. “Dia pria kedua yang melihatku telanjang hari ini. Ekspresinya ketika melihatku benar-bebar seperti bintang buas. Ah, Paman Karman, aku jadi penasaran dengan dia. Tapi tatapan itu untuk siapa? Untukku atau kakak Reini?” batin Meila berfantasi. “Kamu aneh Meila! Dilihat orang engga teriak malah senyum-senyum sendiri!” bentak Reini lalu pergi meninggalkan Meila. Reini lalu menuju ke ke kamarnya lalu melihat parasnya di cermin. Dengan perlahan dia memutar badannya kemudian dia menoleh ke cermin melihat punggungnya yang tak tertutup kain. “Apakah Paman Karman nafsu melihat punggungku? Tatapan itu jelas ke arah sini,” desis Reini menggigit bibir bawahnya. “Engga, Reini! Kamu jangan tertular penyakit aneh seperti Meila. Reini Swaraman adalah wanita terhormat!” Reini berbicara dengan dirinya sendiri di depan cermin.
***
Kediaman Keluarga Tirtaman, “Bagaimana dengan rencana kita Tuan Tono?” tanya Jiwo, Raja Sunarman III. “Rencana tentang penaklukan Kerajaan Genitama, aku sudah mengatur strategi meski sekarang banyak pejabat yang tidak suka dengan cara kita. Aku akan membuat mereka sepakat di rapat akbar pekan depan,” jelas Tono diakhiri tawa yang riuh. “Dasar, dia tidak sopan sekali tertawa sekencang itu di depan Raja Sunarman III!” dengus kesal Inggrid yang baru saja keluar. “Wah, Lady Inggrid cantik sekali!” sorak tamu undangan serempak. “Sepertinya, Putrimu adalah wanita tercantik di Kerajaan Boemijaya. Andai aku masih muda aku ingin menjadikan dia istriku. Dan nanti aku akan memanggilmu Ayah,” canda Jiwo kepada Tono. “Kenapa tidak Anda wujudkan sendiri? Anda adalah rajanya!” pancing Tono menyeringai. “Aku tidak serakus itu, Tono. Aku sudah memiliki penerus kerajaan ini. Dia adalah Pangeran Bagas Sunarman. Apakah Inggrid tidak tertarik dengan Bagas? Mungkin kita bisa besanan,” Jiwo memberikan penawaran emas kepada Tono. “Mereka seperti anak-anak. Selalu berkelahi sejak kecil. Tapi sekarang mereka sudah dewasa. Aku yakin cepat atau lambat mereka akan dekat,” ujar Tono mengangkat minuman. “Nanti kita bahas lagi masalah itu. Pokok utama kita adalah persiapan perang demi invansi lahan subur Kerajaan Genitama. Aku yakin negeri Boemijaya akan semakin bersinar!” ujar Jiwo lalu mengangkat minuman juga. “Mari bersulang, Raja!” Dari belakang, Ratu Kinan tersenyum ke arah Tono. Paham akan kode senyuman tesebut, Tono beranjak dari tempatnya duduk lalu menyuruh istrinya–Lady Wulan, untuk menemani Sang Raja. “Awas, jangan nakal suamiku!” Wulan merelakan suaminya meski hatinya sedikit berat. “Kamu juga, hehe!” jawab Tono dengan senyum renyah.
***
“Lambat sekali kudamu, Paman Karman!” keluh Reini turun dari kereta kuda disusul oleh Meila. “Maaf, Lady! Sepertinya jatah pakan kuda yang berkurang membuat kudaku jadi lamban!” Paman Karman menanggapinya dengan wajah cemberut. “Minta jatah ke Reno kalau masalah itu!” jawab Reini tanpa menoleh. “Paman Karman, nanti malam tunggu aku di tempat biasa, yah!” Meila berbisik sembari mengedipkan mata nakalnya. “Aku mendegarnya, Meila. Sejak kapan kamu jadi liar seperti itu!” komentar pedas Reini terhadap Meila. “Sejak Reno selalu membayangkanmu ketika kami bercinta,” bisik Meila membuat wajah Reini memerah. “Jangan bahas lagi. Itu masalah Reno, kan? Bukan aku! Kalian benar-benar pasangan idiot! Fiuh!” Reini meninggalkan Meila yang sedang tersenyum nakal. Dasar, ini semua gara-gara kamu terlalu cantik, Reini! dengus kesal Meila dalam hati. Reini dan Meila disambut hangat oleh para tamu undangan lainnya. Inggrid sampai berlari demi menemui Reini. “Lady Reini sudah tiba? Aku ingin sekali memeluknya!” “Lady Inggrid!” Reini melambaikan tangan. “Kak Reini! Aku kangen!” Inggrid memeluk erat tubuh Reini. “Apa kabarmu, Lady Inggrid?” tanya Reini mengelus punggung tangan Inggrid. “Tak usah seformal itu, Kak Reini! Ini acaraku. Jadi kalian bebas memanggilku seperti saat kita masih di sekolah. Janji, jangan pakai embel-embel Lady, yah!” Inggrid memanyunkan bibirnya. “Iya, Inggrid bawel. Selamat bertambah usia semoga cepat menemukan jodoh. Oh iya, apakah dia datang?” Reini menyapu pandangannya ke arah tamu undangan. “Siapa yang kau maksud, Kak?” Inggrid mendekatkan telinganya. “Bagas, si anak Raja yang bandel itu?” “Maniak itu? Pria rakus seperti itu tidak ada dalam daftarku!” dengus kesal Inggrid. “Masa sih?” Meila memanyunkan bibirnya “Ssst, ada ayahnya di sini! Lebih baik kita ngobrol di sana saja!” Inggrid lalu menggandeng Reini dan Meila. Di belakang mereka, seorang pelayan diam-diam mengendap mengikuti mereka. Kumis palsunnya hampir saja terlepas ketika membawa nampan. Beruntung dia sangat ahli membawa nampan dengan satu tangan. Alhasil, dia mampu merapikan kumis palsunya. “Perbincangan mereka sepertinya menarik!”
***
Pusat Kota Boemijaya, Sementara itu, di sebuah pasar pusat tengah kota terjadi pertarungan sengit antara dua pria kekar. Dua petarung itu dikelilingi banyak orang yang memegang lembaran uang di tangannya. Mereka adalah para penjudi tarung bebas. “Ayo Jawara Karjo! Kamu bisa mengalahkan si gendut Bono!” teriak para penjudi pendukung Karjo, Jawara berjenggot dengan topi capil khasnya. “Kamu tidak akan mudah dikalahkan lelaki tua itu, kan, Bono!” ujar penjudi pendukung Bono, jawara bertubuh buncit dengan luka sayat di bagian mata kiri. Bono menghentakkan kedua kaki lalu berteriak menyambut dukungan supporternya. Sementara Karjo lebih memilih diam sambil memasang kuda-kuda siaga. Di barisan para suppoter Karjo, seorang wanita dengan pakaian nyentrik terlihat mengeluarkan lembaran uang kertas yang banyak, lalu menunjuk ke arah Karjo. “Ini dia, Lady Rosa mendukungmu, Karjo!” Bono terlihat menyerang terlebih dahulu dengan tinju kanannya yang keras. Akan tetapi, Karjo dengan mudah menghindar. Dengan dua jari yang tegak, Karjo menusuk ketiak bawah Bono yang terbuka lebar. Bagai tersengat listrik, Bono terjungkal namun tak sampai terjatuh. Matanya yang terpejam sebelah dan gigi yang mengerat cukup menyampaikan rasa sakit akibat serangan kejut yang diberikan oleh Karjo. “Grhhhh!” “Lady Rosa, apakah pertunjukan seperti ini menarik untuk Anda?” tanya seorang prajurit meremehkan. “Tentu, mereka petarung hebat. Jawara dulunya juga prajurit sepertimu. Bahkan mereka sudah merasakan banyak peperangan. Tidak seperti sekarang, prajurit hanya bisa mabuk dan perang mulut doang!” jawab Lady Rosa sadis. “Ah, jangan meremehkan prajurit sekarang yang jauh lebih kuat saat bertarung. Mau bertaruh Lady Rosa?” Prajurit itu membuka sebuah penawaran. “Aku akan memberikanmu seluruh kantong uang yang kubawa malam ini jika kau bisa mengalahkan Karjo!” “Jika aku menang, bolehkah aku bercinta denganmu malam ini?” “Berani sekali kau! Baik! Akan kulayani jika kau berhasil mengalahkan jagoanku! Namun jika kau kalah, aku tidak ingin melihat namamu di prajurit kerajaan, dan kau akan menjadi budak abadiku yang akan terus betarung! Hahaha!” Lady Rosa menatap tajam ke arah prajurit itu. “Jangan panggil aku Gilang Artoman. Jika aku gagal menidurimu malam ini, Lady Rosa!” Gilang Artoman, pria ini adalah prajurit kerajaan dari keluarga Artoman. Dia adalah anak bungsu kerajaan Artoman. Di usianya yang masih muda dia berhasil lulus sebagai prajurit terbaik. Karena kecerdasannya dia masuk sebagai prajurit keamanan kerajaan di bawah Panglima Joyo. Bahkan dia adalah salah satu anggota Sewelas Squad. Lady Rosa tersenyum puas karena Karjo, jagoanya menang dengan mudah menghadapi Bono. Selain mendapatkan hadiah judi, dia mendapatkan kepuasan tersendiri dari hobi judinya itu. “Sepertinya judi jalanan lebih menarik bagimu daripada menghadiri acara ulang tahun adikmu. Dasar istri nakal susah di atur!” ujar Barda, suami Lady Rosa dari kedai arak yang tak jauh dari arena pertarungan. “Istrimu berani sekali menggadaikan tubuhnya. Hahaha! Apakah harus seperti prajurit muda itu agar bisa merasakan indahnya tubuh istrimu?” Canda Lito, penjual arak. “Paman Lito, Karjo tak terkalahkan. Aku yakin dia akan jadi budak baru keluarga Tirtaman. Aku tidak bisa membayangkan kekacuan yang akan terjadi jika adik Herman jadi budakku. Hahaha. Apabila Karjo kalah, lebih baik aku mabuk sampai tertidur disini daripada melihat Istriku bercinta dengan prajurit itu. Jika kau menginginkan tubuh istriku, kau harus berduel denganku, Paman Lito! Hahaha!” “Aku hanya bercanda Tuan Barda. Akan tetapi, prajurit itu akan menang. Lebih baik kau mabuk sampai tertidur. Aku sediakan banyak arak untukmu! Hahaha!” “Lelucon itu hanya ada di imajinasi rakyat rendah seperti kalian. Hanya bisa beronani sambil melihat istriku yang cantik. Giliran sudah keluar baru menyesal. Lebih baik kau tiru prajurit itu yang berani bertaruh meski pada akhirnya gagal. Setidaknya ada usaha, daripada mengkhayal seperti Paman Lito. Hahaha. Maaf, aku tidak sopan.” “Baiklah, bagaimana kalau kita bertaruh jika prajurit itu menang ijinkan aku bercinta dengan istrimu. Tapi kalau aku kalah. Kau bawa Putriku sebagai budak,” bisik Lito. Sejenak, Barda melihat wajah ayu putri Paman Lito. Meski berpakaian lusuh dan tebal, Barda mampu menerka paras wajah cantik wanita muda yang sedang melayani minuman itu. “Menarik sekali! Putrimu yang polos itu kau gadaikan demi merasakan wanita yang sudah berkali-kali bercinta. Kau akan menyesal, Lito!” “Aku serius! Tuan Barda!” “Baiklah jika kau memaksa. Jangan salahkan aku membuat putrimu sebagai pelayan abadiku! Hahaha!” Paman Lito hanya tersenyum melihat kepercayaan diri Tuan Barda. Dia lalu membisiki sesuatu kepada putrinya. Putrinya juga tersenyum mendengar ucapan ayahnya. “Apa kamu siap Wina?” tanya Paman Lito kepada putrinya. “Apapun hasilnya aku akan patuh kepada Ayah. Wina akan melakukan yang terbaik dan Wina bisa jaga diri,” ucap Wina. Wina lalu bergegas menyiapkan bekal jika Gilang gagal melumpuhkan Karjo. Memang mustahil bagi setiap orang yang sudah mengetahui rekor tanding Karjo sebagai Jawara Legenda dikalahkan oleh prajurit kemarin sore meski berlabel Sewelas Squad. “Gilang, menyerahlah. Aku tunggu kau di istana,” desis Wina memandang wajah tampan Gilang. Lady Rosa berjalan dengan senyumnya yang sombong. Dia melepas jaketnya hingga terlihat balutan kain tersisa menutupi bagian dadanya. Pinggangnya yang ramping dan pusat yang terpampang jelas nan menggoda bagi siapapun pria yang memandang. Namun kesempatan berlian sedang tertuju ke arah Gilang jika dia berhasil memenangkan pertandingan. “Lady Rosa sungguh memepesona!” sorak para penonton. “Baiklah, pertandingan selanjutnya. Gilang sang Prajurit Sewelas melawan Karjo Sang Legenda!” “Jika kamu kalah, kamu harus siap kehilangan tempatmu di Sewelas Squad. Apa kamu yakin, Tuan Gilang?” tanya seorang penonton. “Aku tidak masalah. Aku adalah pria yang menepati janji,” jawab Gilang dengan lantang. “Majulah, anak muda!” teriak Karjo bersemangat. “Senang bisa melawanmu, Singa Tua!” Gilang bergerak lebih dahuku dengan sepakan arah samping mengincar pinggang kepala Karjo. Tap, Dengan sangat mudah Karjo menangkis tendangan itu dengan lengannya. “Tenagamu boleh juga. Tapi itu belum cukup menggoyahkan kuda-kudaku! Keluarkan semua kemampuanmu!” Gilang melompat, satu kali jeda gerakan kaki kanannya dia arahkan memutar menganyunkan kaki kirinya kearah atas mengincar perut Karjo. Akan tetapi, Karjo masih mampu menangkisnya dengan kedua tangan mengepal hingga kaki Gilang terbentur olehnya. “Bagus, ini baru lawan yang tangguh!” Karjo sempat terpental mundur satu jengkal. “Mengesankan, tidak ada yang mampu menghindari itu selain dirimu, Karjo!” komentar Gilang sembari mengulum senyum. “Kini giliranku menguji pertahananmu, Gilang!” Karjo melakukan gerakan tipuan tangan meninju namun yang dia lakukan sebenarnya sikut keras kearah ulu hati Gilang. “Hampir kena kalau aku tak mundur sejengkal,” Gilang melompat ke arah kiri Karjo kemudian melakukan counter dengan jap ke arah kepala. Sayang sekali, jap itu hanya mengenai angin karena Karjo berhasil memutar tubuhnya. “Sial! Ternyata tadi cuma…” “Tepat sekali. Aku menunggu momen ini. Terima ini bocah ingusan!” Karjo tiba-tiba sudah berada dibelakang Gilang dengan posisi menerkam. BUUUUUUGH Gilang terpental sekali banting. Tubuhnya berguling hampir keluar arena. Karjo belum puas, berlari sambil menghentakkan kaki ke arah perut Gilang. ” Tamat sudah riwayatmu!” BUUUUUUGH
*** Bersambung