Change Wife
HARI Sabtu aku dan istriku berangkat menuju ke villa sesuai dengan rencana, kami akan bertemu dengan adik iparku dan istrinya yang tak lain adalah adikku sendiri.
Mereka berdua sudah sejak kemarin berada di sana, tetapi aku tidak bisa bersama-sama mereka berangkat karena kesibukan pekerjaanku sehingga hari ini aku dan istriku baru bisa berangkat.
Kami masing-masing tidak membawa anak. Aku berumur 43 tahun dan istriku berumur 40 tahun.
Selama kami menikah sudah 15 tahun, kami dikaruniai 3 orang anak, masing-masing berumur 14 tahun, 11 tahun dan 9 tahun, kami tinggalkan mereka bersama pembantu di rumah.
Demikian juga adikku dengan suaminya. Adikku berumur 30 tahun. Ia anak paling bontot dari kami 4 bersaudara, dan ia satu-satunya anak perempuan.
Suaminya berumur 35 tahun, mereka mempunyai 1 orang anak berumur 4 tahun, ditinggalkan bersama mertua mereka.
Pukul 11.00 siang aku sudah memarkir mobilku di halaman villa berdampingan dengan mobil Erwin, adik iparku. Villa ini adalah villa milik keluarga dari salah seorang teman kantor Erwin. Erwin mendapat pinjaman villa dari teman kantornya.
Saat aku dan istriku turun dari mobil membawa 2 tas — tas istriku dan tas pakaian — kami disambut oleh halaman villa yang asri banyak pepohonan dan bunga-bunga serta udaranya yang sejuk membuat aku tidak tahan melihat pantat istriku yang membulat padat terbungkus celana jeans biru.
Terus pantat istriku kuremas. “Hee…!” hardiknya menepis tanganku karena ia merasa sungkan pantatnya diremas di tempat umum.
“Tempat ini akan menjadi tempat kita bercinta sampai pagi nih…” kataku.
“Emm…” bibir istriku mencibir. “Apa nggak bosen lubang satu itu dipakai terus?” ia bertanya padaku, “Biasanya para lekaki kan suka bosenan…”
Pembicaraan kami terganggu, karena handphoneku berbunyi, telepon dari adikku, Desi. Desi menyuruh kami kalau sudah sampai di villa langsung saja ke kolam renang, ia dan suaminya menunggu di kolam renang.
Dari jauh aku bisa melihat Desi memakai bikini two piece yang cukup sexy dan berani, sedangkan Erwin memakai swimpack berwarna biru, dadanya telanjang.
Sesampai di tepi kolam renang aku dan istriku disambut oleh Erwin dan Desi dengan cipika cipiki itu sudah biasa.
Kemudian kami terlibat obrolan beberapa saat sambil berdiri. Setelah itu Desi mengajak aku pergi ke kamar untuk menyimpan tas yang kami bawa. Sebelum aku membawa tas itu pergi, istriku minta pakaian renangnya dikeluarkan dari tas.
Istriku memakai pakaian renang tidak seberani Desi. Ia hanya memakai pakaian renang model One Piece Swimsuit.
Setelah istriku mengambil pakaian renangnya dari tas, aku dan Desi berjalan pergi menuju ke kamar sambil aku membawa tas.
Kamar yang terletak di lantai 2 itu ternyata hanya mempunyai satu ruangan. Tempat tidurnya dihamparkan di lantai dari bahan kayu itu begitu saja. Tentu saja aku tidak berani komplen dengan adikku.
Nanti aku dianggangnya cerewet, sudah digratisin masih mau minta diistimewakan.
Dan kemudian aku lebih terkejut lagi sewaktu aku melihat ke arah jendela kaca yang kain gordengnya terbuka. Di tepi kolam renang, Erwin sedang berciuman dengan istriku. Istriku hanya memakai celana dalam dan payudara istriku diremas-remas oleh Erwin.
“Des, lihat mereka di sana…” tunjukku berkata pada Desi.
“He.. he…” malah Desi tertawa dan dilanjutkannya dengan kata-kata santai, “Biarin aja… kalau Kakak mau, juga boleh…”
“Apa…???” tanyaku hampir berteriak. “Dengan adikku sendiri…? Sudah gila kalian…!!”
Tapi Desi tidak menggubris kata-kataku yang setengah marah itu. Desi melepaskan bagian atas bikininya. Ohh… astagaaa…
Payudara Desi bukan seperti payudara istriku yang sudah menggantung kendor, tetapi masih penuh dengan isinya.
Putingnya besar dan anehnya, putingnya seperti berdiri di atas bukit. Biasanya aerola datar dengan payudara, tetapi aerola Desi menonjol seperti bukit dan putingnya berdiri mencuat di atas bukit itu.
Hmmm…
Aku yang masih ingin marah menjadi tertahan amarahku di tengah tenggorokanku, apalagi kemudian Desi membuka ritsleting celana jeans yang kupakai. Malah aku membiarkan Desi meloloskan celana jeansku dari kedua kakiku.
Desi melepaskan celana dalamku. Desi juga melepaskan T-shirtku, sehingga tubuhku telanjang bulat di depan adikku, Desi dengan penisku yang mengacung tegang.
Aku seperti di koloni nudist sudah sewaktu Desi melepaskan cawat kecil yang membungkus pinggulnya yang ramping. Belahan vagina Desi terlihat jelas olehku karena selangkangan Desi tanpa bulu kemaluan dan kelihatannya vagina Desi masih rapi tidak seperti vagina istriku yang sudah keriput.
Perutnya juga rata dengan puser yang kecil dan di bawah pusernya terdapat garis melintang, mungkin bekas operasi sewaktu ia melahirkan anaknya.
Kalau mau dibanding-bandingkan sebenarnya aku tidak rugi menyerahkan istriku pada Erwin, sementara aku mendapatkan Desi yang masih mulus, meskipun Desi adalah adikku sendiri. Tetapi kalau dipikir-pikir, tidak masuk diakal dan konyol, namun itulah yang terjadi…
Desi menarik aku yang telanjang bulat ke tepi kolam renang dan ia sendiri juga telanjang bulat. Jika saat itu Desi tidak telanjang, mungkin akan membuat dadaku sesak melihat kejadian di tepi kolam renang.
Biasanya penisku yang dihisap oleh istriku, tetapi sekarang penis Erwin yang dihisap oleh istriku. Istriku berendam telanjang bulat di dalam kolam renang, sedangkan Erwin duduk di tepi kolam renang membiarkan batang penisnya itu dikocok dan dihisap oleh istriku.
“Kak, istrinya aku pinjem, ya…” kata Erwin santai minta izin denganku.
“Iya…” jawabku.
“Kita disana aja…” ajak Desi menarik aku pergi dari sepasang manusia yang sedang dimabuk birahi itu, padahal kalau mau dibanding-bandingkan lagi kontol Erwin lebih kecil dan lebih pendek dari kontolku.
Apakah istriku bisa puas bersanggama dengan kontol yang seperti itu, tanyaku dalam hati.
Sementara aku duduk di tepi kolam renang, Desi menghisap kontolku. Hufff… oh, Desi… aku tidak menyangka adikku ini betapa mahirnya ia mengoral kontol lelaki.
Tangannya menggenggam erat-erat ujung batangku bersama biji pelirku, sementara mulutnya mengocok batangku dengan kepala naik-turun-turun-naik, hufff… oohhh…
Aku tidak memperhatikan lagi istriku bagaimana dengan Erwin. Desi menghamparkan handuk di tepi kolam renang, lalu ia segera berbaring terlentang dengan kedua pahanya yang mulus itu terkangkang lebar.
Rugi kalau aku tidak segera menikmati vagina Desi yang disediakannya bagiku. Aku segera berlutut menggenggam batang kontolku mengarahkannya ke vagina Desi.
Desi membuka lebar bibir memeknya dengan kedua tangannya. Desi persis seperti akris porno JAV. Lubang memeknya tampak memerah basah, sementara di bagian dalam berwarna putih.
Setelah melihat sejenak, aku segera menekan batangku yang keras itu masuk ke lubang vagina Desi, slurrrppp…. blleesss…. wawww…
Aku menyetubuhi adikku, apakah tidak salah?
Sementara di sebelah sana istriku yang sedang nungging di tepi kolam renang, lubang memeknya sedang disodok-sodok oleh batang kontol Erwin. Tentu saja aku tidak mau kalah.
Kontolku juga menyodok-nyodok lubang memek Desi yang licin basah.
Rupanya Erwin menyodok istriku tidak mau sampai keluar peju dari kontolnya. Erwin menyerahkan istriku padaku, kemudian aku menyerahkan Desi pada Erwin.
Ganti aku yang menyetubuhi istriku dengan posisi istriku nungging di tepi kolam renang. “Ayo… truss, Pah… oohh… ayo, Pah…” rintih istriku sambil batang kontolku menyodok-nyodok lubang memeknya dari belakang.
Istriku lebih bernapsu di sini, demikian juga aku, apalagi aku melihat Desi yang sedang nungging di tepi kolam renang itu lubang duburnya disodok-sodok oleh kontol Erwin.
Hufff…
Aku tidak pernah membayangkan hal gila semacam ini dalam mimpi sekalipun.
“Owwhh… Paa..aahh… ooowwhh… nnggghh… ooowwhh… Paa…aahh… sodok trusss… lubang Mamah, Pah… sedap, Pah… ssesstt… ooohhh… enak sekali, Pah…” racau istriku.
Tak lama kemudian, crrooottt… crroottt… crroottt… crrooottt… crroottt… air maniku menembak kencang dan deras di lubang memek istriku.
“Puas sekali, Mah…” kataku dengan napas terengah-engah.
“Ternyata lubang memek Mamah masih laku juga ya Pah, sama Erwin… hi..hi…” kata istriku tertawa menyeringai.
“Coba dari dulu begini ya, Mah…” jawabku. “Papa puas deh mainin memek Mamah…”
Kami segera membersihkan diri berempat dengan tubuh telanjang bulat di pancuran yang disediakan tak jauh dari kolam renang setelah persetubuhan Erwin dan Desi selesai.
Kemudian kami hanya memakai kimono saat berlangsung makan malam.
————–
Selesai makan malam kami berempat duduk di depan televisi yang sedang menayangkan acara sinetron. Desi duduk di sampingku, sedangkan istriku duduk di sebelah Erwin.
Aku segera menjelajah ke tubuh Desi yang menantang, buah dadanya adalah sasaran pertamaku, masih terasa kenyal dan padat. Kuremas dengan sepenuh napsu pada kedua bukit di dadanya itu secara bergantian, sementara tanganku satunya membuka kimononya.
Sekali terbuka maka tampaklah buah dada Desi yang putih mulus, dengan puting berwarna kecoklatan, sungguh indah dan menantang untuk diremas dan dikulum. Maka segera kudaratkan bibirku di antara kedua bukit itu dan kembali lidahku menjelajahi kulit mulus itu terus mendaki ke puncak bukit.
Kuputar-putar jilatanku di sekitar putingnya sebentar, lalu kukulum putingnya dan kusedot dengan gigitan-gigitan ringan nan nakal.
Desi menggelinjang dan mendesah. Dinginnya udara di luar villa tidak dapat mengusir panasnya birahi kami berdua.
Desi menjambak mesra rambutku ketika putingnya kupermainkan dengan lidahku, sambil tanganku mulai menyelinap menjelajah di sekitar pangkal pahanya.
“Sshh.. agh..!” desahnya di dekat telingaku sambil sesekali mengulum daun telingaku, membuatku kegelian dalam kenikmatan.
Mulanya hanya satu jariku masuk ke liang vagina Desi, kemudian dengan dua jari kukocok liang itu sambil kusedot kedua putingnya secara bergantian.
“Aaghh.. yess.. yaa.. truss.. sshh..!” desahnya semakin menjadi-jadi tidak perduli dengan suasana sekitarnya, bahwa di samping kami masih ada istriku dan Erwin.
Goyangan pantatnya makin kencang seirama kocokan jariku di vaginanya.
“Nggak adil…” katanya sambil melepaskan kimonoku.
“Aku rindu batang besar ini..!” kata Desi sebelum bibir mungilnya menyentuh penisku yang menegangkan.
Kepala penisku benar-benar basah, sewaktu lidah Desi menari-nari di lubangnya sambil tangannya mengocok batangnya.
Tangannya juga menjelajah ke bawah ke kantong bola, dan tangan satunya memilin ringan putingku. Aku begitu terangsang dan kelojotan kenikmatan dibuatnya.
Kupegang kepala Desi dan kugoyangkan pinggulku sehingga aku dapat mengocok penisku di mulutnya. Desi seperti kewalahan menghadapi kocokanku di mulutnya.
Lalu aku telentangkan Desi di sofa dan di sofa itu sudah kosong tanpa istriku dan Erwin, mungkin mereka sudah pindah ke kamar.
Baru kali ini aku dapat melihat dengan jelas tubuh telanjang Desi. Aku berjongkok di antara pahanya, kucium aroma khas dari vaginanya yang sudah basah, kembali kumasukkan jariku ke liang vaginanya sambil kujilati klitorisnya yang memerah muda.
Desi menarik rambutku dan memaksanya untuk masuk lebih dalam lidahku ke vaginanya. Jilatan lidahku langsung menelusuri bibir vaginanya hingga akhirnya mengganti kocokan jari tangan dengan kocokan dan jilatan lidah di vagina Desi yang basah.
Desi kembali mendesah atau lebih tepatnya berteriak histeris dalam gelombang kenikmatan. Tidak mau menyiksanya lebih lanjut, maka aku berlutut dan mengatur posisiku di antara kakinya yang kurentangkan terbuka lebar.
Dengan perlahan kuusap-usapkan kepala kejantananku di bibir vaginanya. Aku tidak mau terlalu bernapsu untuk segera memasukkan ke dalam penisku.
Setelah kurasakan cukup, perlahan kudorong penisku masuk sedikit demi sedikit sambil menikmati ekspresi di wajah Desi adikku ketika menerima penisku di vaginanya. Kulihat ia menggigit bibir bawahnya yang mungil dan tangannya meremas ringan kedua teteknya.
Aku menghentikan sesaat doronganku untuk memberi ia kesempatan bernapas, kemudian kulanjutkan untuk membenamkan sisa dari batang penisku di vagina Desi. Setelah semua masuk, kudiamkan sejenak untuk kembali menikmati ekspresi wajah Desi yang memerah dalam kenikmatan.
“Sshh… ohhh… yess.., lakukan dengan cepat..!” katanya pelan bercampur desahan.
Perlahan kutarik batang penisku keluar dan memasukkan lagi dengan pelan, semakin lama semakin cepat hingga aku dapat mulai melakukan kocokan-kocokan ke lubang vagina Desi.
“Yess.. ya.. ouugghh.. yess.. oohh..” desahnya.
Tangan Desi semakin meremas kedua teteknya sendiri yang dari tadi bergoyang-goyang mengikuti goyangan atas kocokanku. Dipilinnya sendiri kedua putingnya sambil tetap mendesah dan mengerang dalam kenikmatan birahi.
Kunaikkan kedua kakinya ke pundakku, sesekali kujilat dan kukulum jari-jari kakinya sambil mengocok vaginanya, Desi makin menggelinjang.
“Ougghh.. sshhit.. aaku..” belum sempat ia menyelesaikan desahannya, kulihat tubuhnya menegang dan kurasakan denyutan dan remasan dari dinding vaginanya.
Kemudian tubuhnya terkulai lemas di atas sofa, aku masih belum menyelesaikan hasratku, bahkan belum separuhnya terpenuhi.
“Udah Kak, istirahat dulu…” katanya padaku.
Tidak kuperdulikan permintaannya, kocokanku makin kutingkatkan frekuensinya. Desi melotot padaku, tapi jadi tambah cantik dan lebih menggairahkan.
Kocokanku semakin lama semakin keras mencecar dinding vagina Desi. Kusedot dan kupermainkan puting buah dadanya yang bergoyang-goyang di depan wajahku.
Aku sudah hampir sampai di puncak kenikmatan, tetapi tidak kucabut kontolku dari lubang memek Desi, namun aku sengaja menyemburkan kehangatan air maniku yang kental ke rahimnya.
—————————————————————
Istriku dipeluk oleh Erwin dengan tubuh telanjang di tempat tidur. Mungkin mereka berdua sudah selesai persetubuhan.
Aku meremas payudara istriku dengan gemas seperti setahun tidak pernah meremasnya. Sementara Erwin mengusap-usapkan penisnya di pantat istriku yang kemudian mencondongkan tubuh dan mengangkat kaki kanan istriku hingga memudahkan Erwin untuk memasukkan penisnya ke lubang vagina istriku dari belakang dengan tanpa kami melepas ciuman.
Istriku sedikit tersentak dan mendongak ke atas pertanda Erwin sudah berhasil membenamkan penisnya ke lubang vaginanya. Sambil tetap memeluk tubuhku, istriku menerima kocokan Erwin dari belakang, sementara Erwin memegang pinggul istriku untuk lebih menghunjamkan penisnya lebih dalam di lubang vagina istriku. Istriku mulai mendesah kenikmatan di telingaku saat menerima kocokan ganas dari Erwin.
Sodokan dan hentakan Erwin dapat kurasakan dari pelukan istriku.
“Yeah.. uugghh.. uuughh… ooohhh..!” desah istriku makin keras di telingaku sambil penisku dihisap dan dikocok oleh Desi.
Aku melepaskan istriku membiarkan istriku disetubuhi oleh Erwin, sementara aku beralih pada Desi.
Aku berbaring terlentang di kasur membiarkan penisku dijilat, dikulum-kulum dan dikocok-kocok oleh mulut Desi.
Setelah penisku sudah berdiri cukup tegang, Desi mengangkang di atas penisku dan kemudian satu tangannya memegang penisku supaya bisa tepat masuk ke lubang vaginanya sewaktu ia menurunkan selangkangannya.
Pelan-pelan Desi menurunkan selangkangannya, bleesss… oohhh…
Aku harus terima kenyataan ini bahwa hal gila tukar istri dalam soal seks ini adalah pekerjaan Erwin. Aku dan istriku tidak pernah tau dan tidak pernah dikasih tau dan entah kenapa hal gila semacam ini diterima oleh istriku dan mau menerima penis Erwin dalam vaginanya.
Lalu Desipun menggoyang pantatnya naik-turun mengocok penisku dengan lubang vaginanya.
Saat Desi bergoyang naik-turun dengan erotis begini, aku menaikkan tanganku meremas kedua payudaranya yang menggelantung di depanku. Kadang aku ikut mengimbangi goyangan Desi dengan menyodokkan penisku ke atas dari bawah.
Dalam soal seks menurutku Desi memberiku lebih banyak sekali variasi dan kenikmatan dibandingkan istriku dengan pelintiran-pelintiran lubang vaginanya pada penisku dan goyangan pantatnya yang penuh gairah dan sensasional seperti ia seorang artis porno.
Sewaktu Erwin merasa air maninya sudah mau keluar Erwin melepaskan penisnya dari vagina istriku.
Kami mengganti posisi. Aku kembali menerima hakku, sedangkan Erwin menerima kembali istrinya. Ia memasukkan penisnya ke lubang vagina istrinya, demikian juga aku.
Entah kenapa kami tidak ada perasaan malu selain kami semua telanjang bulat dan permainan diteruskan, kami masing-masing menggenjot lubang vagina istri kami masing-masing di satu ranjang.
“Enak gak, say…?” tanyaku pada istriku untuk pertama kali aku memanggil istriku ‘sayang’.
“Enak, Pah… enakkan punya Papah… lebih mantap sodokannya…” jawab istriku sedih.
‘”Papah tidak akan menyerahkan Mamah lagi pada orang lain, anggaplah seks Mamah dengan Erwin tadi itu mimpi Mama yang tidak kesampaian…”
Disambutnya dengan kuluman bibir istriku, dan dengan sekali sodok ke vagina istriku, melesaklah penisku kembali ke vagina istriku, dan langsung memompa dengan cepat. Tanganku meremas-remas kedua buah dada istriku sambil memilin putingnya dengan ringan.
“Uugghh.. eemmpphh.. eerrhh..!” desahan istriku yang tertahan keluar di sela kulumannya.
Ketika aku hampir memuncak, hal gila kembali terjadi. Erwin mencabut penisnya menggeser ke posisiku untuk bertukar tempat, segera kami berganti posisi.
Istriku segera mengulum penis Erwin. Tidak lama kemudian Erwin menyemprotkan spermanya di mulut istriku. Istriku seolah menikmati aroma rasa sperma Erwin dan malah menjilati sisa sperma di penis Erwin.
Tidak lama kemudian kocokanku makin keras dan tidak beraturan di vagina Desi, dan menyemprotlah spermaku di vagina Desi.
Kucium kening Desi.
Selama menginap kami berempat melakukan pesta seks hingga kepulangan kami. Banyak kombinasi seks dan variasi yang kami lakukan bersama-sama, baik di ranjang, ruang tamu, atau kolam renang.
Malam itu aku tidur berpelukkan dengan Desi, sedangkan istriku dipeluk oleh Erwin.
Just for fun daripada selingkuh di belakang pasangan kami masing-masing. Lebih baik selingkuh ‘resmi’ seperti ini, dan aku yakin banyak yang tidak setuju daripada yang setuju.
the end