cersex Catatan patah hati
Perlu diinget kalo cerita ini 100% fiksi
Tanpa berniat menyinggung apapun, 100% hanya imajinasi liar dalam pikiran saya
Kalau ada kesamaan cerita, mohon untuk dimaafkan karena ini hanya fiksi belaka. Tidak berniat menyadur atau mengambil apapun
Yang jelas, update diusahakan setiap minggu
Buat ilustrasi, sedang diusahakan yang terbaik.
Karena penulis newbie, jadi kalo agak berantakan dalam index ataupun cerita mohon dimaklumi
POV Thomas
16 Januari 2023, hari Senin. Menjadi hari yang tidak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun. Kejadian itu menjadi titik perubahan besar dalam hidupku. “Thomas, dipanggil Bapak” Teriak sekretaris Pak Roni, Zia. Pak Roni sendiri adalah CEO dari Aziraphale Group, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang palugada (apa lu mau, gua ada). Jadi, kalau aku harus menjelaskan tentang apa itu Aziraphale. Maka aku harus menjelaskannya panjang x lebar x tinggi sampai mungkin Tesla harus hidup kembali. Aku bergegas berdiri, membenarkan bajuku dan menuju ruangan CEO. Melewati dinding-dinding berwarna abu-abu dan kaca-kaca besar seperti berjalan menuju kematian. Lucu memang, vibesnya seperti itu padahal sebenarnya Pak Roni adalah orang yang baik (mungkin untuk beberapa orang, dia orang yang baik) Aku sedikit berlari, sepertinya jauh sekali ruangan Pak Roni ini. Padahal, seharusnya tidak jauh. Mungkin memang aku berjalan terlalu lambat. Sebelum memasukki ruangan Pak Roni, aku mengkode kepada Zia Aku mengangkat alis mata Zia menghentikanku, sambil memperagakan untuk membenarkan kerahku Aku membenarkan kerahku sambil bertanya lagi ke dia Zia mengacungkan dua jempol Sip, tandanya aku sudah bisa masuk. Aku mengetuk pintunya “Siang Pak, gimana?”
“Thomas, sini duduklah dulu” Aku bergegas menuju kursinya, langsung duduk dan sedikit menyelonjorkan kaki “Thomas, gue kayaknya mau ngembangin lagi satu perusahaan.” Katanya. Aku mengernyitkan alis, sambil agak sedikit tersenyum. Apakah aku yang akan memegang perusahaan itu? “Perusahaan apa Pak?”
“Robot.” Mampus, kataku. Seumur hidupku, pekerjaan berhubungan dengan komputer dan elektronik adalah hal yang paling aku hindari. Berbelit-belit, berbeda dengan manusia yang hanya dengan pengamatan sudah bisa langsung ditebak maksudnya. “Jadi, gue kemaren ngeliat market outlook tahun ini. Kayaknya kalo mau terjun ke robot, udah oke nih.” Aku mengharapkan promosi, sejujurnya dengan duduk di posisi sekarang sudah sangat cukup dengan kehidupanku. Tapi, rasanya tantangan baru tidak ada salahnya. Industri robotika memang jarang yang masuk, karena selain membutuhkan modal yang besar juga cukup belibet. “Gue kayaknya butuh CEO buat duduk di usaha ini. Nah, karena ini bener-bener bikin dari 0, jadi bakal banyak yang ribet. Nah, gue ngeliat lo kayaknya oke nih.” Pak Roni memang selain owner Aziraphale group, juga CEO dari group tersebut. Makanya dia cukup akrab dengan banyak karyawan Aziraphale group. “Wah, sebentar. Ini daripada saya salah, jadi saya CEOnya atau gimana?” Dia tertawa
“Thomas, Thomas. Dari dulu sampe sekarang masih gini aja. Too straight forward. Okelah, ini yang emang gue tunggu dari lo.” Aku tersenyum “Jadi emang rencananya gue mau nyuruh lo pegang. So congratulations, our CEO of Robolts Corporation.” Sambil menyalamiku Aku masih tersenyum, menyalaminya. “Pak, boleh ganti nama perusahaannya?” Dia tertawa CEO of Robolts Corporation. Never cross on my mind aku bakal jadi CEO. Big step for me, means memang aku sudah mulai harus belajar lebih mengenai ini. Aku meminta Pak Roni untuk pulang terlebih dahulu, sambil ingin merayakan promosi ini. Rasanya aku mengais dari titik 0 bersamanya, tidak mungkin aku melewati hal ini tanpa dia. Mobil CR-Vku menembus jantung kota Jakarta dengan bermacet ria, sialnya aku salah waktu. Harusnya aku baru jalan nanti sore, biar tidak bersama dengan orang sedang makan siang. Tapi tidak apa-apa, it’s a worth traffic jam. Sampai di rumah aku masih jam 2 siang, aku membuka gerbang dan masuk ke dalam rumah. Gerbang putih ini menjadi saksi atas kemakmuranku saat ini, sejujurnya aku bahkan tidak pernah bermimpi bisa punya rumah di Jakarta. Aku masuk dan membuka pintu depan. Tidak ada siapa-siapa, mungkin Bibi Gek masih belanja diluar dengan Mas Huma, driverku. Aku chat Mas Huma
Aku: Mas Huma lagi jalan sama Bibi Gek? Mas Huma: Iya Pak Thomas, ini lagi macet banget di daerah Pondok Indah Pak. Aku: Oke, hati-hati ya.
Aku menutup layar handphoneku. Memanggil istriku. “Sayang, sayang”
“Damar, sayang.” Damar masih belum ada. Dalam rumahku sedikit gelap, tidak dinyalakan lampu sama sekali. Mungkin juga Damar sedang pergi. Aku membuka handphoneku dan chat Damar
Aku: Sayang, dimana?
Damar tidak menjawab. Mungkin memang masih sibuk dengan grup ibu-ibunya atau mungkin sedang melakukan gerakan sesuatu. Damar memang dikenal sebagai salah satu orang yang sangat concern dengan masalah sosial, makanya aku sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang dia lakukan. Aku naik menuju lantai 2, namun aku mendengar suara-suara yang tidak asing. “Sayaaaang, ahhhhh pentokiiiiin.” Sial, itu suara Damar. Hatiku langsung hancur rasanya, aku tidak kuasa menahan rasa tangis. Aku tau, itu suara Damar. Bukan suara siapa-siapa lagi. “Enak sayaaang entotanku.” Seorang laki-laki tiba-tiba membalas erangannya. Aku ingin segera mendobrak kamarku, atau paling tidak membukanya. Namun aku urungkan niatku. Sakit rasanya, aku tidak dapat menahan emosi. Aku menangis, tersedu-sedu. Berusaha sekuat mungkin tidak bersuara. “Sayaaaang aku keluaaar” Suara Damar berteriak dengan nyaringnya. Ploook Ploook Ploook…. “Fu*ckkkk, enak banget an*jing ahhhh” Suaranya semakin keras terdengar Aku menenangkan hati dan pikiranku, berusaha sekuat mungkin berpikiran jernih. Namun tidak tau, setan mengajakku untuk berbuat yang mengerikan. Aku ingin membunuh laki-laki itu. Tiba-tiba suara senyap. Tidak ada lagi erangan dari mereka berdua, yang ada suara tertawa sambil sesekali berbicara. Pillow talk mungkin. Aku menuju ke gudang, yang aku ingat adalah aku menyimpan balok kayu sisa pembangunan rumahku, Balok kayu yang bentuknya seperti orang bawa pada saat tawuran. Aku membawanya masuk ke dalam rumah, mengambil mie ayam sisa kemarin sambil menghangatkannya di microwave. Aku mulai makan, dengan keadaan pilu dan tidak enak. Hati ini rasanya seperti sesak, aku tidak tahu lagi harus seperti apa. Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Chatku dibalas oleh Damar
Damar: Sayang, aku lagi diluar nih. Ada acara sama Cokro, temen kuliahku. Aku: Acara dimana? Damar: Di GI sayang, aku nanti rencananya dijemput sama Mas Huma. Aku: Ok
Mereka membuka pintu Kreeek. Bruuuuuk…… Aku menghantamnya seketika, entah siapa yang kena “AAAAARRRRGHHHH” Teriak Damar. Seketika laki-laki itu terjatuh dan sedikit melindungi diri. Aku diserangnya, sambil memukul rahang dan perutku. Seketika aku kesakitan, tapi tidak seberapa. Aku sedikit mundur, lalu menyerangnya lagi di kepala. Aku tidak mengenal mukanya sama sekali, tetapi sepertinya dia yang namanya Cokro. Braaaaak….. Damar sedikit terkaget, menangis sambil memegang dan memelukku. Emosiku reda, puas. Aku melihat dia berdarah di kepala. Entah darimana, yang jelas itu yang aku butuhkan. Seketika aku terduduk kembali, melihat Damar yang sedang menggunakan pakaian formal berbalut blazer. Memang, badannya masih bagus dan seksi. Tapi bukan berarti aku ingin membagi-baginya. Aku menghela nafas. Damar masih menangis sambil terduduk, dan laki-laki tersebut masih terduduk di lantai. Setidaknya dia tidak bohong, bahwa memang dia sedang bersama Cokro. “Sayang.” Kata Damar. Masih gusar rasanya, sekali lagi aku ingin menghantam balok kayu tersebut ke mukanya. Setidaknya menghilangkan rasa muakku. Dia memelukku. Tidak, sudah tidak ada lagi maaf untuknya “Thomas”. Katanya. Aku melihat dia, sambil menangis meraung-raung. “Kamu kenapa kayak gini?” Kataku Dia sesenggukkan dan mencoba menjawab “Aku salah Thomas, nggak tau kenapa gini.” Aku tersenyum. “Mungkin memang waktunya aku harus meninggalkanmu.”
“Thomas, NO! Bukan itu yang jadi jawabannya Thomas.”
“Lalu apa? Kenapa?”
“Aku mau sama kamu.”
“Iya aku ngerti, kamu mau sama aku. Terus kenapa kayak gini? Kenapa kamu mengkhianati aku?” Dia terdiam
“Damar, aku sekarang kerja buat kamu, aku berusaha sebaik mungkin membahagiakan kamu. Apapun perkataan kamu, aku lakukan.” Dia masih terdiam sambil sesekali terisak. “Thank You Damar, you show me who you are.” Aku meninggalkannya masih dengan Cokro yang pingsan. Menyalakan mesin CR-Vku. Damar mengejarku, sambil menahanku. Aku tidak bisa apa-apa lagi, aku mendorongnya. Dia berusaha berdiri dari, dan aku segera masuk mobil. “Thomas, Thomas”. Katanya sambil memukul-mukul kaca mobilku. Aku memasukkan gigi R, dan menabrak gerbangku. Aku lupa membukanya, aku memasukkan gigi D, dan berusaha menabrakkan mobilku ke gerbang. Aku mendorong gerbang itu dengan mobilku, hingga kondisinya ringsek, dan gerbangku rusak karena patah. Aku langsung menancap gas segera pergi dari daerah rumahku. Aku belok kanan menuju arah Cilandak dan masuk ke tol JORR.
POV Damar
Setelah reuni waktu itu, Cokro sering menghubungiku sekedar menanyakan kabar dan kerjaan. Aku membalasnya seperti biasa, tidak ada yang salah dengan pesan itu. Kami setiap hari masih mengabari, dan terkadang beberapa kali bertanya hal yang cukup personal. Cokro ditinggal istrinya dalam persemayaman. Mungkin rasa sepi yang menghantuinya. Aku merasa iba dengan dia, akhirnya setiap kali aku bisa, aku meladeni chatnya. Beberapa kali kami bertemu setelah itu dan dia membantu pekerjaanku. Karena jejaringnya dengan banyak Lembaga Swadaya Masyarakat, sangat membantuku dalam menyelesaikan pekerjaanku. Beberapa kali kami memang berbicara tentang hal yang sedikit berbau sensual, dia pernah mengirim pesan sedikit nakal kepadaku. Aku merasa itu tidak masalah, karena memang aku tidak pernah ada rasa apapun kepadanya, aku sangat mencintai suamiku. Masalah ranjang, Thomas bukan orang yang egois. Walaupun beberapa kali dia keluar terlebih dahulu, namun selama ini aku masih puas dengannya. Dia selalu membuatku untuk berada dititik kenikmatan yang paling hakiki dan kurasa itu cukup untukku. Pagi itu, 16 Januari 2023 Thomas menuju kantornya. Tidak ada perbedaan, dia mencium keningku sebelum berangkat. Mas Huma membantu mobilnya keluar, dia tidak terlalu suka disetirkan menuju kantor. Makanya dia selalu membawa kendaraan sendiri. Alhasil Mas Huma yang selalu mengantarkan kemanapun aku mau. Cokro chat kepadaku
Cokro: Aku ke rumahmu ya, sebelum berangkat Aku: Oh, mau ngapain? Cokro: Nggak, cuma pengen ketemu aja. Aku: Ok, aku tunggu ya Aku: (Share location)
Cokro sedang menuju kemari, aku bergegas mandi dan menggunakan baju yang layak. Bersama Thomas, aku selalu menggunakan pakaian yang amat sangat tidak layak untuk ditampilkan, tapi mau gimana lagi? Kita kan pasangan suami istri. Sesampainya Cokro di rumah, aku menyuruh bibi Gek untuk membuatkan teh. Aku bertanya tentang kenapa dia kemari, dan obrolan ringan lainnya. Bibi Gek kembali dengan tehnya, dan kami melanjutkan perbincangan. “Thomas biasanya pulang jam berapa Mar?”
“Biasanya, jam 7 atau 8 malem. Tergantung traffic sih.”
“Oh gitu, jadi kamu sendirian aja sampe jam segitu?”
“Iya, paling kalo mau pergi dianter sama Mas Huma driverku. Kalo mau belanja minta tolong Bibi Gek, yang bantu aku di rumah.” Cokro mengangguk. Entah setan apa yang sedang merasukki kami, tiba-tiba Cokro menciumku. Ciuman yang lembut tapi menggairahkan. Aku yang sedang dalam waktunya ovulasi, seakan tidak ada kuasa untuk menolaknya. Ciuman kami sangat menggairahkan. Sesekali Cokro meremas dadaku, remasan yang sangat nyaman. Aku mencari-cari celananya, dan berusaha membuka retsleting celananya. “Wait.” Kataku. Cokro berhenti Aku chat Bibi Gek, untuk berbelanja beberapa kebutuhan sehari-hari sekaligus membeli baju-baju yang aku butuhkan. Bibi Gek segera mengajak Mas Huma, menuju mall terdekat dan langsung berangkat. Aku menggandeng Cokro, baru kali ini aku menggandeng laki-laki selain suamiku menuju kamar. Kami bercumbu dengan panasnya, dan aku sesekali menjilat tengkuk lehernya. Cokro dengan ganasnya membuka kaos yang aku gunakan, dan merobek braku. Lalu dia menjilat-jilat puting dadaku. Aku mendesah keenakan “Cokro enak banget ahhh” Dia makin bergerilya mengexplore tubuhku dengan tangan satunya. Dia meremas bagian dada lainnya, merobek celana dan celana dalamku, lalu menuju liang kemaluanku. Vaginaku sedang aku cukur dengan halus, yang membuat dia semakin bernafsu “Ahhhh sayaaaang enaaaak” Kataku Cokro menjilat-jilat kemaluanku Sluuurrpppp….. Aku mengerang keenakan sambil sesekali menjambak Cokro “Cokro enak banget sayaaaang” Cokro sedikit mengerang, dia membuka seluruh bajunya dan langsung memasukkan penis besarnya menuju vaginaku. “Cokroooo masukkin” Teriakku Cokro mencabut penisnya, membalikkan badanku sambil langsung memasukkan penisnya menuju vaginaku. “Cokroo An*jing enak bangeeeet” Aku mendesah semakin liar “Sayaaaang, ahhhhh pentokiiiiin.” Aku semakin meracau “Enak sayaaang entotanku.” Cokro membalas eranganku. “Sayaaaang aku keluaaar” Aku berteriak. “Aku jugaaa” Cokro menjawab Ploook Ploook Ploook…. “Fu*ckkkk, enak banget an*jing ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh” Orgasme tergila yang aku dapatkan, karena bukan dengan suamiku. Tapi dengan teman kuliahku, Cokro. Kami tertawa dan ambruk ke ranjang. Sambil sesekali menarik nafas. “Enak?” Katanya Aku tertawa sedikit malu, aku tidak pernah membayangkan bahwa ini akan sangat enak. Aku melihat handphoneku, 100 chat diterima salah satunya adalah suamiku.
Aku membalas chatnya Aku: Sayang, aku lagi diluar nih. Ada acara sama Cokro, temen kuliahku. Thomas: Acara dimana? Aku: Di GI sayang, aku nanti rencananya dijemput sama Mas Huma. Thomas: Ok
Aku segera memakai baju, nanti saja mandinya pikirku. Yang penting aku segera menuju GI, aku bertanya kepada Cokro bisakah aku menumpang dan dia memperbolehkannya. Setelah kita menggunakan baju, kami segera menuju keluar kamar. Cokro membuka pintu, dan tiba-tiba Bruuuuuk……