Birahi Dari Puncak Merapi

Bagian I. Dendam Anak Hilang

Sebagaimana diceritakan dalam Episode Wiro Sableng yang berjudul Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi.

Pangeran Anom.
Seorang Putra Raja Dari Mojokerto yang ketika itu tengah ikut berburu bersama Tumenggung Gali Murto dan beberapa kerabat kerajaan lainnya. Saat sampai di kaki gunung merapi, tiba-tiba saja Gunung Paling aktif di Dunia itu meletus dengan dasyatnya.

Pengeran Anom yang kala itu masih berumur 12 tahun terpisah dari rombongan. Tubuhnya terlempar ke atas sebuah pohon besar di kaki gunung Merapi. Masih untung ia selamat.

Keesokan harinya ketika suasana sudah sedikit aman. Ia diselamatkan oleh seorang kakek sakti dari Dunia Persilatan yang terkenal dengan julukan Simuka Bangkai atau Simuka Mayat.

Perlu diketahui Simuka Bangkai ini adalah salah satu dedengkot golongan hitam yang sangat disegani. Ilmu kesaktiannya sangat tinggil, perilakunya sangat begis dan kejam.

Melihat sipat Pengeran Anom yang tak jauh beda dengan dirinya, iapun merasa cocok, lalu mengambilnya untuk dijadikan murid. Selanjutnya Pengeran Anom dibawa sikakek ke tempat kediamannya di puncak Gunung Merapi. Disanalah ia digamleng menjadi seorang Pendekar Sakti Mendraguna.

Sepuluh tahun kemudian setelah Pengeran Anom berumur 22 tahun. Ia dilepaskan turun gunung dengan julukan Pangeran Matahari. Saat itu ia telah tumbuh menjadi sorang pemuda Gagah Perkasa. Sakti Mendraguna. Sang guru memberikan pakain khusus yang menjadi ciri khasnya. Berikat kepala merah, berbaju hitam dengan lukisan Matahari dan Gunung Merapi tepat di dadanya.

Pangeran Matahari

Pangeran Matahari menetapkan tujuan pertama dalam perjalannya. Untuk Membalas dendam kepada para kerabatnya di Kraton. Rasa dendam karana merasa ditinggalkan saat merapi meletus 10 tahun silam membuatnya bertekat untuk mencari dan menghabis para pembesar istana.

Dalam perjalanannya itu. Pengeran Matahari Pangeran Matahari secara tak sengaja bertemu dengan ibunya Raden Siti Hinggil dan kakaknya Raden Putri Ayu Puji Lestari Ambarwati yang ketika itu tengah dirampok oleh segerombolan Warok tak jauh dari kaki Gunung Merapi.
Perlu diketahui Siti Hanggil adalah Permaisuri Sri Baginda Raja, Raden Putri Ayu Puji Lestari Ambarwati adalah putri Baginda darinya.

Pangeran Matahari pun menyelamatkan mereka dari kawanan tampok tersebut. menatap sang ibu, Ia begitu terpesona melihatnya. Sungguh tak dikira setalah berpisah selama 10 tahun ibunya tak banyak berubah. Masih cantik mempesona seperti dulu. Kulitnya putih bersih hanya sedikit tampak lebih keibuan.

Pangeran Matahari sengaja tak mengenalkan jati dirinya ketika itu. oleh Raden Putri Ayu Puji Lestari Ambarwati ia dikasih hadiah berupa bintang kerajaan sebagai ucapan terima kasih karena telah menyalamatkan mereka dari kawanan rampok tersebut.

Raden Siti Hanggil

Beberapa hari kemudian Pangeran Matahari mulai membalaskan dendamnya. Ia menyelinap masuk ke dalam keraton membunuh Tumenggung Gali Murto puluhan Prajurit Penjaga ikut jadi korbannya.

Ada dua hal mendorongnya masuk ke Keraton. Membalaskan dendam kesumatnya juga mencari ingin bertemu dengan sang ibu. Sejak pertemuan tempo hari ia merasa begitu merindukannya.

Puncaknya hari itu ia menerobos masuk kedalam Istana. Prajurit penjaga memergokinya tak jauh dari kamar Siti Hanggil berada. Terjadilah pertempuran hebat. Pangeran Matahari mengamuk dengan membunuh sekian banyak Prajurit yang mengeroyoknya. Bahkan beberapa pembesar istana juga ikut menjadi korban.

Melihat kerusuhan itu, Panglima besar Kerajaan Raden Mas Jayengrono yang ketika itu tengah kurang sehat terpaksa turun tangan.

“Semua prajurit mundur!”ucapnya.
Serentak semua penyerbu melompat mundur hingga kini pemuda berikat kepala merah berbaju hitam dengan gambar matahari dan gunung di dadanya tinggal sendirian.

“Kau Dajal yang bernama Pangeran Matahari?”, Bantak Panglima besar.
Pengeran Matahari keluarkan suara tawa bergelak. “aku bukan Dajal, tapi Malaikai Maut yang akan mengambil nyawa manusia-manusia tak berbudi seperti kalian, Akulah Pangeran Matahari!.” Ucapnya lantang

Keduanya lalu terlibat dalam pertempuran dasyat. Pangeran Matahari Keluarkan suara Bentakan dasyat. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi keatas. Jari membentuk tinju Lengan ditarik perlahan untuk kemudian dihantamkan kedepan dengan deras sementara jari yang membentuk tinjuk serentak dilepaskan. Inilah yang disebut pukulan Merapi Meletus.

Ledakan dasyat disertai guncangan keras dan hantaman angin panas melanda tubuh Raden Jayengrono. Tubuhnya tampak berguncang hebat namun hanya sesaat. Di sekitarannya belasan prajurit bergelimpangan ruangan besar itu tampak amruk hangus!.

Setelah menguasai diri. Jayengrono balas menyerang dengan tangan kiri. Terdegar seperti ratusan suara seluring ditiup berbarengan. Lalu angin topan prahara menggempur kearah Pengeran Matahari. Tubuh Pangeran Matahari merasa dipanggang dan terseret. Maka ia pun berteriak keras melompat ke udara. Dari atas ia menghantamkan tangannya ke bawah kearah Jayengrono. Tiga sinar menggerikan berkiblat disertai hawa panas memanggang seruluh ruangan. Inilah pulkulan sakti bernama Gerhana Matahari yang megeluarkan sinar kuning, hitam dan merah!.

Jayengrono angkat tanganya kedepan dan mendorong sambil kerahkan seluruh tenaga dalam mengkis serangan. Terjadilah hal hebat Tubuh Panglima Besar itu seperti dibungkus dan dipanggang tiga sinar panas. Namun daya pertahanan orang ini tak cukup kuat. Tubuhnya mulai mengeluarkan asap. Dari Sela bibirnya keluar cairan darah merah!.

Panglima!
Patih Haryo Unggul dan Raden Kortopati kepala belantara kerajaan memburu berusaha membantu.
Melihat lawan sudah tak berdaya maka Pangeran Matahari kembali melepaskan pukulan Gerhana Matahari kearah ketiga tokoh kerajaan tersebut.

Bersambung ke Bagian II.

Bagian II. Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Wiro Sableng vs Pangeran Matahari

Disaat yang genting itu tiba-tiba saja dari sudut ruangan berkiblat selarik sinar putih menyilaukan seperti seduhan perak. Dari sudut lain menggebubu angin laksana punting beliung.

Bummmm! Bummmm!

Suara dua kali ledakan disusul dengan robohnya sebagian atap ruangan membuat semua orang tampak geger. Sinar tiga warna yang membungkus Jayengrono tak terlihat lagi. Ketiga orang penting kerajaan itu berhasil terselamatkan.

Ditengah pertempuran Pangeran Matahari duduk bersila mengatur jalan napasnya. Bentrokan hebat yang terjadi membuat jalan darahnya kacau balau. Memandang kedepan dilihatnya dua orang pemuda tak dikenal tegak di tengah ruangan. Yang satunya berpakaian kelabu tegak dengan penuh kewaspadaan. Satunya lagi berpakaian putih dengan wajah menyeringai sambil menggaruk-garuk kepala.
Sesaat ketiga pemuda itu saling tatap. Pangeran Matahari membentak lebih dahulu.

“Dua monyet kesasar, katakan siapa kalian sebelum aku kirim ke Neraka menghadap raja monyet!”.

“Walah!” Menyehuti pemuda gondrong sambil tertawa lebar. Membuat semua orang yang menyaksikan heran.

“Raja menyet di Neraka justru mengutus kami untun menjemputmu! Jika kau membunuh kami berdua, siapa yang akan jadi penunjuk jalanmu menuju neraka”. Ucapnya pula.

Wajah Pangeran Matahari yang congkak mengelam dan rahangnya mengembung. Ia mencoba menduga-duga siapa kedua pemuda dihadapannya itu.

“Rupanya aku salah sangka, aku kira kalian dua ekor monyet kesasar, ternyata dua ekor babi peliharaan kerajaan yang mencoba jadi pahlawan!” tukasnya lagi.

“Sahabatku, menurutku manusia satu ini keberatan nama, seharusnya ia tak perlu memakai nama Pangeran. Kalau isi perutnya hanya sampah busuk. Ia lebih tepat jadi Penyair Butut. Bagaimana pendapatmu?”ejek si baju putih pula. Si baju kelabu tertawa bergelak membuat Pengeran Matahari terbakar amarah.

“Pangeran Keranjang Sampah!” Begitu si kelabu membentak.

“Kau telah memulai kekejian ini, hari ini kami akan menguburnya bersama bangkaimu”.
Tentu saja kalau bangkainya masih utuh, sabahatku! Menimpali sigondrong. Kalau nanti sudah seperti cincangan danging perkedel maafkan aku tak bisa menguburnya!”.

“Bangsat bemulut besar!” Bentak Pengeran Matahari marah sekali.

“Kau gondrong majulah lebih dulu”.
Selagi membentak itu ia sudah melompat lebih dulu. Seperti tak memberikan kesempatan kepada lawan. Tubuhnya tahu-tahu sudah berada dua langkah dihadapan lawan dan tangan kanan mejotos laksana kilat ke pelipis si baju putih.
Pecah kepalamu. Teriak Pengeran Matahari
Hancur tanganmu” balas sibaju putih. Lalu tangan kananya menebas ke atas, menyonsong tangan lawan. Bentrokan dua tangan tak terhindarkan lagi.

Bukkkk!!
Si gondrong berpakaian putih terhenyak dilantai. Dada dan perutnya tersingkap. Pada dadanya terlihat guratan tiga angka 212. Sedangkan di pinggangnya tampak terselip kapak bermata dua. Siapa lagi pemuda ini kalau bukan Wiro Sableng. Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212.

Pangeran matahari yang saat itu terjajar ketembok sambil mengibaskan tanganya yang terasa sakit terkejut membeliakkan matanya ketika melihat tiga buah angka dan kapak bermata dua yang tersisip di pinggang pemuda lawannya.

Tidak bisa tidak pemuda inilah yang diceritakan guru kepadaku. Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212!. Kalau tidak aku singkirkan sekarang pasti akan merepotkan. Tak ada jalan lain kelicikan harus kupergunakan!. Diam-diam Pangeran Marahari alirkan tenaga dalam penuh ketangan kiri.

“Saudara!”
Pengeran Matahari menegur dengan sikap lembut disertai gerakan mejura dan maju dua langkah.
“Melihat rajahan tiga angka di dadamu dan Kapak Maut Naga Geni 212 yang tersisip di pinggangmu, ternyata kita adalah sahabat satu segolongan. Gurumu Eyang Sinto Gendeng masih saudara dekat guruku. Maafkan jika hari ini aku bertidak yang tak menyenangkanmu.

Tentu saja Pendekar 212 kaget bukan main mendengar kata-kata Pangeran Matahari itu. Kalau memang guru pemuda itu tidak ada hubungan dengan gurunya. Bagaimana mungkin ia tahu tentang dirinya dan gurunya Eyang Sinto Gendeng. Sesaat Wiro hanya tegak tertegun.

“Harap maafkan keteledoranku. Segala kesalahan akan aku tanggung di hadapan guru. Aku harus pergi sekarang. Lain kesempatan aku akan menemuimu”. Pengeran matahari makin mendekat menjura lebih dalam. Tapi tiba-tiba saja tangan kirinya menghantam. Sinar merah kuning dan hitam sekian kalinya berkiblat di dalam ruangan besar itu disertai suara menggelegar. Orang banyak menyingkir kaget dan ketakutan.

“pembokong pengecut”, teriak pemuda berpakaian kelabu. Dari samping ia melapaskan pukulan sakti yang mengeluarkan cahaya kuning berusaha menyelamatkan Wiro. Tapi usahanya itu percuma, pukulan Gerhana Matahari telah lebih dulu meleset kearah Pendekar 212 Wiro Sableng.

Edan! Teriak Wiro. Mendapat serangan begitu tak terduga pendekar dari Gunung Gede ini tak dapat berbuat lain selain menjatuhkan dirinya kelantai, lalu membalas dengan pukulan Sinar Matahari dengan kedua tangan sekaligus.

Kedua pukulan yang sama-sama bersumber dari cahaya panas itupun bertemu di udara menimbulkan suara dentuman menggelegar disertai cipratan lidah api kesegala penjuru. Kobaran api dan asap tebal menutupi pemandangan tempat itu. orang banyak berpekikan menyelamatkan diri masing-masing, termasuk Raden Kortopati, Rades Mas Jeyengrono dan patih Haryo Unggul.
Ketika asap tebal hilang ketiga pemuda yang tadi bertempur sudah tak ada lagi ditempat itu.

coming soon
Bagian III. Pelukan Siti Hanggil

 

Bagian III. Pelukan Siti Hanggil

Disuatu tempat Pengeran Matahari menghentikan larinya. Kerongkongannya terasa kering dada terasa mau pecah. Ia sengaja melarikan diri dari Wiro dengan sahabatnya pemuda berpakaian kelabu itu. Bukannya karena takut tapi ia tak ingin membuang tenaga melayani kedua pemuda itu. lagi pula kalau diteruskan belum tentu ia menang. Ia tak mau hanya mencari jalan celaka.

Bunda!
Ia kembali teringat sang ibu. Rasa rindu terasa begitu mendalam. wajahnya yang cantik menawan terbayang diingatan.

“aku harus kembali ke Istana mencari ibuku “. Pikirnya.

Tiga hari setelah kejadian mencekam yang menguncang Istana. Senja itu Sang Permaisuri Raden Siti Hanggil tampak tengah bersolek di depan cermin rias di kamarnya. Ia terlonjak kaget ketika sesosok tubuh melayang turun, masuk dari atap kamarnya yang jebol. Hitungan detik saja penyusup itu telah berdiri tepat hadapannya.

Raden Siti Hanggil tengah bersolek

Siti Hanggil membuka mulut ingin berteriak memanggil Prajurit Penjaga. Tapi suaranya belum sempat keluar, sebuah totokan telah bersarang di urat lehernya membuat ia tak bisa bergerak dan juga bersuara.

Dihadapannya saat itu bediri seorang pemuda tampan dan gagah, berikat kepala merah. Pada baju bagian dada tartampang lukisan Matahari dan Gunung Merapi.

Pemuda penyusup itu lalu angkat bicara.
“Raden Tak usah takut, aku tak bermaksud jahat! aku pemuda yang pernah menolong Raden dari perampokan kawanan warok tempo hari”. Pangeran Matahari sengaja memperkenalkan diri untuk menenangkan Siti Hanggil.

Ia melanjutkan ucapannya. “ Ada satu rahasia penting yang ingin aku sampaikan, jika Raden berjanji tidak akan berteriak aku akan melepaskan totokan pada tubuh Raden. Kedipkan mata Raden sebagai tanda setuju”.

Siti Hanggil segera mengenali pemuda yang pernah menyelamatkannya itu. Lalu mengedipkan matanya menyetujui. Pengeran Matahari langsung melepaskan totokan ditubuh sang Permaisuri. Siti Hanggil pun ketika itu bisa bergerak dan bersuara.

Kau!
“Katakan siapa kau sebenarnya, apa yang kau inginkan menyusup masuk ke kamarku?”. Tanya Siti Hanggil.

“Aku dalah Pengeran Matahari! Pangeran Anom yang hilang ketika Merapi meletus sepulut tahun yang lalu”. Jawab Pangeran Matahari datar.

Mata Siti Hanggil terbelalak tak percaya dengan apa yang didengarnya. Di tatapnya wajah Pangeran Matahari lekat-lekat memang banyak kesamaan dengan anaknya yang hilang 10 tahun lalu itu.

Ia mendekatinya lalu memeriksa bagian lengan bawah, tepatnya disamping ketiak sebelah kiri Pangeran Matahari. Siti Hanggil mendapati sebuah tanda hitam bulat sama persis dengan tanda pada putranya yang hilang itu.

Yakin kalau pemuda dihadapannya itu adalah Pangeran Anom putranya yang hilang, tangis Siti Hanggil pun pecah tak tertahankan. Ia memeluk tubuh pemuda dihadapannya dengan erat.

Anakku!
Keduanya berpelukan larut dalam rasa haru. Pelukan keduanya makin erat, melepaskan kerinduan yang telah lama terpendam. Bau harum semerbak tercium dari tubuh Siti Hanggil menggugah birahi Pangeran Matahari. Bagian atas payudara Siti Hanggil yang terbuka membuat ia tak tahan ingin merasakan tubuh Wanita dihadapannya itu. Karena memang sejak awal niatnya untuk mencari ibunya itu bukan karena rindu seorang anak kepada ibunya. Tapi karena terpikat dengan kecantikan Raden Siti Hanggil.

“Anom ceritakan apa sebenarnya yang terjadi padamu?”, tanya sang ibu.

“Ceritanya panjang, nanti aku ceritakan!, Apakah aku boleh bermalam bersama bunda disini malam ini?” Tanya Pangeran Matahari.

“Tentu saja! Bunda masih rindu padamu … tapi .. ”. Walaupun ada kekhawatiran dihatinya tapi ia mengabaikannya. Ia tau betul betapa ganasnya pemuda dihadapannya itu.

“Tak mungkin aku berniat jahat pada ibuku sendiri”, ucap Pangeran Matahari pula yang memahami kekhawatiran sang ibu.

Siti Hanggil lalu mengajak putranya itu duduk dikursi yang ada di dalam kamarnya. Keduanya asik ngobrol beberapa saat.

” Kamu pasti lelah, sekarang mandilah biar bunda siapkan pakaian ganti agar bisa beristirahat yang nyaman”, ucapnya.

“Ia aku sudah beberapa hari tak mandi!” Sela Pangeran Matahari pula sembari tertawa.

“Kamar mandinya disebelah mana?”, tanya. Seperti tak ada orang lain di situ, langsung saja ia melepaskan pakaian dari tubuhnya bertelanjang bulat.

Siti Hanggil kaget tapi tak ayal ia melihat tubuh bugil putranya itu. Terlihat begitu Atletis tegap dan berotot. Kontolnya walaupun masih lemas tapi terlihat panjang dan besar berurat membuatnya bergidik.

“sekarang aku sudah besarkan bunda …” Tanya pangeran Matahari memamerkan ototnya.
Siti Hanggil berpaling jengah, ia mengelus dada melihat kelakuan putranya itu. tapi ia memahaminya. Puluhan tahun hidup di dalam Hutan Belantara tentu saja prilakunya berbeda dengan anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan Istana.Ia bargegas mengambilkan handuk lalu menutupi tubuh putranya itu

Setelah selesai membasuh tubuhnya, seperti tadi Pangeran Matahari keluar dari kamar mandi dengan enteng bertelanjang sambil mengeringkan tubuhnya. Ia tampak begitu segar.

Jengah melihat putranya itu tak berpakaian, Siti Hanggil lalu memasangkan pakaian ketubuhnya. Sebuah baju panjang selutut terbuat dari sutra halus bersulamkan benang emas. Pangeran Matahari tampak begitu tampan dan gagah saat memakainya.

Apa kamu lapar? Tanyanya.
Aku belum lapar” balas sang Pangeran pula.

Coming soon
Bagian VI. Sumpah terkutuk

Bagian IV. Sumpah terkutuk

Keduanya lalu berbaring di atas kasur permaisuri yg mewah dan empuk itu. Siti Hanggil lalu menanyakan apa yang terjadi pada putranya 10 tahun belakangan ini.

Pengeran Matahari pun menceritakan secara singkat perjalanan hidupnya. Mulai dari ketika Merapi Meletus lalu diselamatkan dan diangkan menjadi murid oleh seorang kakek sakti berjuluk Simuka Bangkai, tak lupa pula menceritakan penderitaan yang di alaminya hidup di tengah hutan belantara puncak Gunung Merapi.

Siti Hanggil mendengarkannya dengan berurai air mata. Dengan sendirinya keduanya berpelukan erat. Terbayang olehnya segala penderitaan yang dialami putranya itu. Sementara ia hidup enak dengan segala kemewahan. Ia menangis sampai terisak-isak. Pangeran Matahari membiarkan saja ibunya larut dalam perasaannya.

Pelukan wanita cantik itu membuat Pangeran Matahari kembali bernapsu. Tubuhnya yang indah mengeluarkan bau wangi menggugah birahinya.
Otak bejatnya mulai mencari cara untuk bisa menyetubuhinya.

“Lalu apa yang membuatmu membunuh Tumenggung Gali Murto?” Tanya Siti Hanggil.
Pangeran Matahari terdiam sejenak wajahnya tampak geram!.

“Mereka sengaja meninggalkan aku begitu saja! Karena itulah mereka harus menanggung akibatnya. Tak hanya Gali Murto. Semua para Tumenggung. Senopati mereka akan mendapat ganjaran dariku”. Rahangnya mengembung karena marah.

Siti Hanggil bergidik mendengar ancaman putranya itu dan berusaha menenangkannya.

“Sudah! sudahh!, bunda takut melihat kamu marah!”. Ucapnya pula. Ia mengalihkan pembicaraan ketopik lain untuk mencairkan suasana kembali.

“ bunda! Sekian lama tak bertemu aku begitu merindukan bunda … Aku sering menangis teringat bunda …” ucap Pangeran Matahari.
Siti Hanggil terharu medengar ucapan itu.

“Begitupun bunda! Sedetikpun tak pernah bisa melupakanmu!” balas Siti Hanggil pula. Pelukan keduanyapun semakin erat.

“Apa aku boleh mencium bunda …” tanya Pangeran Matahari.

“tentu saja sayang, ciumlah sepuasnya …” Siti Hanggil mendahului mencium putranya itu.
Keduanya lalu berciuman mesra. Mulanya normal saja, lama-lama Pangeran Matahari yang telah terbakar birahi mencumbu bibir Siti Hanggil, lidahnya dimasukkan ke dalam mulutnya.

Deggg!
Dada Siti Hanggil berdegup kencang. Ia mencoba menolak lidah putranya itu dengan lidahnya tapi justru lidahnya dihisap sang putra. Siti Hanggil mulai merasa jengah! ketika tangan pangeran Matahari mulai meremas-remas kedua payudarannya, Siti Hanggil berusaha mencegahnya dengan halus.

“Anom … cukup sayang, bunda risih!” ucapnya selembut mungkin, ia takut anaknya itu tersinggung.

Pangeran Matahari tampak tidak suka dengan penolakan ibunya itu. wajahnya yang congkak tampak mengelam. Lalu keluarkan ucapan.

“Maafkan kelancanganku bunda!, sejak melihat bunda tempo hari aku benar-benar jatuh cinta kepada bunda. Wajah bunda selalu terbayang dimataku. Sejujurnya aku datang menemui bunda bukan hanya karena bunda adalah ibuku, Tapi karena aku menginginkan bunda menjadi kekasihku!

” Aku telah bersumpah untuk memiliki bunda! siapapun yang menghalangi keinginanku, akan aku bunuh! termasuk Raja sialan itu! Selama ini hidupku telah penuh dengan penderitaan. bunda jangan kacewakan aku!” tandasnya.

Tengguk Siti Hanggil teras sedingin es. Barulah ia sadar keputusannya menerima Pangeran Marahari menginap dikamarnya adalah sebuah kesalahan besar. Pangeran Matahari memang putranya, tapi putranya itu telah menjelma menjadi Iblis.

 

Bagian V. Menikam Bumi

“Anom … kamu adalah anak bunda, darah danging bunda! Kita tak boleh melakukannya. Pamali!. dosa besar!
“Dalam hukum kerajaan disebut ” Menikam Bumi” Hukuman bagi pelakunya dirajam sampai mati. Tak ada satu aturan manapun yang membenarkan seorang anak berhubungan dengan ibu kandungnya sendiri”. Ucapnya dengan tubuh gemetaran.

“Persetan dengan segala aturan itu. Aku orang hutan! Besar di Hutan, setiap hari melihat berbagai macam binatang berhubungan dengan induk-induk mereka. Setiap kali melihatnya aku selalu membayangkan melakukannya dengan bunda.
“Aku tak paham dengan segala macam aturan dosa dan juga tak peduli dengan semua itu!” tandas Pangeran Matahari pula.

Ketika pangeran Matahari kembali mencumbunya, Siti Hanggil tak lagi berani mencegahnya. Ia benar-benar putus asa dan pasrah. Barangkali inilah takdirnya. Ia teringat Legenda Sangkuriang yang jatuh cinta kepada ibunya sama persis dengan apa yang tengah dialaminya saat itu.

Pangeran Matahari meloloskan baju tidur yang dipakai Siti Hanggil. Matanya terbelalak melihat kedua payudaranya yang membusung indah. Ia membenamkan wajahnya disana meremas lalu menghisap-hisap pentilnya.

“Anom sadarlah nak! bunda sudah tua, kamu bisa mendapatkan wanita muda yang jauh lebih cantik dari bunda. Atau kalau kamu mau bunda bisa panggilkan dayang-datang istana untuk melayanimu” ucap Siti Hanggil mencoba menyadarkan. Tapi percuma Pangeran Matahari malah makin gencar mencumbu tubuhnya.

Percuma Pangeran Marahari bergelar Segala Akal, Segala cerdik, segala licik kalau tak bisa membuat Siti Hanggil bertekuk lutut padanya. Ia mencari titik kelemahan Siti Hanggil dari mencumbu payudaranya beralih ke lehernya yang jenjang lalu mencumbu telinganya mencoba merangsangnya.

Ternyata disinilah letak kelemahan Siti Hanggil. Begitu Pangeran Matahari menjilati bagian telinganya tubuhnya mengelepar kegelian. Gairahnya terpancing juga akhirnya. Birahi yang lama tak tersalurkan bangkit menguasainya.

Ia memang telah lama tak mendapat kunjungan dari Sang Baginda. Barangkali Sang Raja sibuk mengilir para Selirnya yang memang jauh lebih muda-muda darinya.

Pangeran Matahari semakin gencar merangsangnya. Tak seperti sebelumnya yang terkesan menghindar. Sekarang Siti Hanggil mulai aktif membalas cumbuan putranya itu.
Cumbuan Pangeran Marahari lalu turun ke selangkangan Siti Hanggil, mengoral liang kewanitaannya, menghisap-hisap Kolistorisnya membuat Siti Hanggil mengap-mengap seperti ikan kehabisan air. Mulutnya mengeluarkan erangan-erangan yang membangkitkan birahi.

“Anomm … sudah jangan siksa bunda … rintihnya.

Pangeran Marahari lalu menindih tubuhnya, memasukkan kontolnya ke liang kewanitaan sang ibu yang telah basah.

Stttt … ahh!
Siti Hanggil menjerit kecil ketika kontol Pangeran Matahari menerobos masuk keliang kewanitaannya. Makin dalam, dalam hingga terasa mentok!.

Kontol putranya itu memang panjang dan besar. Liang kewanitaannya begitu terasa sesak. Terasa begitu nikmat ketika Putranya itu mulai menggerakkannya keluar masuk. Hal yang sama dirasakan oleh Pangeran Matahari. Ia begitu menikmati persetubuhan dengan wanita yang telah melahirkannya itu.

Pangeran Matahari benar-benar gagah perkasa. Tak hanya berkesaktian tinggi tapi juga Sakti diranjang. Peluh mengalir dari tubuh keduanya. Pantat Siti Hanggil berputar-putar menyambut sodokan kontol putranya itu di liang kewanitaannya. Tak beberapa lama tubuhnyapun kejang-kejang klimaks melepaskan orgaismenya.
Siti Hanggil benar-benar kewalahan. Ia telah dua kali klimaks namun Putranya itu belum ada tanda akan selesai. Ia masih tampak kuat menghujam-hujamkan kontolnya membuat liang kewanitaanya terasa sengal dan perih.

“Anom … bunda capek keluarkanlah!”. Ucapnya.
Pangeran Matahari tersenyum puas bisa membuat ibunya itu menyerah.

“Ya bunda! aku akan segera keluar “. Ucapnya. Ia mempercepat kocokan kontolnya. Selang beberapa waktu kemudian ia Klimaks melepaskan Sperma dirahim Siti Hanggil.