Bercinta Dengan Nenek Nenek
Nenek Neli..” begitu biasanya cucu-cucunya memanggil.
Nenek Neli pemilik rumah yang kutempati (kost) adalah nenek yang yang mengerti benar arti kecantikan wanita, itu menurut pandanganku. Usianya kira-kira 60-an, gerak-geriknya lembut dan gurat-gurat kecantikannya masih terlihat jelas. Kalau kubanding-bandingkan, wajah Nenek Neli persis seperti bintang sinetron RE. Dengan kulit putih bersih dan terawat. Bagaimana tidak kelihatan bersih ni nenek, setiap minggu mandi susu, luluran dan perawatan kecantikan lainnya. Jadi pantaslah kecantikan masih memancar dan usia tuanya tidak begitu kelihatan.
Di rumahnya, Nenek Neli tinggal sendiri ditemani dua orang pembantu serta 3 kamar di lantai atas dikoskan. Anak-anak Nenek Neli ada 2 orang, Ibu Riri dan Ibu Rosa, sudah menikah tapi tinggal di lain kota. Aku, Ari dan Reni adalah anak-anak kostnya. Kami sebagai anak kost memang kompak bertiga dan sudah lama kost di rumah Nenek Neli. Sehingga kami bertiga ini sudah seperti keluarga atau ya sebut saja cucunya Nenek Neli. Selama kami tinggal, terutama aku, memang tidak ada pengalaman (sex) yang seru. Tapi sore itu, aku mendapat suatu pengalaman sex baru. Berhubungan sex dengan nenek-nenek, Nenek Neli! Nah.., begini ceritanya.
Aku (Jojo, 20 tahun) sampai di tempat kost jam 4 sore. Sepi, karena 2 orang tetangga kostku pulang ke rumahnya, mereka menghabiskan libur kuliahnya di rumah masing-masing. Aku memang ada rencana pulang, mungkin 2-3 hari lagi. Kulihat Nenek Neli sedang merawat bonsai-bonsainya.
“Sore.. Nek.” kataku sambil menghampirinya.
“O.., Nak Jo, udah pulang rupanya.”
Asyik sekali kelihatan Nenek Neli dengan bonsai-bonsainya. Hobynya yang satu ini memang cocok dengan pribadi Nenek Neli. Resik dan anggun, bagaikan bonsai peliharaannya. Karena capek dan Nenek Neli kelihatan asyik dengan bonsainya, aku pamit mau istirahat di kamar.
Pelan-pelan kunaiki anak tangga, menuju kamarku. Wah.., terasa sekali sepinya, biasanya sore-sore begini kami berkumpul sambil becanda-canda, terutama sama si Big Beautiful, Reni. Walaupun Reni ini bodynya bomber (beratnya 80 kg kurang lebih sih), wajahnya lumayan cantik juga. Gendut tapi wajahnya tidak terlalu bulat, pokoknya cantik deh. Gila! kok bisa ngelamunin Reni. Entah karena ngelamunin Reni atau memang nafsuku lagi kumat, kulepaskan celana, yang tinggal hanya CD-ku saja. Gundukan celana dalamku makin membesar, penisku tegang! Sakit juga rasanya, akhirnya kulepaskan CD-ku, telanjang bulat! Kumainkan penisku, kukocokin penisku sambil membayangkan menyenggamai si gendut Reni.
Tiba-tiba.., “Ceklek.. kreeit..,” pintu kamarku terbuka (aku lupa mengunci pintunya).
“Weleh-weleh.., Nak Jo, Nak Jo. Barang gede gitu kok dianggurin, sini masukin lubang Nenek aja..!”
Kaget sekali aku, tidak tahu rasanya, antara malu dan birahiku masih telentang bugil di tempat tidur. Tapi Nenek Neli dengan cueknya malah melangkah masuk ke kamar, menghampiriku. Rupanya dari tadi dia sudah menonton acara ngocokku. Dan aku benar-benar tidak menyangka akan ucapannya.
“Ngentot Nenek Neli..?”
“Siapa takut..!?”
Nah, ini yang kumaksud pengalaman baru dan membuat pribadi sex-ku berubah. Di kemudian hari, aku hanya senang berkencan (bersenggama) dengan wanita yang usianya di atas usiaku. Kalau tidak tante-tante, ya.. nenek-nenek. Dan yang pasti melalui Nenek Neli lah aku dikenalkan dengan teman-temannya. Pokoknya lebih asyik begituan dengan nenek-nenek, liang vaginanya keset dan agak sempit lah..!
Penis besarku dielus-elus sama Nenek Neli, lembut sekali. Kuraba susu Nenek Neli (Nenek Neli masih memakai daster tipis), lumayan besar (bulat lonjong) tapi agak turun. Wajah kami sudah demikian dekatnya, penisku masih dipegangnya sambil dikocok. Gurat-gurat wajah Nenek Neli kelihatan menampakkan wajah tuanya. Tapi who care..! Yang kulihat sekarang, Nenek Neli benar-benar bagaikan pacarku (gadis 20 tahunan), sintal dan menggairahkan! Dan yang pasti akan kugituin dia habis-habisan..!
Posisi kami masih berdiri, tapi sekujur tubuh kami sudah tidak terbalut sehelai pakaian pun, los polos.. telanjang bulat! Tubuh Nenek Neli yang putih mengelinjang kegelian ketika susu besarnya kuhisap-hisap, kugigit dan kutarik-tarik puting susunya.
“Uh.. hh.. aduh.. biyung.. geli aku..!” teriaknya tertahan oleh birahi.
Susu Nenek Neli mengelonjor, makin turun bergoyang-goyang. Lidahku makin liar menjalar-jalar menjelajahi lekuk tubuh Nenek Neli yang putih mulus.
Puas bermain di puting susunya, lidahku menjelajah turun ke bawah gunung kembar Nenek Neli. Perutnya sedikit turun, bergelombang bagaikan sisa ombak di pesisir pantai. Sungguh semakin membuat birahiku bergejolak. Bulu-bulu kemaluannya masih terlihat lebat dan kelihatan bibir vaginanya sedikit menyembul, bagaikan jengger ayam.
“Wow.., bener-bener terawat luar dalam ini Nenek.” batinku.
Walaupun lemak sedikit menggumpal di perutnya, tapi kulit nenek masih gres, mulus sampai liang vaginanya pun bersih terawat, terlihat berwarna merah segar kemudaan.
“Shrup.. shrup.. cop.. cop..” bunyi lidahku menari-nari menghisap lubang kemaluan Nenek Neli.
“Uh.. uh.. oohh trus trus.. Nak, aduh.. nikmatnya.. iihh..!” badan Nenek Neli meliuk-liuk menahan kegelian.
Vagina Nenek Neli basah oleh ludahku. Mungkin yang namanya monupouse (berakhirnya kelenjar pelicin) ya.. ini, vagina Nenek Neli sama sekali tidak mengeluarkan cairan.
“Bu.. ibu..” tiba-tiba si Sum, pembantu Nenek Neli memanggil-manggil.
“Brengsek..!” umpatku kesal.
Gimana tidak kesel, lagi mau masukin vagina Nenek Neli, eh.. si Sum manggil tuannya. Bergegas Nenek Neli merapihkan pakaian dan rambutnya yang acak-acakan.
Sambil tersenyum, dia berbisik, “Kamu pinter.. Nak. Nanti malam kita terusin ya.. Sayang..?”
Nenek Neli bergegas turun dan tidak lupa mengecup pipiku mesra. Samar-samar kudengar alasan Nenek Neli kepada Sum, dia di kamar atas dari tadi mengecek kamar anak-anak kost. Busyet, si nenek pintar bohong juga.
Jam di kamarku menunjukkan pukul 09.00 malam. Lampu-lampu di ruang tamu dan kamar pembantu mulai dipadamkan. Sepertinya kedua pembantu Nenek Neli sudah mulai tidur. Kecapean kali dari pagi kerja beberes rumah. Sepi sesekali terdengar bunyi jangkrik bersahutan. Aku sudah tidak sabar menunggu Nenek Neli. Acara TV di kamarku tidak lagi menarik perhatianku. Sayup-sayup kudengar langkah kaki menaiki tangga.
“Sstt.. Nak Jojo.. ini Nenek..” bergegas kubuka pintu kamarku, kupeluk erat nenek ******* ini.
“Nek..kog lama sih.., Jojo udah nggak tahan nih!” kataku sambil kutunjukkan penisku yang sudah terangsang berat.
Aku memang sengaja telanjang bulat menunggu kedatangan Nenek Neli.
“Ih.. gedenya!” dipegangnya penisku.
“Ya.. Nenek juga udah pengin ngerasain punya kamu, Jo. Rasanya gimana ya.. kalo punya kamu yang gede itu masuk ke Nenek..? Aduh.. ngebayangin aja rasanya udah cekot-cekot..” katanya sambil pakaiannya dilepas.
Yang menempel hanya kutang dan celana dalam berwarna hitam. Seksi sekali!
Sekarang badan kami menempel erat, bergumul di tempat tidurku. Ujung penisku yang terangsang berat diusap, diremas, pokoknya geli habis deh..! Badanku menggelinjang menahan geli. Bibir kami saling bercumbu, menggigit dengan nafsu yang membara. Sambil puting buah Dada Nenek Neli kupilin-pilin.
“Aduh.. Nak.. uuh.. sini gantian, Nenek mau hisap punya kamu..!” dengan cepat Nenek Neli bergerak turun mencari penisku yang masih tegak.
Ujung-ujung penisku dijilatinya.
“Uh.. ah.. ah.. sstt.. Nek.. ah.. enak sekali Nek..” suaraku tertahan menahan geli yang sangat.
Mendengar eranganku, Nenek Neli semakin bernafsu memainkan lidahnya. Dari ujung penis, lidahnya menjilat-jilat batang kemaluanku, terus.. terus.. sampai dua pelorku pun tidak luput dari jilatannya. Kedua pelorku dihisap dan dikulumnya.
“Sstt.. uuh.. geli.. Nek..,” tidak kuat aku menahan geli.
Busyet! Nenek Neli benar-benar jago. Baru kali ini aku merasakan sensasi sex yang begitu hebat. Tua-tua keladi nenek ini, makin tua makin HOT.
“Srupp.. srupp.. sstt.. sstt..” suaranya kedengaran seperti kepedasan.
Mulut Nenek Neli terbuka lebar memasukkan penisku, karaoke! Geli sekali batang penisku bergesekan dengan giginya. Uh.. tambah geli aku, begitu ujung penisku digigit-gigitnya.
“Nek.. Jojo.. nggak tahan.. Jojo mau masukin ya..?”
Pelan-pelan penisku dilepas, Nenek Neli telentang di sisi tempat tidur dengan kaki terbuka lebar (mengangkang). Lubang vaginanya terbuka lebar, siap melumat batang penisku. Ujung penisku mulai menyentuh bibir kemaluannya.
Dari atas, vaginanya yang terbuka terlihat menyembul sedikit lubang kencing Nenek Neli. Kugesek-gesekkan dulu penisku ke biji kacangnya.
“Uh.. uh.. geli.. oohh.. nak Jo.. Nenek udah nggak tahan..!”
Kemudian erangannya berganti menjadi, “Ah.. aah.. aduh.. Nak..” ketika penisku menerobos masuk ke dalam vagina Nenek Neli.
Pertama masuk vaginanya sedikit tertahan (kering), karena cairan kemaluannya tidak seperti gadis belasan tahun, baru ciuman saja sudah deras muncrat. Vagina Nenek Neli kering-kering nikmat, bagaikan bersenggama dengan perawan ting-ting.
“Blep.. plak.. plak.. blep..” bersahutan-sahutan bunyi batang kemaluanku beradu, sambil masih kupegang kedua kakinya naik ke atas membentuk huruf V.
Mata Nenek Neli meram melek menahan gejolak kenikmatan. Kupandangi wajahnya, sedikit mehanan nyeri, tersenyum. Buah dadanya bergoyang naik turun, kiri.. kanan.., seiring penisku menghujam masuk keluar lubang vaginanya. Terasa ngilu penisku di dalam, rupanya Nenek Neli sengaja mempermainkan liangnya.
“Uuh.. oohh.. jepitannya enak sekali Nek..!” eranganku pertanda Nenek Neli akan mengakhiri permainan ini.
“Aahh.. Jo.. Nenek.. oohh.. aduhh.. keluar.. oohh..”
Gesekan penisku semakin keras maju mundur, liang senggama Nenek Neli berdenyut-denyut menjepit batang kemaluaku sambil tangannya mencengkram sprei tempat tidur. Terasa cairan hangat membasahi penisku. Aku sudah tidak tahan, seolah-olah ada dorongan yang begitu hebat di dalam diriku. Semakin keras kupompa vagina Nenek Neli, semakin keras dorongan yang kurasakan. Ah.., rasanya spermaku akan tumpah keluar.
“Sekarang.. Nek.. oohh.. Joo.. mo keluar.. aahh..!” spermaku muncrat membasahi dalam lubang vagina Nenek Neli.
Basah dan hangat sekali. Berkedut-kedut vagina Nenek Neli. Batang kemaluanku masih setia terbenam di dalam lubang kenikmatannya. Nenek Neli tersenyum senang sambil memencet hidungku.
Lama kami saling terkapar di tempat tidur. Nenek Neli merasa tidak kuat turun dari kamarku. Sambil tidur-tiduran, kami saling terbuka menceritakan pribadi masing-masing. Hangat sekali malam ini dikeloni oleh Nenek Neli. Dia mengharapkan supaya aku mau terus kost di rumahnya (gratis tentunya). Dan suatu saat, dia akan mengenalkanku dengan teman-teman yang sehoby dengan Nenek Neli. Aku hanya mengangguk di dekapan Nenek Neli.
Mohon maaf jika ada salah,nubi baru belajar posting……
Kami baru saja pindahke kawasan itu. Kasawan perumahan yang segala sesuatunya serba sendiri-sendiri. Tak seorang mau mengusik yang lain. Saat aku bersama dua orang buruh mengangkati barang-barang rumah kami, tiba-tiba seorang perempuan setengah baya datang menghampiri dan menegur ayah-ibuku. SEbagai tetangga baru, tentu ayah dan ibu sangat ramah kepada perempuan itu.
Akhhirnya aku memangilnya nenek. Nek Bilah, begitu panggilankami. Dia seoprang janda berana empat, kesemuan anak-anaknya sudh berumah tangga. Itu sebabnya dia kami panggil nenek. Anak-anaknya jauh di kota lain. Itu pula sebenya dia mendekatkan diri kepada kami, agar kami tetangganya adalah saudara terdekatnya. Bila ada apa-apa pada si nenek, kami tetangga yang lebih dulu menolongnya.
Aku suka menolongnya menyirami bunga-bunga yang banyak sekali di halaman rumahnya. Anggrek berwarna-warni dengan berbagai jenis. Demikian pula tanaman lainnya. Ibu dan ayahku pun senang melihatku menolongi si nenek yang selalu makai daster di rumah. Umurnya 53 tahun. Tubuhnya masih sehat dan kelihata segar bila dibandingkan dengan teman-temannya sebaya. Setiap dia menggoreng singkong atau membuat kue-kue apa saja, orang yang pertama yang diberikannya adalah aku. Dia tak segan-segan memanggil namaku, kemudian menyerahkan sepiring kue masakannya untk kami cicipi sekeluarga. Ayah dan ibu pun bila membeli kue dari pasar, selalu memberinya, bahkan oleh-oleh setiap kali ibu dan ayahku ke luar kota.Aku sering kali tidur-tiduran pada gazebo mungilnya di samping rumah sembari membaca buku-bukukuliahku. Biasanya, aku jugamembawa laptop ke gazebo itu. Sore itu, Nek Bilah baru saja usai mandi. Terpancar dari aroma sabun di tubuhnya. Aku masih tiduran di gaezebonya. Terkadang aku hanya melompat pagar saja, kalau aku malas masuk dari gerbangnya. Biasanya si nenek tertawa saja, dan ibuku hanya bilang, hati-hati melompat, nanti terkilir. Kali ini aku sengaja tiduran pakai kain sarung saja dan kaos oblong.
Nek Bilah datang. Dia memijiti betisku pakai vaseline.
“Enak nek, terus dong?” kataku. Ibuku malah nyeletuk dari seberang pagar.
“Enak aja nyuruh orang tua. Kuwalat baru tahu?” kata ibuku.
“Ya.. gak apapalah” Seru nenek menimpali dan meneruskan pijatannya. Nenek memijat betisku dengan seksama. AKu menimatinya. Saat tangannya sampai ke pahaku, aku baru ingat kalau aku tidak memakai celana dalam. Kubiarkan saja, toh, nenek hanya memijat sampai betis saja, pikirku.
Nenek menyingkap sarungku, katanya biar leluasa. Nyatanya, nenek menyingkapnya terlalu tingi sampai ke pantatku. Mungkin nenek mengira aku pakai celana dalam.
“Waaaooowww… besar juga punyamu,” kata nenek sembari mengelus penisku. Tak kusangka, nenek begitu berani mengelus penisku.
“Emangnya kenapa nek?” kataku.
“Apa sudah pernah dimandiin?”
“Setiap hari ya dimandiin nek<” kataku. “Maksud nenek dimandiin yang lain. Mandi enak…” katanya genit. “Oh… belum. Apa nenek mau memandiinnya?” kataku nakal pula. “Ikh… kamu, kok mau sama nenek-nenek…” katanya. “Nenek dan gadis sama saja. Yang pentingkan rasanya,” aku menimpali semakin berani. Nenk Bilah diam. Kontolku terus dielusnya pakai vaseline. Tentu saja semakin keras. “Sudah, sekarang terlentang,” katanya.
Aku mengikutinya dan menelentangkan diriku. Nek BIlang kembali memijat pahaku. Gazebonya memang terlindungi oleh pohon-pohon bunga. Jika tak diperhatikan betul-betul dan dengan sunguh-sungguh, tak seorang pun yang tahu, kalau di gazbo itu ada manusia. Termasuk dari rumahku sendiri. Itu pula menyebabkan aku menyenangi gazebo itu tempatku belajar dan mengetik kuliahku di laptopku. Nek Bilang menyingkap kain sarungku sampai ke pusat dan jelas-jelas kontolku beridir dalam elusannya terlihat jelas. “Enak?” Nek Bilang bertanya setengah berbisik. Aku mengangguk. Kulihat Nek Bilang melepaskan celana dalamnya.
Setelah matanya celingak-celinguk ke kiri dan kanan, depan dan belakang, dia menaiki tubuhku dan mengangkangiku. Aku diam saja. Diangkatnya dasternya dan dituntunnya kontolku memasuki lubang memeknya. Sebelumnya dia lumuri vaseline dulu di bibir memeknya. Setelah ujung kontolku kena persis di antara kedua bibir memeknya, dia menekan tubuhnya dari atas, lalu melesatlah kontolku ke dalam memeknya. Terasa hangat di dalam lubang memek nek Bilah. Untuk pertama kali kontolku mengeram dilubang nikmat. Nek Bilah seakan mengurut dadaku. Pintar betul nenek ini bersandiwara memerankan seperti tukan pijat, bisik hatiku. Pantatnya yang besar memenuhi pahaku. Aku memejamkan mataku. Goyangannya semakin menjadi-jadi dan semain cepat. AKu merasa nikmat bukan kepalang.
“Kontolmu memang besar dan panjang. Keras lagi,” kata Nek Bilang to the point. Dia tidak memilah kata lagi. Mulutnya mulai cakap kotor. Kontol bagus, katanya setengah berbisik. AKu tak mau kalah. MEmek nenek juga enak, walau sudah tua. Goyangan nenek juga hebat. Kapan saja nenek mau kontolku, nenek boleh kode aku, kataku. Dia tersenyum. Aku kenikmatan dan aku tak mampu berbuat apa-apa selain mendiamkan saja goyangannya. Tiba-tiba croot…crooot…croooooottttt. Sepermaku muncrat memenuhi lubang Nek Bilah. Dia semakin mempercapat goyangannya dan menindihku kuat-kuat dan menicum leherku. Nenek juga sampai…. katanya. Sejak itu, atas sarannya, jika aku mau ke gazebo, tidak boleh pakai celana tapi harus pakai sarung dan tanpa celana dalam. Aku setuju. Sepulang kuliah dan siap makan siang aku dan menggati pakaianku dengan sarung. Kulihat Nek Bilah sembunyi memberi kode dari gazebonya. Aku ambil laptop dan menyeberang.
“Ini, kasi kue ini pada ennekmu,” kata ibuku. “AKu lihat tadi Nenek naikbeca keluar. Tapi marilah, nanti kalau pulang keberikan,” kataku berbohong pada ibuku. Aku membawa sebungkus kue untuk nek Bilah. Begitu aku masuk ke halaman rumahnya, kulihat nek Sumi merangkak menuju gazebonya. Aku geli melihatnya, nenek-nenek masih merangkak kaya kucing berjalan memekai kedua kaki dan kedua tangannya agar tubuhnya rendah dan tak kelihatan. Nek Bilah sudah pula menambah berbagai tanaman mengelilingi gazebo, hingga gazebo semakin rindang dan susah untuk dilihat.
Begitu akusampai di gazebo, nek Bilah langsung merebahkan tubuhku dan tubuhnya juga tergeletak di sampingku. Dilumurinya kontolku pakai vaselin agar licin dan dia juga melumuri kontolnya pakai vaselin. Maksudnya agar cepat kontolku memasuki lubangnya. Karean lubangnya sudah kering dan sudah menapouse, vaselin sangat membantu. Setelah kontolku keras, dia minta aku menindihnya. AKu menyucukkan kontolku ke vaginanya. “Mau yang lebih enak?” bisiknya padaku. AKu mengangguk. Dia meminta aku mencabut kontolku dari memeknya. Dia mengambil lagi Vaselin dan melumurinya. Lalu dituntunnya kontolku.
“Tekan” katanya. AKumenekan kontolku. Kok sempit sekali. Ternyata kontolku dituntun ke lubang anusnya. Kutekan kuat-kuat secara perlahan, akhirnya kontolku jepit oleh anusnya. Wah… nikmat sekali. Sejak itu, aku lebih sering meminta lubang anus ketimbang lubang memeknya. Akhirnya ada kesepakatan. Setiap selasa, jatrahku lubang memek dan setiap jumat jatahku lubang anus. Terkadang aku yang horny. Jika demikian, aku langsung ke rumah nenek dan sebelumnya aku sudah lebih dulu mengirimkan SMS agar dia siap-siap. Walau bukan selasa atau jumat. Mungkin rabu atau kamis atau hari apa saja. Nek Bilah langsung membuka celana dalamnya dan melumuri lubang anus dan memeknya.