AKU DIJUAL ADIK IPARKU

Chapter 1 ​
“Sayaaang? Aku bawa temen main ke sini yaa? Ini temen komunitas motor, yang bantuin nyari kontrakan di sini. Namanya Farhan, dia teman satu sekolahku waktu SMP dulu. Sini kenalan dulu sama Farhan,” ujar Dharma sewaktu baru masuk ke dalam rumah. Aku yang saat itu sedang memasak air untuk menyiapkan minum, bergegas menuju ke ruang tamu dan berkenalan dengan pria bernama Farhan itu. “Temennya Dharma yaa? Kenalin aku Danilla, istri barunya Dharma. Maaf yaa kalo tempatnya sempit, mau minum apa?” “Iyaa aku temennya Dharma. Kenalin juga saya Farhan, Mbak Danilla. Apa aja boleh, the hangat juga boleh. Yang penting gak merepotkan tuan rumah hehehe,” jawabnya dengan santai. Aku bergegas berjalan kembali ke dapur, untuk melanjutkan minuman yang aku buat. Saat sedang membuat teh hangat di dapur, aku mendengar suara Farhan berbisik. “Ma, ini istri kamu yang mantan suami kakak kandungmu itu? Gilaa cantik banget! Pantes kamu berjuang keras banget buat dapetin dia. Hebat kamu, Ma! Menang banyak kamu ini.” “Sssttt… Jangan kenceng-kenceng bisik-bisiknya. Kalo dia denger nanti yang ada curiga. Sering-sering aja dateng ke sini, biar akrab dan juga humble. Banyak yang bisa dilakuin di sini,” jawab Dharma yang gak aku mengerti apa maksudnya. Iyaa sudahlah, ngapain dipikirin juga. Setelah beberapa menit, aku mengantarkan dua cangkir teh hangat ke meja tamu. Beserta beberapa cemilan yang aku buat tadi sore. “Inii tehnya, tapi tehnya pakai teh jawa yaa. Soalnya di sini kurang doyan teh produk sini. Sama ini ada cemilan juga pisang goreng.” Farhan terlihat menatapku dengan kedua mata terbuka lebar. Bahkan dia sampai tidak mengedip selama beberapa detik. Namun setelah 5 detik, dia kembali sadar lagi. Dia mengangguk sambil tersenyum ramah kepadaku. Dasar laki-laki, selalu saja begitu. “Aaah, iyaa Mbak. Makasih banyak yaa, hahaha. Ma—Maaf kalo aku tingkahnya agak aneh. Maklum belum pernah ngeliat perempuan secantik Mbak Danilla. Biasanya ngeliat lewat instagram. Sekarang bisa melihat langsung,” jawabnya lagi sambil bercanda denganku. Aku hanya tertawa kecil, iyaa sebenarnya aku agak risih. Tapi entah kenapa Farhan terlihat sikapnya natural. Jadi aku gak merasa takut dan menganggap dia berbahaya. “Hahaha, iyaa gak apa-apa kok. Aku tinggal dulu yaa, soalnya Rena baru saja terbangun dari tidurnya.” Aku kembali masuk ke dalam kamar, tidak ada hal aneh yang terjadi selama kedatangan Farhan. Yang aku dengar, Dharma dan Farhan hanya memperbincangkan masalah masa-masa sekolah mereka. Iyaa kayanya Dharma pulang telat, karena ketemu teman lamanya deh. Mereka berbincang sangat lama, datang dari jam 7 malam. Dan Farhan baru selesai pulang sekitar jam 10 malam. Dharma kembali memanggilku saat Farhan akan pulang. Karena Farhan mau berpamitan kepadaku. Aku pun keluar dari kamar dan menemui Farhan. “Mbak Danilla, aku pulang dulu yaa. Ini aku tuh kebetulan kerja di sini. Dan Dharma minta kerjaan sama aku di perusahaan kolam renang. Yaa jadinya aku ajak aja dia kerja di tempatku. Dan syukurnya tadi sudah keterima,” ucapnya saat berpamitan pulang kepadaku. Aku yang mendengar Dharma diterima kerja, seketika merasa terkejut dan girang. “Hah? Seriusan Dharma udah diterima kerja? Iyaa kah sayaang kamu udah kerja? Yaa ampun, makasih banyak untuk bantuannya yaa Mas Farhan. Kebetulan memang Dharma lagi butuh pekerjaan.” “Iyaa gak apa-apa, Mbak. Hitung-hitung bantuin temen lama. Ma, aku pulang dulu yaa. Semangat kerjanya di hari senin, lusa atau minggu depan aku main ke sini lagi. Jaga kesehatan yaa,” jawabnya yang kemudian bersalaman dengan Dharma dan juga denganku. Setelah Farhan pulang, aku mencoba menanyakan kebenaran tentang kabar itu. “Seriusan sayaang? Kamu diterima kerja hari ini? Yaa ampuun, pantes kamu percaya diri banget bisa masuk. Ternyata ada temen kamu yang udah kerja di situ. Selamat yaa sayaang.” Aku memeluk lengan Dharma dengan manja, dan Dharma pun tersenyum sambil mengelus rambutku. “Iyaa, kabar baiknya aku udah diterima kerja. Jadi mulai hari senin besok udah masuk. Udah yaa, jangan banyak pikiran lagi. Masak yang fokus untuk aku, sayang.” Aku dengan semangat mengangguk dan menuruti perkataan Dharma. “Siaap, sayaang. Aku akan fokus masak dan mulai memasak yang enak. Pokoknya serahkan kepadaku! Aaah, aku senang banget denger kamu dapet kerjaan. Hehehe, ayoo masuk kamar dan genjot aku.” Akhirnya kami berdua masuk ke dalam kamar, dan malam itu kami berhubungan badan dengan penuh gairah. Aku digenjot oleh Dharma hingga 3 ronde, iyaa sayangnya karena Dharma habis pulang interview. Jadinya dia sudah mulai lelah, jadinya gak sekuat biasanya. Hari itu adalah hari kamis, hari yang membahagiakan untuk kami berdua. Empat hari kemudian, tepatnya pada hari senin. Dharma akhirnya mulai bekerja di hari pertamanya. Dia masih menggunakan kemeja putih dan celana bahan, iyaa untuk hari pertama seperti ini. Padahal Dharma seharusnya kerja gak pakai baju. Hanya pakai celana boxer saja, duduk di atas kursi pengawas yang tinggi. Dharma diterima kerja sebagai pool guard. Sesuai dengan tubuhnya yang besar dan dia jago berenang, sangat layak untuk bekerja di tempat seperti itu. “Bekal makan siang udah, celana ganti udah, baju ganti udah, celana dalam ganti udah. Okee, semuanya sudah lengkap sayaang. Kamu hari ini pulang jam berapa? Biar aku masakin makan malam sebelum kamu dateng,” tanyaku dengan hangat kepada Dharma pagi itu. Dharma tersenyum dan kepalanya menggeleng perlahan. “Hahaha, aku gak taulah pulang jam berapa. Namanya juga baru hari pertama kali kerja. Kalo di kontraknya sih, aku kerja dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Gak tau nanti pas di lapangannya gimana, sayang.” “Ohh, begitu yaa? Iyaudah nanti kalo kamu udah mau pulang. Telfon dan kabarin aku yaa. Biar aku masakin makan malam, semangat kerjanya sayaang. I love you.” Aku mencium bibir Dharma dengan mesra sebelum berangkat. Dan kami berdua berpelukan sebentar. Akhirnya Dharma berangkat kerja, dan aku kembali melanjutkan aktivitasku sebagai ibu rumah tangga. Waktu terus berjalan hingga sore hari, sekitar jam 5 Dharma menelfon aku. “Sayang? Aku udah mau pulang nih. Aku ajak Farhan main lagi ke rumah, tolong masakin ya.” “Ohh? Kamu ngajak Farhan main lagi ke rumah? Iyaudah kalo gitu aku masak dulu yaa. Hati-hati di jalan sayangku. Cepat sampai rumah yaa,” jawabku yang kemudian Dharma menutup telfon. Aku memutuskan untuk memasak cumi tepung krispi malam itu. Dengan sayur kangkung dan juga sambal matah. Sore itu entah kenapa cuaca terasa begitu panas, aku memutuskan untuk berganti pakaian. Dari menggunakan daster, aku ganti menggunakan tanktop berwarna abu-abu dan hotpants berwarna putih. Iyaa biar gak gerah. Sambil aku ingat-ingat, nanti saat Dharma sudah datang. Aku harus kembali pakai baju, supaya gak diliatin sama temannya lagi nanti. Sore itu aku fokus memasak, karena udang tepungnya di goreng, membuat aku jadi tambah berkeringat. Udaranya semakin terasa panas. Sayangnya di dapur ini, tidak ada ventilasinya sama sekali. Hawa panas ini bisa keluar kalo pintu belakang yang buat jemur baju dibuka. Tapi aku saat itu takut untuk buka pintu belakang malam-malam. Karena di belakang kontrakan ini kebon, suka ada serangga masuk. Apalagi aku ini penakut banget kalo berhadapan sama serangga. Aku takut kecoa, takut laba-laba, takut belalang, takut ulat, takut capung, takut jangkring, takut tawon, dan serangga lainnya. Yang di mana kabar buruknya, semua hewan itu habitatnya ada di kebon belakang. Dari pada nanti ada serangga masuk, mendingan aku tahan aja panasnya. Setelah 1 jam memasak, seluruh masakannya pun jadi. Aku menaruh seluruh masakanku di meja makan, bertepatan dengan Dharma yang baru saja sampai di rumah. Iyaa dia pulang tepat waktu. Aku saat itu berjalan ke depan pintu, melihat Dharma dengan motor sportnya masuk ke garasi. Sementara temannya yang menggunakan motor matic, juga ikut masuk ke dalam garasi. Aku saat itu lupa, kalo aku belum ganti pakaian lagi. Aku malah berdiri di depan pintu. Menyambut Dharma pulang ke rumah dengan gembiranya. “Sayaang, cape yaa kerja hari ini? Untung masakannya baru aja jadi, jadinya masih hangat dan enak untuk dimakan.” Dharma melepas helmnya, lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Aku dan Dharma sempat berpelukan selama beberapa detik di depan pintu. “Enggak kok, masa iyaa cowo kuat kaya aku kerja begini aja cape? Makasih banyak yaa udah masak tepat waktu, sayang.” Namun akhirnya pelukan kami dilepas, karena temannya Dharma yang bernama Farhan itu berjalan masuk ke dalam rumah. “Mbak Danilla, maaf nih aku mampir main lagi yaa ke sini. Sekalian numpang makan, hahaha. Soalnya aku ngekost, dan juga ini lagi tanggal tua, hahaha.” Aku dan Farhan sempat bersalaman, sampai akhirnya aku mulai kembali sadar. Saat melihat Farhan menatap sangat lama ke arah dadaku. Astaga, aku ternyata masih pakai tanktop. Dharma sama sekali gak menegur atau memperingatkan aku, haduuh gawat ini. Aku langsung lari masuk ke kamar dengan panik, dan berbegas berganti pakaian menggunakan daster. Ampun deh kok aku ini mulai pelupa yaa? Apa aku mulai kekurangan gizi karena hidup susah sama Dharma? Tapi iyaudalah, anggap aja gak pernah terjadi apa-apa.​

Chapter 2​
Setelah berganti pakaian, aku memutuskan untuk berjalan keluar dari kamar. Soalnya aku sendiri juga sudah merasa lapar. Sebelum keluar kamar, aku memeriksa Rena terlebih dahulu. Dan dia masih tertidur lelap, iyaa Rena kebanyakan minum susu dan asi hari ini. Rena sudah mulai minum susu formula, karena usianya sudah lebih dari 5 bulan. Bahkan Rena sudah bisa tengkurap sendiri, tapi setiap bangun dia akan tetap menangis menjerit seperti bayi pada umumnya. Setelah dirasa Rena baik-baik saja, baru aku keluar dari kamarku. Aku menuju ke meja makan, dan melihat Dharma beserta Farhan sudah duduk di sana. “Ma—Maaf yaa, tadi aku ganti baju dulu. Hari ini aku masak makanan kesukaan Dharma, ada cumi tepung dan kangkung. Ada tempe tepung juga tadi aku bikin, takut lauknya kurang.” “Ma—Makasih banyak, Mbak Danilla. Segini juga sudah cukup kok. Ini piringnyaa yaa? Saya ambil yaa Mbak,” jawab Farhan yang bangun dan mengambil nasi beserta lauk pauknya. Sementara Dharma, iyaa dia menunggu aku ambilin makan. Dia memang cowo yang manja. Kami pun makan bertiga di meja makan, tadinya aku ingin makan di kamar sendirian. Tapi Dharma memintaku untuk makan di meja makan. Selama makan, aku mendengar Dharma dan Farhan membicarakan tentang pekerjaan mereka. Iyaa gak banyak yang aku mengerti sih. “Ohhh, begitu yaa? Tapi di pool itu, emangnya selama kamu kerja, udah berapa kali kejadian? Gak pernah ada yang butuh pertolongan urgent banget kan di sana? Aku liat kolam renangnya juga pendek-pendek,” tanya Dharma sambil mengunyah makanan di mulutnya. “Iyaa memang jarang sih, tapi setahun sekali biasanya ada. Kita sebagai pool guard, matanya harus waspada banget. Perhatiin pengunjung yang bercandanya keterlaluan. Biasanya kejadian-kejadian fatal itu terjadi awalnya karena bercanda,” jawab Farhan menjelaskan. Dharma mengangguk pelan, dia sepertinya sedang berusaha mempelajari job descriptionnya. Dari orang yang sudah lebih senior, atau lebih dulu bekerja di sana. “Memang sih, bercanda di kolam renang itu sering kelewatan. Apalagi kantor kita waterpark kan?” “Nah, iyaa makanya. Kamu kalo lagi jaga, harus fokus ke pengunjung yang tingkahnya punya potensi untuk mencelakai temannya. Diawasin aja kalo kamu ngeliat ada pengunjung bercanda. Kalo udah membahayakan, tiup peluit dan tegur,” lanjut Farhan kepada Dharma. Sepertinya kedatangan Farhan ke sini, tujuannya untuk membantu Dharma menguasai pekerjannya. Iyaa ini hal yang positif, gak seharusnya aku berpikir yang aneh-aneh dengan Farhan. Bagaimana pun Farhan secara gak langsung, sudah banyak berjasa untuk Dharma. Setelah selesai makan, aku mendengar Rena terbangun dan menangis. Aku buru-buru mencuci piring bekas makanku sendiri. Lalu berlari menuju ke kamar untuk menenangkan Rena. Akhirnya selama semalaman, setelah makan malam. Aku hanya diam di kamar bersama Rena. Sampai akhirnya sekitar jam 9 malam, Farhan pun pamitan pulang kepadaku. Waktu terus berjalan, hingga dua minggu berlalu. Dharma akhirnya mendapatkan gaji pertamanya, meskipun gajinya masih belum full. Dharma mendapatkan bayaran sekitar 2,3 juta rupiah. Iyaa lumayanlah untuk 2 minggu bekerja, karena aku merasa situasi sudah sedikit membaik. Aku meminta izin kepada Dharma, untuk mengontrol penyakitku ke dokter. “Sayaang, obat yang dikasih dokter ke aku udah habis. Aku harus kontrol rahimku lagi.” “Duh, harus ke dokter lagi kamu? Aku aja baru gajian 2,3 juta sayang. Emangnya uang segini cukup untuk berobat? Apa kamu mau pakai uang tabungan kamu itu? Katanya kamu mau berhemat?” jawab Dhama yang terlihat keberatan, namun dia juga terkesan gak melarang. Aku mengangguk dan membenarkan pertanyaan Dharma itu. “Iyaa, aku mau pakai uang tabunganku aja. Masalah kesehatanku, gak apa-apa aku yang nanggung sendiri untuk awal-awal. Uang dari gajian kamu, difokuskan aja untuk makan dan kebutuhan kita sehari-hari.” “Iyaudah kalo gitu, sayang. Besok kamu coba cari informasi dokter dan rumah sakitnya. Malamnya kita ke dokter untuk periksa kandungan kamu. Semoga kondisi kamu gak semakin memburuk,” jawab Dharma kepadaku. Syukurlah dia gak mempermasalahkan kesehatanku ini. Keesokan malamnya, aku mencoba datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan rahim lagi. Aku membawa beberapa dokumen kesehatan, yang berasal dari rumah sakit di Jakarta. Aku menyerahkan dokumen kesehatan itu, ke pihak administrasi rumah sakit yang di sini. Dan akhirnya setelah dipelajari oleh pihak administrasi rumah sakit, aku diarahkan ke dokter obgyn. Setelah menunggu antrian untuk kontrol, akhirnya aku mendapat giliran setelah 30 menit mengantri. Aku menitipkan Rena kepada Dharma terlebih dahulu. Kebetulan Dharma menolak untuk masuk, dan lebih memilih untuk menunggu di kantin rumah sakit sambil ngemil makanan. Saat aku masuk ke dalam ruang praktek dokter, aku memberikan dokumen kesehatanku. Dan kembali dipelajari oleh dokter kembali saat itu. Setelah dipelajari selama 3 menit, dokter memutuskan untuk melakukan skrinning dan usg di rahimku. Dari raut wajahnya, sepertinya penyakitku masuk ke dalam golongan penyakit parah. Sehingga dia langsung mengambil tindakan pemeriksaan yang cukup serius. Meskipun dokter tidak mengatakan hal buruk apapun, tapi raut wajahnya tetap bisa terbaca. Setelah pemeriksaan dengan dua metode itu, aku kembali duduk di meja dokter. Dan dokter menuliskan informasi tentang hasil pemeriksaan di dokumen kesehatanku yang baru. “Ibu, ini kami menemukan terdapat pembekuan darah di sekitar rahim Ibu. Sebelum mengambil tindakan lebih serius, saya berikan resep obat Xarelto 10 mg. Rahim Ibu juga masih cedera yaa. Meskipun memang sudah lebih membaik dari sebelumnya,” jelas dokter kepadaku. “Jadi maksudnya penyakit saya ini sudah membaik, tapi tetap membutuhkan tindakan medis lebih lanjut ya, Dok? Tapi setelah ini tindakan medis apa yang akan dilakukan?” tanyaku yang dalam kondisi bingung. Entah kenapa aku akhir-akhir mulai pikun dan sulit fokus. Dokter kemudian menjawab, “Kondisi Ibu memang sudah membaik. Tapi tetap berbahaya, karena mulai berpotensi merusak organ tubuh Ibu yang lain. Pembekuan darah ini masih tahap awal, jika obat ini mampu mengatasinya. Ibu hanya perlu transfusi darah saja.” “Transfusi darah yaa? Berarti karena darah membeku, ada kemungkinan saya kehilangan banyak darah? Apa ini juga yang menyebabkan saya sering gak fokus dan jadi pelupa?” tanyaku lagi, sejujurnya aku merasa kaget. Tapi untungnya ini belum serius. “Iyaa, tentunya beberapa hal yang Ibu alami. Itu adalah dampak dari pembekuan darah di rahim. Jika obat yang saya berikan tidak bisa mengatasi pembekuan darah. Ibu harus dikuret dan menerima transfusi darah yang lebih banyak,” terangnya menjelaskan penyakit ini. Setelah selesai kontrol, aku menerima resep obat dari dokter. Total biaya yang harus aku keluarkan, termasuk untuk obat-obatannya sekitar 1,2 juta rupiah. Karena ada skrinning dan usg, dua metode pemeriksaan itu cukup mahal. Ditambah obatnya bukan obat generik. Aku sengaja meminta dokter untuk memberikan obat yang paten. Agar kondisi tubuhku tidak semakin memburuk. Ini benar-benar ujian hidup, 1,5 bulan menjalani kehidupan dengan Dharma. Jika memang nantinya aku dan Dharma akan menikah, artinya ini baru permulaan. Setelah selesai menebus obat, aku berjalan menuju ke kantin untuk menemui Dharma. Saat itu aku melihat Dharma lagi memberikan Rena minum susu formula. “Eeehhh, anak cantik lagi minum susu yaa? Bunda sudah selesai nih, sini yuk Bunda gendong lagi yuuk.” Aku mengambil Rena dari pangkuan Dharma, dan menggendongnya sambil duduk di samping Dharma. Dharma menoleh ke arahku dan bertanya, “Udah selesai kontrolnya sayang? Gimana hasil pemeriksaan kandungan kamu? Penyakit kamu sudah mulai membaikkah?” “Kata dokter sih, penyakitku memang mulai membaik. Tapi karena aku sudah lama gak kontrol dan hanya mengandalkan obat. Penyakitku mulai berdampak ke organ tubuhku yang lain. Tapi belum perlu ada tindakan medis serius,” terangku kepada Dharma. Dharma mengangguk perlahan, dia merangkulku menggunakan tangan kirinya. “Semoga kamu baik-baik saja, yaa. Jangan sampai terjadi hal buruk sama kamu, sebelum aku bisa membahagiakan kamu. Iyaudah yuk kita pulang, biar kamu bisa segera istirahat di rumah.” Kami berdua kembali pulang ke rumah, setidaknya hatiku terasa sedikit lebih lega. Entah kenapa aku merasa, aku akan mendapatkan hukuman alam yang parah. Karena telah meninggalkan Andra yang merupakan suami sahku, untuk Dharma yang selingkuhanku. Aku bahkan tidak yakin, apakah aku akan bisa melihat Rena tumbuh dewasa. Dengan kehidupanku seperti ini, memiliki penyakit berat, hidup dengan rasa bersalah dan penyesalan. Batinku stress dan mulai depresi, meskipun aku berusaha menekan dan menyembunyikannya. Dan hal ini mulai menggerogoti tubuhku, aku selama dua minggu terakhir juga mulai bertambah kurus. Aku sudah beli timbangan, dan melihat berat badanku turun 1 kg setiap 1 minggu. Dan selama 1,5 bulan aku berada di sini, berat badanku sudah turun 5 kg lebih. Jika memang kondisiku nanti tidak akan membaik, aku ingin bertemu dengan Andra satu kali lagi. Untuk mengatakan maaf secara langsung, aku ingin memeluk Andra dan mencium bibirnya satu kali lagi. Meskipun mungkin saat kami bertemu lagi, Andra sudah punya istri baru.

 

 

Chapter 3​
Dua hari kemudian, Farhan kembali datang ke rumah. Iyaa kemarin dia sempat agak lama gak main ke rumah. Mungkin sekitar 5 hari, aku sendiri merasa senang dengan kedatangan Farhan. Karena di sini Dharma gak punya teman dan gak kenal siapa-siapa. Kecuali Farhan seorang, yang merupakan teman semasa SMPnya dulu. Jadi aku melihat Dharma tidak kesepian, dia juga mulai jarang mengeluh. Bagaimana pun memang laki-laki dan perempuan itu berbeda. Kayanya laki-laki itu sulit, hidup tanpa teman dekat untuk ngobrol. Gak kaya aku yang tinggal di sini, 1,5 bulan gak punya teman pun gak masalah. Yang penting di sini ada Dharma, aku akan merasa aman dan baik-baik saja. Selama gak ada masalah besar yang terjadi di rumah ini, maka aku tidak terlalu membutuhkan kehadiran teman. Aku tetap berada di kamar bersama Rena, sementara Dharma fokus berbincang sambil tertawa dengan Farhan. Sekitar jam 8 malam, tiba-tiba saja Dharma masuk ke dalam kamarku. Dia meminta izin kepadaku, karena Farhan berniat menginap malam ini di rumah kami. “Sayang, Farhan malem ini mau nginep di sini. Soalnya dia kan ngekos bareng temen kenalannya di sini. Temennya Farhan hari ini pulang ke rumahnya. Dan kunci kosannya kebawa sama temennya itu,” ujar Dharma menjelaskan alasan kenapa Farhan harus menginap di sini. Karena rumah ini memiliki dua kamar, tentu saja aku mempersilahkan Farhan untuk menginap. “Ohh, iyaudah gak apa-apa kalo gitu. Tapi di kamar sebelah gak ada kasurnya, sayaang. Cuma ada karpet aja, paling aku ambilin bed cover untuk alas tidur yaa?” “Ahh, dia mah gak apa-apa tidur di lantai. Iyaa ambilin bed cover aja biar lebih empuk tempat tidurnya. Makasih yaa sayang, udah ngizinin temen aku nginep di sini,” jawab Dharma yang langsung keluar lagi dari kamar. Aku bergegas bangun mengambil bed cover di lemari. Lalu aku bergegas ke kamar sebelah, dan menyusun bed cover agar bisa ditiduri dengan nyaman oleh Farhan. Aku juga memberikan bantal dan guling di kamar sebelah. Sebenarnya di lantai atas juga terdapat kamar, tapi lantai dua jarang banget digunakan di rumah ini. Khawatir berdebu dan masih harus dibersihkan lagi, jadi mendingan di kamar sebelah saja. Yang sudah jelas setiap hari aku bersihkan, setelah selesai aku mempersilahkan Farhan untuk masuk ke kamar. Dengan sopan dia bergegas masuk sambil mengangguk beberapa kali. Farhan menutup pintu kamarnya, dan dia minta izin untuk mandi di kamar mandi kami. Karena aku sudah gak ada keperluan lagi, aku kembali masuk ke dalam kamar. Dharma dan Farhan kembali berbincang, hingga jam 11 malam. Jam 11 malam Dharma masuk ke kamarku. Aku yang sedang tiduran sambil main handphone, tiba-tiba saja dipeluk dari belakang. Sambil memelukku, Dharma menggesek-gesekan penisnya yang masih terbungkus celana pendek ke bokongku. Aku seketika tertawa kecil mengetahui tingkah Dharma seperti ini. “Hahaha, kamu kenapa sih sayaang? Kalo mau nelanjangin aku tinggal telanjangin aja kok. Ngapain harus pakai kode-kode gesekin penis kamu ke pantaku segala?” ucapku sambil memutar tubuhku yang semula membelakangi Dharma, menjadi berhadapan dengannya. Setelah bertatapan selama beberapa detik, aku mencium bibir Dharma. Dan kami berdua saling berciuman dengan mesranya saat itu. Aku memasukkan lidahku ke dalam bibirnya, dan disambut oleh lidah Dharma dengan lembut. Kami berdua saling beradu lidah. Aku hisap dan aku jilati lidah Dharma dengan penuh nafsu. Pria tampan yang akan menjadi suamiku ini, memang terlihat begitu menggairahkan di mataku. Sambil berciuman, tangan kanan Dharma meremas payudaraku yang masih terbungkus bra dan daster coklat. Disingkapnya dasterku ke atas secara perlahan, dia melepaskan ciumanku dan memintaku untuk melepas dasterku. “Lepas aja, susah mau ngeremesnya kalo kamu pakai daster. Pakai bra dan celana dalem aja, biar makin nafsu aku ciuman sama kamu, hehehe.” Aku menuruti permintaan Dharma, aku berdiri dan melepas dasterku. Aku lempar dasterku ke lantai, lalu aku naik ke atas tubuh Dharma. Aku yang hanya menggunakan bra berwarna hitam dan celana dalam hitam, menyingkap kaos merah yang digunakan Dharma. Aku tidak lagi mencium bibir Dharma, saat kaosnya tersingkap, aku hisap dan jilati puting dada Dharma berwarna coklat muda. Aku memang sedang bernafsu malam itu, kebetulan banget Dharma ngajak berhubungan intim. Sudah pasti aku akan menggila malam ini. “Aahhh, geli sayang. Hahaha rasanya aneh banget sumpah puting aku dijilatin begini. Kok kayanya gak bikin aku pengen mendesah keras kaya kamu yaa?” tanya Dharma yang malah ketawa kegelian. Sambil kedua tangan Dharma berusaha melepas braku dari belakang. Hanya dalam beberapa detik saja, pengait braku terlepas sepenuhnya. Karena Dharma terlihat tidak menikmati jilatanku di kedua putingnya. Aku memutuskan untuk menurunkan jilatanku ke perut Dharma, di sini Dharma mulai mendesah perlahan. Dia pasti merasa geli. Tidak butuh waktu lama, aku menurunkan celana pendek yang digunakan Dharma. Dan aku keluarkan penisnya dari celana hitamnya itu. “Waduuhh, punya kamu udah gede banget. Udah ngaceng sejak kapan ini, sayaang? Ngomongin apa sih sama Farhan sampai ngaceng?” “Hahaha, ngomongin apa yaa? Aku udah ngaceng dari sewaktu tadi di tempat kerja, sayang. Udah langsung emut aja kalo kamu gemes.” Aku langsung memasukkan penis Dharma ke mulutku. Aku lahap dan aku hisap dengan ganas penis berukuran 22 cm itu. Aku memaju mundurkan kepalaku, mengocok penis Dharma menggunakan mulutku yang kecil. Aku mainkan lidahku dengan cepatnya di lubang pipis Dharma. Seperti biasa, Dharma mencengkram kepalaku dengan keras menggunakan kedua tangannya yang besar. Dan aku terus menghisap penis Dharma, hingga membuat bibirnya mendesah dengan keras. “Aaaahhh… Aaahhhh… Gilaa sumpah sepongan kamu enak banget! Masukin penisku lebih dalam lagi ke mulut kamu! Masukin lebih dalem, sayang! Aaahhh… Aaahhh… Aaahhh…” Aku menuruti permintaannya, aku coba masukkan seluruh penisnya yang besar itu ke dalam mulutku. Aku arahkan penisnya menyamping ke kanan. Agar tidak terlalu menyodok kerongkongan dan tenggorokanku. Untungnya saat itu hasratku juga sedang bergejolak. Sehingga aku jadi lebih nekat, dan berani masukin semua penis Dharma ke dalam mulutku. Aku menghisap penis Dharma selama 5 menit, namun sayangnya Dharma tidak membiarkan aku menghisap penisnya sampai klimaks. Baru 5 menit aku menghisapnya. Dharma memintaku untuk melepaskan penisnya dari mulutku. Aku kembali menuruti keinginannya itu, namun kemudian aku bertanya. “Kenapa sayaang? Kok tumben baru 5 menit udah minta udahan? Biasanya aku harus nyepong sampai kamu ngecrot di mulutku.” “E-Enggak, sayang. Aku pengen ngentotin kamu. Aku pengen keluar di dalem vagina kamu.” Dharma langsung bangkit, dia melepaskan celana dalamku yang sedang menungging di atas kasur. Dia mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dia memintaku sedikit membungkuk. Dari belakang, Dharma memasukkan penisnya yang besar itu ke dalam vaginaku. Tangan kanannya fokus memasukkan penisnya, sementara tangan kirinya memeluk perutku dan menahan tubuhku. Karena aku memang sudah sangat bergairah, vaginaku sudah agak becek. Membuat Dharma dengan mudahnya memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Dan dia mulai menggenjot vaginaku dari belakang sambil berdiri. “Mmmhhh… Mmmhhh… Jangan kenceng-kenceng sayaang. Ada temen kamu kan di kamar sebelah? Aku taku gak bisa nahan.” “Gak bisa nahan apa, sayang? Mau ada temen aku atau enggak, yaudah cuek aja. Mendesahlah sekeras yang kamu inginkan. Jangan malu kaya gitu, ini kan rumah kita berdua,” jawabnya memintaku untuk bersikap biasa saja. Namun ini tetaplah sulit bagiku yang sekarang. “A-Aku takut… Aku takut temen kamu denger sayaang. Aaaahhh… Aaahhh… Aaaahhh… Pelan-pelan sayaang. Pelan-pelan, memek aku udah becek bangeet!” desahku sambil memohon agar Dharma jangan terlalu kencang menyetubuhiku. Aku sampai berusaha menutup mulutku. Dengan menggunakan tangan kiriku, aku berusaha menahan desahanku sekeras mungkin. Saat itu aku disetubuhi dalam kondisi tubuhku menghadap pintu. Dharma terus menggenjot vaginaku dengan gaya seperti ini selama 5 menit, dia semakin gila dan liar. Hasratku semakin meningkat sangat tinggi, sumpah meskipun udah ratusan kali disetubuhi olehnya. Tapi hujaman penis Dharma di vaginaku tetap terasa nikmat bangeet. “Mmmhhh… Mmmhhh… Sayaaang… Sayaang… Genjot lebih kenceeng… Lagii… Lagiii… Aaahh…” Namun saat aku sedang asyik mendesah, tiba-tiba saja pintu kamarku terbuka. Aku sangat kaget saat itu, sampai reflek bergerak melepas penis Dharma dari vaginaku. Namun Dharma memegangi kedua tanganku ke belakang, dan dia terus menggenjot vaginaku. Aku melihat Farhan yang sudah dalam keadaan telanjang bulat, dia masuk ke dalam kamarku. “Nga—Ngapain kamu?! Dha—Dharmaa lepasin aku, ada temen kamu masuk! Dharma ada temen kamu masuk ke kamar! Kenapa kamu malah lanjut ngentotin aku kaya gini!” Dharma tidak mendengarkan aku, dia malah semakin cepat dan keras menyetubuhi aku. Sementara Farhan tersenyum licik, Dharma mendorong tubuhku agar lebih membungkuk ke bawah. Dan setelahnya Farhan berjalan mendekatiku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku.

Chapter 4​
“Dharmaa! Dharmaa tolong aku, Dharmaa! Dharma kamu jangan diem aja! Dharma aku mohon tolong aku, temen kamu ini pengen merkosa aku!” teriakku meminta Dharma untuk mengambil tindakan. Namun Dharma sama sekali tidak mengambil tindakan apapun. Dharma hanya tertawa kecil, dan dia pun berkata kepadaku. “Udah, hisap aja penis dia, sayang. Dia katanya seneng banget dan suka sama kamu. Dia berani bayar kamu mahal, kalo kamu mau ngelayanin dia. Anggap aja pengalaman, siapa tau kamu mau ngerasain threesome.” “Aku gak mau! Aku gak mau ngerasain hal kaya gitu! Dharmaaa! Dharmaaa! Mmmhhh!!! Mmmhhhh!!!” Tiba-tiba saja saat aku sedang memarahi Dharma, Farhan memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Ukuran penisnya tidak terlalu besar, aku taksir mungkin sekitar 15 cm. Hampir sama kaya punya Andra, hanya saja dia 2 cm lebih panjang dan besar dari Andra. Aku mencoba berontak dan hendak menggigit penis Farhan. Namun saat aku hendak menggigit, Dharma tiba-tiba mengancam aku. “Layanin dia, atau kamu aku tinggal sekarang juga!” Aku kaget banget mendengar perkataan Dharma, dia yang membawaku kabur ke sini dari Andra. Tapi dia malah ingin menyerahkan tubuhku ke pria lain? Seputus asakah dia dalam mencari uang? Padahal aku tidak meminta dia memiliki gaji atau penghasilan yang tinggi. Yang penting cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Saat aku sedang terdiam karena shock, Farhan memasukkan penisnya semakin dalam lagi ke dalam mulutku. Sementara Dharma masih terus menggenjot vaginaku dengan ganasnya, ini situasi yang sangat sulit. Melihat aku yang masih berontak, Dharma memerintahkan Farhan untuk melepaskan penisnya. “Lepasin dulu aja, Han. Kita rebahin dulu aja di kasur, dibuat lebih horny lagi biar istriku nurut. Dia ini aslinya binal parah, pasti bisa ditaklukin kalo kita mau sabar sedikit.” Farhan melepaskan penisnya dari mulutku, hingga membuat aku batuk-batuk. “Iyaudah kalo gitu, kamu rebahin istri kamu, kalo sama aku kan pasti berontak nanti.” Dharma akhirnya juga ikut melepaskan penisnya dari vaginaku, Dharma menarik tubuhku hingga jatuh ke kasur. Tubuhku disandarkan ke tembok, aku yang saat itu merasa tidak mungkin melawan. Aku di sini benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Jika aku lari dan keluar dari rumah ini, kemungkinan besar Dharma dan Farhan akan bisa menangkap aku lagi dengan mudahnya. Jikalau aku berhasil pergi pun, aku tidak tau harus pergi kemana. Keluargaku pasti tidak akan mau menerimaku lagi. Ditambah warga sekitar akan bertanya-tanya, kenapa ada wanita di rumah ini. Urusannya akan tambah panjang dan rumit, jika aku berusaha melawan. Aku saat ini berada di Bandung, di mana di kota ini aku tidak memiliki sanak saudara sama sekali. Hanya ada Dharma dan aku, hanya Dharma yang aku kenal di kota ini. Dan setelah berpikir panjang selama beberapa menit, aku memutuskan untuk mengalah kepada Dharma. “Aku gak akan melawan lagi! Ta—Tapi tolong jangan kasar sama aku! Lakukanlah dengan lembut, dan jangan apa-apakan Rena! Aku mohon lakukanlah dengan lembut dan penuh kasih sayang,” pintaku kepada mereka berdua. Jika memang ingin threesome. Farhan saat itu tersenyum, dia mengelus rambutku dari samping kiri dengan lembut. “Tenang aja, Mbak. Selama Mbak Danilla gak berontak dan melawan. Kami berdua pasti akan melakukannya dengan lembut. Mbak santai aja, biarkan kami yang memuaskan Mbak saat ini.” Setelah mencapai kesepakatan ini, aku akhirnya pasrah untuk disetubuhi mereka berdua secara bersamaan. Mereka berdua tiba-tiba saja melumat payudaraku dengan mendadak. Di saat aku sedang mengatur nafas dan bersandar di tembok kamar, di atas tempat tidur. Dharma menghisap puting payudara sebelah kananku, sementara Farhan menghisap payudara sebelah kiriku. Mereka berdua menjilati kedua payudaraku dengan lembut. Perlahan aku mulai menikmatinya, aku pejamkan mataku sambil merasakan nikmatnya hisapan mereka. Putingku mulai semakin mengeras, aku mulai merasakan tempo hisapan yang berbeda dari mereka berdua. Dharma terasa lebih lembut dan penuh kasih sayang, sementara Farhan lebih ganas dan penuh nafsu. Lidah Farhan bermain lebih cepat, menjilati puting sebelah kiriku. “Aaahhh… Aaahhh… Ge—Geli… Geli banget, sayaang. Aaahhh… Aaahhh… Aaahhhh… Lidahnya Mas Farhan jilatinnya kenceng banget. Bikin vaginaku tambah be—beceek. Aaahhh… Aaaahhh,” desahku menikmati permainan lidah mereka berdua. Aku mulai menyukainya. Jilatan lidah Farhan perlahan naik ke ketiaku, di angkat tangan kiriku ke atas. Dan dijilati ketiakku sebelah kiriku dengan liarnya. “Ma—Mass Farhaan. Mas Farhaan… Aaaahhh… Aaaahhh… Aku gak kuat nahan gelinya, Mas. Mas Farhan tolong hentikaan. Aaaahhh….” Namun Farhan sama sekali gak mendengarkan aku, dia malah semakin ganas menjilati ketiakku. Aku sampai merinding habis-habisan, padahal suhu AC sudah sangat dingin. Tapi tubuhku sampai mengeluarkan keringat, terutama dibagian leher, dada atas, dan punggung. Saat itu perasaanku bergejolak bukan main, aku merasa marah dan kecewa. Aku juga takut terjerumus ke dalam dunia seperti ini lagi. Aku merasa takut untuk melawan, aku tidak memiliki siapa-siapa selain Dharma. Tapi di sisi lain, aku juga mulai menikmatinya. Saat Farhan sedang fokus menjilati ketiakku, Dharma mulai menjilati perut bagian atasku. Jari telunjuk Farhan juga memainkan putingku dengan lihainya, sementara jari jemari Dharma mulai menyentuh selangkanganku. Aku menerima rangsangan dari banyak titik. Membuat tubuhku semakin terasa lemas, namun juga bergairah dan berhasrat tinggi. Aku menoleh ke arah Farhan, dan aku menjulurkan lidahku ke arahnya. Farhan yang jilatannya mulai naik ke pundak, dia langsung menyambar lidahku sewaktu melihat aku menjulurkan lidah. Aku dan Farhan berciuman dengan begitu mesranya, kami berdua beradu lidah sambil memejamkan mata. Sementara Dharma, mulai merentangkan kedua kakiku. Aku merasa jari Dharma mulai menyentuh klitorisku, namun aku juga merasakan jari Farhan turun ke bawah. Dan berhenti di tempat yang sama, yaitu di vaginaku. Lubang kenikmatanku ini, sepertinya akan diobok-obok oleh dua orang pria. Habislah aku, aku akan semakin jatuh ke dalam pelukan mereka. Jari Dharma menyingkir dari klitorisku, digantikan dengan jari Farhan. Sedangkan jari Dharma mulai masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah becek. Farhan memainkan klitorisku, sementara Dharma memasukkan jari tengah dan jari manisnya ke dalam vaginaku. Jari Farhan berputar-putar memainkan klitorisku, aku semakin merasa geli. Sementara aku merasa jari Dharma mulai bergerak, bergerak maju mundur di dalam vaginaku. Dharma mengocok vaginaku dengan perlahan, begitu juga dengan Farhan. Mereka berdua masih berusaha merangsangku, dengan sentuhan lembut di titik sangat sensitif. Tangan kanan Farhan merangkulku, menopang bahu dan punggungku. Dan setelah puas berciuman, Farhan melepaskan ciumannya dari bibirku. “Kamu cantik banget, Mbak. Meskipun kamu sudah pernah melahirkan, tapi body kamu keliatan padet dan mantep banget.” “Ma—Makasih untuk pujiannya, Mas Farhan. Kalian berdua pinter banget mancing aku kaya gini. Terutama Dharma, yang udah tau seluruh kelemahanku. Kayanya kalian udah ngerencanain ini sejak lama yaa?” tanyaku sambil menahan desahan dari rangsangan mereka. “Baru minggu kemarin, Mbak. Nanti sebagai gantinya, saya berani bayar Mbak 1 juta. Lumayan kan untuk uang makan dan kehidupan sehari-hari? Mbaknya santai aja, kami gak akan menyakiti Mbak Danilla,” jawab Farhan yang melemparkan senyuman manisnya itu. Perlahan kocokan jari Dharma semakin cepat, sementara permainan jari Farhan di klitorisku juga semakin kuat. Klitorisku didorong ke dalam, dimainkan dengan naik turun dengan jari Farhan. “Aaahhh… Aaahhh… Aaaahhh… Kencengin aja… Kencengin aja, sayaang. Kencengin ajaaa…” Vaginaku diobok-obok habis oleh dua pria ini, perutku kembang kempis berjuang menahan rasa geli yang mulai tak tertahankan. Semakin lama permainan jari mereka semakin gila. Terutama kocokan jari Dharma, yang malah semakin brutal dan ganas banget. “Aaaaahhhhh!! Aaaahhh!!! Enaak bangeeet!! Enaak bangeet sayaang!! A.. Aku gak tahaan!! Aku gak tahaaan… Kocok lebih kenceng lagi sayaang… kocok lebih kenceng lagi!! “Aaaaahhhhh!! Aaaahhh!!! Enaak bangeeet!! Enaak bangeet sayaang!! A.. Aku gak tahaan!! Aku gak tahaaan… Kocok lebih kenceng lagi sayaang… kocok lebih kenceng lagi!! Aaaahhh… Aaahhh… Aaaahhhh….” Aku sampai mengangkat pantatku ke atas saking nikmatnya. 5 menit vaginaku dipermainkan dengan ganasnya oleh mereka berdua, vaginaku terasa akan mencapai klimaks pertamaku. Aku merasa terdapat cairan yang terasa geli dan gak tertahankan. “Aaaaahhh! Aaaahhh! Aaaahhh! Aku mau keluaar! Aku mau keluaar! Sayaaangg!” Tubuhku seketika gemetar hebat, rasa geli dan nikmat menjalar ke seluruh tubuhku. Aku lepaskan begitu saja cairan vaginaku yang dari tadi aku tahan. Hingga mengalir deras keluar dari vaginaku, menetes membasahi kasur sampai basah kuyup. Akhirnya aku mencapai klimaks. Aku mencapai klimaks pertamaku, setelah vaginaku dipermainkan oleh mereka selama 5 menit. Aku sampai ngos-ngosan, hampir kehabisan nafas. Dua orang pria yang sudah memiliki banyak berpengalaman dalam sex, menyerangku secara bersamaan seperti ini.

 

Chapter 5​
Setelah aku mencapai klimaks yang pertama, dengan tubuh yang sudah sangat lemas namun juga penuh hasrat seksual. Aku memohon agar salah satu dari mereka menjilati vaginaku. “Si—Siapapun salah satu dari kalian, to—tolong jilatin vaginaku. Aku mohon banget.” “Siapa nih yang mau jilatin? Aku atau kamu, Ma?” tanya Farhan sambil bertatapan dengan Dharma. “Kamu aja lah, katanya kamu penasaran kan? Kalo aku mah udah sering, hampir setiap hari jilatin vaginanya dia, hahaha. Sekali-sekali kamu jilatin vagina cewe cantik. Wangi loh vaginanya Mbak Danilla ini,” jawab Dharma yang meminta Farhan untuk menjilati vaginaku. “Ohh ya jelas aku mau kalo begitu. Maaf yaa Mbak, sekarang giliran saya dulu. Nanti kalo udah selesai, kalo mau dijilatin lagi sama Dharma, tinggal minta aja hehehe.” Farhan merentangkan kedua kakiku lagi, dia memposisikan kepalanya di antara kedua kakiku. Sementara Dharma berjalan menggunakan lututnya di atas kasur, mendekati wajahku. Dia langsung menyodorkan penisnya ke arahku kala itu. “Sekalian dihisap yang kuat, biar kamu sama Farhan bisa main berdua sampai puas. Aku gak akan nemenin kamu sampai selesai.” Aku menggenggam penisnya Dharma, lalu aku pun bertanya kepadanya. “Ma—Maksudnya gimana sih? Kamu mau ngebiarin aku ngentot berduaan sama Mas Farhan? Emangnya kamu gak cemburu? Ngeliat aku disetubuhin sama temen kamu, gak cemburu?” “Enggak, soalnya dia mau kasih kita uang yang lumayan. Pokoknya kamu diem aja dan ikutin perintah aku. Jangan melawan aku! Kamu istri aku, ikutin semua perkataan aku!” sergahnya yang menyatakan hal mengejutkan. Benarkah dia tidak cemburu sama sekali? Benarkah dia rela menyerahkan tubuhku kepada temannya, hanya untuk demi uang? Benarkah seperti itu, Dharma? Namun saat aku sedang merenung, aku seketika merasakan jilatan lidah di klitorisku. Farhan mulai melancarkan aksinya, dia menjilati klitorisku perlahan. Sementara tanganku mulai mengocok penis Dharma, sudah sangat lama aku gak melakukan threesome seperti ini. Terakhir aku melakukannya saat masih menjadi model majalah dewasa. Sudah 5 tahun lebih, aku tidak bersetubuh dengan dua pria sekaligus. Farhan memainkan klitorisku menggunakan lidahnya yang basah, cara dia menjilati vaginaku sangat mirip dengan cara Dharma. Hanya saja yang membedakan, hisapan Farhan lebih lembut. Dia sepertinya masih lebih manusiawi ketimbang Dharma yang brutal. “Enaaakk, Mas. Teruss, hisap klitorisku lebih kenceng lagi. Aaahhh… Aaahhh… Aaahhh… Dikasarin aja gak apa-apa, Mas. Kasarin aja aku, Mas Farhan. Jangan ragu, jilatinnya yang kenceng. Aaaahh,” desahku meminta Farhan untuk mempercepat jilatan lidahnya di vaginaku. “Slurrrppp… Slurrrppp… Slurrrppp…” Farhan menghisap klitorisku dengan ganasnya. Desahanku semakin keras, karena memang aku sudah dikuasai hawa nafsu yang besar. Aku terus memohon agar Farhan menghisap klitorisku lebih kuat, aku tidak bisa menahan nafsuku. Aku juga terus meminta Farhan, untuk mempercepat permainan lidahnya di klitorisku. Tangan kananku mulai tidak fokus mengocok penis Dharma, justru aku malah fokus ke tangan kiriku yang memegang kepala Farhan. Vaginaku sudah sangat basah, benar-benar basah. Bercampurnya air liur Farhan dengan cairan vaginaku menjadi satu. Sedangkan Dharma terpaku, melihat calon istrinya ini vaginanya dijilati pria lain. Aku yakin dia merasa cemburu dan kesal, tapi dia butuh uang untuk menafkahi aku. Dharma adalah pria yang sangat posesif. Tidak mungkin dia gak cemburu, saat melihat aku dinikmati oleh pria lain. Karena aku merasa kesal, aku mendesah sambil memuji Farhan di depan Dharma. “Te—Terusss sayaang. Aaaahhh… Hisapan kamu nikmat banget, sayaang. Aaahhh… Aaaahhh… Kamu hebat bangeet.” Dharma yang mendengar aku memuji Farhan, raut wajahnya berubah menjadi kesal. Dia langsung memaksaku untuk menghisap kemaluannya. “Udah langsung aja kamu hisap penis aku! Aku juga harus kamu puasin! Jangan malah seolah-olah aku gak dianggep kaya gini!” Dharma semakin terlihat marah, dan aku akhirnya menuruti permintaan Dharma. Aku masukkan penis Dharma ke dalam mulutku. Aku hisap dengan lembut penisnya, sambil Dharma mendorong maju mundur penisnya di dalam mulutku. Perlahan aku perkuat hisapanku. “Aaahhh… Aaahhh… Shiitt! Shiitt! Sepong lebih kenceng lagi, sayang! Sepong penis aku lebih kenceng lagi! Hisapan kamu rasanya lebih nikmat dari biasanya. Aaahhh…” Dharma mendesah begitu keras, aku melampiaskan rasa geli di vaginaku dengan hisapanku ini. Hisapan bibir Farhan mulai turun ke lubang vaginaku, dia sudah tidak menjilati klitorisku lagi. Aku benar-benar sangat menikmati permainan Farhan. Lidah Farhan masuk ke dalam vaginaku, dia menjilati lubang vaginaku dengan penuh hasrat. Aku sangat menikmatinya. Sementara bibirku terus menghisap penis Dharma, rasa nikmat dan geli di vaginaku membuat hisapanku semakin kuat. Dharma mengerang begitu keras, dia terus memaksa agar seluruh penisnya masuk ke dalam mulutku. Air liurku sudah sangat membasahi penisnya itu. “Mmmhhh… Mmmhhh… Mmmhhhh… Slrrrppp… Slrrrppp… Slrrrppp… Mmmhhh… Mmmhhh… Mmmhhh… Mmmhhh… Slrrrppp… Slrrrppp… Slrrrppp…” Desahanku tertahan karena penis Dharma memenuhi mulutku. Aku hanya bisa mendesah mengeluarkan suara saja. Lama kelamaan aku mulai gak bisa menahan rasa geli di vaginaku. Sehingga aku lepas penis Dharma dan aku melampiasan desahanku sangat keras. “Aaaahhh! Aaaahhh! Gelii! Geli bangeet! Sumpah ini geli bangeet! Kamu jago banget jilatin memek aku, Mas Farhaan.” Dharma kembali cemburu, dia berusaha memasukkan penisnya lagi ke dalam mulutku. Namun aku sedikit berontak, aku hampir kehabisan nafas. Mendesah sambil menghisap penis berukuran 22 cm itu, bukanlah hal yang mudah. Aku sangat gelapan dan sulit bernafas. “Sini hisap penis aku! Kenapa kamu malah ngelepasin sepongan kamu sih! Jangan dilepas dong! Masukin lagi ke mulut kamu buruan! Masukin lagi sayang!” bentaknya memintaku dengan paksa memasukkan penisnya lagi ke dalam mulutku. Namun aku menolak. Keringat semakin mengucur deras dari seluruh tubuhku, hisapan Farhan di vaginaku membuatku hendak mencapai klimaks yang kedua. “Aku gak mauu! Aku gak mau, sayaang! Aku gak bisa nafas kalo hisap penis kamu! Aku gak kuat, aku butuh nafas nahan geli di vaginaku!” Cairan vaginaku terasa sudah diujung, seketika aku menggeliat dengan begitu hebat. Aku pegangi kepala Farhan agar semakin membenam di vaginaku. Aku menggelinjang gak karuan di atas kasurku, cairanku sudah gak bisa aku tahan lagi. Benar-benar gak bisa ditahan. “AAAHHH!! AAAAHHH!! AKU MAU KELUAR MAS FARHAAN! AKU MAU KELUAAR! AAAHHH!! AAAHHH!! MAS FARHAAAN!! MAS FARHAAAN!! AAAAAAHHH! AKU KELUAAARRR!” Seketika vaginaku memuncratkan cairan yang sangat banyak, aku lepaskan begitu saja. Farhan reflek langsung bangun, dia dengan cepat memasukkan jarinya ke dalam vaginaku yang sedang memuncratkan cairan. Dikocok lagi dengan brutalnya vaginaku yang sedang orgasme. Habis sudah, aku benar-benar dihabisi oleh Farhan sampai lemas. “Udaaah! Udaaah, Maas! Aku masih orgasme! Cairanku masih ngocor, tapi vaginaku dikocok lagiii! Aaaahhh! Aaaahhh! Aaaahhh! Aku gak bisa berhenti ngocor, Mas! Vaginaku gak bisa berhenti ngocoor!” jeritku memohon agar Farhan menghentikan kocokan jarinya. Namun dia tidak mendengarkan aku, ini benar-benar bisa membuatku gila. Dua pria berusia 20 tahun, tapi sudah banyak pengalaman memuaskan wanita seperti ini. Sunggguh, gak bisa aku jelaskan lagi rasa nikmatnya dengan kata-kata. Gelinya menjalar ke seluruh tubuh. Bahkan sampai ke leher, dan merinding sampai ke kepala dan ubun-ubun. Seolah beban hidupku seketika menghilang beberapa saat, legaa banget rasanya. Bener-bener lega, setelah 1 menit Farhan berhenti mengocok vaginaku. Tubuhku langsung terkulai lemas di atas kasur. Ini padahal masih tahap foreplay, belum sampai penetrasi. Tapi aku sudah dibuat klimaks dua kali malam ini. “Hahaha, Mbak Danilla ternyata binal juga yaa? Gilaa istri kamu, Ma. Binal dan tahan banting banget, siapa duluan nih yang mau ngentotin Mbak Danilla?” Dharma menghela nafas panjang, dia terlihat cemburu dan kesal. Namun terlihat dia berusaha menahan api cemburunya. “Kamu duluan aja deh, biar cepet selesai. Nanti kalo udah selesai, gantian aku yang main sama istriku. Jangan lupa pakai kondom ya, jangan crot dalem.” “Ohhh, siaap. Aku sudah bawa kondom di dompet. Boleh gak aku bawa Mbak Danilla ke kamar sebelah? Biar aku lebih leluasa aja menikmati dia, nanti aku kasih bayaran lebih. Gimana?” pinta Farhan yang menawarkan bayaran lebih asal aku dibiarkan berdua dengan dia. “Kalo kamu berani bayar 1,5 juta nanti. Aku kasih kamu berduaan sama istriku. Tapi inget jangan keluar di dalem. Satu anak aja butuh biaya banyak. Kalo istriku hamil, emang kamu mau nanggung?” sergah Dharma yang menerima permintaan Farhan dengan banyak syarat. “Okee, gak masalah harus bayar 1,5 juta. Murahlah untuk cewe secantik dan sebening ini dengan harga 1,5 juta. Kalo gitu aku bungkus ke kamar sebelah yaa. Yuk Mbak Danilla, kita pindah ke kamar sebelah. Biar lebih leluasa kita mainnya,” jawab Farhan mengajakku pindah.