Aku Dan Celana Dalam Kartunku
Aku orang yang sangat agak malas mandi karena bagiku penting menghemat air dan aku hanya cuci muka dan membersihkan memekku waktu pagi dan sore. Ini sangat membuatku nyaman dibanding harus membuang air dan terlalu membuang waktu.
Aku sedang dekat dengan seorang cowok bernama dinar yang sangat lucu dari kelakuannya dan gaya bicara nya aku sangat tertarik dan aku pun menjalani hal ini bersamanya. Dia sering berkunjung ke rumahku dan sering jalan bareng untuk mengisi hari-hari ku.
Karena aku masih belajar naik motor dan dinar membantu ku dengan duduk di belakang sambil memegang pinggangku. Aku sebenarnya sudah lumayan lancar membawa motorku sendiri. Tapi entah ada perasaannya hangat ketika aku membonceng laki-laki di belakangku sangat nayaman dan terlebih selalu ku goda hingga penisnya kadang mengeras menggesek punggungku. Aku suka hal itu mungkin kah aku kelainan?
Hari-hari kulalui bersama Dinar dengan membonceng nya hingga suatau hari gerimis mulai turun. Dan kurekatkan tangan Dinar di pinggulku dengan alasan biar enggak jatuh. Hingga hujan semakin besar dan baju kami semakin basah.
Dinar terus meraba pinggulku dari belakang ke depan. Aku yang tak mau dianggap murahan kusingkirkan tangannya yang terus meraba bagian depan pahaku. Dia cuman tersenyum dan meminta maaf.
Tapi cuaca sedamg dingin-dinginnya hingga telunjuknya tepat berada di tengah belahan memekku. Aku tegang, hangat dan bingung. Dinar semakin menekannya dengan kuat. Aku keenakan.
Diatas motor dengan hujan dia mencoba meraba-raba memekku. Aku semakin tak kuat. Kurenggangkan kaki ku. Motor tetap melaju. Dinar mengelus bibir memekku. Aku mendesah. Kugigit kerudungku. Ku tarik tangan Dinar masuk ke dalam rokku. Dan mencucukkannya di belahan celana dalamku yang lumayan basah dan hangat. Memekku semakin mengembang. Kami tidak peduli jalanan. Aku merintih. Dinar mengorek memekku. Aku melonjak. Kutekan semakin keras tangan Dinar ke memekku. Itilku semakin gatal. Aku ingin ngewe Dinar aku ingin ngewe. Kataku dalam hati. Semakin kencang kocokannya di memekku. Aku memcari tempat menepi untuk meneduh. Aku tak mau tangannya lepas dari dalam celana dalamku. Aku sangat senang. Kujepitkan memekku semakin keras. Dinar tersenyum.
Dia mencium tangannya. Aku tersipu malu. Kugenggam lagi tangannya penisnya mengacung menyentuh punggung ku.
Setelah perjalanan Dinar mengajakku makan di pinggir jalan dengan baju yang basah kuyup. Aku tak peduli, kami sangat senang.
Bajuku semakin basah dan dingin, tapi memekku dan tubuhku semakin panas di dalam. Mungkin itu juga yang dirasakan Dinar. Kami saling menatap dan tersenyum. Dan makan makanan yang kami pesan. Dinar dengan sengaja mengerlingkan matanya kepadaku. Aku tersipu malu.
Setelah makan karena hujan tak juga reda kami memutuskan untuk pulang. Dinar mengantarkan pulang ke rumahku. Diperjalanan hal itu terjadi lagi. Beda halnya ketika sekarang aku yang dibonceng olehnya. Kupeluk pinggangnya. Aku tersenyum. Jilbab dan helmku sudah tak karuan kena air hujan. Semuanya basah. Termasuk memekku di dalam sana. Di dalam celana dalam kartun kesukaanku.
Dinar mengarahkan tanganku ke celana dalamnya melalui sleting depannya aku menyentuh tonjolan keras kontolnya. Kumainkan dan semakin keras. Aku semakin tak peduli jika ada yang memerhatikan kami di jalanan. Motor terus melaju, tanganku terus mengelus.
Dinar lalu membuka jaketnya dengan tujuan menutupi tanganku yang bergerilya sekarang ku gosok-gosok jembut nya sungguh gemas. Jaket yang berkibar menutupi tanganku dengan samar. Dengan nakal ku keluarkan penis Dinar dari celananya. Ia kaget dan memasukkan kembali penisnya itu. Aku tak mau kalah, ku keluarkan lagi. Ia akhirnya mengalah.
Sambil terus mengobrol dengannya seolah tak terjadi apa-apa. Penis Dinar semakin besar sampai genggaman tanganku semakin mantap mengocoknya. Jarak dengan rumahku semakin dekat, penis dimasukkan kembali. Kami turun dari motor dan dengan kebasahan kami masuk ke dalam rumahku.
Tak ada yang menjawab salam. Kulihat ayah dan ibuku sedang tidur. Adik-adikku belum pulang sekolah. Aku membuka jilbabku. Mendekati kamar mandi. Dinar di ruang tamu menunggu ku. Aku mendekatkan tanganku ke hidung dan kuhirup dalam-dalam bau kontol Dinar. Dinar tersenyum lalu beranjak dari tempat duduknya hendak mengejarku. Aku masuk ke dalam kamar mandi.
Dina menggedor-gedor pintu. Kupikir dirumah ini sedang sepi. Aku sengaja masukkan dinar ke dalam kamar mandi. Kami melepas baju masing-masing. Dengan kedinginan yang amat sangat ia memelukku. Aku sengaja tak merespon biar ia usaha.
Ia menciumi tengkuk ku, meraba payudaraku, lalu menjilat badanku yang masih basah oleh air hujan. Aku tak merespon sedikitpun. Sampai Dinar mengeluarkan penisnya dan ia sentuhkan ke belahan pantatku. Aku menggelinjang. Ku perhatikan penisnya dengan seksama. Tak tahan, kugenggam dan ku kocok perlahan.
Kaki ku dinaikkan ke dekat bak mandi ku. Dinar mengibaskan bulu memekku. Ku lepaskan tanganku dari kontolnya. Ia sekarang dengan bebas memainkan tangannya di memekku. Terasa hangat, basah, dan enak. Kedinginan kini sudah lenyap. Air hujan berganti keringat. Kini tercium bau dari tubuh kami masing-masing. Bau kedewasaan. Dinar membuka memekku semakin lebar, aku merintih.
Karena terlalu keras Dinar mengocok memekku. Tempat sabun ku tersenggol dan jatuh, sangat keras dan berisik. Cukup untuk membangunkan orang tidur. Aku terkesiap dan melepas tangan Dinar dari memekku. Kupakai handukku. Dinar membuka pintu kamar mandi dan melihat ke luar. Aku membuka pintu dan keluar. Kutarik Dinar ku melangkah pelan-pelan menuju ruang di atas, kamar tamu yang sedang kosong. Ku ambil baju kering dan jilbab untuk berjaga-jaga jika ketahuan. Dinar mengambil tas dan handuk. Kami berjalan menuju ruang atas.
Dinar menyuruhku memakai jilbab. Aku tak tahu apa maksudnya lalu dengan heran tetap aku pakai di kepalaku. Dinar kembali mengeluarkan kontolnya di depanku. Aku tersipu malu. Ia mengarahkan senjatanya ke lubang vaginaku. Semakin berdenyut. Ku jatuhkan tubuhku di dipan kamar tamu. Ia memasukkan kontolnya. Aku meringis pelan. Tanpa kusadari adikku sedang mematung melihatku dengan mulut menganga. Kami terkejut ada orang lain disitu. Adikku menutup matanya. Kami tak tahu harus berbuat apa.