Bule ganteng di kosan cewek
Mat malam suhu-suhu semua, aku ingin remake suatu cerbung drama-komedi yang saya buat beberapa tahun yang lalu. Waktu itu kan ceritanya aku masih pemula, jadi banyak kesalahan yang dibuat. Itulah sebabnya thread aslinya saya tarik dulu yah… Revisi sebenarnya bukan pada isi cerita, yang pada dasarnya tidak berubah, tapi pada penyajiannya. Yang asli terlalu banyak POV dan kadang ada 5 POV dalam satu episode, itu yang akan disederhanakan. Selain itu ada cerita-cerita sisipan sekedar membuat kita kenal karakternya lebih baik, dan untuk jadi acuan cerita kedepannya. Karena cerita ini tinggal remake, saya akan usahan update secepatnya, mungkin sekali setiap tiga hari, dan kadang ada double update. Sebelumnya saya sudah janji untuk launch Season Finale (Bule Ganteng III) di bulan ini. Tapi sebelumnya ada baiknya cerita ini di remake dulu supaya sambungannya bisa lebih smooth.
Episode 1 Naya the trouble maker Titien (Titien Mokoginta) POV Titien
Ting…. Notifikasi sms yang ke sembilan pagi ini, semuanya nomor yang sama…. malah ada 3 kali misscall juga. Moga bukan cowok iseng lagi yang minta kenalan, ajak jalan, atau pingin ngobrol… Dan aku sudah kebal dengan rayuan lelaki yang tak pernah putus. Penasaran juga sih, terpaksa aku membaca sekilas kata-kata yang tertulis dilayar. “Kak Tien… Kakak harus bantu aku!” “Hanya kakak yang bisa bantu… ayo dong, angkat telponnya!” “Kak, apa sudah lupa aku yah? Teganya…” “Mentang-mentang Kak Nando udah…” ‘Eh..! Inikan?’ Aku jadi bertanya-tanya sendiri. Pasti dia…Walaupun tidak keluar nama pemilik nomor, tapi kini aku tahu sekali siapa yang menghubungiku. Mungkin dia juga udah ganti nomor, tapi kata-kata itu membuktikan kali itu benar dia. Yah pasti dia… siapa lagi kalo bukan, Naya, si imut cantik itu. Kring… Kring… Kring… ‘Aduh … apa lagi sih maunya si setan kecil ceriwis itu?’ Tapi kemudian aku mengingat kedekatan kami selama ini. ‘Tumben ia sms aku berulang-ulang. Pasti ia lagi dalam masalah…’ Naya… Naya. Coba kalo orang lain, pasti tidak ku gubris. Mentang-mentang aku pernah dekat … bukan cuma dekat sih. Sampai sekarang Naya masih ku anggap adik ku sendiri. Kring… kring… kring… Nomor yang sama lagi, dengan ragu-ragu aku mengangkat telpon pada dering ke enam. “Hallooo” Eh udah putus. Untung putus…. aku menyadari kesalahanku. Oke deh, aku lega tidak sempat menjawab panggilannya. Jari ku dengan lincah sambil membuat kontak baru, “Si Imut”. Dengan segera pikiranku membayang kepada gadis yang mungil tapi lincah itu tak berhenti telpon dan sms aku. Apa lagi sih yang sudah dibuatnya. Naya.. Naya. Dari dulu kamu gak berubah, begal! suka buat masalah! Selalu datang dalam masalah… mengemis minta bantuan ku. Duh, manja sekali sih…masih aja menggangap aku ini kakaknya yang harus direpotkan….. Kakak…. Oh! Istilah yang coba aku lupakan, bisa buat aku ingat lagi cerita lama yang sudah aku kubur dalam-dalam. Wah kalo gini, bisa bakal hilang deh liburan semesterku ku. Atau mungkin ia sengaja telpon karena Ia tahu aku pas akan mudik besok pagi …. Kalo tahu gini, harusnya aku pulang saja tadi pagi, kangen sama orang tua. Sayang aku bangun telat, pasti busnya sudah penuh, apalagi pas masa liburan begini. Pikiranku langsung melayang ke kampung halaman dengan udara dingin di dataran tinggi. Kampungku dapat ditempuh selama 5 jam dari kota tempat aku berjuang dengan studi. Di sana, pasti Ayah, Bunda dan adikku Doni sudah tidak sabar menunggu aku pulang. Doni adalah adiku semata wayang. Hobinya nongkrong di terminal sama teman-teman preman—kalo aku pulang ia yang pertama kutemui. Tapi ia pinter kok, terutama Bahasa Inggris. Ia pernah juara pidato Bahasa Inggris se-kecamatan. Sampai-sampai semua orang jadi kaget gak percaya, gurunya sendiri sampe menyangka kalo ia bisa berbahasa Inggris. Ketika ia berpidato, mereka sampai gak percaya kalo itu benar-benar anak didik mereka yang dikelas cuma bercanda melulu. Mereka gak tauh kalo tiap kali pulang selalu kakaknya yang cantik ini memberikan kursus Bahasa Inggris gratis. Aku rindu kesederhanaan di kampung halaman ku. Hampir semua orang aku kenal. Tiap sore aku suka jalan kaki keliling kampung, biasanya jalanan pada rame. Banyak yang menyapaku, terutama teman-teman SMP dulu yang masih cari-cari aku. Tiap kali pulkam, semuanya pasti kangen aku, ‘sang kembang desa, kuliah di kota’, istilah si Jono dan Santi sohib dekat ku dulu. Tenang teman-teman, 1 semester lagi kuliahku selesai, yah, aku ingin ngebut tamat S1 tiga tahun setengah aja. Memang sih aku tidak akan pulkam sepanjang 2 bulan liburan semester ini. Palingan seminggu ato dua minggu sudah balik lagi ke kota Bibir Pasifik ini. Aku biasanya kerja sambilan jadi tour guide di travel agen milik Om Agus, adik ibuku. Iya lah…. aku kan harus mandiri. Harus mampu cari uang semester depan, apalagi aku sudah akan maju skripsi. Uang kuliah sih ada beasiswa bidik misi…. tapi aku harus bayar kos dan beli kebutuhan hidup. Apalagi sekarang dosen-dosen makin tinggi jiwa entrepreneurnya… uang diktat tambah naik. Jadi rencananya pulkamnya seminggu lebih sedikit, trus balik lagi kerja jadi di travel. Apa Naya tahu yah kalo aku kerja? Dia sih anak orang kaya, harusnya gak pusing cari uang. Wah, kalo dia bisa nyamperin aku berarti bisa batal semua rencana! Anak jahil itu pasti ada-ada saja maunya… heran dia sekarang lagi ngapain, dan sudah beberapa bulan tak pernah ketemu lama. Terakhir kita ngobrol panjang, waktu aku diundang ke ultahnya taon lalu… ultah yang hampir berakhir heboh karena kehadiranku di rumahnya… “Kring… kring.. kring” telpon berbunyi pas aku tiba di gerbang kampus. Eh, itu si imut lagi. Apa aku harus angkat telpon, yah? Aku masih ragu… Aku takut kalo bicara dengannya, bisa membuka lagi kenangan masa lalu yang ingin kulupakan! Aku mengeraskan hati sambil membathin, ‘Ingat Tien… Naya dan keluarganya adalah masa lalu.’ Baru aja hp akan ku matiin supaya gak mengganggu, eh tiba-tiba anak imut itu cengak-cenguk muncul di depan ku! Dengan segera tubuh kecil itu mendekatiku. “Hehehe… Kak Tien gak bisa lari lagi dari Naya!” Tangan Naya langsung menggenggam tanganku… aku menarik nafas panjang, apa daya? bubar semua rencanaku. “Iya bawel, ini juga baru mau angkat telpon!” Aku pura-pura menekan tombol di hape. “Hehehe… gak mau ngaku kalo lagi menghindari adiknya sendiri!” Naya tampak ceria, ia tahu sekali apa yang terjadi.
Naya (Shania Tan)
Melihat Naya yang begitu gembira aku tertegun, anak ini kok tambah cantik. Gak cocok disebut mungil lagi, makin tinggi… mungkin sekarang hanya terpaut sedikit dari aku yang tinggi 165. Kulitnya putih mulus, dengan rambut hitang bergelombang, tubuh yang padat mempesona, gak juga menonjol sih tapi sangat proporsional. Naya… Naya, kamu bukan anak kecil lagi. Iya sih umur kita sih hanya terpaut 2 tahun, jadi dia sekarang 19 tahun, gadis yang lagi mekar-mekarnya. Naya memiliki darah keturunan Chinese dari ayahnya, tak heran kulitnya putih dan cantik… paduan kecantikan alami khas kedua orang tuanya. Wajah imut, hidung gak mancung-mancung amat sih. tapi gayanya sok urakan… tapi justru kesannya seksi banget… tatapan mata nakal…, mulut yang setengah mengejek, Persis kayak kakak cowoknya… Uh! “Eh siapa bilang aku menghindar?” “Bohong… masak dari tadi di call ngak ada jawaban!” tangannya semakin erat…bukan lagi menggenggam. Tapi memelukku, sampai keharumannya tercium. “Naya… Kak Tien kan lagi sibuk!” elak ku… “Kakak… gak usah pake bohong lagi! Kakak hari ini sudah libur, titik! Jadi harus bantu aku.” Yeah… aku baru ingat, Naya satu kampus dengan aku. Dia di fakultas Ekonomi, saya ambil sastra Inggris… Jadi dia tahu jadwal liburanku. “Kak Tien kan harus siap-siap kerja waktu liburan” Hanya itu yang keluar dari mulutku, walau hatiku berbisik… Sorry, Naya! Bukannya Kakak gak sayang lagi, tapi kakak masih belum bisa dekat-dekat kamu… tuh. Selain teringat masa lalu… kamu itu identik dengan bahaya! “Kakak mau jadi tour guide lagi? Emangnya sudah ada group yang akan diantar?” ‘Lho kok dia tauh yah aku jadi guide. Siapa yang bilang?’ Aku gak nyangka kalo ia terus menaruh perhatian pada aktifitasku. “Naya… sebelum jadi guide Kakak kan harus pelajari dulu paket-paket yang baru, trus masih harus urus semua administrasi, kalo semua udah lancar, baru dapat group!” Aku mengelak lagi… Memang sih kalo tinggal jadi guidenya justru bagian yang paling menyenangkan. Apalagi aku demen banget sama yang namanya traveling — membagikan indahnya negeriku, dan cerita-cerita di balik suatu tempat atau objek wisata. Each place has different story! Menjadi tour guide telah terbukti sebagai obat manjur yang mampu menambal hatiku yang pernah terpuruk jauh. Mungkin hanya pekerjaan itu yang membuat aku bisa kembali menjadi Titien yang dulu… yang penuh gairah, pesona dan suka tantangan. “Tuh kan! Ketahuan mau menjauh dari Naya… pake alasan kerja segala! Gak bener banget deh” tukasnya langsung. Tak terasa kami berdua sudah berpelukan… tubuhnya hangat… wah lama-kelamaan seperti ini bahaya besar! Aku sudah merindukannya… “Naya… aku kan harus cari uang kuliah!” … Hatiku menambahkan, Kakak masih harus membenani hati… sayang! “Justru itu aku datang cari Kakak… jadi gak usah pake berbelit-belit, deh! Aku mau tawarkan proposal bisnis, dan Kak Tien harus jadi partner ku!, gak pake alasan lagi!” Apa lagi maunya ini anak….Aku jadi heran, waktu bicara bisnis, bibirnya langsung tersenyum gembira dan wajahnya semakin bercahaya. Kelihatan banget kalo matanya semakin berbinar-binar bagaikan bintang berkelip. Makin gemesin aja… Apa dia tauh kalo dia sangat cantik? Naya… Naya …aura mu cantik sangat nyata! Gadis manis yang bercahaya dengan energi… penuh ceria dan gairah! Duh… Coba kalo kamu cowok, pasti langsung ku sambar, deh…. seperti Kakak mu dulu… Upps! Ingat lagi… kini posisinya justru aku yang memeluknya erat… ketat sekali. Mencoba mendapatkan kehangatan kembali… seakan mencoba merengkuh sesuatu yang pernah hilang. “Kak Tien pasti lagi ingat Kak Nando lagi, kan? Ayo ngaku!” Pasti dia rasakan dari pelukanku.Hatiku langsung sukses berbisik, Duhai…Naya, kenapa sih pake sebut-sebut namanya segala! Langsung ku palingkan muka ku… pasti wajah ku sudah memerah, mungkin seperti udang rebus… Namun cepat ku kuasai mulutku dan segera menjawab diplomatis, “Apaan sih! Eit… jangan alihkan cerita, bilang dulu proposal kerja apa sih ini yang siang-siang bikin heboh kampus? Pake teriak-teriak cari-cari Kakak segala! Belum pasti kan kalo kakak mau?” “Yeah ilah.. gak mungkin lah Kakak nolak… Naya tauh sekali siapa kakak!” Tangannya kini mencubitku pelan. Hehehe iya yah! Apa sih tentang diri ku yang ia tidak tahu! Ia tahu banget aku masih menjomblo setelah dua tahun ditinggal kakaknya. Ia pasti tahu siapa-siapa cowok yang terus mengejarku, malah yang paling sial si Edo! Ketua BEM yang sempat jadian denganku hanya kurang dari 24 jam, langsung aku putusin sepihak. Yah, sebenarnya sih bukan karena aku masih menutup hatiku… hanya dia terlalu mesum sih. Kalo dekat-dekat dengan buaya satu itu bisa hilang perawan ku dalam hitungan minggu. Dan kisah 24 jam dengan Edo itu harus berakhir ketika ia nekad mencium bibirku dan meremas dada ku. Dan dia mesumin aku di depan kawan-kawan ku! Dasar playboy… Hampir saja reputasiku sebagai perawan kembang kampus jatuh di depan umum. Langsung saja aku tampar pipinya dan mendeklarasikan putus dari si buaya darat mesum itu…. eh lengkapnya ‘buaya darat mesum tapi ganteng’ itu… nah lho! “Begini, Kak! Aku ada tamu tiga orang bule… rencana nginap di kos ku! Dan aku butuh private tour guide yang harus menemani mereka selama tiga minggu… eh bisa diperpanjang lagi jadi enam minggu kalo perlu! Hayo, siapa lagi yang lebih tauh soal touring dari pada kakak?” Ujar Naya dengan lancar. Anak ini semangat sekali kalo ngomong bisnis. “Huh?” Aku tertegun gak percaya. Gadis imut ini ternyata mau proposal bisnis, kalo bicara uang otaknya langsung jalan! Naya memang punya jiwa entrepeneur, dengan tabungannya sendiri ia sulap salah satu rumah ortu menjadi tempat kos mewah, dan tiap bulan ia tinggal terima setoran besar…. sudah bayar internet, TV, listrik, air, gas, pembantu, juru masak, eh masih cukup untuk bayar cicilan mobilnya. Hebat juga sih gadis manis ini! Masih imut tapi sangat opportunis! Tidak malu-maluin jadi penerus keluarga, pebisnis yang handal. Dan aku tauh, tabungannya pasti sudah banyak, karena dia sudah rencana buka kos lain. Keren kan! Di kampus sih Naya gak pinter-pinter amat, nilainya aja rata-rata C, dengan beberapa makul nilai B. Tapi kalo soal menghasilkan uang otaknya jalan. Baru semester 2 Fakultas Ekonomi di salah satu universitas negeri terbesar di Sulut sudah mampu merintis bisnis. Dan kali ini dia masuk lagi di bisnis paket wisata, akomodasi sekaligus tour, jadi salut aku. Otak encer ku mencoba menganalisa situasinya. Tamu orang bule, nginap di kos, private tour 3 minggu! Kayaknya Ia mengadopsi konsep “Fly and Bike”- nya wisata murah di Eropa. Traveling dengan tempat murah, pengalaman yang besar – be like the locals! Suatu konsep wisata yang berkembang cepat akhir-akhir ini… Yang aku benar-benar bingung, bagaimana cara marketingnya? Situs internet apa yang ia pake! Kok bisa yah mendatangkan bule segala … “Beneran Nay? dari mana kamu dapat client? Trus apa yang kamu jual di paket?” Si kunyuk itu malah senyum-senyum… Walau pelukanku sudah terlebas … Naya masih tetap memegang tanganku. “Clientnya tiga orang! Dua pria dan satu wanita, mereka mau paket eksklusif di mana guidenya temani mereka, tinggal bersama gitu… trus masak dan makan bersama. Biaya sih gak jadi soal. Mereka mau persis kayak lokal, food… transport… mereka siapin biaya untur tour top-upnya sampe 2 jt per hari. Trus belum lagi fee-nya gede lho. Tapi, sebelum aku jelaskan detailnya, Kak Tien harus jawab dulu! Are you in or out?” Wah ini sih bukan kerja namanya… tapi jalan-jalan yang ditraktir semua trus digaji lagi. Only an idiot who woud refuse this offer! Naya kayaknya mendengarkan ceritaku waktu bercakap-cakap dulu, jalan-jalan model AirBnB, Client yang kontak langsung, sediakan akomodasi dan tour. Senyumku makin terkembang… wah, liburan kali ini menjanjikan deh… tour guide is my passion now! And planning my own package … is like a dream comes true! “Eh! Eits… Auw!” Belum sempat aku menjawab, Naya mengerjaiku lagi. Tangan yang mungil itu sempat-sempat meremas dada ku. Malah satu cubitan sempat sukses mendarat di pentil sebelah kanan. “Wah kak, tambah kenyal yah? Hahaha…” Sentuhannya bukan hanya terasa di kulit… hampir birahi ku naik. Eh si kunyuk justru tertawa terus. Tunggu pembalasanku Naya… Ku pegang tangannya supaya gak macam-macam. Ia langsung menarik tanganku, dan tak berdaya akupun mengikuti langkahnya menuju mobil. Naya tidak menoleh ke belakang lagi… tarikannya semakin kuat… langkahnya semakin cepat. Naya sudah berlari. “Naya… tunggu dong! Kenapa sih musti cepat-cepat!” protes ku… Kini seperti lembu yang ditusuk tali, ia mengiring langkah ku menuju mobilnya. Tumben anak ini bawa mobil van gede. “Ayo, Kak Tien! Kita tidak punya waktu banyak. Segera pak barang-barang kakak, jam ini harus segera pindah ke kosan ku… tournya nanti kita bahas di mobil” Aku pun ikutan panik, “Emangnya kapan clientnya datang?” “Satu jam tiga puluh menit lagi sudah di airport” katanya sambil terus berlari.. “Huh! Kenapa baru bilang?” saking paniknya aku berteriak! “Siapa suruh gak mau angkat telpon ku!” —– Bersambung
Episode 2 Big and Hard Naya (Shania Tan) POV Naya…
Di mobil KIA Pregio ini aku terus memandang ke arah gadis manis yang duduk di kursi di samping ku! Aku harus konsentrasi, jangan selalu lirik dia karena jalanan cukup padat, dan mobil ini tidak sekecil Honda Civic yang biasa ku bawa. Aku benar-benar rindu gadis itu. Kak Titien… Dia gak berubah dari dulu… tetap cerewet, suka ngatur-ngatur, orangnya perhatian banget! Sampai detailnya ia siapkan, dan mendengar dia berbicara mengenai rencana tour yang disusun, aku langsung tahu dapat partner yang hebat. This is her passion. Pasti beres semuanya … Kak Titien orangnya gitu deh. Di mana lagi, hayooo, bisa cari gadis manis, romantis, lembut, penyayang, dan yang paling penting… mudah dibodohi! Hehehe… Dibodohi? Iya, orangnya pasti nurut terutama kalo aku sudah pake muka marah dan bilang titik. Sebenarnya sih bukan bodoh… tapi karena ia itu terlalu penyayang! Yang pasti Kak Titien selalu ada buat aku! Di saat aku kebelet seperti sekarang ini, hanya dia yang bisa diharapkan… betul-betul suatu sosok kakak yang baik yang selalu mau aku repotin… Eh koreksi…. sebenarnya sih bukan kakak, tapi ‘mantan calon kakak ipar’, panggilan khasku waktu dia nyempatin hadir di ultahku taon lalu… panggilan yang sukses membuat semua orang kaget, dan dia merah seperti kepiting rebus… “Kak Titien…” Aku memanggil, tapi ia masih sibuk, tangannya terus menulis… Kak Titien tampak berpikir keras mengatur jadwal, tadi ia sempat menelpon tempat-tempat wisata dan tempat-tempat penyewaan alat-alat. “Kak?” “Kenapa Nay… ada yang salah dengan jadwalnya? Jadi besok pagi jangan yang berat-berat dulu, kita fokusnya ke kota Manado, pagi di museum, makan siang bubur Manado, trus ke landmark kota tua. Pelabuhan bisa masuk, gak yah?” “Bukan itu, Kak” aku hanya senyum misterius. Aku menggenggam tangannya dan berkata, “Kak… terima kasih mau ikut dengan Naya! Kakak baik deh! Naya bangga skali punya kakak seperti Kak Titien!” “Oh…” Kak Titien tersipu… manis sekali.
Titien (Titien Mokoginta)
Memang gadis bernama lengkap Titien Mokoginta ini sangat cantik. Mungkin secantik idolanya bintang-bintang drama Korea… Suatu kecantikan yang khas, paduan keanggunan dan kepolosan. Tak heran semua menyukainya, apa lagi cowok-cowok satu fakultas! Semua cowok yang aku kenal, pasti mengidolakan dirinya… Aku coba menyusuri pesonanya… Tubuh yang padat, seksi dan menentang. wajahnya sih manis, tapi modal yang paling besar yang ia miliki adalah senyum yang sangat menarik, senyum alami. Bukan berarti onderdilnya gak menarik… sayang ia gak mau pake baju yang seksi, Eits salah… justru ia cantik secara alami tanpa perlu tambah menonjolkan bagian-bagian tubuh yang sudah montok itu. Pake baju apa saja tetap cowok-cowok lirik. Kak Titien memang punya suatu aura… yang membuat dia spesial. When she is around… they simply can’t take their eyes off her! Hanya satu kurangnya… kadang ia kelihatan agak kurang pede, benar-benar pemalu. Padahal ia terkenal jago berorasi didepan umum. Lucu kan? Tapi kalo udah dekat, baru terasa enaknya ngomong dengan dia… orangnya polos dan kadang suka ceplas-ceplos. Kak Titien juga punya sifat yang sangat sensitif… mudah mengetahui kalo kita ada masalah, tapi juga gampang merajuk, mendendam dan menangis …. mungkin itu hanya caranya untuk menyatakan sayang… karena ia hanya merajuk kepada orang-orang tertentu sih. Dan kalau kamu buat salah sama dia… harus siap minta maaf berhari-hari. Beruntung deh Kakak kandungku, Nando, sempat jadian dengannya, cukup lama lho, sejak Titien pindah SMA dari kampungnya ke Manado, dan sayangnya kisah cinta mereka harus berakhir tragis dua tahun yang lalu… Eh satu lagi… Kak Titien orangnya classy… disukai semua orang, sangat ramah dan baik, namun pilih-pilih teman! Orangnya punya selera yang tidak biasa… baik pakaian, aksesoris, sampai perlengkapan tidur. ia juga jago pilih barang murah, tapi elegan. Demikian juga dengan pilih teman. Tidak gampang loh jadi teman dekatnya… but once you’re close to her, she’ll always be there for you… like a big sister! “Kenapa Nay? Ada yang salah?” Titien menatapku penuh selidik… pandangan yang sama yang terus memberikan kehangatan kepada Kak Nando… “Kak Titien, you are really an angel!” Entah kenapa aku keceplos, tapi ia langsung tahu ada yang harus ku sampaikan…. “Ngaco! Ngomong yang benar! Kamu mau bilang apa sih? Ayo dong terbuka sama kakak?” Duh orangnya … perhatian banget! “Gini kak…” Aku mulai bertanya soal penasaran ku.. “Kenapa Kak Titien masih terus menjombo? Kakak sudah harus move on lho! Jangan bilang kalo belum ada cowok suka… karena di seantero universitas ini cewek yang paling ditaksir adalah Kak Titien… tanya sendiri sama si Anton, Nyong kampus itu yang tergila-gila sama kakak, orangnya keren lho! Ato si Beni, kapten tim basket yang klepek-klepek di kaki Kak Tien… ato malah Rey, dosen muda yang jadi idola mahasiswa sampai bela-belain cariin buku buat Kakak. Kak Titien hanya menghela hafas. “Panjang ceritanya, Nay… Kakak mau fokus kuliah dulu! Semester depan sudah harus maju skripsi. Kakak mungkin belum punya waktu untuk pacaran!” Titien gak mau tatap aku waktu ngomong. “Kak Titien… sampe kapan mau bohong!” Kak Titien hanya tertawa… “Ok deh Kak… kali ini serius. Kakak musti jawab! Kenapa kakak putusin si Kak Edo? Orangnya kan lucu, suka bercanda, baik… dan eh ganteng lagi!” Aku mengoceh terus walau dia kelihatan pura-pura tak dengar. “Kak Titien sama Kak Edo itu pasangan serasi lho…” aku tidak puas kalo belum keluarkan semua unek-unek. Aku sangat mengharapkan ia jadian dengan Kak Edo, sahabat baik Kak Nando.
Edo (Edward Chandra)
“Eh…. kok sampe ngomong soal Edo sih! Itu kan masa lalu… Kakak sudah gak ada apa-apa lagi dengan si perayu murahan itu!” Katanya menyangkal. Kayaknya Kak Titien gak jujur deh… gak mungkin Kak Edo bisa dilupain secepat itu… Baru empat bulan lho peristiwa sejarah besar terukir di kampus… suatu ciuman panas Kak Titien dan Kak Edo yang menghebohkan jagad raya… Aku sih gak lihat langsung… tapi dari cerita saksi mata dan rekaman video yang sempat beredar, kelihatan banget Kak Titien malu-malu tapi pasrah aja sama si ketua senat yang sok pamer kegantengan itu. Tapi yah pasti Edo yang gak benar… Masak sih pamer cium pacar sama grepe toket di depan teman-teman senat. Malu tauh… emangnya dia pikir Kak Titien sama dengan cewek-cewek lain yang mudah terpesona dengan kegantengan. Belum tauh dia…. Kak Titien gitu lho… orangnya paling gengsian se dunia, langsung Kak Edo diskak mati deh! Mana ada cewek seberani Kak Titien menampar cowok didepan umum? Siapa dulu dong kakak ku… “Jadi beneran Kak Titien sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi sama Kak Edo?” lanjut ku… “Kak Titien cari cowok yang gimana lagi sih? Edo itu kan orangnya humoris, jago bicara… orangnya supel… dan, jiwa sosial tinggi…” “Huh?” “Dan ia juga sudah pernah cium Kakak!” Sekali lagi aku sukses membuat bunga kampus ini merah pipinya…. Hehehe… Iya sih, semua orang juga tahu siapa Kak Edo, si playboy kesiangan. Orangnya suka pamer tapi bukan pamer harta loh, gayanya sih biasa-biasa aja… tapi sok pamer kekuasaan! Pamer kepada orang-orang dia orang penting… banyak talenta, banyak bakat… dan piawai menaklukan hati cewek! Jago bikin cewek penasaran dan merengek… Suka pamer ke orang-orang tiap kali dapat mangsa baru. Mentang-mentang ganteng dan jago merayu… “Naya… Ok deh…Kak Titien bilang supaya kamu puas! Sebenarnya…. Edo itu…, Eh maksudnya Kak Edo dan Kak Titien ….. eh gimana sih mo bilang” Geblek, pake bikin tegang orang lagi… Tumben Kak Titien mulai terbuka soal itu. Kak Titien kelihatan merenung lalu berbicara serius. “Sebenarnya kami itu.. ehm… gimana yah? Bilang … gak yah!” “Kak Titien!” teriak ku penasaran. “Hehehe… ok serius nih. Tapi jangan bilang-bilang orang yah… Kak Edo dan aku …. sudah… sudah… Eh tapi ini rahasia yah… hanya kamu yang boleh tauh.” “Iya.. iya… Sudah apa? Cepat bilang!” Aku penasaran. “Gini… sebenarnya ceritanya, Kak Edo dan aku… sudah… sudah…” Ia mulai tersenyum. “Sudah apa?” Eh malah tertawa… “Sudah tidak ada hubungan lagi… hehe…. Naya sih penasaran banget! Hehehe….” Tuh kan… Aku langsung membalas, tanpa ia sadari tanganku langsung bergerak, rasain! Kak Titien hanya bisa pasrah, tak sempat menangkis lagi, “Aduh-aduh, ampun… tolong… ampung! hentikan dong, Naya” Langsung deh Kak Titien kena senja pamungkas Naya… cubitan yang paling ditakuti Kak Nando dulu… “Siapa suruh bikin gemes orang!” Kak Titien memang gitu deh, suka bercanda bikin tegang orang. Untung saya masih di belakang kemudi. Kalo tidak sudah puas-puasin deh cubit pinggang dan perutnya.. dan dada nya! Eh tadi cubitan ku sempat sukses menyenggol dadanya lho… huh terasa banget, lembut tapi kenyal. Beruntung banget deh cowok yang bisa merasakan dada yang masih perawan itu… yah, Kak Edo sih beruntung sempat grepe-grepe dia… Dadanya Kak Titien terasa sekal… gemesin! Pantas Kak Edo sampe hilang kontrol waktu itu. “Naya … awas!!! Naya… kalo nyetir jangan terlalu banyak dong bercandanya. Tuh kan hampir! Eh… kita ke mana! Airport itu belok kiri tahu!” Kak Titien memperingatkanku. Ups… bahaya nih… Kan tak mungkin aku bilang gara-gara toket Kak Titien aku jadi lupa arah. Nanti dikirain aku mesum lagi … mesum kayak Kak Edo. “Jadi gini Kak… untuk lancarnya tour ini… kita butuh teman cowok! Itu lho, bisa jadi bodyguard sekaligus tukang angkat-angkat barang dan jadi sopir. Kakak kan sudah lihat sendiri gimana saya bawa mobil, gak bisa fokus gemesin Kakak Titien…” “Eh.. jangan bilang kalo kamu sudah kontak orang lain?” “Iya kak… sudah. Tinggal di jemput aja, rumahnya sudah di depan tuh… Dia juga sudah ngepak barang, mulai sebentar malam mulai tidur di kos juga sama-sama.” Kak Titien masih kelihatan kaget… pasti dia akan lebih kaget lagi kalo tauh siapa orangnya. Mobil segera ku parkir di bawah pohon mangga, lalu klakson dua kali. “Eh… jangan sembarang orang lho! Harus yang bisa dipercaya, Naya…. Cari yang kita kenal latar belakangnya. Eh… tunggu ini kan rumahnya….???” Aku hampir tertawa melihat tingkah Kak Titien yang lagi harap-harap cemas… tak bisa berkata-kata. Tak lama sosok cowok ganteng itu mulai jelas… melangkah menuju mobil membawa tas besar. “Hai cantik… eh ada Titien!… pa kabar sayang? kamu tambah cantik deh kalo lagi tersipu! Pasti kesemsem karena lihat aku, kan? Eh Nay… buka bagasi dong!” “Edo??” Kak Titien kayak melihat hantu. “Kakak sendiri bilang cari orang harus yang kenal dekat… jadi saya kontak Kak Edo” Kak Titien masih mercak-mercak tanda tidak terima. “Naya… kamu kan harusnya tanya dulu sama Kakak sebelum ngomong sama Kak Edo!” Aku tersenyum… karena kini aku punya senjata pamungkas. “Aku sudah tanya, Kak Titien sendiri yang bilang sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Kak Edo!” Kak Titien semakin terhempas…. aku langsung turun membantu Kak Edo mengatur bagasi. Tak lama mobil segera jalan… tinggal 10 menit pesawat akan landing. Kak Titien masih menutup mukanya dengan kedua tangannya, pasti masih merah. Kayak anak SMA saja… malu-malu. Sampai sekarang ia masih gak berani menatap Kak Edo. Setelah duduk di belakang, segera ku julurkan kepala ke depan… sambil meledek gadis itu dengan bisikan. “Kak Tien… aku tahu kok Kak Tien pura-pura kurang senang. Wajahnya aja yang kelihatan ngambek, tapi hatinya pasti berbunga-bunga. Tuh terasa lho jantungnya dag dig dug!” segera tanganku meraba sedikit dada sekal itu dari belakang… “Tuh buktinya!” “Rasakan pembalasan ku!” Kak Titien langsung menyerangku… tangannya langsung memburu mengejar dada dan perut ku. Terkamannya sungguh dasyhat… tubuhnya ikut terbang mengarah ke kursi sopir, sementara tangannya dalam posisi meremas. Bahaya… untung aku cepat berkelit.. untung juga aku sudah pindah duduk dibelakang… coba kalo masih duduk di kursi sopir… “Huh… hahahaha… hahahahah….” akupun tertawa terpingkal pingkal. “Kak Titien… kok sampe sebegitunya Kak!” “Hah!!! Aduh… kenapa sih kok kamu yang duduk sini! Ih… kunyuk!” Kak Titien malu sekali. Dia baru sadar serangannya salah sasaran. Sekarang sudah Edo yang duduk di kemudi… pasti tangannya Kak Titien sudah meremas dada dan perut Edo. Tubuhnya sendiri sudah sandar di paha Edo… dan si playboy itu hanya senyum-senyum mengambil keuntungan. Sempat-sempat tangan kirinya memeluk punggung Kak Titien… Kak Titien masih terpaku… malu sekali, gak tauh mau buat apa. Tangan kanan masih di dada Kak Edo, dan tangan kiri di perut… eh di bawah perut. Huh! Kayaknya dia belum nyadar. Mobil sudah berhenti di tepi jalan, karena Edo gak mau jadi apa-apa. Kali ini tangan Edo bebas… eh justru ia menahan tangan kiri Kak Titien, supaya tetap ditempatnya. “Eh apa ini… ih sempat-sempat deh, Edo mesum! Kenapa sih kamu tambah kurang ajar … lepasin tanganku… nih rasakan… Ihhhh” Kak Titien marah-marah… mukanya kelihatan sangat kesal. “Auoww! Tien apa salah ku… kan kamu yang mulai remas-remas anu ku….” Kak Edo tidak bisa meneruskan kata-katanya. Mulutnya sudah ditutup dengan tangan Kak Tien. “Hush… diam kamu! Pokoknya peristiwa tadi tidak boleh kamu ingat-ingat! Paham?” Kak Tien semakin marah. Kak Titien langsung buka pintu mobil… dia keluar! Bahaya ini… mudah-mudahan ia tak ngambek. Aku takut sekali kalo ia ngambek… akibatnya pasti besar! Segera aku juga buka pintu belakang dan keluar mendapatkannya. “Kak Tien… ampun deh… Naya minta maaf! Naya yang salah, Naya janji tak akan lagi pegang-pegang toket Kak Tien yang kenyal, sekal dan padat itu… eh kayaknya tadi tambah besar ukurannya yah, 34C? Eits.. upss! Aku janji deh kalo Kak Tien boleh meremas-remas kontol Edo sampai puas … dan …” Aku tahu trik ngomong yang buat dia gak jadi marah. “Naya!” Kak Titien membentak… jelas pura-pura. Tapi aku melihat ada sebercak harapan… pandangannya kini melunak. Kak Tien mulai tersenyum, batal marahnya… Hadeh! Dia mulai tertawa… bingung aku. “Ayo dang Kak, cepat naik di mobil! Liat jam… pesawatnya pasti sudah mendarat!” “Kakak naik kembali tapi dengan satu syarat! Kakak duduk di samping kamu… dan kamu gak boleh bergerak” Tuh kan pasti toket ku jadi digeranyangi di mobil. Sudah lima menit Kak Titien masih senyum-senyum sendiri… kadang tertawa-tawa kecil. Duh segitunya. Kak Titien memeluk ku dan berbisik… “Tauh gak apa yang terjadi tadi…?” dia kelihatan malu-malu. “Kenapa Kak?” dia tambah merah… tapi terus berbisik, “Tapi jangan cerita siapa-siapa yah! Tadi waktu kakak remas perut Edo… eh kepegang itunya!” “Huh! Itunya apa???” aku tambah penasaran. “Hihihi… tadi kakak tidak sadar sudah remas batangnya Edo…” “Huh, terus…” “Kakak juga kaget, apa itu? kok tiba-tiba membesar, setelah itu baru kakak sadar itu batangnya” “Astaga! Bener Kak?” “Iya.. trus batangnya tambah besar dan gerak-gerak di tangan kakak, sampe kakak kegelian.” “Terus???” “Hehe, kakak remas lagi sampai dia kesakitan, rasain siapa suruh gerak-gerak, dan ada satu lagi lho… tapi janji jangan cerita orang yah! Batangnya Edo gede lho… besar dan keras!” “Huh… batangnya Edo besar dan keras?” aku tak sadar sudah berteriak..Edo sampai tertawa mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulutku yang jelas-jelas memuji onderdilnya. Langsung mulutku ditutup Kak Titien dengan tangannya. “Hush!” kami berdua baru sadar… Edo sudah tertawa-tawa di kursi sopir. “Ih… kunyuk! Tangan Kak Titien langsung beraksi memukul-mukul bahu Edo saking gemesnya… sedangkan cowok itu masih tertawa-tawa… sedangkan aku hanya memandang dengan begonya! “Dengar baik-baik yah Edo! Sekali cerita ini keluar… ku patahkan batangmu itu, ingat itu yah!” Aku jadi ngeri… seram juga Kak Titien. Seram tapi seru… Wah, kayaknya liburan ini bisa tambah seru, yah! —– Bersambung
POV Romeo
“Go, Romeo, go awayyyy!”
“No, I don’t want to leave you…”
“You have to go… You have to live!”
“Dor … dor… dor”
“Oh shit!… I’m hit! You should go now… hurryy!”
“Uncle Dan… ahhhhh…!”
“Romeo… gooo!” “Aaaahhhhhhhhh!” Aku terbangun kaget dan berteriak kuat. “Romeo, kenapa?” Suara seorang gadis menyadarkanku. Aku menatapnya… awalnya gak lihat apa-apa, tak lama kemudian wajahnya membayang, seorang gadis cantik yang menjadi sahabatku selama ini. “Nerd-ho!” “Hush, mulai sekarang kamu harus ingat, panggil aku Brenda. Ada apa? kamu bermimpi yah?” “Mimpi itu datang lagi.” Kembali terbayang peristiwa tiga minggu lalu, pamanku tertembak di studionya sendiri, dan aku harus melarikan diri dari tangan pembunuh berdarah dingin. Seorang yang aku kenal sebagai tamu pamanku, dan beberapa kali datang ke studio. “Don’t worry honey, you are alright now!” Kata gadis itu sambil memijit pundakku.. “Itulah yang terjadi kalau duduk terlalu lama di pesawat, seperti sekarang ini!” Kata sohibku yang satu lagi, seorang cowok macho dan ganteng seumuran denganku. Orangnya urakan, tapi udah lama menjadi teman baikku, biasa dipanggil Dickhead aka Shaun. “Dickhead, sekarang udah jam berapa?” “Mana aku tahu, kita sudah melewati puluhan batas waktu…” “Jam 12.30 waktu lokal, 15 menit lagi kita mendarat! Waktu disini beda 7 jam dari Pacific time!” Kata Nerdho, eh Brenda. Cewek itu memiliki informasi yang up to date. “Akhirnya kita tiba juga di hutan belantara, Shit… aku lupa bawa toilet paper, kata orang ditempat sini toiletnya masih primitif” Kata Dickhead, aka Shaun. “Eh, siapa bilang hutan belantara. Ada kotanya juga kok!” Kata Brenda membela aku. “Iya, tuh banyak juga gedung-gedungnya!” Kata Brenda melihat di jendela pesawat. “Bangunannya gak begitu banyak, tapi pemandangannya kelihatan hijau! Tempat yang masih alami.” Dickhead melirik ke jendela, mengagumi topografi daerah itu. Keduanya sudah ribut melihat jendela, membiarkan aku berdiam diri. Entah kenapa aku masih melamun, rasanya gak percaya aku sudah tiba di Manado, kota yang belum pernah aku kunjungi, tapi memiliki makna yang sangat berarti bagiku. “Romeo, apa nama kotanya, aku lupa lagi?” Tanya Brenda, tapi aku yakin ia mengetahuinya. Mungkin sekali mencari perhatianku. Aku diam aja. “Romeo, jawab aku dong, kok dari tadi diam terus. I travel to the end of the world for you, babe… Common… cheer up” Brenda mencoba membujukku… duh senyumnya! Manis sekali… pasti itu adalah senyum terindah di dunia kalo saja aku belum pernah bertemu dengan Deyana… Uh, aku melamun lagi.
Nerdho aka Brenda
“Common, Romeo! Don’t treat me like this!” Wajahnya terus menatapku, dengan muka lucu yang dibuat-buat… ia tauh bagaimana membuat aku tersenyum. Nerdho (Slank yang dapat diartikan pelacur yang gila komputer) memang sangat cantik! Gadis belia berdarah Italia ini mewarisi kulit putih bersih dan rambut pirang mediterania yang sudah jarang didapati. Wajahnya sangat menarik, mata hijau yang tajam… hidung mancung, bibir yang menggairahkan serta rambut panjang sebahu. Badannya berlekuk kayak model. Ia persis seperti puteri-puteri Yunani, yang dipuja-puja patungnya sampai sekarang. Tapi dia bukan hanya cantik… tapi pinter. Ia adalah analyst sekaligus hacker yang disegani sejak umur belasan tahun. Siapa yang sangka kaki yang panjang dan mulus ini, serta dada yang bulat dan padat ini mampu menyanggah IQ 175? Tak heran ia dipanggil Nerdo dari dulu… Eh, sudah ku rubah sedikit, bukan lagi Nerdo tapi ‘Nerd-ho’ “Romeo… you know how much you mean for me!” Oh iya… Nerdho sangat menyukai ku! Terang-terangan mencintai ku, malah ia berulang kali menyatakan cintanya. Sorry love…. if Deyana has never been around, you would be my first choice. Kebayang gak gimana kalo aku jadian sama Nerdho. Cewek yang satu ini pikirannya mesum terus… maunya ngeseks melulu, well tidak semua orang sih, ia juga punya standar. Tapi dia gak malu-malu baru berkenalan terus bawa cowok ke kamarnya. Ah.. aneh juga yah dapat teman gadis cantik yang mesum… Nerdho dan Dickhead sudah lama menjadi sohib karibku. Kita sekelas dari SMA, dan kembali bertemu di perguruan tinggi kebanggaan Negara bagian California itu dua tahun terakhir. Walau beda jurusan, tapi kita bertiga tetap akur, selalu hang out bertiga.… yah setidaknya sejak aku balik dari belahan dunia sebelah, dan kembali bertemu di Berkeley. Kami bertiga pernah berjanji, untuk terus berteman dekat, kayak three musketeer. Bayangkan, dua cowok idola dan satu gadis cantik luar biasa. Kemana pun kami pergi selalu jadi pusat perhatian. Nerdho dan Dickhead… thank you for be here with me, accompanying me during my bad times. Terima kasih sudah ikut dengan aku di trip ini. Dan hampir saja trip impian kita ini gagal… Tapi kemudian tiba-tiba beberapa minggu kemarin suatu masalah besar terjadi… cukup besar, bisa mengacaukan sejarah kehidupan cowok idola bernama Brian ini… eh gak apa-apa kan narsis dikit. Dan masalah itu sayangnya … eh untungnya harus diselesaikan dengan trip ini… ketiban durian runtuh deh! “Brian…!” “Brian…” Ia memanggil lagi. “Hey..” “Eh, iya…” Aku lupa kalo harus pake nama itu selama petulangan kami disini. “Jangan lupa lagi!” “Yes, Brenda” Aku tersenyum. Aku baru ingat, bukan hanya nama Brian, julukan Romeo yang melekat padaku selama ini, ia juga yang berikan. Itu karena mengingat tingkahku dulu yang benar-benar ‘in-love’ bersama Deyana. Kami dulu tak bisa terpisahkan… sejak saat itu teman-teman panggil aku Romeo… Nama yang coba aku hindari sejak 2 tahun lalu. “You know it doesn’t matter how much you’re avoiding me, just remember your vow! And I still count on your words that you will do it in this city!” Celaka… janji yang bodoh itu. Kenapa sih aku sampe keceplos berjanji sama si Nerd-ho. Janji yang kelihatan gak berbahaya beberapa tahun lalu, setelah aku kehilangan Deyana. Eh, janji itu lagi yang dituntut gadis itu. Ini sih namanya bukan janji tapi jerat… harus dibuat dan tidak kasih jalan keluar. Tapi…. kalo tidak, Brenda tidak mau ikut dengan ku ke Indonesia. Ku coba membenarkan diri! “All crew, landing position!” Terdengar suara dari cockpit tanda segera mendarat. Aku segera menyuruh Dickhead memakai seatbelt. Dickhead aka Shaun, cowok bego hanya mau mendengarkanku. Ia menurut.
Dickhead aka Shaun
“Oh fuck! Finally… we arrived. We’ve been on the plane for more than twenty hours. Awas yah kalo cewek-cewek Manado tidak sesuai yang kamu promosikan! Aku akan lari sendiri ke Bangkok” Bahasa cowok itu memang gak bisa dikekang, serampangan sesuai dengan penampilan dan tindak-tanduknya. “Dickhead… siap-siap aja, siapkan paspor dan isian imigrasi supaya kita cepat antri!” Kata Nerdho. Hatiku bergetar dan berbisik, Manado… Here I come. Deyana… I am able to fulfill what I promise you… eventually… “Brenda! Sudah kontak siapa yang akan jemput kita?” Ujarnya… Tumben, biasanya mana Dickhead mau perduli. Orangnya gak punya perhatian… cuek! Pikirannya pasti di cewek… entah sudah berapa banyak yang ia tiduri. Wajah cool, badan macho, tatapan tajam… Wah, bisa hamil semua deh cewek-cewek Manado kalo kelamaan. Shaun memang benar-benar Dickhead deh! “You’ll be surprised, Dickhead. You’ll be surprised!” Kata-kata Nerdho yang terakhir membuat aku jadi penasaran… Hatiku terasa berdesir, “Apa ada cinta yang menanti kita disini?” ——
Titien Mokoginta
POV Titien
Siang itu aku sudah menunggu di airport, tepatnya di pintu kedatangan internasional. Sedangkan Naya serta Edo berdiri disampingku.
Naya Tan
Naya mulai menggodaku, mengatakan siapa tahu yang datang itu cowok ganteng dan masih muda. Langsung aja ku sanggah! “Gak mungkin Naya… kalo orangnya masih muda mana mau ia ikut tour? Palingan jalan sendiri lalu cari teman backpacking di hostel-hostel murah!” Naya lupa kali kalo aku sudah berpengalaman jadi tour guide. “Ih… siapa tahu kan salah satu cowoknya ganteng banget…. terus Kak Titien langsung klepek-klepek pada pandangan pertama.” Maksudnya baik sih… Masih aja memikirkan kejombloan ku. “Naya…Naya … gak lucu tahu! Gini, kakak berani jamin… clien kita itu udah berumur diatas 40, orangnya jauh dari ganteng, mungkin botak dan badan gemuk, kakak berani bertaruh lho!” Persis profil tourist yang kebanyakan aku antar. “Oke Kak Tien, gini aja… kita bertaruh yah! Kalo yang datang udah tua seperti yang Kak Titien bilang, sekarang-sekarang aku cium Kak Edo 10 kali di bibir, gimana?” Wah ketahuan rencananya… Anak bengal ini masih terus comblangin aku dengan Edo… lalu sengaja ingin taruhan supaya aku mencium cowok itu… “Tapi kalo yang datang masih muda, di bawah 30 tahun terus ganteng… Kak Titien harus cium… ee…” Eits… sebelum Edo mati kesenangan langsung ku potong kata-kata taruhannya! “Kalo yang datang masih cowok trus ganteng… yah Kak Titien cium deh si bule, 10 kali di bibir lagi… puas?” Aku langsung memotongnya. “Iya juga sih, hahaha!” Kata Naya sambil tertawa. Wajahku langsung merah merona… kok sampe keceplos gitu. Emangnya cium cowok itu pantas jadi taruhan? Tapi aku langsung angkat dada karena Edo terlihat sangat kecewa… ‘Rasain kau Mesum! Kamu lihat aja si bule akan ku cium dengan penuh gairah… jauh lebih panas dari ciuman kita dulu, kan kubiarkan tangannya mengrepe-grepe toket kebanggaanku… nah lho! Uppppss! Nanti dulu… apa yang ku pikirkan?’ Hihihi… kok aku jadi mesum, sih! “Kak, Naya bingung, kenapa bukan Kak Edo aja yang dicium?” Ia sengaja berbisik supaya cowok itu gak dengar. Ujung mataku langsung melirik si playboy kesiangan. Pasti anak jahil ini sudah bersepakat dengan Edo. Wah aku harus pake alasan apa yah! “Soalnya…. Eh.. eh… itu. Soalnya Kak Titien masih trauma sama Edo… takut jangan digrepe-grepe lagi, rugi kan?” Aku sengaja mengeraskan kata-kataku sekalian menyindir cowok itu.
Edo Chandra
“Eh tunggu dulu… yang barusan grepe-grepe aku di mobil siapa? Hayo?” Kata Edo membalas sindiranku. Eh, si Edo bikin aku ingat lagi bagian tubuhnya yang tadi sempat mengeras… “Edo!!! Huh…. kunyuk!” Suara ku saja yang marah-marah… tapi di ujung bibirku tersunging sebuah senyuman. Dua cubitan sukses mendarat di pinggangnya. “Aduh… ampun, Tien…. jangan gitu dong, bercanda doang”. Aku terus pasang muka kesal, “Sudah ku bilang stop ngomong tentang itu!” Terdengar hening sejenak… suasana menjadi semakin akward. “Eh itu penumpang udah mulai keluar…” Kami mendengar orang-orang berbicara dari dekat pintu. Kata yang pas memecah keheningan kami. Tidak perlu tunggu sampai pengumuman selesai. Kami bertiga segera beranjak ke pintu kedatangan internasional. Sebuah papan dengan tulisan tiga buah nama ada di tangan ku.
Brian – Brenda – Shaun
Sudah hampir setengah jam belum ada tanda-tanda kemunculan dari dari tiga orang bule tersebut. Mereka jadi datang ato tidak… Harap-harap cemas sih! Aku melirik ke arah Naya yang menjemput di pintu sebelah… hanya terpaut 10 meter dari ku. Dia lagi harap-harap cemas juga! Pasti masih memikirkan taruhan bodoh itu! Biarin… sampe ia minta ampun dulu… Naya… Naya… gak mungkin kok aku biarkan adikku yang manis ini mencium buaya darat itu. Kayak gak tauh saja kakak-mu ini. Ntar kualat! Eh… sedang apa si Edo? Berdiri di belakang Naya di playboy sok pamer lagi minum air botol, eh bukan. Mulutnya mengap-mengap berkumur dengan air aqua… persis kayak ikan koki! “Edo… lagi ngapain? jangan buang-buang air minum lho!” “Tien, aku gak buang-buang air… aku lagi membersihkan mulut!” jawabnya sambil cengar-cengir. “Huh? Untuk apa?” “Kan lagi persiapan dicium putri kahyangan!” Jawabnya melirik Naya. Terlihat cewek itu langung ribut…mengamuk, “Ihhh kunyuk! Siapa sih yang mau cium kamu?” “Huh… hahahahaha….. Naya, Naya rasain… siapa suruh ganggu si mesum! No back down, Naya… the bet is on… deal is deal” kata ku semakin menakut-nakuti si gadis jahil. Puas deh ketawa terus… Kami masih aja senyum-senyum ketika seorang bule yang masih muda dan super ganteng melangkah ke arah ku… “Hai… I’m Brian, and you are?”
OMG! What did you say? ini Brian? Ini sih bukan ganteng lagi..***nteng banget … 10/10! Pandangannya kini menyapu bersih wajah ku dan berhenti saling berpandangan. “Eh Brian?” Mulutku hanya bisa mengucapkan kata itu sebelum terhenti dan menatapnya terpesona. Matanya biru… sedamai lautan yang tenang. Tatapan hangat menyinari bola mata ku, bukan hanya terasa di pandangan, tapi jauh menusuk sampai kedalaman batin ku. I am completely speechless. Bertatapan langsung dengan jarak sangat dekat membuat aku terdiam… terpaku… terpesona… dan tersipu malu…. udang rebus sudah balik lagi ke wajah ku. Masih terngiang kata-kata terakhir tadi. ‘the bet is on… deal is deal… And I’m supposed to kiss this handsome prince! OMG… “Kak Titien… ada apa! Eh, jangan pingsan dong! Eh bantuin dong pegang, awas jatuh!” Kata-kata Naya tak ku dengar lagi, tak sadar aku sudah berada dalam pelukan cowok itu… —- Bersambung
Reactions:
bonte, Cinesias, abditelat, dan 8 lainnya
ShionUtsunomiya
Pendekar Semprot
Daftar:
2 Mar 2019
Post:
1.629
Like diterima:
9.015
11 Apr 2020
#13
thanks Upnya hu
Reactions:
fq_lex
C4th13
Guru Semprot
Daftar:
20 Jan 2017
Post:
667
Like diterima:
1.461
Lokasi:
Aussie
12 Apr 2020
#14
Episode 4: Love at the first touch Romeo aka Brian
POV Brian
“Eh mana si mereka berdua? Udah ketinggalan lagi?” Aku sempat melirik kebelakang dan menemukan dua sohibku masih sibuk foto-foto di platform dengan latar tarian tradisional yang terpampang megah menyambut kedatangan tamu-tamu dari luar negeri. Terpaksa aku harus meninggalkan mereka, mana kita masih harus mengambil bagasi lalu di check di custom lagi. Untung penumpangnya gak banyak. Dan aku sudah tidak sabar keluar dan menghirup udara kota Manado yang selama ini ku impikan. Sekilas ku lihat bayangan Brenda di ujung sana, dan setelah melambaikan tangan aku langsung pergi ke tempat imigrasi untuk di cap paspor kedatangan. Hanya beberapa menit kemudian, ketika melihat kebelakang, antrian udah cukup panjang, soalnya cuma dua loket yang dibuka. Aku tidak memperdulikan mereka lagi, biarkan aja kedua orang itu sibuk berfoto-foto. Itukan artinya mereka menyukai kota ini. Aku baiknya duluan, mau pastikan kalo semua bagasi kita aman dan jemputan kita sudah ada. Setelah mengambil semua bagasi dan menaruhnya di atas troli, aku memberikan tanda dengan gerakan tangan kepada Brenda kalo bagasi mereka sudah aku kumpulkan di troli yang lain. Tanpa menunggu, aku langsung menuju bea cukai, yang menyuruh aku terus berjalan keluar… Setengah berlari aku mendorong troli yang berisi dua buah valis, dan begitu pintu otomatis terbuka mataku langsung mencari jemputan kita. Dengan cepat pandanganku tertuju kepada seorang gadis yang sangat ayu dan cantik sedang memegang kertas yang bertuliskan nama-nama kami. Bola mataku langsung berbinar… Jreng… OMG… Gadis itu sangat cantik… benar-benar cantik, ayu dan manis, sukar disebutkan pesonanya… benar-benar tipe aku banget. Tak kuperdulikan sekelilingku, aku terus mendekat sementara ia berpaling dan menatapku. Aku kini balas menatap matanya dalam-dalam… begitu bening dan coklat.. menunjukkan kepolosan dan kemurnian hati wanita yang penyayang. Rasanya aku tenggelam dalam kecantikan yang membuat aku terpesona… mana aku bisa tahan dengan senyum semanis itu, dan mulut yang begitu menggairahkan. Tanpa sadar aku sudah dekat sekali… sangat dekat sehingga keharumannya terasa memabukkan… sementara gadis itu kelihatan juga menatapku dengan tatapan yang begitu indah. Gadis itu menatapku lekat… sampai ia hampir kehilangan keseimbangan… “Eh tolong dong!” Kata temannya. Dengan cepat tanganku menahan tubuhnya supaya tidak jatuh… bukan hanya menahan… tapi setengah memeluk tubuhnya. Apa ini yang disebut orang ‘de ja vu’! Sudah lama aku bermimpi untuk jalan-jalan ke kota ini, yang kuanggap sebagai ‘the last paradise on earth’. Pasti itu adalah panggilan hati… panggilan jodoh! Tanpa kami bisa menahan, wajah kami makin dekat… matanya menatap sayu, sementara bibirku siap melumat bibir tipis yang penuh daya tarik luar biasa itu… Kami memejamkan mata… 5, 4, 3, 2, 1, …
Titien Mokoginta
“Romeo, mana jemputan kita?” Suara sumbang Dickhead mengacaukan suasana, mengembalikan kita semua ke dunia nyata. “Eh apaan sih!” Gadis itu merengut. Aku langsung sadar… dan pada saat yang sama gadis itupun langsung bergegas keluar dari pelukan ku dengan malu-malu. Wajahnya yang merah merona itu tampak sangat natural. She’s really a beauty. Ketika berpaling, aku baru sadar ternyata Nerdho sudah berada di belakangku dengan tatapan bercampur antara cemburu dan terharu… antara sedih dan bahagia. Dan tanpa terucapkan, bibirku mengeluarkan kata maaf…
Nerdho aka Brenda
“Itu jemputan kita?” Tanya Nerdho dan hanya bisa kujawab dengan menganggukan kepala. “Hi, I am Brenda, and you are?” Kata Nerdho mendekati gadis tadi. Ia menyambut uluran tangan sambil menyebutkan namanya. “I am Titien, nice to meet you, Brenda!” Kata gadis itu. “And this is my friend, Brian!” “Hi Brian…” Ia menyapaku dengan senyum malu, dan semburat merah di pipi, wajahnya kini tertunduk tak berani lagi mengadu mata. “Hi Titien, I am really happy to meet you!” Kataku sambil menggenggam tangannya yang lembut. Ia melirikku sekilas sebelum menarik tangannya. Tak lama kemudian ia menjulurkan tangan kepada Dickhead serta menyebutkan namanya, sementara itu posisinya digantikan oleh seorang gadis lain yang datang mendekat. Kayaknya mereka bersama-sama. Gadis imut ini berkenalan denganku, tapi aku kurang perhatikan. Hatiku telah dibawa gadis yang pertama. “Hello beautiful! I am Shaun and you are?” Dickhead menyapa seorang gadis imut itu sambil menebar pesona.
Dickhead aka Shaun
Aku merasa geli… Dickhead kelihatannya sangat tertarik kepada gadis imut yang datang mendekati gadis tadi. Wah kalo begini si Dickhead dapat mangsa baru kayaknya… pasti rame ini. Cowok itu tidak pernah melepaskan mangsa sebelum dinikmati… Si Dickhead gitu! Dan kayaknya cewek itu mau-mau aja melayani omongan bercampur rayuan dari Shaun. Dickhead is in the house, babe. “My name is Naya, pleased to meet you, Shaun!” “Pleased to meet such a beautiful lady like you, darling!” Shaun kelihatan terpesona terhadap gadis imut itu.
Naya Tan
“Wah, hebat juga kalian, belum 30 menit di Manado sudah dapat gebetan.” Terdengar celoteh Brenda yang seakan merajuk karena kurang perhatian. Ternyata kedua gadis belia tadi adalah host kami. Dua orang gadis cantik dan menarik yang akan menemani kami, benar-benar petualangan yang sangat menjanjikan. Shaun menatapku dan tersenyum, sementara aku mengangkat keningku memberikan pesan, ‘Tuh kan sudah kubilang, gadis-gadis di sini cantik-cantik!” “Hello hello… and what do we have here, who’s there?” Tiba-tiba Brenda menyapa seorang cowok ganteng yang muncul mendekati kami sambil membantu mendorong troli… seorang cowok dengan wajah tirus khas Indonesia. Aku memandang ke belakang, melihat mata Nerdho yang berbinar-binar bertemu dengan cowok itu! Langsung saja ia berkenalan dengan Edo, yang ternyata juga adalah teman dari kedua host kami.
Edo Chandra
Awas kamu Edo! Jangan berani bilang kalo kamu gak tahu memuaskan gadis mesum itu. “Nerd –ho! Hahahaha…” Shaun meledek gadis itu yang tanpa malu-malu mencium pipi kiri dan kanan cowok yang baru ia kenal, sambil berbisik pelan di telinga. Dickhead mengejeknya sambil tertawa, ia pasti tahu keingian gadis itu. Aku yang melihatnya juga sempat tersenyum. Alamak… wajah cowok itu sampai merah gak menyangka kemesuman Nerdho. “Shut up Dickhead… you too Romeo. Emangnya hanya kalian yang boleh bersenang-senang.” —— Segera kami bersama membawa bagasi ke mobil Pregio yang sudah disiapkan. “Romeo! Kok barang kamu banyak sekali? Sampe 4 valis besar? Tuh mobilnya hampir gak muat?” Nerdho mengeluh karena harus membantu Edo kelihatan sudah keringetan menaruh barang barang. Bahkan ada valis yang harus ditaruh di bagasi kap mobil. “Sorry Nerd-ho… valis-valis itu adalah kebutuhan utamaku selama sebulan lebih di sini! Tebak apa yang ku bawa?” “Jangan bilang kau bawa alat-alat musik aneh mu itu!” “You know me, dear. Cukup biola, gitar dan saxofon!” Aku “Emangnya ada alat musik lain yang kelupaan?” tanya gadis itu penasaran! “Iya… kelupaan satu!” “Apaan?” “Piano… hahaha!” Aku tertawa. “Huh…. Sampe segitunya sih!” Kami terus berbicara, mengingat kedua host kami yang cantik lagi berdiam diri dari tadi. Mungkin malu-malu bertemu dengan cowok seganteng ini. Hahaha… Eh, iya, namanya Titien dan Naya. Mudah diingat… Segera aku menaruh alat-alat musikku di bagian belakang mobil. Itu alat-alat mahal, lho, yang akan menemani hari-hari ku di Manado. Sebagai pemusik, aku dapat memainkan banyak alat musik klasik, terutama piano, biola dan saxofone. Banyak karya ciptaanku yang dimainkan di Los Angeles philharmonic, tempat aku bekerja. Aku sendiri sempat membuat beberapa konser musik, dan menggubah beberapa album. Musik dan seni adalah jiwaku. Tak salah mereka menyebutku Romeo, pujangga yang romantis. “Nyesal aku gak bawa laptop dan semua hard disk ku. Kalo tauh pasti ku bawa.” Kata Nerdho “Eh aku juga bawa kok semua peralatanku!” Shaun juga tidak kalah. Aku jadi penasaran. “Ada X-box 360 dan Playstation serta semua peripheral!” lanjutnya. “Terus, koper yang satu isi apa?” “Yah sudah pasti semua CD gamesnya!” katanya dengan wajah tak bersalah. “Trus kamu gak bawa pakaian?” Tanya Nerdho menimpali… “Tenang Nerd-ho… kalo bersamamu aku pasti telanjang terus! Hahaha…” Dickhead menggoda sahabatnya yang hanya tertawa. Dickhead mulai berpikiran mesum lagi. Kacau menang, anak itu kerjaannya mesum terus.
Titien Mokoginta
POV Titien
Rasanya nanti 30 menit kemudian baru aku dapat bercakap-cakap dengan ketiga tamu bule itu. Masih terngiang terus peristiwa akbar yang sangat memalukan di bandara. Kok bisa yah aku seperti terkena hipnotis… Apa ini yang namanya cinta pada pandangan pertama? Brian itu sungguh-sungguh tipeku. Tatapannya hangat.., dan kegantengannya tidak ada duanya… dan ketika ia mendekatiku, aku gak bisa berpikir lagi. Eh ada satu saingannya, idolaku, seorang pemusik klasik muda terbaik dunia… tapi ia kan public figure. Pemusik idolaku yang hanya ada di channel youtube. Ok… ok… Titien… tarik dulu nafas dalam-dalam. Ingat baik-baik, ia hanya seorang client. Ia hanya berada di Indonesia sekitar sebulan, lalu balik ke negara paman Sam… eh sekarang paman Trump. Ingat masih banyak yang harus kamu kerjakan… paketnya banyak yang harus revisi, karena salah perhitungan… eh bukan salah perhitungan, tapi salah profile. Siapa yang bisa sangka client kami masih muda sekali, masih sebaya… tepatnya baru selesai kuliah… jadi aktivitinya harus dirubah, dicocokkan dengan orang muda, atau tepatnya aktivitas yang cocok dengan kesukaanku. Enak juga sih dapat private client yang masih muda… dan ganteng … dan mempesona … eh, kelihatannya ia menyukaiku. Naya menatapku tersenyum… mengingatkanku akan taruhan bodoh tadi. Astaga … aku harus mencium cowok itu! Ih kok aku jadi mesum, yah. Tapi, aku kalo beneran berciuman dengan dia… bisa pingsan kesenangan deh diriku. Eh koreksi… hanya bertatapan saja aku hampir pingsan kesenangan, kayak di bandara tadi! Ihhh. “Tien… kok wajahnya merah lagi? Pasti ingat peristiwa romantis di bandara tadi, kan” Edo lagi bawa mobil, eh masih sempat perhatikan wajahku lewat cermin sopir. Sudah ada cewek cantik bernama Brenda di sampingnya, masih aja sempat lihat kebelakang. “Ih, kunyuk…deh, lihat jalan di depan.” Sukses sebuah tepukan mendarat di kepala Edo … huh apa itu? Tangannya Edo kelihatan sudah diatas paha Brenda mengelus, sampai ke pangkalnya. Apa ini yang dibisikan cewek itu di bandara tadi? Wah, keduanya cocok… mesum tingkat dewa. Si cewek hanya diam saja, bahkan tutup mata menikmati. Desahan kecil Brenda terdengar sangat lirih… Tangan Edo semakin bergerilya! Astaga… kok aku jadi horni sendiri. Dada ku semakin mengeras… sampai pura-pura kedepan mencari tempat yang tepat untuk mengintip. Posisiku memang memungkinkan… saking banyaknya barang, maka tempat duduk baris ke tiga dan keempat harus ditempati koper. Jadi kami berempat berdesakan di kursi baris ke dua. Di paling kiri Brian, trus aku, trus si centil Naya, dan paling ujung Shaun. Kedua cowok tersebut masih menikmati pemandangan dari jendela mobil. Naya sudah tertidur (mungkin pura-pura) dengan kepala bersandar di bahu Shaun. Eh… tangan Shaun sudah melingkar di pundaknya, entah Naya tahu atau tidak. Keduanya tadi sih sempat bisik-bisik. Sedangkan aku dan Brian masih malu-malu, orang bule bilang ‘still too ashamed to make a move’. Seiring dengan pergerakan Edo, aku pun semakin memajukan pantatku sampai di ujung kursi. Mencari pemandangan yang indah… eh mesum sih! Gairahku semakin terbakar… dan tiba-tiba… “Bug….” Edo banting stir ke menghindari lubang di sebelah kiri. Tubuhku langsung oleng dan hilang keseimbangan. Aku sempat mencari pegangan sebelum jatuh ke sebelah kiri… Ini gara-gara Edo. “Ahhhh” teriakanku mengiringi kejatuhanku… Cukup lama kita diam… sementara tamu-tamu kami cuek aja seakan gak tahu kalo terjadi sesuatu. “Kak Titien…..Hahahahahaha… ngapain di situ?” Naya langsung memergokiku lagi. Ia menyadarkanku pelan… Ku coba mengumpulkan kesadaran. Aku jatuh tepat di atas tubuh Brian. Aduh, malu sekali deh! Tercium suatu keharuman dari dadanya yang bidang. Tangan kiriku memeluk pinggangnya… dan tangan kananku meremas sesuatu… huh apa ini? Benda itu semakin membesar… baru terasa bentuknya yang familiar. Astaga kok terjadi lagi. Aku malu sekali… tak sadar aku masih terus menggengam kontol dari Brian. Karena celana pendeknya yang dipakainya sangat tipis… sampai bentuknya sangat terasa. “Are you okay?” terdengar suara bariton di telinga kiriku. Aku terdiam… gak tahu harus buat apa. Tak lama kemudian terdengar ia mulai mendesah. Eh… apa ini? Tangan kanan Brian membuat gerakan kecil… eh bukan gerakan tapi remasan. Kok remasannya terasa sampai di dadaku… aku baru sadar tangannya pas menggenggam penuh toked kiriku… aku malu sekali… bukan cuma malu, tapi horni, tangannya terus bergerak lembut memanfaatkan situasi… Uh! Ternyata tangannya nakal yah… pegang-pegang, terus meremas. Mungkin senakal tanganku yang juga masih menggenggam kontolnya. Eh… kuangkat badanku perlahan-lahan… tangannya masih disitu… tiba-tiba Brian meremas agak kencang, “Ahhh” teriakan kecil keluar dari mulutku hampir bersamaan dengan Brian. Karena tangan kananku juga meremas kencang batangnya yang sudah berdiri sempurna. OMG… “Ck ck ck, wah Kak Titien. Hebat, gak pake tunggu lama. Malu dong, masak baru ketemu langsung cek onderdil?” Senyumnya melebar… ia meledekku habis-habisan. Ini sudah kedua kalinya, dan ini mesti dibalas. “Eh… tolong… ampun… ampun! Kak Titin, Ahhhh!!!” Naya mulai memohon-mohon lagi tapi aku tidak perduli. Rasakan pembalasanku! Kedua tanganku sukses mengenggam kedua toketnya… dan meremas tanpa ampun. Terus masuk dari lobang atas tanktopnya, dan nyaris mengeluarkan isinya. Shaun sampe melongo! Toket impiannya tampak dengan jelas diremas-remas dan dipilin-pilin. Saya yakin dari sudut pandangnya ia bisa menelurusi seantero toket. “Ahhh…” aku tidak bisa pastikan, ini teriakan atau desahan. Kak Titien… jangan begitu, malu dong dilihat Shaun” Aku terhenyak… Naya komplain perlakuanku yang dibuat didepan cowok. “Hehehehe…” aku hanya tertawa tanpa kata-kata… tapi pipi si Centil jadi merah seperti kepiting. Puas rasanya ngerjain dia sampe si centil itu jadi pasrah dan malu. “Rasain” kataku… “Kok kak Titien gitu sih… Naya kan malu” dia berbisik pelan. Aku jadi sadar… “Sorry Nay, Kak Titien sendiri bingung kenapa! Tiba-tiba kayak gairahku naik.” Aku balas berbisik. “Kak Titien lagi terangsang yah! Hayo ngaku!” “Ih… jangan bilang-bilang yah, gini toh….tadi payudara Kak Titien sempat diremas-remas Brian dan… eh rahasia yah! Kak Titien sempat merasakan tegangnya kontol Brian…” “Huh … apa?” sebelum ia berteriak sudah kututup mulutnya. Cukup sekali kejadian seperti ini! “Jadi aku pelampiasannya?” Naya hanya tertawa… “Kakak mujur sekali yah dapat pegang dua kontol hari ini… gede gak?” Ia meledekku dan membuat Aku pun langsung merah… sangat merah. “Bukan cuma gede… gede dan panjang! Hehehehe!” Kami berdua tertawa terbahak-bahak… Naya.. Naya! Tiap kali ketemu kamu pasti ada kehebohan. “Kak Titien, dengar baik-baik! Akan Naya balas perbuatan Kak Titien…. dan Kakak gak boleh melawan” Naya mengancamku. “Ampun…!” —— Dalam perjalanan Brian mulai bertanya-tanya kepadaku untuk memulaikan percakapan, mungkin untuk menghilangkan ketegangan tadi. Dan aku menjawab dia dengan singkat malu-malu. Ia menanyakan soal pekerjaanku sehari-hari, dan tentu ku jawab dengan kuliahku. Ia juga tanya-tanya soal kehidupan di Manado, dan kami mencoba membandingkan dengan negara asalnya. Ternyata orangnya asik waktu ngomong, karena ia banyak tahu segala sesuatu. Selain itu ia juga memiliki sense of humor yang tinggi dan dapat mengimbangiku. Aku bisa berbicara mengenai topik apa saja kepadanya, dan ia tahu bagaimana mengimbanginya. Sungguh seorang cowok idola… Apa lagi tiap kali menatapku ia tersenyum, membuat wajahnya tambah ganteng aja. Sementara itu aku juga makin pede berbincang dengannya… gak malu-malu lagi ketika harus berdesakan ataupun bersentuhan tangan, karena tempat duduk kita cukup sempit. Setelah itu kami tiba di tempat kos milik Naya, dan segera menurunkan barang-barang. Brian selalu menemaniku, dan membantuku. Kelihatan jelas ia tertarik kepadaku… aku merasa nyaman dekatnya. Apa ini tandanya kalo aku sudah bisa membuka hati cowok? Ah, biarlah apa yang harus terjadi terjadilah.
Episode 5. Love mounts POV Romeo
“Brian… wake up! Come on lazy boy, wake up!” Aku merasa tubuhku diguncang-guncang. “Hei… ayo dong bangun!” Setelah mengumpulkan nyawa aku memicingkan mata dan melihat seorang gadis cantik menggoyang-goyang tanganku supaya bangun. ‘Titien!’ Hampir aja aku menyerukan namanya.
Titein Mokoginta
Aku memutarkan badan sehingga posisiku kini menghadapnya, tapi melakukannya sambil pura-pura masih tertidur dengan mata yang tertutup. “Eh, kirain udah bangun, ayo dong!” Gadis itu menggoyang tubuhku lagi, kali ini aku sudah siap. Dengan cepat tanganku memengang tangannya, dan secara tiba-tiba menariknya jatuh ke arahku… “Eh… ahhhhhh!” Gadis itu jatuh terjerembab menimpa tubuhku, dan dengan segera aku memeluk tubuhnya. Eh, harum sekali pagi-pagi, kayaknya ia rajin mandi pagi, ini kan baru jam 6. Tubuhnya yang padat tapi lembut benar-benar enak untuk dipeluk. Dadaku sempat menikmati benturan bongkahan dadanya yang sekal… “Aduh… jangan… ahhhhh!” Titien mengeliat membebaskan tubuhnya sementara aku hanya tertawa-tawa mendekapnya sekali lagi sebelum melepaskannya. “Eh, kamu?” Aku pura-pura gak sadar!” “Dasar!” Ia tampak cemberut. “Enak juga yah kalo dibangunkan gadis cantik tiap pagi!” Kataku sambil tersenyum. “Ih.. bercanda lagi!” Ia mencubit pingganggku untuk melampiaskan kekesalannya. “Sudah… ampun! Maaf aku kira adikku, soalnya di rumah adikku perempuan yang selalu membangunkanku!” Kataku supaya ia gak marah. “Iya, cepat bangun. Kita mau jalan jauh hari ini.” “Tarik dong!” Aku mengulurkan tangan, ia menarik tanganku membantu aku bangun. “Makasih yah! Kamu juga mau mandiin aku?” Aku menggodanya lagi, sambil pura-pura mau menangkapnya. “Ihhh…!” Ujarnya sambil lari keluar dari kamar. Aku merasa bahagia, pagi-pagi sudah disuguhi wajah yang cantik dan senyuman yang indah. Mujur sekali aku… Gak terasa kami berdua semakin dekat, terutama sejak kemarin ia mendapat tugas membangunkan aku. Rasanya ketiban rejeki besar begitu mendengar taruhan bodoh itu. Ceritanya kemarin dulu Titien ditodong oleh Naya, katanya ia harus menciumku karena kalah taruhan. Langsung gadis itu mengelak dengan berbagai alasan. Setelah dijelaskan tentang taruhan mereka, aku ikutan menuntut, membuat Titien malu banget sampai pipinya merona merah.
Naya Tan
Setelah ditawar-tawar, akhirnya ia menyanggupi untuk membangunkanku tiap pagi selama dua minggu. Apalagi aku paling susah bangun pagi, sedangkan tour biasanya dimulai pagi-pagi. Sejak itu setiap pagi ku dipenuhi dengan canda dan tawa. Puncaknya tadi waktu aku menarik dan memeluknya. Baiknya besok pagi, apa yang akan kubuat? ——- Kalo dua hari sebelumnya hanya diisi dengan jalan-jalan ringan sekitar kota, sambil membeli perlengkapan kami selama tinggal di sini, hari ini kita akan mengadakan perjalanan yang agak jauh. Titien sengaja membuat kita tidak capek kemarin-kemarin karena masih jet lag, karena perbedaan waktu yang sangat jauh antara Los Angeles dan Manado. Benar juga sih… Kemarin dulu aku dan Dickhead di supermarket, aku membeli beberapa perlengkapan pribadi, baik perlengkapan mandi, pakaian dan deodoran. Ternyata banyak juga yang dibutuhkan, terutama Dickhead, yang ternyata benar-benar tidak membawa pakaian sama sekali. Untunglah ada banyak dijual pakaian yang murah-murah, termasuk celana basket, yang merupakan pakaian sehari-hari kami berdua. Aku tak menyangka uang sebesar $100 sudah dapat membeli semuanya.
Dickhead aka Shaun
Sedangkan kemarin kami sempat duduk-duduk menikmati pemandangan pantai dan gunung sekitar kota. Dengan cepat aku menyukai kota ini, karena suasananya yang tenteram dan penduduknya ramah-ramah. Kami tak merasa kesepian, karena kebanyakan orang muda disini suka menyapa dengan bahasa Inggris, walaupun kosa kata mereka sangat terbatas. Nerdho juga menyukai makanan disini yang spicy, dengan bahan dasar seafood yang sangat manis dan segar. Padahal kalau menurut aku sih terlalu spicy, dan pedas. Ia juga menyukai gaya hidup disini yang ternyata hiburan malamnya juga gak kalah. Sedangkan Dickhead menyukai tempat ini karena disini banyak gadis cantik. Tiap kali berjalan matanya selalu jalang mencari gadis-gadis cantik dan seksi. Padahal gadis yang menemaninya juga gak kalah cantik, tapi dasar Dickhead gak bisa puas. Sekarang ini kita sudah berada di mobil dalam perjalanan menuju ke Bukit Kasih. Kebetulan aku dan Titien disuruh duduk di baris ketiga mobil Pregio ini. Awalnya itu tempat duduk Dickhead dan Naya, tapi karena cowok itu suka muntah kalo jalan jauh, terpaksa ia pindah di depan, bersama Edo. Naya dan Brenda duduk di tengah, awalnya hendak ditemani Titien, tapi aku tidak ijinkan. Dan sepanjang perjalanan keduanya tidur, mungkin kecapean.
Edo Chandra Nerdho aka Brenda
Awalnya aku dan Titien hanya diam sambil melihat-lihat keluar. Tak lama kemudian aku mulai tanya-tanya soal perjalanan kita, dilanjutkan pertanyaan tentang diri kita. Ia menanyakan pekerjaanku, yang kujawab dengan klise, aku baru lulus kuliah dan lagi cari kerja. Ternyata Titien masih kuliah, dan sekarang lagi masa liburan sampai hampir dua bulan. Ia mengambil jurusan sastra Inggris, sehingga bahasa Inggrisnya sangat lancar. Orangnya juga menyenangkan untuk diajak ngomong. Aku juga menanyakan hobi dan film-film yang ia suka tonton, walaupun banyak yang aku tidak tahu karena film Korea dan Taiwan. Ia juga suka bercerita tentang tempat-tempat wisata, dan ia tahu banyak. Typical tour guide beneran. Akhirnya setelah hampir dua jam perjalanan, kita sampai di tujuan. Setelah memarkir mobil, kita langsung menuju ke tangga dan mulai mendaki. “Wah… indah sekali… bagus sekali pemandangan dari sini!” Terdengar suara kagum dari Nerdho. “Wuh… ini kayaknya perfect deh, Edo tolong dong foto aku!” “Romeo, Dickhead… tunggu dong! Inikan pemandangan yang harus diabadikan.” Nerdho lagi minta berhenti… alasan mau foto segala, pasti dia sudah kecapean, gak kuat lagi mendaki. Tenaganya sudah habis di urusan ranjang… “Hey… Nerd-ho, mulutmu gak bisa diam.” Aku menegurnya. “Mulut yang mana yang dimaksud, sih?” Balas Dickhead. “Hahahaha” Kami tertawa bersama. Nerdho kelihatan cemberut… pasti dia mau kasih first impression kepada Edo. Istilah kerennya jaim dulu lah… jangan jual murah. “Hei, Nerd-ho… ayo lanjut dong, masak belum setengah jalan sudah minta berhenti! Pake alasan lagi lihat-lihat pemandangan.” Tapi kayaknya bukan hanya Nerd-ho yang capek. Dua bidadari kami juga sudah duduk kecapean. Padahal baru tiga puluh menit mendaki. Tak terasa kami sudah tiba di puncak pertama, ada salib kecil. Dari sini jalanan semakin curam… ada dua pilihan… ke puncak tertinggi ada salib besar dengan pemandangan indah lewat jalan ke kiri atau puncak rumah ibadah, dengan 6 buah rumah ibadah di jalan yang ke kanan. Nerdho menunjukkan kakinya yang sudah membelas. Sandal yang di pake memang tidak sesuai dengan medan. Gimana sih! Udah tauh mo mendaki gunung, pake sendal setinggi 10 cm. Cewek itu memang gak cocok mendaki bukit… cocoknya didaki bukitnya aja! Hehehe… Brenda memang tidak cocok mendaki alam, gayanya lebih cenderung pergi ke fashion dengan tanktop ketat dan celana legging. Mungkin ia menyesuaikan dengan penampilan Edo yang keren dengan kemeja kotak-kotak dan celana pendek berbahan jeans. Beda dengan aku dan Dickhead yang tiap kali keluar hanya pake kaos oblong dan celana basket tipis. Selain enak dipakai, juga kan supaya mudah dilepas kalo2 dibutuhkan, hehehe… Kalo Naya sih agak modis dan ketat tapi masih tergolong casual. Titin sebaliknya, gaya culun kaos oblong dan sopan banget. Typical perawan yang polos. “Guys… aku langsung aja ke rumah-rumah ibadah itu yah, aku gak mampu naik keatas…” “Oke deh, tunggu kami di rumah-rumah situ!” Aku membalasnya. “Aku temani yah…Kakiku juga sudah pegel-pegal” kata Naya “Eh aku juga… aku sudah cape!” kata Titien “Eits… No.. ladies. Edo yang akan temani aku. Edo sudah janji mau pijit kakiku! Selain itu, mana Brian atau Shaun mau lepaskan kalian.” Nerdho memang jahil, tapi otaknya jalan juga. Ia tauh kalo aku dan Dickhead lagi demen sama dua gadis cantik itu. Kami melihat Brenda berjalan perlahan-lahan dengan tangan melingkar di pundak Edo. “Take care, Nerd-ho” Brenda tidak menjawab. Ia hanya balik belakang dan memincingkan mata sebelah kiri. Pada saat yang sama tangannya turun dan meremas pantat Edo sebelah kiri. “Eh!” Edo gak sempat mengelak… aroma mesum sudah di tebarkan. Titien dan Naya sampe kaget, belum tahu si Nerd-ho, kayaknya. Berjalan bersama dua gadis manis yang lincah ini membuat kami tetap bersemangat. Aku melirik ke arah Titien.. wah cantik sekali. Tubuhnya yang berkeringat justru membuat ia tambah seksi. Apalagi dari tadi tangannya pegang tanganku… minta ditarik. Kesempatan bagiku untuk terus menggengamnya. Tempat ini indah sekali kayak surga. And the girl besides me is an angel… Aku juga melihat Dickhead mengambil kesempatan dengan menggenggam tangan Naya, si imut. Gadis itu juga tambah cantik dengan rambut yang urakan karena angin, dan peluh di wajahnya. Dari tadi ia udah manja ke Dickhead minta di tarik. Di mobil Titien sudah jelaskan mengenai tempat yang menjadi simbol damai dan kasih, namanya saja, Bukit Kasih. Bukit dengan pepohonan yang hijau melingkari sumur belerang yang besar yang mendidih dengan uap yang berbau busuk. Namun justru bukit ini menjadi objek wisata dengan monumen tinggi heksagonal, dan bola dunia diatasnya melambangkan kehidupan umat beragama yang rukun di tanah sulawesi utara. Di salah satu puncak ada lambang salib, dan di puncak yang lebih rendah ada enam rumah ibadah yang dibangun berdekatan, simbol kerukunan dan kasih. Di puncak-puncak yang lebih rendah juga terdapat patung-patung tokoh Minahasa, termasuk legenda Toar dan Lumimuut yang menjadi nenek moyang tanah minahasa. Kemarin, begitu kami mendengar nama bukit kasih, Dickhead makin bersemangat. . Pasti tempat menyenangkan untuk bawa gadis, katanya. Eh, ternyata the ‘Hill of Love’ bukan romantik love yang kami duga sebelumnya.
Dickhead aka Shaun
Tadi malam waktu Dickhead bertanya nama tempat yang akan kami kunjungi, dengan cepat aku menjawabnya “Bukit kekasih”. Ia mengucapkan kata itu berulang-ulang sampai hapal. Tadi juga ia sempat menghapal, padahal aku hampir gak bisa tahan tertawa. Eh satu hal yang ku sembunyikan dari teman-temanku, adalah kalau aku bisa berbahasa Indonesia, walaupun gak lancar. Setelah bertahun-tahun pacaran dengan cewek Manado, aku bisa mengerti kata-kata mereka. Siapa tahu ada gunanya… kayak ini, mengerjain Dickhead. Benar juga, tadi waktu berangkat Dickhead sempat berseru dengan semangat. “Come on guys… lets hurry. Today our goal is to conquer ‘Bukit kekasih’!” Kata-kata yang langsung menyebabkan ketiga teman baru kami tertawa terbahak-bahak. Hanya dia dan Nerdho yang bertanya-tanya ada apa gerangan. Eh, melamun… ingat harus konsentrasi di jalan. Kini kami memasuki tempat yang curam, tangga beton dengan kemiringan 45 derajat, dan tinggi hampir 120 meter. Dibutuhkan tenaga dan stamina untuk kesana… berkali-kali kedua gadis itu minta ditarik karena sudah capek. Dickhead dan Naya berada didepan, sedangkan aku dan Titien semakin tertinggal di belakang. Ternyata gadis kecil itu lincah juga, lebih lincah dari gadisku yang sudah kelihatan kepayahan. Tapi aku maklum, suhu ditempat itu sangat panas, karena terdapat sumur belerang yang mendidih… panas dengan bau yang sangat menyengat. Kami tahu kami harus tetap berjalan, karena kalau lama berhenti bisa pingsan dengan udara di situ… Untung diujung tangga yang terjal ada tempat kecil menjorok kedalam, di mana kami bisa beristirahat sejenak. Tempat itu terlindung dari panas dan bau, karena terdapat pohon yang rindang. Kami berdua segera berhenti disitu, sementara Dickhead dan Naya memberikan semangat dari atas. “Romeo… ayo dong cepat dong. Bikin malu sama cewekmu! Kalo kamu gak mampu minta gendong aja sama Titien.” Suara Dickhead membuat sakit telinga. “Brian… dorong aja pantat Titien supaya cepat!” Tambah Naya. “Yah kalo tenaga cuma segini mana sanggup di ranjang” Katanya lagi. “Eh, Dickhead… justru kami yang pelan-pelan karena kamu kentut terus di jalan. Tuh masih bau sampai sekarang!” gantian aku yang meledeknya. Kami berjalan lagi, dan sekali lagi Titien yang sudah kepayahan minta ditarik. Badan Titien yang lebih padat dan tinggi tentu lebih berat untuk ditarik dari adiknya yang mungil. Kini jarak kami tinggal 10 langkah… kami tambah semangat melihat mereka berhenti menunggu kami. “Romeo… kamu harus ikut cara ku supaya cewek mu berjalan cepat!” Kata Dickhead memanas-manasi. “Apa emangnya?” “Kasih motivasi dong,… bilang kepadanya nanti di atas di kasih hadiah ciuman! Pasti dia semangat, kayak cewekku” Dia sempat melirik ke arah Naya yang masih bersandar di dadanya mengumpulkan tenaga. “Hehhhh, apa kamu bilang?” Mata Naya membesar, ia nampak tersinggung dibuat-buat. Ia tauh itu hanya ejekan. “Wah, enak sekali kamu dapat ciuman!” Aku meledek Naya. “Ih, rasain deh!” kedua tangan Naya cepat sekali mencubit pinggang cowok itu kiri dan kanan. Dickhead sampai kegelian sampai tertawa terus. Cubitan Naya semakin mengendur… ia mulai menatap cowok itu yang tertawa-tawa. Dengan cepat tangan Dickhead melingkar memeluknya, ia kelihatan menikmati keharuman gadis itu. Dickhead langsung mendekapnya dengan erat, dan melumat bibir gadis itu yang tidak siap. “Ehhhh…ups” Naya membuka mulut untuk protes. Tapi protesnya hilang ditengah ciuman, justru ketika ia berkata kata, lidah cowok itu sempat masuk. Aku sampai iri melihat ciuman mereka yang cukup panas. Beruntuk sekali Dickhead bisa merasakan bibir ranum dan menggairahkan itu. Ia tampak sangat mengikmati. “Aahhhh!” Gerakan Naya yang menggeliat akhirnya menyebabkan ciuman mereka terlepas. “Sorry Naya… aku benar-benar tak tahan, kamu sangat cantik sih!” Perlahan aku mendengar kata-kata dari Dickhead. Tumben ia bisa bicara dari hati… Dan ciuman yang berlangsung hampir 6 detik berhenti tiba-tiba, tanpa tanda-tanda. Naya masih memandang cowok itu sambil melongo, seakan gak percaya. Sementara itu Shaun hanya senyum-senyum. “Sudah yah Nay! Jangan lihat seperti itu dong. Nanti di atas lagi aku kasih ciuman yah!” Naya masih terbegong-begong, sedangkan Titien mulai tertawa melihatnya. Aku hanya nyengir… Dickhead sudah mengeluarkan salah satu jurus pembukanya untuk mendapatkan gadis-gadis. “Ihhhhh sebel. Shaun mesum!” Naya berteriak panjang… kayak baru sadar, kami semua tertawa. “Wah enak tuh main cium-ciuman di jalan. Pantesan semangat 45 mendaki” Titien mulai mengejek Naya. “Ih jijik euy!” Titien terus mengejek pake gerakan, gayanya menggambarkan gaya seseorang yg lagi dicium, dengan tangan pura2 memeluk dan bibir dimonyongkan. “Mmmpphhh” Titien pura mendesah. Naya mengejar hendak meremas toket Titien, tapi sempat dihindari. Tangannya sempat ditangkis Titien, yang kemudian segera merangkul Naya dengan tertawa-tawa. Hilang sudah semua kecapean kami melihat canda dari kedua gadis cantik itu. ——- “Kalian sudah jadian?” Aku mendengar Titien berbisik pelan kepada Naya. “Ngggaaak! Bawel si dia cium-cium anak orang! Ih mesum deh. Rugi deh” Naya masih kesal. “Rugi?… kan kamu terlihat begitu menyukainya!” Titien meledeknya. “Ih… Kak Tien harusnya bantu Naya, masak dibiarin Naya di cium-cium bule mesum itu” “Bukan bule mesum, Naya! “Eh, apa coba?” “Bule mesum yang ganteng yang sudah menjatuhkan hati adikku.” Titien mengejeknya “Huh?” Mereka berdua tertawa-tawa. Hampir aja aku ikutan tertawa… lucu juga mendengar celoteh gadis-gadis ini. “Kakak kasih saran yah gimana menghadapi cowok mesum seperti dia!” Titien berkata pelan, dan kelihatannya si imut jadi penasaran. “Gini, berikut kalo dia macam-macam… ambil tanganmu masuk ke celananya, eh… terus…. remas kontolnya kuat-kuat” OMG, aku hampir tertawa lagi… Naya menatapnya kaget, hampir gak percaya pendengarannya. Tangannya dibuka meniru gerakan sementara menggenggam. Wajah Titien langsung menjadi merah, pasti ia malu udah keceplos. Ia hendak menutupi wajahnya yang sudah seperti udang rebus. Ia berteriak kecil “Eh kok.. bukan gitu maksudnya.. Aduh, apa sih…. kok salah ngomong lagi.” “Hah! Hahahaha…. seperti yang kakak buat kepada Kak Brian kan kemarin?” Naya sampe teriak. Kali ini aku gak bisa tahan lagi dan ikutan tertawa. Untunglah mereka tidak perhatikan… “Eh.. bukan itu maksudku!” Titien balas mencubit. Wah, ternyata keduanya jahil banget. —— Setelah berjalan sebentar, kali ini medan tidak lagi keras seperti tadi, tetapi ada hal yang membuat kami berjalan makin pelan. Yah, Naya gak mau lagi dekat-dekat dengan Dickhead. Sehingga kami harus berhenti sebentar-sebentar karena dia kecapean. Padahal dari tadi Dickhead udah minta maaf berulang-ulang, tapi gadis imut itu masih kesal. Padahal udah dihibur Titien dari tadi… Berjalan berdampingan, kedua gadis itu kelihatan makin ceria kembali karena sifat mereka yang suka bercanda. Medan yang dilakui kini tidak lagi tangga beton, tapi jalan setapak yang tidak lagi berat. Di kiri-kanan banyak pohon memberikan perlindungan dari terik matahari. Dan Salib besar tujuan sudah mulai kelihatan ujungnya. Pemandangan dari tempat ini makin indahnya, karena kami sudah dekat puncak. ‘Eh mana mereka? ternyata lagi foto-foto di dekat batu. Dasar cewek, kemana-mana pasang kamera.’ “Brian, tolong dong foto!” Titien dan Naya berpose berdua di depan pemandangan yang indah setelah tadi berpose sendiri-sendiri. “Eh tunggu, sekarang kamu dengan Titien dong!” Ujar Naya meminta aku berpose berdua dengan Titien. Dengan segera aku mendekatinya, walaupun ia masih malu-malu. Titien hanya diam sambil senyum dengan pipi merona lagi. “Yang mesra dong! Terus ganti gaya… Brian kamu peluk Titien dari belakang, terus sekarang berhadapan!” Ternyata Naya sengaja menjebak kami untuk berganti-ganti gaya. Titien sampai kelihatan salah tingkah, tapi aku menggunakan kesempatan ini untuk memeluknya. Ia hanya tersenyum… Tidak puas hanya memberi instruksi, kali ini Naya datang mendekat mengatur posisi kita. Tangan kananku diatur memeluk erat gadis itu dari belakang, dan kepala Titien disandarkan ke dadaku. Aku jadi berdebar, apa Titien mendengar detak jantungku? Ah, ia diam aja. Naya kembali mengatur gaya, ditengah protes dari Titien. Aku sih mau-mau aja, cuma kadang dicubit gadis itu bila aku terlalu erat memeluknya. Dan kembali aku mendapatkan kesempatan menghirup keharumannya yang khas, yang sudah beberapa hari ini menyegarkan indera penciumanku. Jujur aja, aku sangat tertarik dengan gadis itu sejak pertama kali bertemu di airport. Titien memang beda, kayak ada aura tertentu yang membuatnya special. Kecantikan yang alami menembusi perangainya yang sederhana. Cepat sekali ia mengisi kehampaan hatiku. Apa aku sudah jatuh cinta lagi? “Sudah-sudah, sekarang gantian. Shaun foto dengan Naya!” Aku merasa cukup menggoda gadis itu. “Eh, iya… sekarang kalian berdua!” Titien juga baru sadar, dan kini membalas perbuatan sohibnya. Ia memaksa gadis imut itu berpose dengan Dickhead. “Senyum yang manis dong, Dickhead mana gigimu…!” Benar-benar pose yang sangat lucu, si gadis merengut, sedangkan pasangannya berdiri tegak dengan senyum yang dipaksakan. Kami berdua hanya bisa tertawa-tawa melihat gaya dua orang itu… “Hahaha… Nay, senyum dong! Kayak waktu ciuman tadi… terus Dickhead, matanya jangan lari kemana!” Ini kesempatan baik untuk balas dendam. Dickhead juga menggunakan kesempatan untuk memeluk dan mencium pipi gadis itu hingga Naya jadi tambah malu. Dasar bego… hahaha. “Eh, aku mau foto dengan Titien dan Brian, dong!” Kata Naya meminta kita berpose bertiga, dan menyuruh Dickhead pegang kamera. Kali ini Titien ditaruh ditengah-tengah dan disandwich kami berdua, dengan posisi yang sangat rapat. Tanganku sampai menggesek dadanya yang sekal, bukan cuma itu, aku merasa onderdil rahasiaku menempel dipinggangnya dari samping. Titien sempat jengah, tapi gak bisa berbuat apa-apa. Aku kasihan juga melihatnya yang merasa gak nyaman… Pinter juga jebakan gadis imut itu. Dan tepat pada waktu difoto, terjadilah aksi itu! Dickhead menghitung bak fotografer profesional “Satu, dua, ti…. Hahhhhhh!” Cepat sekali tangan Naya mengambil tangan kanan ku, dan langsung ditempelkan ke toket Titien dengan suksesnya. Aku jadi melongo, benar-benar ketiban durian runtuh ketika tanganku meremas toket kiri yang kenyal dan padat itu… “Aiihhhh!” Titien berteriak malu, sedangkan Naya udah melarikan diri. Sementara aku masih bingung harus buat apa… apa aku harus bilang maaf atau terima kasih! “Ah!!! Astaga….” Terdengar suara Dickhead cemburu. Naya segera lari dan menyambar tangan Dickhead dan mereka berdua tertawa-tawa lari duluan menuju ke Salib besar. Titien dan aku masih kebingungan… hal itu terjadi begitu cepatnya, dan tanpa sadar tanganku masih aja asik menempel di toket Titien. Ini sih cukup besar dan padat membulat… aku meremasnya lagi. “Ihhhhh. Mau dicubit yah, cari-cari kesempatan” Titien segera sadar dan mengibaskan tangan ku… “Eh maaf” Aku hanya bisa berkata itu… Jadi gak berkutik di depan gadis secantik dia. Titien masih mencubitku dengan gemasnya. “Aduh, ampun… Tien, aku gak bermaksud memegang itu…eh… anu… eh…uh!” Mendengarnya Titien tambah merah. “Sudah.. sudah…” ayo jalan. Titien memegang tangan ku dan terus mencubitnya sampai aku kesakitan. Tapi untungnya, Ia tidak marah sama ku, wong itu kan bukan salahku. Itu perbuatan anak begal itu. Palingan waktu ketemu… pasti Naya akan dikerjain lagi habis-habisan. “Anggaplah kamu beruntung hari ini!” tangan Titien kini memeluk tangan ku. Aku kini sudah bisa mengusir kegugupanku. “Tien… eh eh?!?” “Ada apa, Romeo?” Suara Titin terdengar berdebar dan ia tertunduk melirik wajahku. Tumben ia memanggilku Romeo, apa ia mengharapkan sesuatu? “Aku cuma mo bilang!…eh maaf” “Apa???” Titien berhenti sejenak dan menatap ku dalam2. “Eh.., Dadamu bagus… padat dan kenyal!” “Huh… ih… kamu juga ikutan mesum ih!” Kata Titien sambil tertawa-tawa mencubitku sampai kesakitan. Tapi dari ujung bibirnya ada suatu senyuman kecil. —–
Nerdho aka Brenda
POV Brenda
“Edo! Aku capek sekali… kakiku sudah pegal-pegal semua. Ini, diurut dong” “Tentu saja nona manis, the pleasure is mine. How do you want me to touch you?”Edo sempat merayu. “Ini Edo, pergelangan kaki dan betisku sakit!” “Your wish is my command, babe!” So charming. Rayuan Edo membuat ku nyaman. Sejak kemarin kaki dan pahaku sudah menebar pesona… dan tangan Edo sudah merasakan kemulusan paha ku di mobil. Ayo dong Edo… kamu mau ini kan. Hanya baru sekarang kita sendiri… Dari tadi aku sudah memberikan signal-signal positif, tetapi Edo masih segan. Anyway, its a sign of a gentlement… and I like to play along. “Kita duduk situ aja yah, sekalian melihat alam.” Edo membujuknya. “Gak mau… terlalu terbuka. Aku mau yang sunyi!” Aku merajuk, Edo pura-pura gak ngerti aja. “Di kursi sana?” “Gak. Aku mau disitu supaya boleh baring-baring” kataku sambil menunjuk lantai keramik putih dipinggir sebuah gedung. Edo semakin terpancing, aku hanya senyum saja. Tanpa kata-kata tangan Edo mulai memijit pergelangan kakiku. Pijitannya pas dan membuat kakiku merasa enak. Lambat laun pijitannya naik kebetis , membelai mesra dari luar legging tipis ku. Aku mulai terbuai… “Edo, enak sekali” Aku membaringkan tubuhkan diatas lantai. Come on Edo… aku mulai terangsang ketika tangan Edo mulai naik ke paha ku. Edo mempermainkanku… progressnya pelan sekali. “Don’t waste too much time, Edo. Brian and Shaun can be here in any minute.” “Don’t worry honey. I must not let this beauty pass in a hurry!” Edo semakin nakal. Kali ini paha dalamku sudah mulai menyentuh bagian-bagian sensitif tubuh ku. Pahaku mulai terbuka… tangan Edo mulai terasa menyentuh memek ku dari luar legging. Aku semakin terbuai… Hampir 10 menit tangan Edo memberikan kenikmatan kepadaku, menyentuh semua titik-titik rangsang di bagian bawah tubuhku. Tangan Edo mulai menuntut lebih… sekarang sudah masuk di legingku dari atas… celana legingku sudah mulai dilucurkan ke bawah. Edo sangat cekatan, tidak mau kerja dua kali. Celdam ku juga terengut, dan pahaku semakin terbuka. Memek tanpa bulu itu sejenak dipandangnya, seakan terpesona. Cukup lama ia mengamatinya… Aku semakin malu. Tapi penantianku tidak lama. memek ku langsung diserbu dengan jari-jarinya yang sudah ahli. Tangannya terus membelai dan menyibak. Dalam waktu singkat Edo langsung menemui klitorisku, menyentuhnya lembut dan mulai mengesek. Jarinya membuat lingkaran kecil yang terus membelai dan menggaruk kecil. Belaiannya semakin cepat iramanya. Aku semakin terbuai… beberapa desahan sudah keluar dari mulutku. Tangan Edo semakin aktif, aku tahu aku sudah ditangannya. Belaian lembut dan berirama sangat cekatan menyentuh titik-titik rangsang di bagian luar dan diinding memekku. Jarinya semakin cepat dan masuk semakin dalam, kini sensasinya sangat luar biasa… Desahanku makin kuat. Jarinya sudah masuk penuh dan mengobel-ngobel milikku dengan kecepatan tinggi… Aku tau penantianku tak lama lagi. Tapi Edo belum mau menyelesainya. Aku tahu Edo masih mempermainkanku. Ia tidak mau aku orgasme secepat itu. Tangannya tiba-tiba berhenti mengeksplorasi tubuhku. “Ah Edo… terus!” Aku tidak malu-malu lagi meminta. Edo hanya tersenyum. Ia menatap wajahku lama-lama. Penantian ini sungguh menyiksaku. “Edo! Ayo dong…” “Sshhhh… tenang aja. Pasti ku kasih kok.” ——- Bersambung
Episode 6. Meet the “Brewok” Titien Mokoginta Romeo aka Brian
POV Romeo
Hari ini benar-benar indah… Titien mau berduaan denganku diatas puncak tertinggi bukit kasih. Cukup lama kami disini, tapi ia masih diam aja. Tapi aku mengerti, tak perlu kata-kata untuk mengetahui kalo kami saling menyukai. Apalagi gadis manis ini masih memeluk tanganku, malu-malu. Aku merengkuh pundaknya dan mengajak Titien berdiri bersandar di salib besar. Aku sengaja mengajak ia kesini, karena aku ingin memeluknya lagi. Titien hanya tersenyum manis, membiarkan tanganku mendekapnya dari belakang. Tubuhnya sangat lembut dan halus. Kini tanganku sudah naik di bagian atas perutnya, mengikat tubuh kita dalam pelukan yang mesra dan semakin erat… keharuman tubuhnya sangat menggoda.. Padahal keringat sudah mengalir dari tepian pipi merona tersebut. Ia justru tambah cantik. Aku sebenarnya masih tagu-ragu. Tapi tadi ia diam saja kupeluk dan berfoto mesra. Jadi ku beranikan diriku menyentuhnya. Dan Titien menanggapi dengan baik dengan menarik tanganku untuk dilingkarkan di perutnya. Ah Titien… kamu sungguh berharga. Tidak ada wanita yang lain bisa menjatuhkan hatiku pada pandangan pertama seperti ini. Kayaknya aku sudah siap untuk jatuh cinta lagi. Aku terus menghirup keharuman rambutnya yang bergelombang… mencoba untuk merengkuh seutuhnya keindahan memabukan ini. Hening… damai. Kali ini tidak perlu kata-kata, hati kita sudah bicara. Tanganku terus memeluknya, menyampaikan getar-getar cinta. Titien tampaknya mengerti, ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Bibirnya terus tersenyum misterius. Pasti ia dapat merasakan apa yang kurasakan. “Tien, aku ingin kita selamanya seperti ini!” Akhirnya aku melepaskan kebuntuan. Titien tidak menjawab, tapi aku melihat ujung mulutnya menyunging sebuah senyuman kecil. “Aku menyukai, sangat mencintaimu…” Aku makin berani. Titien menggerakkan kepala, berbalip menatapku. “Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, kita baru bertemu beberapa hari… tapi jujur aja, sangat sukar bagiku mengusir bayangmu dari pikiranku. Aku gak bisa hidup tanpamu… mau kan kamu jadi kekasihku?” Kata-kataku makin lancar, gak tahan lagi untuk mengungkapkannya. “Kamu yakin kita punya masa depan?” Ia bertanya pelan. “Kamu mau ikut denganku?” Aku menetapkan hati untuk bertanya. “Kamu mau menungguku?” Ia bertanya balik. Kami terdiam lagi… hening cukup lama. Begitu banyak-ketidak pastian, tapi yang aku tahu pasti kami saling mencintai. “Aku takut Romeo… Aku pernah merasakan sakitnya berpisah… dan aku takut itu terjadi lagi. Kamu gak tahu berapa lama aku harus menghilangkan mimpi buruk itu!” “Jadi kamu gak berani mencintai lagi?” Aku bertanya… ia merenung. “Kamu pernah merasa ditinggalkan kekasih?” Ia balas bertanya “Iya, sampai sekarang aku belum pulih, padahal udah beberapa tahun.” Aku menjawab jujur sambil menatapnya dalam. Titien membalikkan tubuhnya kini menghadapku. Matanya menatapku sendu, mencari-cari kebenaran dibalik kata-kata ku. Lama ia menyelidiki sampai ke renung-renung hatiku. Aku tak bisa mungkir dari perasaanku. Sayangku kepadanya begitu tulus. “Maaf, aku gak bisa cerita sekarang.” “Aku mengerti…!” Titien kemudian memeluk erat tanganku, membuat darahku mendesir. Aku merasa seakan-akan ia mengatakan kalo ia juga mengalami hal yang sama. “Tien, kita jalani aja apa adanya, yah?” Ia diam lagi. “Boleh, asal…” “Asal apa?” “Yang pertama, aku kamu mau menjaga harga diriku!” “Aku tahu apa maksudmu. Aku janji akan menjagamu dan tak akan meminta hartamu yang paling berharga!” Aku menatapnya, dan ia tersenyum karena mengerti apa maksudku. “Selain itu, kalau kita gak jodoh, jangan dipaksakan, aku gak mau terpuruk lagi!” “Aku tidak akan memaksa, kapan saja kamu merasa gak nyaman, kamu boleh minta putus dan aku tidak akan tanya apa-apa!” Aku tahu keraguannya, dan aku merasakan hal yang sama. Kalau dipikir-pikir sih nekad banget aku cari cewek di tempat ini. Tapi aku sudah terpuruk lama oleh cinta, ini adalah satu-satunya kesempatan bagiku bangkit, dan mungkin saja kesempatan seperti ini tidak akan pernah datang lagi seumur hidupku. Aku menetapkan hatiku. Sudah ku buang jauh-jauh semua bayangan keraguanku. Kalo aku sendiri ragu, bagaimana mungkin aku dapat membuat gadis ini yakin denganku? Titien masih diam, penuh bayangan keraguan. Aku memegang tangannya erat… sambil mengatakan kata-kata terindah yang pernah kukatakan kepada seorang wanita. “Titien, aku tahu terlalu banyak yang dipertanyakan tentang cinta kita, tapi satu yang aku yakin bahwa aku sudah menemukan cintaku, dan pasti aku akan menyesal seumur hidup bila tidak memperjuangkan cinta ini!” Titien menatapku dan menemukan keyakinan disana. Ia tersenyum… “Jadi kita?” Senyumnya makin melebar, lalu tertunduk malu-malu. Aku bahagia… Hening, tanpa kata-kata. Kami berdua masih terus menikmati kebersamaan ini, entah sampai kapan seperti ini. Hanya nurani yang bicara. “I love you, Titien!” “I love you, too, Romeo!” Titien menyandarkan kepalanya di bahuku. Dan aku memeluknya mesra… —— Tiba-tiba tubuh Titien bergerak kecil… Mukanya langsung dipalingkan dan tampak pipinya meronah merah. Gerakan kecil itu sudah cukup memberikan isyarat bagiku. “Ada apa?” Titien tidak menjawab. Ia hanya memberikan isyarat melalui wajahnya. Segera mataku mengikuti arah pandangannya. Tampak ada dua insan yang saling berciuman mesra. Naya dan Shaun sudah saling merangkul, dan bibir mereka sudah saling mengikat. Ciuman yang panas dan lama…
Naya Tan Dickhead aka Shaun
Hebatkan taktik Dickhead, memang ia terkenal jago merayu wanita, tapi aku gak nyangka juga bisa secepat ini. Kapan ia make a move? Tapi ia juga gak sembarang lho pilih cewek, dan kecantikan Naya pasti masuk hitungannya. Naya gadis manis itu kelihatan menikmati. Penampilannya sejak kemarin kelihatan berani dan sangat bergairah. Wajah yang ayu dan senyum yg menantang, siap menyerempet bahaya..***k heran Titien bilang kalo jalan2 bersama Naya itu bahaya…. Untunglah Titien cuek aja membiarkan ‘adiknya’ dicium. Itu artinya ia juga mungkin ‘kissable’, hehehe. Wah… hebat juga si Dickhead! Ketinggalan lagi aku! Eh, gak juga… gadis disampingku ini beda, ia sangat berharga. “Ehem… ehem…” Titien pura-pura batuk dengan keras supaya mereka dengar. “Hajar terus Dickhead… jangan kasih sisa!” aku meledek mereka. Naya membuka mata sekilas. Pipinya terlihat merah merona, tapi ia tidak perduli. Ia sudah hanyut dalam kemesraan yang semakin membara. Mereka cuek… aku juga gak masalah. Kan ada gadis cantik di pelukanku. Aku jadi penasaran, ‘Titien marah gak yah kalau ku cium?’ Huh… aku jadi bingung. Tidak tauh mau mulai bagaimana. Apa yang harus aku bilang… Oh bingung. What should I do? I don’t know how to make a move in front of a girl. This is not me. This is so not Romeo deh… Biasanya aku yang membuat gadis-gadis lain gugup. Bisa jatuh reputasiku. Gadis manis itu memutarkan kepala kebelakang melirikku dari sudut matanya. Ia pasti tauh aku sangat grogi… nafasku makin memburu menerpa lehernya yang putih. Ia justru nampak tersenyum melihat kegugupanku. Oh, what the hell! Sebuah kecupan halus mendarat di perbatasan telinga dan leher Titien. Pipinya semakin merah. Tapi Titien diam saja, seakan pasrah menerima ciumanku. Justru terdengar desahan lirih dari bibir indah itu… Ia menantiku! “Titien, baby. Aku mau ….!” aku berbisik, tidak sempat diteruskan. Entah dia dengar atau tidak. Hening sejenak. Kugengam tangannya erat, ku kumpul keberanianku. Hanya satu kata yang keluar. “Boleh?” Tatapan gadis itu kini melembut.. matanya mulai mengecil…semakin menutup tetapi bibirnya sedikit terbuka. Dan mulut yang manis itu mulai kelihatan senyumnya mengembang… menunggu bibirku. Yessss!!! Aku masih terpesona… tak percaya. Gadis impianku sedang menyambut cintaku. Titien cantik sekali. Aku masih ingin menikmati keindahan wajahnya. Posisi kami sangat akward, bibirnya tinggal beberapa centi dari bibirku. Tiba-tiba muncul ganguan, terdengar suara berisik sambil tertawa dari arah Naya. Matanya Titien perlahan-lahan bergerak membuka! Yah… terlambat deh momentnya. “Romeo, ayo cium dia! Pengecut amat sih kamu… Bikin malu laki-laki!” Suara Naya mengejekku. “Hey Bego…. Tunggu apa lagi, hayo… dari kemarin jelas-jelas kamu menyukainya!” Shaun mengejek kami. “Hihihi…” Suara ketawa merdu gadis imut itu membuat aku malu. Aku masih terdiam bingung gak tauh harus berbuat apa. Untunglah moment itu sempat diselamatkan. Tiba-tiba tanpa aba-aba… bibirku langsung disambar oleh bibir Titien… dia menciumku dengan mesra. Huh! Titien menciumku? Oh… ternyata… ia sudah menunggu lama. Tangannya langsung melingkar di atas bahuku, memelukku erat. Ahhhh indahnya. Badannya sudah menempel sempurna. Aku masih kaget, terlalu indah … sukar dipercaya. Tapi bibirnya begitu terasa nyata membelai bibirku, mengisap dengan tegas dan menumpahkan segala rasa. Aku mencoba meresapi ciumannya dalam-dalam… terlihat gairah yang dasyhat disana. Aku sangat bahagia. “Huh?” Naya terkejut melihat Titien yang mengambil inisyatif. Sama kagetnya dengan Shaun dan aku. Kekasihku ini luar biasa… menyenangkan tapi membingungkan, malu-malu tapi bergairah. Dan tiba-tiba sebelum aku sempat memeluk dan membalas ciumannya, ia sudah melepaskan diri dari pelukanku. Ia lari menjauhiku… wajahnya kelihatan merah, tapi mulutnya tersenyum. Ia langsung menyambar Naya dan memeluk gadis itu. “What the hell!” ——-
Edo Chandra Nerdho aka Brenda
POV Edo
Brenda! Nama yang begitu cantik… secantik orangnya. Wajahnya menarik dan lembut, agak imut sedikit tapi binal banyak. Berbeda dengan cewek-cewek barat lain yang terkesan tua, Brenda justru kelihatan sebagai anak remaja yang masih segar-segarnya. Suatu kecantikan alami dengan alis mata yang melengkung, hidung yang tajam dan bibir yang merekah dan menantang… Ini sih bibir Angelina Jolie… tapi Brenda jauh lebih muda dan segar dari bintang film itu. Selain wajahnya yang cantik, tubuhnya juga sangat menarik. Persis kayak bintang film, eh bukan, lebih cenderung kayak model. Kebanyakan gadis barat memiliki payudara yang besar. Brenda juga cukup besar dan menantang, tapi ukurannya pas. Tidak kelihatan kedodoran, tapi membulat indah.. payudaranya masih kencang dengan puting menantang di bagian atas. Agak cenderung tajam bila dilihat dari samping. Selain itu, tubuhnya yang tinggi semampai ditunjang oleh perut yang rata dan bokong yang berbentuk indah. Semua lekukan tubuhnya sempurna… dan bayangkan saja, cewek seksi dan cantik ini selalu berpakaian minim. Dari kemarin kontolku tegang terus bersamanya. Kini gadis itu berbaring terlentang memandangku binal. Celananya sudah turun, tak dapat lagi menutup memek gundul yang berwarna merah. Sangat menantang. Tanktopnya juga sudah kusut entah gimana, sehingga payudara tanpa bh itu sudah nonggol dari sisinya. Perutnya yang rata dan seksi sudah terekspos sempurna. Cantik sekali… “Edo… jangan siksa aku dong!” Ciumanku turun pertama-tama di telinganya, kemudian ke leher dan bagian payudara yang agak tersingkap di balik tanktopnya. Kulitnya sangat menggairahkan, tercium bau parfum mahal. Bibir dan lidahku sudah sampai ke perutnya yang langsing… mengekprolasi di perut yang membuat ia mengelinjang kegelian. Tanganku menyusup… menikmati kenyalnya toked gadis bule. Masih terus memilin dan meremas sambil menghindari putingnya. “Edo… ah….” Brenda menangkap tanganku dan menuntunnya mengelus puting yang sudah tegak menantang, sudah sangat terangsang. Ciumanku turun terus, mengelilingi perut dan pusarnya yang seksi dan terus kebawah mencari tempat kenikmatan. Brenda semakin kuat mendesah… tidak lama bibir dan lidahku langsung bermain-main di memeknya… mula-mula dari luar, tapi semakin lama semakin menyibak. Aku mengeluarkan jurus-jurus terdasyhat yang pernah ku pelajari. Brenda terus mendesah. Bibirku menyeruput memeknya, mengisap kuat seperti meminum kopi panas. Cairannya semakin banyak meleleh keluar… Aku tahu Brenda tak lama lagi akan sampai… aku ingin ia menikmati orgasme yang dasyhat dengan ku… supaya ia akan terus mencari aku ketika minta dipuaskan. “Kringgg… kringg… kringg…” Apa itu… ternyata ringtone Brenda. Uh… mengganggu saja. Konsentrasiku buyar. Aku mencoba mematikan hapenya. Brenda tidak mengijinkan kepalaku keluar dari memeknya. Tangannya menjambak rambutku dan membekap kepalaku dengan paha dan kakinya. Orgasmenya sudah sangat dekat…Ia tak mau lagi menunggu. “Kringgg… kringg… kringg…” Sekarang bunyi hape ku juga berkumandang. Kami berdua kaget… apa gerangan. Brenda menyerah… kesal… “Gimana, mo lanjut sayang?” aku mengejeknya lagi. Sudah tahu lagi kentang. “Eh bunyi apa itu, ada orang yah di situ?!” Terdengar suara orang-orang semakin mendekat. “Coba lihat siapa, jangan-jangan rombongan kita” terdengar suara orang lain lagi. Kayaknya di sebelah dinding sudah banyak orang. Kemungkinan besar rombongan wisatawan lainnya yang datang. Aku mendengar ada yang berbicara Bahasa Cina atau Korea. Eh mereka bisa melihat kami… bahaya! Apalagi kami berbuat mesum di pinggir rumah ibadah! Nanti dimarahi petugas. Segera kubangunkan Brenda, yang kecewa karena belum sempat orgasme. Tinggal satu menit lagi, katanya. Dia tampak kesal sekali, menganggap aku mempermainkannya. Tapi kemudian melihat mimik mukaku penuh penasaran, ia tertawa. “Bukan begitu, sayang. Tapi sudah ada orang! Di sini kalo kedapatan berbuat mesum hukumannya berat lho?” “Tapi Edo masih punya hutang kepada Brenda!” “Ok deh… nanti kita sambung di mobil aja. Kan kacanya gelap. Pas kunci serepnya ada padaku!” “Ok deh.. ayo cepat.” Brenda merapikan kembali pakaiannya. Kini ia yang menarik tanganku berlari cepat menuju mobil. Wah… gadis secantik ini, kalau tidak puas bahaya, yah!
POV Naya
“Kak Titien… apa itu tadi” aku berbisik bertanya. “Hush… diam dulu sayang. Biarkan kakak memelukmu, kakak masih malu sekali.” Aku tambah memeluknya erat. Kak Titien memang polos, juga tak dapat ditebak. Barusan mencium Brian di depan kita-kita, eh sekarang bilang malu. “Kak Titien mencintainya?” aku berbisik lirih. Kak Titien tidak menjawab. Hanya anggukan kecil dan tidak jelas tampak dari wajah manis itu, entah ia sengaja atau tidak. Tapi aku tahu hatinya sudah melekat kepada Brian. Pipinya masih merah, ia masih malu sekali… tapi matanya berbinar bahagia. Kak Titien… aku juga bahagia untukmu. Kamu terlalu lama menunggu demi cinta. Your prince charming has come. Dan sekarang kakak layak untuk berbahagia. Dengan tulus hatiku berbicara. Eh… tapi harus hati-hati mulai sekarang. Aku harus menjaga kakakku jangan sampai dipermainkan Brian. Awas kamu Brian kalau kamu membuat kakak ku tidak bahagia… Dan awas juga kamu kalau… kalau.. eh kalau kontolmu kecil! Nah lho… kok larinya kesitu? “Shit!” terdengar Shaun mengumpat. “What’s wrong, Dickhead?” Pertanyaan Brian mewakili kebingungan kami semua. “Ini..” lanjut Shaun, “Brenda dan Edo tidak mau angkat telpon. Padahal sudah ku telpon dari tadi!” “Sejak kapan kamu telpon?” tanya Titien. “Itu… sejak … sejak kamu mencabuli Brian” kata Shaun. Weleh anak itu, udah tauh lagi tegang masih sempat-sempat bercanda. Tu kan, Kak Titien jadi merah lagi. Aku hapal sekali perubahan warna pada pipinya. Terpaksa demi Kak Titien, Shaun harus menderita 3 kali cubitan di pinggang khas Naya. “Ayo kita turun…!” Brian kembali memutuskan dengan cepat. Mungkin ia tahu kalo Kak Titien lagi malu, jadi ia sengaja mengubah pembicaraan. Ia berjalan ke arah ku dan Titien dan menyambar tangan Titien dan menariknya pergi. “Eh.. Brian… pelan-pelan dong!” Titien terpaksa mengikutinya. Aku tahu sekali Kak Tien, mulutnya sih bilang begitu, tapi hatinya berdebar-debar. “Aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi” tukas Brian dengan tegas. Titien tertunduk… ia kehilangan kata-kata. Ia segera mendekap tangan Brian, erat-erat. Pasti Brian keenakan. Tuh tangannya menempel kuat di dada Titien. Aku dan Shaun segera mengikuti mereka di jalan pulang. Ada jalan potong yang membawa kami langsung ke puncak kedua yang ada rumah-rumah ibadah. Mudah-mudahan Edo dan Brenda tidak apa-apa. Lagi ngapain mereka? “Eh… “ Titien hampir jatuh, tapi dengan sigap langsung dipeluk Brian. Duh mesranya. Aku mulai membanding-bandingkan. Kalo aku jatuh, apa Shaun mau memelukku atau kalo aku gak kuat lagi, apa ia akan mendukungku sampai di dasar. Aku mau cari tahu. Brian orangnya romantis, tapi Shaun? Mana dia tahu apa yang disukai wanita. Tapi… apa ia benar-benar suka padaku? Kami terus berjalan berhati-hati, sebab jalanan makin curam menurun. Lagi pula banyak batu-batu yang licin. Kami harus berpegangan tangan. Puncak rumah-rumah ibadah sudah kelihatan… inilah saatnya. “Aduh…” Aku jatuh ke tanah dan segera memeganggi kaki ku yang sakit. “Naya… kamu gak apa-apa? Kok bisa jatuh… emangnya Shaun di mana?” Suara Titien lagi. Duh perhatiannya. Kakak ku gitu lho. “Kamu bisa berdiri sayang?” kata Shaun. “Kakiku sakit sekali. Aku tak bisa jalan lagi…” ujar ku. Kak Titien segera memeriksa kakiku. “Kayaknya ia mesti didukung!” Kembali Titien berbicara. Semua jadi kebingungan. Aku tersenyum diam-diam, ternyata rencanaku berhasil. Baguslah supaya aku gak perlu capek-capek jalan lagi. Akhirnya diputuskan, Shaun dukung aku sementara Brian dan Titien jalan duluan cari pertolongan. Mereka berdua segera pergi cepat-cepat. Waktunya mempermainkan si mesum! Aku tertawa dalam hati. Shaun mendukungku di punggungnya, tapi aku melorot jatuh terus. Akhirnya dia mengangkat aku duduk di pundaknya dan mulai berjalan. Kepala Shaun kini berada diantara dua pahaku, dan aku memegang erat rambutnya seperti waktu anak-anak saya suka naik di pundak papa. Badannya yang besar berotot seakan tidak merasa sedang membawa beban. Apalagi tubuhku kan mungil. Akalku berhasil, ternyata Shaun baik deh. Ternyata pikirannya tidak mesum melulu. Kayaknya aku jadi semakin suka padanya. Apalagi ia jago mencium… hihihi. Setelah berjalan 15 menit, cara berjalan Shaun sudah berbeda. Ia kelihatan lagi menahan sesuatu. Pasti ia sudah kapok dengan beban tubuhku, tapi malu untuk mengakuinya. Rasain kamu mesum! Ia kini seperti mengendap-endap lihat kiri-kanan. Aku diam saja penasaran apa yang akan dibuatnya. Kayaknya Shaun tak tahan lagi, ia berhenti dan menghadap sebuah pohon besar. Aku diam saja, makin penasaran … Ia buat pergerakan kecil… mungkin lagi menggaruk, atau mungkin merasa tidak nyaman tapi malu menyuruhku turun. Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu… seperti aliran air. Aku segera memandang ke bawah… Kok ada air menyemprot keluar? Dan akhirnya mataku dengan jelas melihat semuanya. Astaga! Shaun sedang kencing. Aku baru sadar kalau laki-laki kencingnya sambil berdiri. Dan batangnya yang dikeluarkan terekspos dengan jelas. “Ih… Shaun mesum” aku berteriak gemes. Langsung bergegas turun dari pundaknya, hampir aja jatuh. Shaun juga sama-sama kaget. Mukanya melongo… ia terdiam untuk beberapa saat! Astaga, ia gak sadar kalo tadi masih memapahku. Dasar laki-laki, kencing sembarangan. Shaun malah balik badan menghadapku. Eh.. kontolnya masih kelihatan jelas, belum dimasukan juga. Apa ia akan melanjutkan kencingnya yang sempat terhenti? “Aahhh” Aku berteriak keras. Aku baru sadar masih terus melihat kontolnya. Ih malu sekali… aku langsung lari menuruni bukit duluan. “Naya… kenapa?” Kak Titien dan Kak Brian menghadang lariku. Mereka sudah dekat dan mendengar teriakanku. Mereka berdua membawa tongkat kayu, pasti untuk membuat usungan. “Uhh Kak, Shaun jahat! Ia mesumin aku … Shaun sampe membuka celananya terus.. mengeluarkan itunya.. eh.. terus…” Aku segera memeluk Kak Titien dan mengadu. Efeknya dahsyat… belum selesai aku bicara Kak Titien sudah marah sekali. Mukanya menjadi keras menahan amarah. Ia langsung pergi untuk melabrak Shaun yang sudah kelihatan datang berlari mengejarku. Celana Shaun belum terkancing sempurna, masih terbuka sebagian, dan ia sementara merapikannya. Untung isinya sudah di dalam. Kak Titien makin marah melihatnya. “Bangsat! Awas kamu berani-beraninya mencabuli adikku!” Kak Titien memarahi Shaun. Tongkat yang ditangannya bergerak siap memukul. Untuk Brian sempat menahannya… “Eh.. kenapa?” Shaun kaget ketika Titien hampir menyerangnya. “Kamu mau memaksa mencabuli Naya!” Titien semakin beringas. “Titien… sabar dulu dong. Dickhead bukan begitu orangnya. Kita dengarkan dulu ceritanya.” Brian berkata bijaksana. “Tidak ada sabar-sabar!” kak Titien masih marah walaupun sudah tidak lagi menyerang karena ditahan kekasihnya. Shaun dan Brian masih terdiam tak berkutik, dua laki-laki besar ini ketakutan sama kakakku! Wah… wah… enak juga yah dapat kakak seperti itu. “Kak Titien.. bukan begitu kak.” Akhirnya aku juga menahannya. Kak Titien galak sekali, deh. Akhirnya aku bercerita… menjelaskan kejadian sebenarnya. Shaun pun menambahkan versinya. Intinya ia lupa kalau masih memapahku dan kencing di bawah pohon. Aku malu sekali… “Hahahahahha” Brian tertawa terbahak-bahak. Kak Titien tidak marah lagi, malah ikutan tertawa… hilang semua galaknya. Untunglah Kak Titien mengerti keadaanku, dan langsung memelukku. Gemes deh! Aku menyembunyikan muka dibahunya seperti biasa. “Duh, kamu itu yah, gak bisa kalo diam aja, selalu bikin masalah” Kak Titien memelukku erat sambil tertawa-tawa. “Kak Titien… jangan tertawa lagi dong. Mau dicubit yah?” aku mengancamnya sambil berbisik. “Ok.. aku tak akan ketawa lagi asal kau jawab pertanyaanku!” bisik Kak Titien. Aku merasa was-was, pasti ada sesuatu deh. “Kakak cuma mau tanya, kok… kontolnya Shaun besar gak?” bisiknya sambil tertawa-tawa. “Ih.. kakak mau tauh aja. Bilang gak yah!” Aku tertawa… “Ayo dong… masak simpan rahasia sama kakak!” Duh! Maksa banget… “Eh, jangan bilang-bilang orang yah!” aku jadi terpengaruh candanya. “Iya” “Hihihi… kontolnya besar dan berbulu lebat!” bisikku jujur. “Astaga! Kontolnya Shaun berbulu lebat?” Kak Titien tidak sadar sudah berteriak. Brian dan Shan tertawa terbahak-bahak. “Ihhh, kakak. Tuh kan, gitu deh…” aku malu sekali. “Hahahahahah…” mereka bertiga masih saja tertawa. “Ayo jalan lagi… nanti tidak sampai-sampai!” Brian memutuskan lagi. Kita berempat masih terus bercanda sepanjang perjalanan. “Eh… tunggu dulu?” Kata Shaun kayak baru ingat. “Naya sudah bisa jalan? Kakinya sudah baikan?” Yah kedapatan deh. Terpaksa aku harus berterus-terang. “Kakiku sebenarnya gak apa-apa. Aku cuma cape dan mau kerjain kamu aja!” “Hah?!?” Shaun kaget… Brian hanya tertawa. “Hah Naya?” Kak Titien juga kaget. “Kami sudah cape-cape turun cari kayu, kamu enak-enakan mau digendong!” “Hush… biarin aja Tien. Kalo gak digendong, kapan lagi bisa berkenalan sama si brewok!” Brian mulai lagi. Kak Titien pun tertawa… Aku hanya menutup rasa maluku dengan tertawa. Sungguh hari yang penuh dengan keriangan. ——-
Selamat malam mggu, masih fokus sama remake nya yah suhu? Semangat yah.. #BeSafe