KISAH INDAH (KLASIK) PROFESIONAL MUDA

Para penggemar kisah panas, untuk pertama kalinya saya memberanikan diri untuk membagikan kisah dengan genre ini di forum ini. Meskipun sudah cukup lama juga menjadi pembaca setia forum ini, akan tetapi baru sekarang mencoba menjajal kemampuan menulis dengan genre erotis dan bahkan hot. Karena itu, mohon maaf jika terdapat banyak kekurangan dalam kisah pertama yang saya sajikan ini. Cerita ini, sudah TAMAT pada BAGIAN I, dan masih akan dilanjutkan dengan editing finalnya sebelum disajikan ke forum ini untuk dinikmati para pembaca. Sejujurnya, kisah ini sekitar 30% nyata dan sisanya adalah rekaan. Meskipun, dari beragam pengalaman bercakap, berkisah dengan sesama pekerja di bilangan segi tiga emas, atau bahkan di rana pekerjaan manapun, godaan dan kenikmatan bekerja dengan teman berbeda jenis kelamin menghadirkan sensasi, getar membahana, memicu adrenalin dan beragam kesan yang bisa saja berbeda. Akan tetapi, kisah ini saya pastikan dialami banyak dari kita yang gemar membaca genre kisah panas, sebab memang dibuat dan diciptakan untuk maksud itu. Sekilas maka tokoh-tokoh utama pada bagian I ini adalah, 1. JACKY, seorang profesional muda berusia 32-33 tahun dan menjadi tokoh utama disini. 2. MERRY, seorang pekerja perempuan berusia 20-21 tahun, supel, menarik, smart dan berdedikasi dalam kerja 3. MIRNA, boleh dibilang waki JACKY dan juga istri sahabat dekatnya berusia 34-35 tahun, cantik menarik dan bersahabat. 4. RACHMA, staf JACKY, akan berperan lebih pada kisah lanjutan 5. WINDA, Staf JACKY, akan lebih berperan pada lanjutannya. Selain itu, ada tokoh-tokoh lain yang akan muncul namun pusat cerita ada di 3 tokoh teratas. Baiklah, mari kita menengok potret kehidupan para pekerja, para profesional muda di pusaran super sibuk perkantoran Jakarta. Jangan kaget jika ada kemiripan dengan pengalaman kalian. Anyway, let’s start the story,

Pembuka Kisah, Di belantara perkantoran awal tahun 2000an, bekerja di daerah segi tiga emas adalah GENGSI. Dan sangat beruntung, karena akupun memiliki kesempatan untuk berkarya secara professional di daerah ini. Bahkan pada usia yang ke 32 posisi dan jabatan profesionalku sudah terhitung tinggi. Sudah menjadi Direktur Program dan Media, dan membawahi beberapa staf. Kisah-kisah ini sesungguhnya adalah tumpukan kisah standar, diakui atau tidak, dan bahkan banyak sekali dialami dan diarungi oleh mereka yang dulu pernah, sedang dan bahkan yang kelak akan bergelut disana. Berkutat dengan tumpukan kerja, stress yang dikelolah, mengejar target dan tentu juga mengejar karir dan uang. Jangan bilang tidak jika kehidupan pribadi pastilah banyak terlibat secara amat dalam disana. Karena kisah kasih, isak tangis, kegagalan dan kesuksesan terbentang banyak disana. Dan, jatuh cinta, pacaran, menikah, juga pastilah diiringi dengan selingan yang disebut selingkuh, juga banyak terjadi disana. Bahkan, tidak jarang ataupun malah sering, dengan kawan sekantor. Kisah ini adalah pergulatan kehidupan personal beberapa tokoh, yang sebagian besarnya, lebih 50% dan kurang dari 75% merupakan kisah nyata dan bahkan tokoh nyata, dengan perubahan nama belaka. Dan akan diceritakan dengan berpusat pada beberapa tokoh. AKU, Jacky berusia 32 tahun, dengan nama disamarkan. Untuk lebih menarik, ditambahkan dengan kisah dari sudut pandang tokoh lain. Misal Merry, Mirna, Rachma, Ratna, Winda, dan sejumlah nama lain. Tokoh AKU dengan nama Jacky, atau nama panggilan Jack. Memang, juga pas karena actor kesukaanku adalah Jacky Chan. Tak ada film action yang peran utama adalah Jacky Chan yang kulewatkan. Usiaku memang sekitar 32 tahun, menjelang 33 tahun, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Praktis seorang eksekutif muda yang cukup sukses dengan istri cantik berusia 30 tahun dan sudah berumah tangga kurang lebih 8 tahun. Sesungguhnya, adalah Mirna yang menawarkan pekerjaan untuk bergabung di kantornya. Mirna sendiri adalah istri sahabat dekatku, berusia mungkin saja sama atau jika lebih dari usiaku paling hanya satu atau dua tahun saja. Sahabat dekat semasa study Magister di UI yang juga suaminya, yang merekomendasi namaku setelah melihat prestasi studyku dan kerja kerasku. Sebelumnya, aku memang bekerja di sebuah NGO Internasional. Mari kita memasuki sajian pengalaman dan dinamika hidup para professional di Jakarta khususnya daerah Sudirman dengan kesibukan, dengan professionalism dan dinamika hidup personalnya. Dan kisah ini berlatar awal tahun 2000an, saat itu dan juga sekarang, perkantoran daerah jalan Jendral Sudirman memang jadi impian orang berkarya disana. Chapter 1
POV JACKY, Bukannya ketika bekerja di kantor yang sama dan menjadi staf media relation. Tetapi, justru setelah dia pindah tempat kerja baru (kantor), barulah affair kami ini dimulai. Dia Mery, mungkin saja tidaklah nampak amat cantik bagi banyak orang, akan tetapi bagiku sebaliknya. Wajar sebenarnya ya, karena kecantikan itu juga bisa sangat subjektif. Melibatkan persepsi dan rasa subjektif. Tubuhnyapun tidaklah tinggi-tinggi amat, bukan type model, bertubuh tinggi dan ber high heel. Paling banyak 155 cm dengan berat paling banyak 45 atau 46 kg, dan ini kupastikan. Dan begitu juga dengan buah dadanya tidaklah besar-besar amat. Dia ini memang agak mungil. Tetapi, bagiku sudah cukup memadai dan juga cukup seksi dan memiliki seks appeal yang menantang. Ini yang paling unik sebenarnya. Sex appeal, tidak mesti dalam tubuh sempurna. Jika dibandingkan dengan staf perempuan di bagianku, ada Mirna, Rachma dan Winda, maka secara objektif Merry kalah dari segi tinggi badan jika dibanding dengan Mirna. Atau dia kalah alim dengan Rachma yang berjilbab, tentu dia juga kalah besar buah dadanya dibandingkan dengan Winda dan Mirna. Mereka berempat, ditambah dengan Mas Joko menjadi staf media di bawah koordinasiku. Sementara dukungan admin, ada orang lain yang seorang perempuan sudah berusia 50an dan seorang laki-laki. Kadang, Ratna juga ada dan hadir bersama kami dari administrasi umum jika pekerjaan sedang sangat padat dan lembur. Tapi, mereka berempat ini, terkenal sangat dekat hubungannya. Baik pekerjaan maupun urusan keseharian mereka. Tapi, kutahu Merry paling akrab dan erat dengan Mirna. Sementara Winda, teman curhatnya adalah Rachma. Dasarnya, mereka berempat memiliki hubungan yang cukup baik. Hal itu kuketahui amat jelas karena membuat pekerjaanku banyak terbantu. Mirna sendiri hanya terpisah 1 atau 3 tahun denganku, meski aku belum yakin apakah usianya diatasku atau aku diatas usianya. Yang pasti, suaminya berusia 3 tahun diatasku dan masih sahabat baikku selama study S2. Suaminya itu sama denganku, bekerja sambil kuliah. Sebagai pekerja, suaminya sangat ulet. Haruslah dikatakan, jika Mirna sesungguhnya amatlah menarik, terutama karena body nya memang lebih matang dan berisi. Maklum, sudah pernah melahirkan. Akan tetapi, diusianya saat ini, dia terlihat sangat menarik dan seksi. Tapi karena dia istri sahabatku, kami jadi bersahabat cukup dekat. Meski di kantor tidak kami tunjukkan kedekatan itu. Hal yang menjadi kesepakatan kami. Merry sendiri, baru belakangan kutahu merupakan sahabat paling dekat dan juga teman curhat specialnya Mirna. Di kantorku Mirna memang menjadi wakilku dan dia mengurus banyak hal yang bersifat administratif, namun dia bukan sebagai sekretaris. Karena di kantorku tidak ada jabatan sekretaris. Yang menarik dari Merry adalah betis dan juga pahanya yang sangat indah, dan membuatnya memperoleh nilai tinggi dariku dalam urusan sex appeal. Paduan betis, paha dan buah dada yang serasi memang menjadi preferensiku. Meskipun wajahnya tidak berlebihan, bukan wajah selevel artis. Tetapi menonjolkan apa yang disebut kesederhanaan namun juga kemauan yang keras dalam bekerja. Selain itu, yang sangat menentukan dan menonjol dalam bekerja adalah tentu saja gaya bergaul Merry yang memang supel. Sifat positifnya dalam bergaul ini yang membuatnya menjadi andalanku dalam pertemuan-pertemuan dengan para relasi, klien dan kaum journalis. Karena memang tatap mata dan sekaligus gaya bicaranya, membuatnya sangat bernilai dalam membangun komunikasi. Menarik, berkelas isi bicaranya dan juga menantang dimataku secara pribadi. Meskipun benar tidaklah begitu cantik tetapi justru menjadi idola dan fantasi seksualku. Itulah Merry. Gadis yang saat bekerja dibawahku, justru tak pernah memiliki hubungan dekat denganku, kecuali akrab sebagai sesama rekan sekerja. Setelah lulus dari sebuah akademi komunikasi publik, Merry melamar di kantor dan ditempatkan di divisiku hingga bekerja selama dua tahun lebih bersamaku. Tepatnya di dalam team media yang kupimpin. Sayangnya karena kebutuhan lainnya, dia memilih resign dan pindah bekerja di daerah selatan. Jikalau tak keliru di daerah pertumbuhan, seputar Simatupang dan banyak memegang klien dari perusahaan perminyakan. Kalau tidak salah dengar, ini karena pengaruh pacarnya. Sekali lagi, jika tak salah. Akan tetapi, sebagaimana dengan wanita-wanita lainnya yang menarik, aku lebih cenderung memendam rasa sukaku kepadanya. Sebagaimana juga rasa sukaku pada Mirna, perempuan pekerja berusia 30 tahun lebih dan sudah memiliki dua orang anak. Meski rasa itu, jelas saja kupendam. Ataupun Rachma, gadis sunda berjilbab dan berusia 26 tahun yang selalu alim didepan orang, tetapi cukup cerewet dalam team kami. Apalagi dibandingkan dengan Winda, gadis yang terhitung sering menonjolkan buah dadanya yang sekal. Sehingga meski berjilbab, tetapi berbeda dengan Rachma, seringkali buah dada montok miliknya, ngintip dari balik kemejanya. Winda beda dengan Mirna yang sudah menikah, tetapi pakaiannya lebih sopan dan lebih matang. Meskipun, Mirna sendiri tidak berkurang daya tariknya jikalau dibandingkan dengan winda. Meski sesungguhnya modalku lebih dari cukup, akan tetapi sikap dan prilakuku memang suka menjaga wibawa dihadapan rekan kantor. Dan ini membuatku tidak terlampau diakrabi banyak rekan wanita. Meskipun dalam bekerja, kami kompak sebagai satu team. Di kantorku, tidak ada rekan perempuan dan staf perempuanku yang akrab dan bebas bercakap denganku. Paling melebihi yang lain, ya adalah Merry ini. Meski, juga tidak terlampau dekat. Karena gaya bergaulnya, dia yang paling berani berkelakar denganku. Tentunya juga Mirna, akan tetapi dilakukannya saat kami bercakap berdua saja. Merry, beda dengan Mirna. Bahkan saat rapat sekalipun, dia tak segan menyapaku dalam nada akrab dan berkelakar saat karaokean bareng misalnya, meskipun tak meninggalkan rasa hormatnya. Sekali lagi, dengan Mery ini memang agak berbeda. Mungkin karena kami ini berasal dari etnis yang sama, maka anak itu seringkali berakrab ria denganku. Hanya saja, keakrabannya nampak wajar dan tidaklah dengan maksud tertentu. Meskipun dia kutahu, juga mengagumi gaya leadershipku, amat terutama dalam mengksekusi hal dan kesepakatan besar dengan klien. Untuk urusan satu ini, adalah Merry, Mirna, Winda atau Rachma yang memang seringkali menemaniku untuk urusan dengan klien. Meski Rachma adalah yang paling jarang, karena sifatnya agak pendiam, dia baru menemaniku jika sangat terpaksa. Biasanya adalah Merry dan juga Winda yang berpakaian agak sensual, Merry dengan tampilan rok pendeknya namun sekalian mengenakan stocking. Atau dengan Winda yang sering berjilbab akan tetapi tetap saja sexy, terlebih gunung kembarnya suka terekspose dan menantang, serta sesekali melongok melalui sela kemejanya. Mereka berdua ini pastilah tampil dan muncul dengan dandanan yang atraktif, sexy dan menonjolkan keindahan tubuh mereka saat melakukan percakapan atau negosiasi proyek. Ini tidak kuwajibkan sesungguhnya, akan tetapi sudah menjadi standar, dan biasanya yang megatur ini adalah Mirna. Karena dialah yang paling lama bekerja di kantor kami ini. Di atas semua staff perempuan divisiku, maka terutama skill dari Merry, yakni kemampuan dan skill personalnya yang memang menonjol dalam urusan seperti itu. Karena itu dia mengenalku lebih. Dan lebih sering menemaniku untuk banyak urusan dengan klien, tentu saja bersama Mirna atau Winda. Begitu juga jikalau Winda yang tampil, maka biasanya ditemani antara Mirna atau Rachma yang bertugas dalam pencatatan dan aspek yang lebih detail. Aku bisa melihat dari rona wajah Merry dan juga sinar matanya yang wajar dan menghormatiku sebagai atasan di kantor. Usianya sendiri sudah sekitar 20 atau 21 tahunan, lulusan D3 dari sebuah intitute komunikasi, berbeda jauh dengan usiaku yang masuk ke 33 dan menjadi salah satu senior di tempat kerjaku. Dan, bekal master degree, serta bakalan menyelesaikan doctoral degree, membuatku jadi amat diandalkan bos besar kami. Sekali lagi selama dua tahun di kantorku, Merry ini memegang tugasnya sebagai media relation. Dan dalam tugasnya, memang banyak membutuhkan keluwesan dan gaya komunikasi yang baik. Dia mampu membangun semua itu dengan apik dan bahkan menurutku sangat sukses. Relasi media dan journalisnya luas dan banyak, karena kemampuannya membangun komunikasi itu. Kombinasinya saat itu dengan Winda dan dukungan Mirna dan Rachma, membuat team kami cukup handal dan bisa diandalkan. Apalagi, karena Winda dan Rachma memang juga berkecimpung banyak dengan dunia journalism sebelumnya. Sayangnya dia kemudian mengajukan pengunduran dirinya. Alasannya, karena dia kurang cocok dengan bos besar kami. Memang, bos besar kami seringkali menuntut bekerja di luar jam kerja normal, beda denganku yang sering memberi mereka kebebasan dan juga haruslah enjoy. Tetapi, menurut Mirna, lebih karena ajakan pacarnya. Entahlah mana yang benar. Akupun tak tahu. Hanya, aku lebih mempercayai penjelasan Mirna. Bukan apa-apa. Merry dan Mirna memang sahabat dekat. Meski berbeda jauh usia mereka, akan tetapi mereka lebih dekat satu dengan yang lain, dan setahuku mereka memang teman curhat satu dengan yang lain. Sehingga, info akurat mengenai Merry, senantisa aku mengandalkan Mirna. Begitu sebaliknya. Mirna jugalah yang kutugaskan untuk melakukan penilaian guna rekruitmen baru menggantikan posisi Merry. Kebetulan, persetujuan untuk melakukan rekruitmen tenaga pengganti Merry sudah turun. Mirna khusus kuminta untuk mencari staff baru pengganti dengan kualifikasi tehnis setara Merry. Meski, aku cukup paham dan sadar jika ini bukan pekerjaan mudah. Mencari kemampuan berkomunikasi yang baik, gaya luwes dalam bersahabat, memiliki kecakapan emosional dalam percakapan dan juga cerdas, bukan hal mudah. “Ini syarat yang sulit Pak Jacky…. “ desis Mirna. Dan itu aku tahu. Sudah seputar dua bulanan dia pindah kerja, dan selama dua bulan terakhir ini kami jadi jarang berkomunikasi. Paling sekali ataupun dua kali melalui sms saling bertanya kabar, atau melalui FB. Dan awalnya adalah sekedar iseng belaka, saat mengucapkan ucapan selamat ulang tahun melalui sms ke handphone Merry. Dan tanpa maksud apa-apa saat itu, ”Gak di traktir makan siang niy pas ulang tahunnya….. ”? candaku. Setelah itu, aku lupa dan baru sadar jelang pulang kantor ketika membuka hp nokia milikku. Ini disebabkan padatnya pekerjaanku, selain juga menyiapkan pemeriksaan daftar pustaka disertasiku. Saat itu, aku akan memasuki tahapan promosi terbuka di UI untuk doktoral Ilmu Politik. Jadi, maklum jika aku sangat sibuk menata waktuku. ”Weeeeeeeehhh si bapak. Kemana aja? kan kemaren temen2 sekantor (kantor aku maksudnya) sudah ditraktir…. ” balasnya di sms. ”Wuaduh, ketinggalan dong aku ”? masih dalam canda. Sungguh, aku melewati acara mereka karena kesibukanku. ”Yeee, salah bapak dong…. ” ”Kalo gitu, aku ditraktir khusus aja dech… ” candaku ringan, masih tanpa maksud yang lain, murni bercanda. Karena, dia sendiri memang suka bercanda dengan aku semasa kami sama-sama. ”Ehm nanti ada yg marah lho…. ” selorohnya ringan ”Tanggung gak ada yg marah dech…. ” ”Yakin…. ?” cecarnya ”Yakin, harus dibuat supaya tidak ada yang marah dong… ” aku mulai cheating dech, batinku. Jarang aku seperti ini, meski tak kurencanakan. ”Yeeeeee, si bapak ” ”Yaaaaaa sudah dech, kalo gak mau…. ” aku pura-pura merajuk ”Keenakan si bapak dong kalo gt. Kalo pacarku tahu ? hayo….. ” ”Emangnya aku mau ngomong2 sama siapa kalo lunch sama kamu… ”? kejarku ”Gak siy. Btw, liat nanti dech… ” ech dia jadi serius, padahal tak kurancang untuk serius soal lunch ini. Sekedar mengganggunya saja. Percakapan soal lunch kemudian terhenti. Dan smsan kamipun terhenti. Maklum jam kantor sudah berakhir, dan akupun bersiap untuk pulang, kulihat waktu telah menunjukkan pukul 18.00. Macet siy, tetapi mau tidak mau harus diterobos, ini karena ada urusan persiapan disertasiku di rumah. Tetapi, begitu duduk di belakang kemudi mobilku (aku malas menggunakan sopir waktu itu), tiba-tiba saja hp Nokia berbunyi lagi. Bukan nada panggil, tetapi tanda ada sms yang masuk. ”Bapak sudah pulang ya…. “? tanya Merry ”Iya, barusan naik mobil niy…. ” balasku ”Enak dong ya, waktu Mery disana kayaknya gak ada dech luangnya. Pulangnya selalu paling cepet jam 18.30an…. ” ”Kalo masih disini, pasti kubuat kamu banyak luangnya Mer Hahaha… ” lagi ini candaku saja. ”yang bener? tersanjung dech aku…. ” ”Bener dong, masak gak bener siy…. ” ”Yess, kalo memang luang, biar Mery traktir dech lunch besok. Tapi di Citos ya supaya deket kantor Mery…. ” ”Wuaduh? jauh banget Mer… ?” kaget juga aku, tiba-tiba Merry jadi serius dan kini akan traktir aku. ”Kalo gak bisa, ya sudah….. ” kali ini dia yg merajuk. Gimana ya ? bingung aku. Tapi, kemudian, ”Ehm ya sudah dech, iya aja. Tapi gimana kalo agak sorean, jam 4 or 5 gitu… ”? aku jadi ingat ada tugas ke kampus besok, jadi dekat dari kampus. Lumayan, tak terlampau jauh. “Itu namanya dinner pak…… bukan lunch. Huh si bapak…. ” “Iya dech, dinner aja. Kalo gak keberatan siy, jam 3 kan aku selesai di UI Mer, nyiapin promosi terbuka tuch…. ” ”Jadinya mau lunch or dinner…. ?” kejarnya ”Dinner aja biar lebih banyak waktu Mer…. ” ”Gak janji dech pak….. ” ”Lho… ?” ”Iya, nanti repot kalo dinner….. ” ”Ya sudah, jam 4an aja dech…. ” lumayan juga, waktunya hanya satu jam dari Depok, tapi aku yakin terkejar. ”Ngabur dari kantor dong Mery jadinya ” ”Bilang sakit aja gt, hahahaha…. ” ”Yessssss, see u besok pak…. ” Percakapan ataupun sms kami berhenti lagi. Karena itulah aku kemudian segera melaju pulang. Akan tetapi setengah jam kemudian ada pesan di hp, isinya: ”Jangan lupa besok jam 4 sore, dan ingat gak boleh ada yang tahu lho ya. Kalo ketahuan tanggung masing-masing….. hahahaha”. Akupun segera tertawa kecil, sebenarnya sejak awal benar-benar tidaklah ada maksud apa-apa dengan omongan dan ajakanku. Iseng saja tetapi mengapa jadi serius begini ya? ”Hmmmmm…. ” desisku. ===============