CERBUNG – The Confluence

 

The Confluence (Revised Version) Part 2 Catatan Tambahan: 1. Cerita ini adalah lanjutan dari bagian sebelumnya The Confluence (Revised Version), yang karena terlalu lama tak penulis update akhirnya kena gembok. 2. Ternyata gampang-gampang susah juga meneruskan cerita daur ulang. Untuk itu penulis mohon maaf atas keterlambatan dan ketidaknyamanan ini. Mudah-mudahan cerita keseluruhan bisa TAMAT dalam waktu dekat. 3. Catatan lainnya sama seperti sebelumnya. –@@@@– Chapter 9 – Gadis Elit & Buronan Tahanan “Juhari, apa yang kau lakukan barusan. Tindakanmu tadi sungguh mempermalukan satuan kita. Tak hanya itu, kau membuat kita semua bakal mendapat masalah besar nantinya,” kata Zulkifli setelah mereka sendirian berdua di dalam ruang tertutup. Sengaja ia mengajak Juhari masuk ke dalam supaya ia dapat menegurnya secara bebas tanpa didengar oleh yang lain. “Hmm Zulkilfi, tahukah kau ada sesuatu yang janggal dari gadis itu,” jawab Juhari tak mempedulikan teguran atasannya. “Heh, jangan bicara melantur kau. Yang pasti barusan kau telah menguntit dia sampai ke hutan sepi. Aku tak ingin membahas secara gamblang apa yang berusaha kaulakukan disana. Namun dari sikap gadis itu dan ditambah gerak-gerikmu sendiri tadi, terlihat kalau hal itu bukan sesuatu yang terhormat,” kata Zulkilfi memandang rekannya. “Ada apa denganmu, Juhari? Kudengar selama ini kau selalu merendahkanku di belakang dan menganggap dirimu lebih cemerlang dibandingkan aku. Tapi liat sekarang, kau telah melakukan satu tindakan bodoh!” tukas Zulkifli tajam. “Yah. Kuakui barusan memang aku bertindak terlalu terburu-buru dan kurang cerdas. Namun itu gara-gara para perempuan desa sialan itu yang tiba-tiba muncul. Dan juga kau dan teman-teman yang muncul merusak rencanaku. Seandainya kalian semua tak muncul… aah… cewek itu kini telah berada dalam genggamanku,” kata Juhari sambil menghela napas. “Dan..” “Jadi ternyata betul kau berniat memperkosa gadis itu?!!! Kau sungguh gila Juhari!” potong Zulkifli. “Gadis itu bukan kelasmu! Ia jauh diatas kelas kita-kita untuk dapat kaubuat main-main. Menyimak kau!” “Ingat siapa ayahnya. Bisa jadi ia dapat dengan mudah mengajak makan siang pucuk pimpinan kita di ibukota. Jadi sekalipun hari ini kau berhasil melampiaskan niat bejatmu itu terhadap gadis itu, besok-besok bakal kelar hidupmu. Ayahnya tak akan tinggal diam. Akibatnya, tak hanya kau sendiri tapi kita semua bakal ketiban masalah.” “Jangan sampai rasa mupengmu jadi tak terkendali sehingga menumpulkan otakmu yang kauanggap super cerdas itu,” jengek Zulkifli. “Ok, ok. Aku terima kritikmu dalam hal ini. Satu poin untukmu. Namun terlepas dari itu, ada keanehan pada diri Sandra. Tidakkah kau menyadari hal itu?” “Apa maksudmu?” “Hmm, jadi ternyata Letnan Zulkilfi yang begitu “cerdas dan bijaksana” yang suka sok mengatur orang lain ternyata otaknya kosong melompong?” sindir Juhari mengejek rekan, atasan sekaligus kompetitornya itu. “Jangan-jangan kau sendiri yang terpikat oleh Sandra sampai-sampai membutakan matamu. Tak mampu melihat satu hal yang terpampang begitu jelas.” “Ok Juhari, kita sama-sama tahu kalau diantara kita terdapat persaingan terselubung. Kau tak suka denganku karena iri dengan prestasiku sementara kau menilai dirimu jauh lebih mampu dibandingku. Sebaliknya, aku pun juga tak menyukai kepribadian dan sikapmu yang penuh dengan kebusukan. Namun saat ini kita sedang bertugas. Jadi tak perlu kau bersikap nyinyir seperti itu. Setelah semua ini selesai, mari kita lanjutkan persaingan kita secara sehat kalau kau berani. Tapi sekarang mari kita selesaikan persoalan secara bersama. Jadi katakanlah apa yang ada dalam pikiranmu secara langsung tanpa perlu bersikap petentang petenteng segala,” kata Zulkifli. “Ok. Paling tidak kita sepakat akan satu hal meski harus koreksi sedikit bahwa dirimulah yang penuh kebusukan bukan aku. Tapi baiklah mari sekarang kita fokus membahas tentang tugas kita.” “Sebagai permulaan, tidakkah kau merasa aneh seorang gadis yang terbiasa hidup mewah di kota besar tiba-tiba pagi-pagi masuk ke hutan seorang diri? Apalagi ia tahu akan adanya seorang buronan tahanan yang berkeliaran di daerah sekitar sini. Tidakkah ia mampu berpikir bahwa hutan adalah tempat persembunyian terbaik untuk buronan tersebut? Pasti ada sesuatu di balik tindakannya yang tidak wajar itu.” “Hmm… ucapanmu kali ini masuk akal. Lalu menurutmu apa alasannya?” “Aku tak tahu pasti. Namun firasatku itu pasti ada hubungannya dengan Garwo. Itu sebabnya ia cuek-cuek saja dengan situasi yang seharusnya menakutkan bagi dirinya. Kenapa? Karena mereka sudah saling mengenal!” “Ah mustahil! Teorimu sungguh tak masuk akal. Bagaimana mungkin gadis seperti Sandra bisa berteman dengan pelarian tahanan seperti Garwo. Sebelum di penjara pun mereka hidup di dunia yang jauh berbeda. Sungguh kecil kemungkinan mereka pernah bertemu, alih-alih saling mengenal.” “Secara teoritis, apa yang kaukatakan itu betul. Namun coba pikirkan, tidakkah seharusnya gadis seperti Sandra takut keluar rumah apalagi masuk hutan saat mengetahui ada pelarian tahanan yang kemungkinan besar sedang bersembunyi di dalam hutan. Disisi lain, coba pikirkan… seandainya, sekali lagi seandainya – oleh karena satu dan lain hal – ia ingin bertemu dengan Garwo bangsat itu, tempat mana yang paling baik untuk bertemu? Di dalam hutan! Tak mungkin mereka bertemu dekat-dekat rumahnya karena ada banyak orang. Yaitu kita-kita, para pegawai, dan juga penduduk desa. Lalu untuk apa mereka bertemu, aku masih belum menemukan jawabannya. Namun modus operandinya kira-kira seperti itu,” kata Juhari sambil memandang rekannya. “Katakankah yang kau katakan itu betul. Namun ada satu kelemahan dari teorimu itu. Kalau kau bilang ia bertemu Garwo tanpa ingin diketahui oleh kita, lalu mengapa tadi justru ia mengatakan sempat melihat sosok Garwo? Tidakkah seharusnya hal itu justru disembunyikan dari kita? Saat ini kita belum tahu pasti Garwo dimana. Bisa di sekitar sini namun bisa juga puluhan kilometer dari sini. Namun dengan pengakuannya, kita justru akan memfokuskan pencarian disini. Tidakkah itu kontradiktif dengan teorimu itu? Untuk apa ia membangkitkan sikap awas kita disaat seharusnya ia menutup mulut.” “Pertanyaanmu ini seharusnya sudah bisa kita ketahui seluruh jawabannya seandainya tadi kau memaksanya untuk ikut bersama kita. Bukan bersikap sok ramah dan mencari muka dengan membiarkan ia tetap tinggal di air terjun. Kini jelas khan siapa yang ingin mencari muka dan bersikap manis-manis terhadap Sandra. Ini fakta!” jengek Juhari. “Hahaha, kau jangan memutar-balikkan logika. Gadis itu akan mengikuti kita dengan sukarela seandainya sebelumnya kau tak berniat melanggar kehormatannya. Ini baru fakta!” balas Zulkifli. “Dan fakta kedua, perbuatanmu itu termasuk tindakan kriminal berat seandainya gadis itu melaporkannya. Sebaiknya kau jangan bersikap sok denganku sekarang. Saat ini aku masih akan berusaha menutupi perbuatan busukmu itu karena aku tak ingin nama baik kita tercemar. Namun sebaiknya kauhentikan sikap nyinyirmu itu karena kalau sikapmu keterlaluan aku bisa berubah pikiran. Mengerti kau?” sergah Zulkifli. “Ok, Ok. Tadi khan aku sudah mengakui kekhilafanku. Jadi untuk apa kaukemukakan lagi sekarang,” jawab Juhari kurang senang. “Aku hanya berusaha menjelaskan kepadamu tentang keanehan seputaran dirinya. Ditilik dari ucapanmu barusan kau juga merasa ada keanehan. Kini kita harus memfokuskan penyelidikan ke arah situ. Bukankah kita ditugaskan untuk melacak keberadaan Garwo dan kalau perlu menangkapnya? Kecuali kau punya pandangan yang berbeda akan misi kita ini. Seperti untuk menjatuhkan diriku, misalnya.” “Tentu aku pun juga punya tujuan yang sama. Kita semua punya tujuan yang sama. Karena itu kita berada disini. Tapi jaga sikapmu. Ingat, aku adalah komandan yang ditunjuk oleh atasan kita untuk memimpin tim ini. Meski pangkat kita sama, namun aku adalah pemimpin selama misi kita disini. Jadi aku yang memutuskan segala sesuatunya dan seluruh anggota tim termasuk kau harus mematuhinya. Saat ini aku tak akan mengungkit kesalahanmu barusan atau melaporkannya kepada atasan kita. Tapi satu syarat, jangan lagi kau berusaha dekat-dekat dengan gadis itu!” kata Zulkifli tegas. “Ok boss, whatever you say,” jawab Juhari entah sarkasme entah sungguh-sungguh. Yang pasti kini posisinya memang kurang menguntungkan. Niat busuknya tak hanya gagal terlaksana namun juga ketahuan oleh rival yang tak disukainya yang kini menjadi atasannya di lapangan. Ia sadar betul alasan Zulkifli tak melaporkan kesalahannya hari ini kepada atasan bukan karena ia baik dengannya. Namun untuk melindungi reputasinya sendiri sebagai komandan lapangan dimana kesalahan yang diperbuat anak buah di lapangan menjadi tanggung jawab sang komandan juga. “Lalu setelah ini kau akan menemui gadis itu untuk mencari tahu akan pertanyaan kita itu?” tanyanya. “Tentu saja. Lagipula bukankah dia sendiri telah bilang akan menceritakan saat balik nanti?” jawab Zulkifli tenang. “Dan, hal itu akan segera kita ketahui karena ia telah berada disini,” katanya dengan tersenyum ke arah jendela melihat Sandra baru memasuki pintu pagar utama. …………. …………. …………. …………. …………. Juhari menatap tubuh telanjang Sandra dengan mata berbinar. Tatapan matanya tertuju ke sepasang payudaranya. Meski ukurannya tak terlalu besar namun bentuknya begitu indah dan padat berisi. Apalagi dengan kedua puting kemerahan yang cukup menonjol. Nafsu birahi kejantanannya seketika melonjak maksimum memandangi tubuh polos putih mulus Sandra. Diciumnya bibir mungil Sandra dengan bibir tebalnya. Ehmmh… gadis itu mendesah perlahan. Direngkuhnya sepasang payudaranya untuk diremas-remas. Sandra pasrah. Didekatkannya batang penisnya menyentuh bulu kemaluan Sandra. Tiba-tiba pukulan keras mengenai tubuhnya. “Hey! Ngelamunin apa kau!” suara keras Zulkifli sambil menepuk bahunya dengan keras. “Ah, bikin kaget orang aja. Bos, yuk kita interogasi dia disini. Kita berdua saja.” “Ayolah Bos. Aku tahu sebenarnya kau juga pengin ngerasain cewek seperti dia. Cuma kau pura-pura jaim saja apalagi juga sudah menikah. Tapi kali ini beda. Kita berada di lapangan. Mari kita lupakan perseteruan kita selama ini. Demi keuntungan bersama. Dan kita jaga rahasia bersama,” ajak Juhari untuk berekonsiliasi dengan rivalnya itu. Entah mengapa, ia sungguh begitu kesetanan terobsesi akan bayangan diri Sandra… “Heh! Rupanya kau tak mendengar ucapanmu tadi. Tidak, Juhari! Kita adalah aparat yang bertugas. Kita jalankan tugas kita dan tak lebih dari itu. Kali ini ucapanmu barusan kuanggap tak pernah kauucapkan dan kumaafkan. Tapi ini adalah yang terakhir. Aku akan segera mewawancarainya bersama rekan-rekan kita di tempat terbuka, tapi tanpa kau. Kau tetap tinggal di ruangan ini sampai urusan dengan gadis itu selesai. Sekali lagi… Perintahku kepadamu selama kita di lapangan: jangan berada dekat-dekat gadis itu apalagi di tempat sepi. Ini adalah perintah langsung!” –@@@@– Di bawah sinar lampu temaram dalam kamar mandi…. Air hangat mengucur deras dari overhead shower menghasilkan embun-embun uap yang memenuhi ruang. Di bagian lain dalam kamar mandi itu terdapat semburan uap dengan harum wewangian aromatheraphy yang lembut. Di bawah pancuran shower itu, Sandra sedang asyik membilas rambut serta seluruh bagian tubuhnya. Barusan ia masuk ke hutan dan habis ini ia akan meninggalkan tempat ini dengan helikopter. Sehingga kini ia harus membersihkan diri. Ia memang seorang dengan standar sangat tinggi dalam hal kebersihan diri, seperti banyak hal-hal lainnya. Barusan ia telah membuat laporan dengan Letnan Zulkifli dan rekan-rekannya. Tentu ia tak menceritakan kejadian pertemuan dirinya dengan Garwo malam kemarin yang sangat mempermalukan dirinya. Ia hanya memberikan sedikit petunjuk akan kehadiran sosok asing yang sekelebat dilihatnya. Tak terlalu super jelas ataupun detil, namun cukup untuk mengindikasikan keberadaan Garwo di daerah sini sehingga mereka dapat memfokuskan pencarian disini. Kini, setelah ia mendapatkan kembali HP berisi foto-foto bugilnya yang dipaksakan terhadap dirinya oleh laki-laki jahanam itu, ia sungguh berharap agar jahanam itu dapat ditangkap oleh mereka. Sementara ia akan segera meninggalkan tempat ini sehingga tak ada lagi bahaya yang akan mengancamnya. Kemudian ia dapat memantau perkembangan situasi dari kejauhan. Saat ditanya perihal tujuannya ke hutan sendirian pagi-pagi, ia menjawab secara sederhana namun lugas. Karena ia tertarik dengan cerita penduduk desa tentang air terjun yang dianggap keramat itu dan hal itu membuatnya ingin berselfie ria sebelum pulang. Saking antusiasnya sehingga ia ceroboh dan lupa akan adanya buronan yang sedang kabur. Zulkifli hanya menggelengkan kepala saat mendengarnya dan menyarankan untuk tak melakukan hal seperti itu lagi. Namun orang itu tak menekannya lebih jauh. Mungkin dalam batinnya ia berkomentar, inilah perbuatan seorang #crazyrichpeople yang suka bertindak aneh-aneh. Apalagi kini ia telah pulang dengan selamat. Sementara, ancaman terhadap dirinya justru terbukti bukan datang dari seorang buronan tahanan. Melainkan rekannya sendiri. Membuat petugas itu jadi segan untuk membicarakan lebih panjang lagi. Sesampainya di dalam kamarnya, tentu seluruh gambar dan video bugilnya langsung dihapus. Bahkan HP itu juga di-reset-nya. Setelah itu HP-nya dijatuhkannya dari balkon kamarnya ke bawah jurang yang dalamnya entah ratusan meter di bawah sana. Selama ia memegang HP itu, selalu ada kemungkinan bakal hilang, dicuri, atau jatuh ke tangan orang lain. Lebih aman apabila HP itu hancur di dasar jurang di bawah sana dimana tak ada satu manusia pun datang kesitu. Kelak seandainya barang itu ditemukan orang dan amit-amit gambar-gambar yang telah dihapus berhasil di-restore pun, akan dengan mudah baginya untuk menyangkalnya dengan mengatakan semua itu adalah editan photoshop. Apalagi kejadian telah lama berlalu. Sebaliknya akan jauh lebih sulit baginya untuk menyangkal apabila barang bukti tersita dari tangannya secara langsung hari ini. Kini segala sesuatunya telah tertata dengan baik. Dan ia siap meninggalkan tempat ini. Apalagi sayup-sayup ia telah mendengar suara baling-baling helikopter meraung-raung yang tentunya sedang turun untuk menjemputnya. Dengan handuk melilit sekujur tubuhnya, Sandra berjalan balik ke kamar tidur. Dari arah kamar terdengar suara hair-dryer pertanda ia sedang mengeringkan rambutnya. Kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi lagi untuk menggunakan krim penghalus wajah yang dioleskannya ke seluruh bagian wajah serta lehernya sambil memejamkan mata. Sandra membuka matanya kembali untuk melihat wajah cantiknya. Namun cermin besar di depannya itu tertutup oleh uap embun air panas. Diusapnya embun pada cermin itu dengan tangannya. “AAAAHHHHHHHH!!!” Sandra berteriak keras melihat bayangan orang dari pantulan cermin itu. Garwo! Ia sedang berdiri di belakangnya sambil menatap dengan mata mencorong! “K-kau!…. Bagaimana kau bisa masuk disini? …” Sandra terkejut ketakutan melihat Garwo tiba-tiba muncul disini. Di dalam kamar tidurnya. Saat ia hanya mengenakan handuk saja. Dan rasa ngeri dalam dirinya semakin menjadi saat Garwo hanya memandangnya dengan pandangan mata mencorong. “Mau apa kau kesini?” tanyanya gugup. Sementara kedua tangannya merapat di depan dadanya dan kedua kakinya juga ditutup erat-erat. Rasa ketakutan dalam dirinya makin menjadi begitu teringat kalau kamarnya ini kedap suara dari luar. Ketika villa ini sedang dibangun, atas permintaannyalah ruang yang akan menjadi kamar tidurnya supaya dibuat kedap suara. Ia tak ingin saat dirinya sedang berasyik-masyuk dengan cowoknya terdengar oleh mereka yang berada di luar. Jadi mau berteriak sekeras apapun, para pegawainya di luar tak akan dapat mendengarnya. Sebaliknya Garwo sama sekali tak bereaksi. Pandangan mata tajamnya terus mencorong ke arah dirinya. Membuat suasana hati Sandra semakin mencekam. Mengapa orang ini muncul di saat dirinya hampir meninggalkan tempat ini, keluhnya dalam hati. “Biarkan aku pergi meninggalkan tempat ini. Aku berjanji ga akan berusaha mengganggumu lagi, ok?” pinta Sandra dengan lirih dan pasrah. “Heh! Kau sudah kuperingatkan sebelumnya. Tapi kau tak menghargai kebaikanku. Kini kau memohon-mohon minta ampun kepadaku?” jengek Garwo yang akhirnya membuka mulutnya. “Dasar cewek tak tahu diri.” “Maaf… Maafkan aku,” jawab Sandra terbata-bata. Belum pernah ia dikatain “tak tahu diri”, namun kini dirinya hanya bisa pasrah memelas kepada orang ini. “Lepaskanlah aku kali ini. Aku tak akan mengatakan sesuatu tentang dirimu kepada siapapun.” “Kamu ingin keluar dari sini? Boleh saja. Silakan. Tapi bukankah kamu mau berpakaian dulu sebelum keluar? Kalau memang itu maumu, lepas dulu handukmu sekarang,” kata Garwo dengan tenang. “A-apa?!!” seru Sandra dengan mata mendelik dan nada tinggi. “Ayo! Buka handukmu. Biar aku bisa kembali ngeliat tubuh bugilmu yang putih mulus. Hahahaha. Setelah itu kamu bebas pergi dari sini. Jadi win-win solution khan.” Wajah Sandra merah padam. Sungguh ia terlihat geram bahkan benci banget dengan cowok bajingan ini. Namun juga sekaligus takut. Sehingga kini ia hanya bisa menahan marah dalam diri. “Jadi gimana maumu Nik. Mau keluar atau tinggal disini? Lama bener mikirnya.” “Kalo aku, eh, telanjang disini, kamu janji tidak akan berbuat apa-apa?” tanya Sandra akhirnya. “Kau pikir aku seperti dirimu yang suka ingkar janji?” sindir Garwo. “Kalo aku memang ingin memperkosamu, tadi malam memekmu sudah jebol kayak sarang tawon dan hari ini kamu jalannya terpincang-pincang,” sergah Garwo. Ucapan kasar Garwo sungguh membuatnya naik pitam. Namun saat ini ia tak bisa berbuat apa-apa. Malah kemudian dengan kepala tertunduk Sandra membuka handuknya dan melepaskannya dari tubuhnya. “Wow! Putih mulusss.. Suitt suitt…,” Garwo mengeluarkan siulan-siulan usil seperti saat preman terminal melihat gadis cantik lewat. “Bodimu memang yahud dan menggairahkan. Bikin kontolku langsung ngaceng Nik. Hahahaha..,” kata Garwo dengan mata tak berkedip menatap Sandra dalam keadaan telanjang bulat. Sandra hanya bisa diam saja saat Garwo terus melakukan tatapan dan pelecehan verbal terhadap dirinya. Baginya kini ia harus segera memakai pakaian dan pergi dari kamar ini. “Eh! Apa yang kamu lakukan?” tanya Garwo tiba-tiba saat Sandra membuka lemari pakaian. “Aku ingin memakai pakaian!” kata Sandra agak tajam. “Supaya bisa keluar. Sesuai dengan perjanjian kita.” “Kalau kamu mau keluar ya keluar aja sekarang. Gak usah pake pakaian segala.” “Bagaimana mungkin aku bisa keluar tanpa memakai baju seperti ini?!!” kata Sandra dengan nada tinggi dan suara penuh amarah. Bahkan kedua matanya agak merah dan sembab oleh airmata yang tertahan. “Mana aku tahu. Itu urusanmu. Bagiku persoalannya sederhana saja. Kalau kamu mau keluar ya keluar saja sekarang juga. Kalau tidak mau ya kamu tinggal disini. Lebih enak jadi aku bisa terus menikmati bodimu yang mulus dan sexy ini hahahaha. “Bukankah tadi kau telah berjanji aku bisa memakai pakaian,” tanya Sandra berusaha menuntut haknya. “Hmm, aku tidak mengatakan begitu. Aku tahu kamu ingin berpakaian. Tapi aku tak pernah bilang menyetujuinya. – Eh, jangan ditutupi. Ayo pinggirkan tanganmu supaya aku bisa ngeliat pentil susumu dan memekmu. – Nah ya begitu. Bagus. Bagus. Hahahaha,” Garwo tertawa tergelak-gelak sambil memandangi tubuh polos Sandra. “Balik ke topik… ya kamu boleh keluar meninggalkan kamar ini sekarang. Sekalian aku pengin tahu gimana reaksi pegawai-pegawaimu di luar sana itu. Pasti pada riang ceria bisa menyaksikan tubuh mulus gadis majikannya dalam keadaan bugil polos. Hahahahaha. Ditambah lagi para petugas terutama yang mesum itu. Bakal seru nih. Ayo keluar sana cepat!” “Bajingan bedebah! Dasar anjing kamu! Bangsat!!” Bentak Sandra dengan sangat marah. Seumur hidupnya belum pernah ia mengeluarkan kata-kata makian kotor. Namun kali ini ia begitu marah karena telah dipermainkan. “Kau adalah anjing bangsat anak lonte jalanan! Ya, ibumu pasti seorang pelacur jalanan ya sampai punya anak haram jadah seperti kau!” maki Sandra dengan kasar sementara ia mengambil pakaian seadanya untuk menutupi tubuhnya. “Apa kau bilang?! Hei, kamu jangan sekali lagi mengata-ngatai tentang ibuku. Ia adalah seorang yang mulia!” kata Garwo dengan marah. Kejadian masa lalu rupanya sungguh membekas di dalam dirinya. Karena gara-gara ibunya kawin lagilah membuat hidupnya jadi susah seperti ini – sampai-sampai ia terjerumus ke dunia kriminal. Dan kata-kata Sandra barusan telah menekan “tombol sensitif” dalam psikisnya. “Oh begitu? Saking mulianya sehingga anaknya jadi malu mengakui ibunya seorang lonte jalanan yang sering dipake oleh preman-preman?” jengek Sandra. “Atau mungkin pelacur di kuburan yang tiap malam ngangkang di atas batu nisan orang? Begitulah mulianya sampai lalu menghasilkan anak jadah sepertimu,” jawab Sandra dengan sinis. Rupanya amarah dalam dirinya telah menguasai rasa takutnya. Sehingga kini ia berani melawan Garwo. “Rupanya kamu memang minta diberi pelajaran ya. Tadi kaubilang ibuku pelacur yang biasa dipake preman? Baiklah. Kini kau akan kubikin merasakan gimana rasanya digagahi oleh preman. Karena aku juga seorang preman,” kata Garwo dengan mata mendelik berjalan mendekat ke arah Sandra. Sandra mencoba memukul dan melawan Garwo. Namun, breeettt…brett….brett…. Tanpa mengindahkan Sandra yang memukul-mukul dirinya, pakaian yang baru dikenakan gadis itu langsung dirobeknya. Tak hanya dirobek satu kali. Namun beberapa kali. Membuat pakaian berbahan sutra halus yang mahal itu kini jadi terkoyak-koyak di tubuh gadis itu dan tak bisa disebut pakaian lagi. Sandra yang telah kalap tak terlalu mempedulikan keadaan pakaiannya lagi. Karena kini fokusnya adalah lari menuju pintu keluar. Namun lagi-lagi ia kalah cepat. Sebelum mampu mencapai pintu, Garwo telah menyergap tubuhnya dan memitingnya. Sempat ia mencoba meronta dan melawan sekuat tenaga. Namun lawan yang dihadapi adalah preman kawakan tangguh yang sempat mengenyam “sekolah” di penjara Pagarwesi yang ibarat seperti Guantanamo-nya di Amrik sana. Bahkan sebelumnya ia juga pernah beberapa kali membunuh preman lawannya. Sementara Sandra adalah cewek sosialita elit yang lebih terbiasa hidup mewah dan update status di dunia maya. Bagaimana mungkin ia punya kesempatan beradu secara fisik dengan Garwo? Ibarat harimau jantan melawan rusa betina. Tak perlu waktu lama, Garwo berhasil menguasai Sandra. Dengan kasar diseretnya gadis itu dan kemudian dilemparkannya ke atas ranjang. Membuat ranjang itu membal saat tubuh Sandra menimpanya. Dalam keadaan Sandra telungkup di atas ranjang, kembali Garwo merobek pakaian gadis itu. Mulai dari leher sampai ke ujung bawahnya. Dengan kasar ditariknya kedua belah kain di tangannya. Membuat Sandra lagi-lagi tak memakai penutup tubuh. Nampak punggung mulusnya serta kedua pinggulnya yang cukup berisi menonjol. Sandra diam tak bergerak. Energi perlawanan dalam dirinya telah berhasil dikalahkan oleh Garwo. Ia menahan isak tangis. Namun Garwo sama sekali tak merasa kasihan. Bahkan ia tak mempedulikan itu. Bagaikan memperlakukan tubuh hewan hasil buruan, dibaliknya tubuh Sandra sehingga kini menghadap telentang ke atas. Kedua matanya memang agak merah dan basah oleh airmata. Garwo yang tak memakai pakaian atas hanya celana pendek saja langsung menindih Sandra. Sandra sempat berusaha melawan saat cowok itu berusaha mencium bibirnya. Namun Garwo menampar pipi dan menjambak rambutnya. Membuat Sandra meringis kesakitan. Kemudian dengan paksa Garwo menciumi bibir Sandra. Sambil kedua tangannya mengunci gadis itu supaya tak mampu melawan, Garwo terus melumat bibir Sandra. Menikmati bibir gadis ini secara kasar dan ganas. Saking ganasnya sampai tak memberi kesempatan Sandra bernapas. Membuat ia jadi tersengal-sengal. Lagi-lagi Garwo tak mempedulikannya. Ia terus dengan kesetanan melumat bibir Sandra. Sambil tangannya kini merengkuh payudara kanan Sandra dan meremas-remasnya. Tiba-tiba…. Tuut…tuut. Suara telepon di sebelah ranjang berbunyi. Tuut…tuut. Garwo tak memberi kesempatan Sandra untuk mengangkatnya. Alih-alih, ia justru meneruskan aksinya menggarap gadis ini. Bibirnya dengan ganas menciumi kedua sisi leher Sandra. Sementara tangannya terus memainkan payudaranya. Tuut…tuut. Tuut…tuut. Tuut…tuut. Sementara suara telpon terus berbunyi tak henti-henti. Pada akhirnya Garwo merasa terganggu juga. Ia menyuruh Sandra untuk mengangkatnya. Tapi setelah ia mengancam gadis itu. “Ingat, kau jangan macam-macam. Aku bisa langsung mematahkan lehermu disini!” desisnya. “Halo. Mbak Sari.” “Oh, helikopter…” “Iya Non. Mas Dani (sang pilot) bilang helikopter telah siap untuk terbang kapan pun Non siap,” terdengar suara dari seberang telpon. Garwo memutus telepon itu. “Kau tak kemana-mana. Hari ini kau tak kemana-mana,” desis Garwo. “Suruh helikopter itu untuk pergi. Bilang kepada mereka, kau memutuskan untuk tinggal lebih lama disini. Bahkan katakan juga kau ingin istirahat di dalam kamar dan tak mau diganggu. Ayo lakukan!” perintah Garwo kepada gadis itu. “T-tapi…” “Cepat telepon balik dan katakan!” bentak Garwo dengan garang. Membuat Sandra tak ada pilihan lain kecuali melaksanakan sesuai keinginan Garwo. Setelah itu tak ada lagi suara telepon berbunyi. Sandra mengerti betul, para pegawainya akan mematuhi apapun perintahnya. Kalau ia bilang tak ingin diganggu maka mereka juga tak akan menghubunginya. Ironisnya, kini ia justru jadi tahanan di dalam rumahnya sendiri, di dalam kamar tidurnya sendiri, sesuai aturan protokol yang sebelumnya dibuat untuk menciptakan kenyamanan untuk dirinya. Kini satu-satunya jalan keluar dirinya telah tertutup. Sementara pengalaman penuh kenistaan akan segera melanda dirinya. Ia – seorang gadis muda yang cantik, menawan, populer, anak konglomerat besar di seantero negeri, yang kemauannya selalu terpenuhi – kini akan dipake oleh seorang preman kasar rendahan. Selama ini bahkan membukakan pintu pagar untuk kacungnya yang baru datang dari libur lebaran pun ia tak sudi. Kini dirinya akan dijadikan pelampiasan nafsu bejat laki-laki yang bahkan lebih rendah dan lebih jelek dari seorang kacung. Penghinaan seperti apa lagi yang dapat lebih hina dibandingkan ini? Garwo melanjutkan perbuatannya menggarap gadis itu. Sambil duduk di dekat Sandra, kedua tangannya merabai dan meremas sepasang payudara gadis itu. Sandra yang sedang tidur telentang dan menghadap ke arah luar jendela, melihat helikopernya yang terbang menjauh meninggalkan dirinya…. seiring dengan menjauhnya kebebasan dirinya. Dua butir air mata mengalir turun dari matanya. Sementara Garwo sedang asyik mengecup-ngecup, mengulumi, dan mengenyot-ngenyot payudara Sandra bergantian. Sambil mulutnya terus mengeluarkan suara kecipakan saat menyeruput “susu segar” itu. Sesekali lidahnya melelet-lelet memainkan kedua puting susu kemerahan Sandra. Sandra hanya bisa membiarkan cowok jahanam ini memainkan dirinya demi pemuasan nafsu bejatnya… Garwo menghentikan aksinya menggarap payudara Sandra. Namun itu bukan berarti penderitaan Sandra berakhir. Karena justru cowok itu akan melakukan sesuatu yang lebih “dalam” lagi. Yaitu masuk ke dalam dirinya. Sambil membentangkan kedua kaki Sandra sampai-sampai liang vaginanya terbuka jelas di depan matanya, Garwo membuka retsleting celananya. Diturunkannya celana pendek berikut celana dalamnya sampai nampak batang penisnya yang sedang menegak kencang dan keras. Penis yang berukuran cukup besar berwarna sawo matang gelap dengan ujung kepala yang membesar dan tak bersunat. Senjatanya yang akan segera menjebol gerbang pertahanan vagina Sandra dan memporak-porandakannya. “Jangan… jangan lakukan itu. Aku mohon. Kau boleh melakukan apa saja, tapi jangan kaulakukan hal itu,” pinta Sandra memohon secara memelas sambil melihat penis gelap sawo matang besar panjang berurat itu dengan pandangan horor. Namun Garwo sama sekali tak mengindahkan permohonan gadis itu. Bahkan ia sama sekali tak mempedulikannya. Dengan sikap dingin ia maju mendekat ke tubuh Sandra sampai penisnya tepat berada di depan liang vagina Sandra. Lalu ia menindih tubuh gadis itu. Dan digerakkannya tubuhnya ke depan mendorong penisnya masuk ke dalam vagina Sandra. Cleeppp….. “Aaaghhh…” Sandra berteriak keras saat benda tumpul keras itu masuk ke dalam dirinya. Dan ia semakin meringis-ringis saat Garwo memaju-mundurkan penisnya di dalam dirinya. “Aaaghhh…. uuugghhh…..uugghhh…..” Sandra terus berteriak saat Garwo langsung “tancap gas” memompa penisnya di dalam dirinya. Mengharu-birukan baik vaginanya dan juga isi hatinya. Belum pernah ia merasakan penghinaan sedemikian hebat seperti saat ini. Dan perlakuan cowok ini ibarat binatang buas yang liar. Sama sekali tak ada manis-manisnya ataupun unsur romantisnya sedikitpun. Dirinya kini sedang digagahi oleh seorang pemuda preman! Sebaliknya Garwo terus mengocok penisnya beradu dengan vagina sempit Sandra. Semua itu dilakukan bahkan celana pendek jins dan celana dalamnya masih menempel di pahanya. Bagi dirinya yang penting adalah keperkasaan penisnya mampu menembus vagina gadis ini. Ia tak perlu bersikap manis-manis apalagi romantis. Baginya hubungan seksual adalah untuk memuaskan dirinya seorang. Dengan wajah merasakan nikmat luar biasa, Garwo terus menggoyang pinggulnya dengan celana masih melekat di kakinya untuk memompa penisnya mengoyak-ngoyak vagina Sandra. Setelah puas menikmati Sandra dalam posisi normal, Garwo menyuruh Sandra berdiri agak membungkuk dengan kedua tangan memegang tepi ranjang. Setelah melepaskan celananya, Garwo memasukkan penisnya ke vagina Sandra dari belakang. Sambil kedua tangannya dari belakang meremas-remas payudara, penisnya kembali menghunjam-hunjam masuk ke dalam vagina Sandra. Tanpa mempedulikan reaksi Sandra yang terkadang masih menjerit keras sambil meringis-ringis meski terkadang juga diselingi dengan desahan-desahan. Garwo terus mengocok batang kejantanannya di dalam tubuh gadis berparas oriental ini sampai akhirnya…. “Uuugghhhh…..uuugghhhh……uuugghhhh….” Wajahnya merah padam. Pandangan matanya makin mencorong. Remasan kedua tangannya pada sepasang payudara Sandra pun semakin kuat. Di dalam tubuh Sandra, penisnya menyemprotkan lelehan sperma hangat yang membasahi seluruh dinding vagina gadis itu. Bahkan setelah spermanya keluar, penis Garwo yang masih berdiri tegang kencang terus menyodok-nyodok vagina Sandra. Seolah tak mau rugi. Seolah ingin menumpahkan seluruh sel spermanya ke dalam liang rahim gadis ini. Sebelum kemudian ia mencabut senjatanya setelah betul-betul terkulai lemas. Sementara ia menyuruh Sandra tidur telentang dengan kedua kaki ditekuk ke atas. Dengan wajah puas dan senyum sumringah ia menatap liang vagina yang masih basah di beberapa tempat akibat semprotan sperma yang sebagian sempat keluar. Untuk itulah ia menyuruh gadis ini telentang dengan posisi seperti ini. “Hehehe, masih peret juga memekmu, Nik. Meski sudah nggak perawan, tapi masih sempit dan enak digoyangnya. Apalagi kulitmu putih mulus,” kata Garwo sambil meraba-raba paha mulus Sandra. “Abis ini, semoga pejuku itu jadi anak ya supaya kamu punya anak dari preman. Yang pasti aku tak akan bertanggung jawab. Jadi anakmu itu betul-betul anak haram jadah. Hahahaha.” “Yang pasti barusan tadi kau kugenjot kayak pelacur. Enak memekmu Nik. Hahahaha,” Garwo terus mengata-ngatai gadis yang baru dieksekusinya itu dengan pandangan merendahkan. Sungguh bergelora hatinya telah berhasil memberi pelajaran kepadanya. Sebaliknya, Sandra hanya mampu bersikap tabah dan pasrah akan semua penghinaan ini. Air mata tergenang di kedua matanya. Sambil sesekali ia sesenggukan menahan tangis.