Rahasia Shana
Kumpulan Cerita Panas, Cerita Panas Nyata, Cerita Panas Terhangat, Dengan berat hati, aqu meninggalkan Shinta yang masih termenung di depan kelas. Sedih juga, gini jadinya kalo ranger kuning kehilangan ranger pink. Aqu pun merasa kesal dengan Shana, ia tak hanya meninggalkan aqu, namun juga kawan-kawannya yang lain. Pria istimewa seperti apa sih yang sudah merebut hatinya?
Aqu membalas SMS Ghea dan mengiyakan ajakannya untuk bertemu. Dia bilang dia menungguku di kios bakso Pak Brewok yang ada di seberang campus, jadi mau tak mau aqu harus keluar dari campus ini, kebetulan semua jadwal kuliah sudah Usai. Saat melewati tempat parkir, aqu melihat sebuah boil sedan mewah baru saja masuk dan sedang mencari tempat parkir. Boil sapa itu? Mungkinkah boil dosen atau rektor? Atau boil mahasiswa anak orang kaya? Namun aqu belum pernah melihatnya sebelumnya.
Saat boil itu Usai parkir, sesosok pria keluar dari kursi kemudi. Pria itu memakai pakaian necis dan mengenakan kacamata, rambutnya pendek dan disisir ke samping. Dari pintu boil yang satunya lagi, sesosok wanita keluar. Ia mengenakan kaos oblong, celana jeans, dan sepatu kets. Penampilan mereka berdua sangat kontras, namun aqu kenal sapa wanita itu. Dia adalah Shana.
Wajah Shana nampak terkejut saat melihatku, mulutnya menganga dan matanya menatap mataqu tanpa berkedip. Terus terang, aqu juga tak tahu harus mengatakan apa. Ada perasaan rindu yang amat sangat di dalem hati ini, namun ada juga perasaan kecewa dan patah hati yang tak bisa ditutupi. Kalo saja tak ada pria itu di sebelahnya, aqu mungkin akan mencoba bicara. Namun aqu tak mau. Membayangkan mereka berdiri bersampingan saja sudah membuatku bisa membayangkan seks macam apa yang sering mereka laqukan di dalem boil mewah itu. Lebih dari soal seks, Pria itu adalah Pria istimewanya Shana, lebih istimewa dari aqu.
“Adi!” Shana akhirnya memanggilku saat aqu berjalan menjauh. Aqu tak menggubrisnya, aqu tetap berjalan ke arah bakso Pak Brewok untuk menemui Ghea.
Beberapa langkah aqu berjalan, aqu merasa ada yang mengikutiku dari belakang, kemudian menepuk pundakku. Ini bukan tangan Shana. Tangan sapa ini? Tangan Pria brengsek itu!
“Hey bung! Tunggu sebentar!”
Bang, bung, bang, bung, dia pikir dia sapa? Aqu memang orang yang terkenal tak suka cari masalah, namun kesabaranku sudah pada batasnya.
Aqu menoleh dan menatapnya. Dia beberapa tahun lebih tua dariku, mungkin itulah kenapa ia nampak sudah mapan. Namun di wajahnya tak ada rasa bersalah, wajahnya terlalu datar. Kemudian ia membetulkan posisi kacamatanya, membuat aqu makinn muak.
“Kamu pasti kawannya Shana yang namanya….”
BUAK!
Tinjuku melayang menghantam kepala Pria itu sebelum ucapannya Usai. Kacamatanya lepas, ia terhuyung dan jatuh tersungkur. Ini adalah pertama kalinya dalem hidupku aqu memukul orang karena marah, tak kusangka pukulanku kuat juga. Security dan tukang parkir memperhatikan kita dan bersiap untuk melerai.
“Kalo lo orang kaya, lain kali kondom beli sendiri!” ucapku membentaknya. Shana hanya mematung melihat perbuatanku, wajahnya pucat.
Aqu bingung dengan diriku sendiri. Apa yang sudah aqu laqukan? Memangnya aqu sapanya Shana? Memangnya apa hakku marah pada pacarnya Shana? Memangnya dia salah apa? Memangnya Shana salah apa kalo dia berhubungan dgn pria lain? Aaaargh! Aqu kemudian lari sekencang-kencangnya, melewati gerbang campus, menuju bakso Pak Kumis.
Di dalem kedai bakso, Ghea sedang asyik minum jus alpukat sembari memainkan iphone-nya. Aqu tiba di sebelahnya sembari terengah-engah.
“Eh Bang adi! Kenapa ngos-ngosan getooh? Santai aja kali, aqu gag buru-buru koq,” ujar Ghea sembari tersenyum. Tiba-tiba saja ia nampak lebih cantik dari biasanya.
Sembari mengatur nafas, aqu duduk di hadapannya dan sedikit berbasa-basi. Ia menanyakan apakah aqu masih lapar, aqu bilang tak.
“Nah, soal yang mau aqu tanyain itu soal ini,” Ghea mengeluarkan lembaran diktat kuliah, kemudian menunjuk satu halaman.
“Oh itu…. Kalo yang itu sih…” aqu terdiam.
“Why?”
Kalo aqu berlama-lama di sini, bisa-bisa Shana dan pacarnya menemukanku, sapa tahu tadi mereka mengejar dari belakang? Bukannya aqu taqut Pria itu membalas pukulanku, namun aqu tak sanggup bertemu Shana. Aqu harus segera pergi dari sini.
“Wah… kalo soal yang itu catatanya ketinggalan di tempat kos. Padahal itu lengkap banget,” jawabku.
“Oh yaa sudah, kalo getooh….”
“Gimana kalo kita diskusinya di tempat kos-ku aja?” ucapku memotong.
Ghea terdiam, dia sepertinya terkejut. Kemudian samar-samar aqu seperti dapat melihat pipinya memerah. Setelah itu ia tersenyum lebar.
“Boleh saja!” ucapnya.
————————————————-
Aqu pergi bersama Ghea ke tempat kos-ku. Sebenarnya ini ide yg buruk, mengajak perempuan ke dalem kamar tanpa persapan apa-apa. Aqu bisa membayangkan seberapa berantakan kamarku, belum lagi cd film-film dewasa yg mungkin masih berserakan.
“Haha… Kamar lelaki!” ia tertawa saat aqu membuka pintu.
Aqu menyingkirkan beberapa buku yang berserakan di atas kasur dan menyuruh ia duduk. Tak lama kemudian, tiba-tiba dia berteriak senang saat melihat sebuah gitar tua yang kuletakkan di sebelah lemari pakaian. Tanpa meminta izin, dia pun mengambil gitar itu dan membawanya ke atas kasur.
“Ternyata suka main gitar ya?” tanyanya.
“Dulu sempat pingin belajar, namun sekarang sih cuma jadi pajangan,” aqu tersenyum, duduk di sebelahnya.
Seperti lupa tujuan awalnya datang ke sini, ia langsung memainkan gitar itu dengan jari-jemarinya yang lentik. Kemudian dia pun lalu bernyanyi.
“Knock knock knock, knocking on heaven’s door….”
Aqu tiduran di sebelahnya, sementara dia duduk bernyanyi di sebelahku. Sesaat saja, Ghea seperti berubah lagi menjadi gadis rocker yang kulihat di atas panggung waktu itu, rasanya dia seperti punya kepribadian ganda.
Sembari mendengar suara merdu Ghea, aqu melamun, aqu teringat pada semua hal yang kualami bersama Shana. Kalo saja, seandainya saat itu di bioskop aqu tak tanpa sengaja menyenggol dada Shana, dan tak datang ke kost-nya esok harinya, mungkin semua ini tak akan terjadi. Mungkin kita masih akan tetap bersahabat seperti biasa, tanpa ada embel-embel apapun. Mungkin aqu masih akan menyimpan perasaanku dalem-dalem, namun tak akan sesakit ini. Ya, pastinya aqu juga tak akan pernah melaqukan hal-hal intim itu bersama Shana, namun artinya semua itu kalo akhirnya jadi begini?
“…that cold black cloud is comin’ down, feels like I’m knockin’ on heaven’s door…”
Melihatku melamun, Ghea tiba-tiba saja menepuk pahaqu.
“Abis mukul orang, terus ngerasa bersalah ya?” ucapnya tiba-tiba.
Aqu terkejut bukan main, aqu bangkit duduk dan menatapnya. Darimana dia bisa tahu hal itu? Jangan-jangan….
“Tadi aqu lihat dari jauh, sebelum masuk ke kedai bakso. Masalah cinta segi sembilan nih kayanya? Hehehe…, sorry kalo pengen tau!”
Aqu kembali rebahan di atas kasur dan menghela nafas. Kemudian Ghea kembali memainkan gitar dan berdendang ringan. Mungkin karena terhipnotis oleh suaranya yang merdu, aqu akhirnya menceritakan semua itu. Aqu menceritakan semua yang terjadi padaqu dan Shana…, perasaanku yang sudah kupendam sejak lama, hubungan skandal rahasia kita, dan pacar baru Shana yang membuatku naik darah. Ghea mendengarkan dengan serius, ia sama sekali tak terkejut waktu aqu ceritakan skandalku dengan Shana, ia juga tak nampak merendahkan, ia malah nampak simpatik.
Kemudian Ghea ikut tiduran di sampingku, sembari masih memetik gitar.
“Kak Adi mungkin gag tau, kalo sebenarnya Kak adi itu sering jadi bahan pembicaraan adik-adik kelas, sebagai lelaki yang sopan, berkharisma, baik hati dan kalem. Namun lucunya, aqu gag terkejut waktu tau rahasia pribadi Kak Adi yang bertolak belakang….” ucapnya dengan suara yg pelan, “dan mudah-mudahan Kak Adi juga ga terkejut kalo tau bahwa….”
“Bahwa what?”
“Bahwa perempuan kaya aqu ini… yah, yang kata orang sih populer, cantik, keren, gaul, dan hehehe”
Aqu menyikut pundaknya, ia balas menyikut pinggangku, kemudian tertawa.
Ia melanjutkan ucapannya,
“…iya, bahwa perempuan kaya aqu ini, ternyata diam-diam udah lama… naksir bang Adi.”
Deg!
Jantungku berdetak lebih keras dari biasanya. Baru kali ini ada perempuan yang terus terang mengatakan itu padaqu. Bahkan Shana tak pernah satu kalipun mengatakan kalo ia menyukaiku. Aqu menoleh ke arah Ghea yang tiduran di sebelahku. Ia sedang menutupi wajahnya yang memerah dengan tangan. Sangat cute, kemana perginya gadis rocker yang tadi asik bernyanyi? Aqu tertawa dalem hati. Tiba-tiba saja aqu juga tertarik mengeluarkan sisi diriku yang lain.
“Main gitar lagi dong!” ucapku sembari bangkit duduk. Ia juga ikut duduk.
“Huuu! Maunya konser gratis! Bayar tiket dong!” ia menjulurkan lidah, kemudian membetulkan kacamata merah maroon-nya.
“Kan aqu yang main drum.”
“Oke!”
Ghea memainkan gitarnya, namun kemudian berhenti. Ia memicingkan matanya.
“Mana? Katanya bang Adi mau main drum? Koq diem aja? Pukul-pukul kaleng biskuit kek, apa getooh,” ia protes.
“Aqu lagi main drum koq!”
“Mana?”
“Niih…,” aqu meraih tangan kirinya, kemudian menuntun telapak tangannya itu ke arah dadaqu.
“Kedengeran ngga? Blast beat nih drumnya!”
Ia tertawa terbahak-bahak, bahkan sampai memegangi perutnya. Matanya berkaca-kaca karena terlalu lama tertawa.
“HAHAHAHAHAHA! Gombaaaal parahhh! atit perut nih!”
Aqu senyum-senyum mendengarnya. Usai tertawa, ia menarik tanganku ke arah dadanya, gantian katanya.
“Bukan cuma Bang Adi aja yang dari tadi main drum!”
Telapak tanganku menempel di dadanya, di atas kancing pakaian yang bagian atasnya ia biarkan terbuka. Sekarang aqu jadi grogi.
“Ohiya, posisi jantung kan agak ke kiri dikit ya,” ujarnya. Ia menggeser tanganku ke sebelah kiri dadanya, tepat di atas buah dada kirinya. Mata kita saling bertatapan. Di balik kacamata persegi itu aqu dapat melihat kedua matanya yang nampak agak sayu. Apalagi saat tanganku bergeser agak ke bawah.
“Kerasa gag?” tanyanya.
“Apanyaaaaa?”
“Detak jantungnya lah. Emang ada yang lain?”
“Hmm… Adaaaa…”
Pelan-pelan telapak tanganku bergeser makinn ke bawah. Aqu bisa merasakan ada bukit yang menonjol di dadanya. Ghea nampak menahan nafas, matanya makinn sayu.
Dengan lembut, jari-jemariku mulai memijit buah dada Ghea dari luar pakaiannya. Ternyata ukurannya lebih besar dari yang kukira. Hampir dua kali lebih besar dari milik Shana, namun masih pas di telapak tanganku. Aqu meremas-remas buah dada kiri Ghea dengan satu tangan, sembari terus memperhatikan ekspresi wajahnya.
“Mhhh…” suara lenguhan pelan keluar dari bibir Ghea. Suara yang sangat merdu, suara lenguhan paling merangsang yg pernah kudengar. Spontan saja penisku berdiri di dalem celana.
“Satunya lagi….” bisiknya. Menuruti perintahnya, aqu pun meraih buah dadanya yang sebelah kanan. Sekarang kedua gunung kembar itu sudah kugenggam, kemudian kupijat perlahan-lahan. Rasanya sungguh kenyal dan kencang. Luar biasa.
“Ghe, buka aja yaaaa?”
“Mmmmh…. iyaaah….”
Aqu penasaran dengan belahan dada yang sejak tadi mengintip dari kerah pakaiannya. Kemudian dengan perlahan-lahan aqu membuka kancing pakaian Ghea, satu-persatu. Makinn banyak kancing yang kubuka, makinn jelas nampak buah dadanya yang bulat menggoda. Ia mengenakan bra putih yang sangat seksi. Aqu kembali meremas kedua buah dada Ghea. Kemudian tanpa diminta, ia melepas kacamata yang ia kenakan, kemudian ia mencium bibirku dengan ganasnya. Aqu didorongnya sampai telentang di kasur, kemudian dia naik ke atasku dan kembali menciumi bibirku.
“Bang… kalo buat aqu, Kak Adi adalah lelaki yang paling istimewa,” ucapnya dengan nafas yang memburu….
Bersambung… sabar ya juragan yang budiman… kita sambung lagi nanti.