Selingkuh Teman Kerja

Selingkuh Teman Kerja

PADA jam istirahat makan siang kalau kami tidak titip membeli makanan pada office boy, kami sering pergi makan di luar berempat. Aku, Emi, Faldo dan Hani.

Di antara kami berempat Emi adalah karyawan yang paling senior di perusahaan yang bergerak di bidang logistik ini. Emi sudah bekerja 12 tahun, sedangkan aku, Faldo dan Hani masih karyawan muda.

Umur Emi sudah 40 tahun, tubuhnya juga sudah berbentuk tubuh ibu-ibu karena dia sudah punya anak yang berumur 18 tahun.

Aku baru bekerja 4 tahun, tetapi sebelum bekerja di perusahaan ini aku pernah bekerja di perusahaan lain selama 6 tahun.

Aku sudah berkeluarga, sudah mempunyai anak berumur 6 tahun dan berumur 3 tahun, sedangkan istriku hanya sebagai ibu rumah tangga biasa.

Aku memegang jabatan yang cukup strategis di perusaaan milik keluarga itu sebagai manager keuangan, sedangkan Emi sebagai kasir. Pekerjaan ini ditekuni oleh Emi sejak pertama kali di perusahaan ini sehingga dia sangat dipercaya oleh si ‘encek’ pemilik perusahaan ini.

Faldo yang bekerja di bagian IT, pernah pula bekerja di perusaaan lain, dia resign ke perusahaan ini baru 3 tahun. Faldo sudah berkeluarga juga, mempunyai anak berusia 2 tahun dan istrinya bekerja.

Sedangkan Hani baru memulai kariernya di bidang HRD sekitar 1 tahun. Hani bergelar sarjana strata 1 jurusan Psikologi.

Pergaulan kami biasa-biasa saja sebagai rekan kerja sekantor. Beberapa kali aku dan Emi pernah pergi makan di luar dan yang dibicarakan Emi padaku hanya sekitar keluarganya, kedua anaknya dan suaminya.

Namanya juga teman akrab, tidak salah kalau kami saling berbagi informasi tentang keluarga kami masing-masing tapi tidak sampai keluar batas kewajaran, meskipun kadang-kadang juga sedikit nyerempet ke masalah seks khususnya Faldo yang suka bercanda.

Pada suatu siang sewaktu aku dan Emi berkesempatan makan siang berdua lagi karena dia ngidam pecel leleh, tetapi saat itu Faldo dan Fani tidak bersama kami. Faldo sedang ditugaskan keluar kota dan Fani tidak masuk kerja, karena sedang flu berat.

“Emangnya hamil lagi ngidam pecel lele?” tanyaku pada Emi yang duduk menunggu pesanan kami datang di warung pecel lele.

“Main aja nggak pernah, hamil… sperma dari Hongk***…..” jawabnya.

“Lho… suami lo nggak pergi kemana-mana kan, kerja juga di dalam kota, memang kecapean… gua secapek-capeknya nih…” kataku. “…masih gua sempet-sempetin… bukan hanya buat gua, tapi istri juga butuh…”

“Laki-laki kayak lo, menurut gua…”

“Kuat 3 ronde gitu…?” balasku. “Aku sudah tua Em, kadang 1 ronde aja aku sudah keok…” kataku.

“Haa… haa… haa… haaa….” Emi tertawa sekencang-kencangnya sampai telapak tangannya mencengkeram pahaku sekuat-kuatnya dan diguncang-guncangnya hingga bangku panjang yang kami duduki ikut terguncang.

 

Tapi kemudian Emi sadar dan ia menghentikan tawanya memandangku, “Kena ya? Maaf…!” katanya, buru-buru tangannya yang berada di bawah meja sana dia jauhkan dari pahaku.

Aku memberikan ciuman ke pipi Emi yang berbintik-bintik flek hitam. Sementara tangan Emi kembali ke pahaku dengan lebih berani, dan ia meremas tonjolan di selangkanganku yang kebetulan hari itu aku memakai celana panjang dari bahan yang cukup lemas.

Untung pesanan kami cepat datang. Sambil makan, Emi melanjutkan ceritanya mengenai suaminya. “Mungkin sudah bosan kali ya, Ton…” namaku Toni Lawas. “Sudah hampir 20 tahun kami menikah, permainannya gitu-gitu aja tanpa variasi. Suamiku itu orangnya kan lurus-lurus aja, nggak kayak lo… he..he.. yang namanya orgasme, gua juga gak tau apa itu… kasihan ya gua…”

“Istri gua juga gak pengen tuh di atas, atau gua sodok dia dari belakang… amit-amit… katanya… kayak pelacur…”

“Gua juga Ton… di bawah aja troosss… selama hampir 20 taon menikah…”

“Kapan-kapan kita bereksperimen…”

“Emang gua ini bahan kimia buat lo eksperimen… enak aja lo… mmmmhh…”

Ooo… astaga dicengkeramnya lagi penisku dan diremas-remasnya dengan gemes. “Lo suka marturbasi, Ton…”

“Kapan-kapan gua ingin ngajak lo mesum…” jawabku.

Selesai makan, kami segera masuk ke mobil. Aku menghidupkan mesin mobil, AC menyala, Emi menjulurkan tangannya ke celana panjangku. “Sini aku hisap…” katanya.

Aku terkesiap kaget, tapi rasa kagetku tidak perlu aku simpan lama-lama. Aku benar-benar terpesona pada Emi ketika mulutnya yang baru habis makan pecel leleh itu menghisap penisku di dalam mobil.

Kuremas-remas payudara Emi. Emi membuka semua kancing bajunya dan melepaskan buah dadanya dari BH-nya untukku. Buah dada Emi yang berkulit halus dan berputing tak lebih besar dari ujung keliling orang dewasa itu terasa lembut di tanganku.

Payudara Emi memang sudah kedodoran. Kelihatan sekali dari pakaian kerjanya kalau kebetulan dia memakai BH yang longgar.

Aku tidak bermimpi apa-apa tentang Emi semalam. Boro-boro bermimpi, di kantor aku menghormati Emi sebagai seniorku.

Tetapi siang ini, setelah dia menghisap penisku, dia berpindah duduk di selangkanganku dengan bagian bawah tubuhnya yang telanjang, dia mengayun penisku, dia menggoyang penisku maju-mundur yang terbenam di dalam liang vaginanya yang basah.

Dia memacu penisku bagaikan seekor kuda liar meski hanya duduk di dalam mobil…. bagaimana kalau di tempat tidur, batinku.

Emi benar-benar haus akan belaian laki-laki, tidak kusangka, sungguh tidak kusangka. Sambil dia memacu penisku, aku kasihan padanya. Aku memeluknya erat-erat membiarkan air maniku yang keluar dengan kencang dan deras itu menghangatkan rahim Emi.

Sejak siang itu ruangan kerjaku jadi bau sperma. Aku mengajak Emi main di hotel dia tidak pernah mau. Mungkin main di atas meja kerja rasanya lebih sensasional.

♤♤♤♤♤​

Aku duduk di kursi kerjaku, sedangkan Emi berlutut di lantai di antara kedua pahaku. Aku benar-benar menikmati hisapan mulut Emi yang nikmat pada penisku.

“Ooohhh…” aku melenguh.

Beruntung Faldo dan Hani tidak curiga kenapa aku dan Emi sekarang mengurangi jadwal makan siang di luar. Supaya durasi bercinta lebih lama, Emi membawa makan siang dari rumah untuk kami berdua. Jika ingin makanan yang hangat, tinggal dipanaskan di microwive.

Emi juga tidak segan-segan menelan air maniku jika aku mengeluarkan di dalam mulutnya.

Dulu aku tidak pernah percaya dengan selingkuh teman sekantor, sekarang benar-benar aku mengalaminya sendiri.

Emi duduk di atas meja kerjaku terkadang ia telanjang bulat, atau terkadang ia mengenakan pakaian, aku memasukkan penisku ke lubang vaginanya.

Entah bagaimana kalau ketahuan oleh istriku. Penisku yang sudah kumasukkan ke lubang vagina wanita lain, kumasukkan ke lubang vaginanya, kadang penisku dihisapnya juga.

Aku tidak pernah takut ia menceraikan aku. Aku sudah tergila-gila dengan lubang vagina Emi yang masih nikmat menggigit penisku.

Aku tarik-dorong penisku di lubang vagina Emi sambil berdiri di depan selangkangannya yang terbuka lebar.

“Ohhh… Tonii..ii…” rintihnya sambil mendongakkan wajahnya menatap langit-langit ruang kerjaku yang bercat putih. Kadang aku memeluknya dan mencium bibirnya.

Bila air maniku belum ingin keluar, aku minta Emi ganti posisi. Emi nungging dan tiarap di atas meja kerjaku. Aku masukkan penisku ke lubang vaginanya dari belakang.

Pantatnya yang montok dan mulus semakin membuat aku terangsang, sehingga penisku menusuk dan menikam lubang vaginanya terkadang membuat aku tidak mampu mengontrol emosi, sehingga membuat Emi menjerit dan terteriak saat penisku merajam-rajam lubang vaginanya dengan irama secepatnya, tetapi aku sangat menikmati persetubuhan itu.

Maka itu, tidak pernah kutinggalkan air maniku setetespun di luar vagina Emi, semuanya aku tumpahkan di lubang vaginanya.

Keseringan menyetubuhi Emi tidak pelak membuat aku jatuh cinta padanya, tidak hanya kebutuhan seks semata lagi jadinya.

Pada suatu hari aku ditugaskan oleh manajemen perusahaan mengikuti seminar keuangan selama 3 hari 2 malam ditemani oleh Hani.

Dimulai dari berangkat ke tempat seminar berdua dengan Hani yang berumur 23 tahun ini, dia banyak bercerita padaku. Karena kami sudah sering bertemu kalau makan siang, ia sudah tidak canggung lagi duduk di sampingku.

Tubuhnya ramping tinggi 160 sentimeter, payudaranya kecil seperti payudara cewek-cewek yang ada saat ini.

Dia bercerita padaku bahwa dia pernah punya pacar sewaktu masih kuliah tetapi putus di tengah jalan.

Dan selama acara seminar berlangsung Hani selalu berdua bersamaku. Duduk berdua, makan berdua, ngobrol berdua kecuali kamar tidur yang berbeda.

Hari terakhir di pagi hari sewaktu sarapan, dia bilang padaku teman sekamarnya pulang duluan. Aku menanggapinya santai saja.

Selesai sarapan, dia mengajak aku ke kamarnya mengambil handphonenya yang ketinggalan.

Di dalam kamar, sewaktu sudah tidak ada sekat-sekat di antara kami, kemudian timbul keberanianku…

Aku memeluk Hani.

“Jangan Pak, nanti membuat aku gak enak dengan Mbak Emi…” kata Hani.

“Kenapa bisa gak enak?” tanyaku heran.

“Mbak Emi bilang Bapak adalah satu-satunya pria yang mampu menaklukkan hatinya,”

“Dia bilang begitu padamu…?” tanyaku tidak percaya.

“Jangan bilang aku yang bilang ya, Pak…”

“Ya… sudah…” kataku melepaskan Hani dari pelukkanku dengan penasaran.

Gagal aku ingin menikmati tubuh Hani yang masih belia. Sepulang dari seminar ini aku sudah tidak punya kesempatan lagi.

“Pak…” panggil Hani menunduk saat aku memandangnya.

Aku mendekati Hani. Aku menaikkan dagunya dan segera mencium bibirnya. Aku siap kalau Hani menolak.

“Ohh… Pak, ohhh…” desah Hani di tengah ciuman yang sudah tidak bisa dihentikan.

Nafsu Hani yang dulu pernah hilang karena diputus pacarnya, seperti ditemukannya kembali dariku walaupun ia tahu bahwa aku lebih tua darinya dan sudah berkeluarga.

“Aku ingin mengisi kekosongan di hatimu,” kataku.

Dia memeluk aku dengan erat.

Emi segera aku lupakan sewaktu Hani sudah kutelanjangi semua pakaiannya, kurebahkan tubuh putih mulus itu di kasur empuk dan kucium vaginanya yang rapat berbentuk 2 garis vertikal berbentuk cembung, bau asli vagina Hani menyusup masuk ke lubang hidungku.

Aroma vagina yang masih perawan itu membuat nafsuku semakin membludak. Bulu kemaluannya yang ikal hitam hanya tumbuh menghiasi perbukitannya. Aku lalu menjilat belahan vagina Hani. Hani bergelinjangan, tangannya menarik rambutku.

“Arrrgghhhh…. Paa..aakkk…” erangnya.

Aku tidak sabar lagi sewaktu terlihat olehku liang intimnya. Segera kupasang penisku yang tegang di depan liang intim itu. Terus kutekan… tidak semudah seperti memasukkan benang yang lemas ke lubang jarum, aku harus tekan cukup kuat penisku… itupun hanya kepala penisku yang tembus.

Hani meringis.

Aku pagut lehernya. “Arrrgghhhh…. Paa..aakkk…” erang Hani lagi.

Kutekan terus menerus penisku masuk ke lubang vagina Hani. Kini penisku berhasil menguak lubang vagina Hani lebih dalam.

Setelah itu kugoyang maju-mundur. Hani tampak pasrah. Terus saja kugoyang supaya lubang vagina Hani yang sempit terkuak lebih lebar untuk penisku masuk lebih dan lebih dalam lagi.

Sewaktu sudah tinggal 1 inci di luar, terus kutekan bleessss…

(Hani merasa seperti ada sesuatu yang terkoyak di selangkangannya.)

Aku tidak mendiamkan penisku yang sudah menyumbat lubang vagina Hani, segera kugenjot lubang vagina Hani yang ‘pret’ itu ma$uk-keluar-ma$uk-keluar, handphoneku berbunyipun kubiarkan saja.

“Ooohh… Pak… ooohh…”

Sebentar kemudian tubuhku sudah mengejang hebat. Crottt… croott… crroottt… air maniku dengan kencang menyemprot di dalam vagina Hani.

“Maaf…” kataku mencabut penisku yang basah berlumuran air maniku yang bercampur darah segar dari vagina Hani.

Hani turun secepatnya dari tempat tidur berlari ke kamar mandi.

Kubuka hapeku. Emi telepon aku tadi aku tidak angkat, lalu dia WA aku.

Bagaimana caranya aku menjelaskan isi WA Emi pada Hani, juga pada istriku jika Emi…