Kronologi Adik Sepupuku Diperkosa
MARISCA, adik sepupuku malam itu pulang kuliah, ia menyuruh aku menjemputnya di depan gang. Teman kuliahnya menurunkannya di situ.
Hujan sudah mulai reda, tetapi mendung masih menggelayut di langit hitam yang tak berbintang. Aku segera melarikan sepeda motorku ke depan gang menjemput Marisca.
Tidak sampai 15 menit aku sudah membuka pintu pagar, sedangkan Marisca menunggu aku di belakang. Akan tetapi tiba-tiba aku mendengar suara gertakan, “Jangan berteriak… atau kubunuh kau…!!!”
Sebelum aku sadar apa yang sedang terjadi di belakangku dengan Marisca, sebuah tinju menghantam ke perutku sehingga membuat tubuhku terjungkal di depan pintu pagar yang belum sempat kubuka dengan sempurna.
Semuanya kabur, semuanya buram. Dengan kepalaku yang berkunang-kunang, mereka menyeretku masuk ke halaman rumah. Satu orang dari mereka memeluk Marisca dari belakang. Tas kuliah Marisca sudah entah dimana, dan Marisca juga sudah tidak memakai sepatu. Kaosnya lenyap dan Marisca yang cantik, berkulit putih, tubuhnya langsing, dengan betis yang ramping itu hanya memakai BH dan celana jeans.
Marisca mencoba meronta, tapi rambutnya dijambak. Air mata Marisca berderai.
“Ambil saja Bang apa yang ada di rumah ini…” kataku dengan suara gemetar dan ketakutan sambil menahan rasa sakit di perutku. “Jangan bunuh aku… jangan perkosa adikku, kumohon…”
“Ha.. haa…” si krempeng tertawa mengejek. “Mana tahan kalo nggak ngentot si cantik ini… ya, nggak Bang…?”
“Ampun Bang… jangan…” kata Marisca.
Lalu si krempeng mengeluarkan pisaunya, didekatkan ke leher Marisca. “Elo pilih di entot atau di bunuh..” kata krempeng menyeret Marisca masuk ke rumah yang pintunya sudah kubuka.
Krempeng melempar Marisca ke sofa. Melihat Marisca diperlakukan dengan kasar aku meronta, tapi apa daya, kedua tanganku dikunci ke belakang oleh si gondrong. “Mau mati kamu, hahh…?!!” ancamnya.
Wajah Marisca pucat pasi. “Tolong Bang ampun…!” kata Marisca.
Krempeng tertawa. “Ha.. ha… kamu mau minta ampun…? Berani bayar berapa pada kami? 30 juta… 40 juta… 100 juta… ha.. ha… lebih baik elo turutin gua aja… elo gua entot…!!!”
Si krempeng lalu menarik ritsleting celana jeans Marisca. Aku turut menyaksikan sewaktu celana dalam Marisca ditarik secara paksa, sehingga dalam sekejap memek yang sering aku idam-idamkan tetapi belum sempat kusentuh itu kini berhadapan dengan mataku.
Bulu-bulunya sedikit dan halus menghiasi daging tembem berbelahan sempit itu. Lalu dengan jari, bibir memek Marisca dikuakan oleh krempeng. “Sepertinya sudah nggak perawan, Bro…” kata krempeng pada temannya, si gondrong.
Tiba-tiba cuuss…ssss… dari memek Marisca keluar air kencing. Aku ingin tertawa tapi tidak tega, tidak tertawa aku terangsang melihat memek Marisca meski aku dalam ancaman.
“Jilat…!” suruh gondrong mendorong kuat kepalaku.
“Aku gak bisa, Bang…” kataku.
“Kamu laki-laki apa bencong, hah…?!” teriak krempeng menarik turun celana pendekku sekaligus celana dalamku. “Ternyata kontolnya besar juga ini si monyet satu ini…!”
Krempeng menarik-narik kontolku dan dikocok-kocoknya di depan Marisca yang sedang berbaring di sofa hanya mengenakan BH.
Kontolku ngilu sekali diperlakukan dengan kasar begitu oleh krempeng, tapi bisa membesar juga.
Lalu krempeng melepaskan celananya.
Si gondrong protes. “Eh kok Abang duluan sih.. saya dulu dong… kan ide saya…” kata gondrong.
Aku geram sekali, tapi tak berdaya. Si krempeng mendekatkan kontolnya ke wajah Marisca. Kalau mau dibandingkan dengan kontolku, kontolku jelas lebih besar dan lebih panjang.
Marisca membuang muka. Tapi wajah Marisca dipaksa menghadap ke kontol krempeng. “Ayo buka mulut elo, sayang!” perintah krempeng. Marisca diam saja.
Krempeng tidak kehabisan akal. Kontolnya ia sodok-sodokkan ke mulut Marisca. Dan mau tak mau bibir Marisca terbuka paksa, lalu kontol itu masuk ke mulut Marisca.
Sambil kontolnya dikulum Marisca, krempeng melepas BH yang dipakai Marisca. Tapi Marisca menutup teteknya dengan tangannya.
Si krempeng menarik paksa tangan Marisca. “Siapa suruh elo tutupin tetek elo…” bentaknya.
Mau tak mau, Marisca pasrah melepas tangannya dan mempertontonkan buah dadanya. Lalu krempeng dengan napsu melalap buah dada Marisca.
Seperti seorang bayi kelaparan, krempeng menyedot putingnya kuat-kuat. Tubuh Marisca mengejang. Dan dari mulutnya merintih kesakitan, “Ahhhhgg…! …ghhhh…!!”
Sebelah tangan krempeng juga meremas-remas buah dada Marisca dengan kasar menambah rasa sakit di tubuh Marisca.
Setelah si krempeng puas memainkan buah dada Marisca, si krempeng mulai menggoyang-goyang kontolnya di depan memek Marisca. Marisca memejamkan mata. Ia pasrah atau menikmati?
Tubuh Marisca mengejang menahan sakit. Perawannya yang selama ini dijaga, mungkin telah dijebol kontol krempeng.
Perih di vaginanya, dan perih di hatinya.
Krempeng terus memperkosa Marisca dengan sadis, dan tak mempedulikan jerit kesakitan Marisca. Krempeng menghentakkan kontolnya kuat-kuat, dan Marisca menjerit-jerit, “Aghhh…! Sakit…! Ampun….! Stop…! Sudah…! Sakit!”
Jeritan Marisca malah membuat krempeng tambah napsu dan terus dengan bengis memperkosa Marisca.
Sampai krempeng mengejang, dan menekan kontolnya dalam-dalam di liang memek Marisca, “Ahh… memek elo memang enak!”
Lalu krempeng menatap memek Marisca. Banyak cairan putih di liangnya yang telah membengkak, juga darah perawan Marisca.
Marisca menangis sesugukan. Hilang sudah kesuciannya. Aku benar-benar geram melihatnya.
Tapi penderitaan Marisca belum selesai. “Eh Bang, sono istirahat, gantian gua…” kata gondrong. Ia sudah bugil total, kontolnya mengacung, kontolnya lebih besar sedikit dari si krempeng. Dan si gondrong yang sudah napsu tak terbendung lagi langsung mengarahkan kontolnya ke memek Marisca.
Kembali Marisca menjerit lirih, “Aggghhhh…! Perihhhh…! Ahhh…!”
Memeknya memar dihajar oleh dua kontol. Gondrong terlihat benar-benar napsu.
Sambil memperkosa Marisca, ia menyedot-nyedot tetek Marisca. Tubuh Marisca menggeliat, dan gemetar, karena rasa sakit yang dideranya.
Marisca terus merintih-rintih “Aghhh… perih…! Sudah… ampun!! Stop…! Sudah!”
Gondrong pun tanpa peduli menghentak-hentak keras. Tapi untung karena ia sudah sangat bernapsu, tak lama gondrong pun mengejang dan ia ejakulasi. Kembali memek Marisca disembur cairan kental.
Marisca menangis terisak-isak. Tubuhnya dimasuki kontol cowok tanpa bisa ia menikmatinya.
Krempeng lalu mengambil air es di kulkas disiramnya ke memek Marisca. Marisca mendesis, “Aghh… perihh…!”
Entah apa tujuannya krempeng melakukan itu. Lalu krempeng memerintahkan gondrong menyeret aku mendekati Marisca.
Aku mendekati Marisca yang telanjang dan aku menangis, gondrong mendorong aku ke memek Marisca. “Jilat tuh, bersihkan…”