Pertama Kali Dengan Tanteku
HARI itu kedua orang tuaku tidak ada di rumah, aku hanya berdua dengan tanteku. Tanteku ini adalah kakak kandung dari Mama.
Mama menyuruh kakaknya ini menjaga rumah, berhubung Mama yang ikut Papa keluar kota khawatir urusan Papa di luar kota tidak langsung selesai dalam satu hari, rumah kami jadi tidak ada yang ngurus, khususnya ngurus aku, nanti aku jajan di tempat sembarangan.
Ha.. ha.. Mama memang kolot, tidak pernah membeli makanan di luar, semua dibikin sendiri.
Aku jadi ikut-ikutan Mama. Sejauh burung terbang melayang pergi, masih ingat pulang ke rumah.
Pagi-pagi aku bangun tidur. Masih berjalan sempoyongan aku pergi ke dapur, dan langsung aku kaget… untung aku tidak menjerit.
Tanteku yang sedang berjongkok mencuci pakaian di kamar mandi hanya memakai celana dalam, sedangkan dadanya telanjang!
Pikirnya ia sudah tua. Sebenarnya belum, umurnya baru 47 tahun, selisih 2 tahun dengan Mama, Mama berumur 45 tahun. Tubuhnya saja yang agak gemuk khas tubuh ibu-ibu yang berumur paruh baya. Dan lagi pula kita hanya berdua di rumah, tanteku jadi membawa kebiasaan dari rumahnya masuk ke rumahku.
Sebelum tanteku melihatku, aku buru-buru kembali ke kamarku. Aku ingin menjebak tanteku.
Tiba-tiba pikiranku menjadi naif dan jahat.
Sehari-hari tanteku tinggal bersama dengan salah satu anaknya yang sudah menikah. Ia berkeliling berjualan kue dan masih punya suami, tetapi suaminya jarang pulang, karena bekerja di luar kota.
“Tantee…..eeeee…..!!!” teriakku dari kamar.
“Iyaa… yaaa…. yaaa….” jawab tanteku cepat.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kakinya berlari ke kamarku. “Kenapa Anto…? Kamu sakit…?” tanya tanteku padaku yang sedang berbaring di tempat tidur.
“Kepala Anto agak pusing Tante,”
“Sudah, jangan bangun nanti Tante bawa sarapan kamu ke sini…” jawab Tanteku khawatir.
“Anto mau pipis, Tante…”
Cepat-cepat tanteku yang sudah tidak bertelanjang dada, tetapi sudah memakai handuk keluar dari kamarku. Ia kembali ke kamarku membawa bekas kaleng cat ukuran 5 kilo.
“Pipis di sini… ayo, Tante bantu kamu bangun…” kata tanteku meletakkan kaleng cat di lantai.
“Anto bisa bangun sendiri, Tante.” jawabku dengan jantung berdebar, lalu aku beranjak bangun dari tempat tidurku.
Aku tidak bisa membuat diriku seolah-olah sakit, karena tidak terbiasa berbohong. Saat aku berdiri di depan tempat tidur, tanteku membantu aku menurunkan celana pendekku, ups… mungkin tanteku juga lagi panik, buru-buru ia mengambil kaleng cat menadahkannya di bawah kontolku yang berukuran panjang sekitar 8 sentimeter yang moncongnya bulat seperti topi helm baja berwarna kemerah-merahan segar.
Rencanaku berjalan mulus!
Tanteku tidak sadar kalau kontolku sudah berbulu banyak.
Sambil aku berdiri kencing, Tanteku berjongkok memegang kaleng cat menadah air kencingku. Dan setelah selesai aku kencing, ia mengambil tissu di meja belajarku membersihkan kontolku.
Aku pegang pergelangan tangannya. “Enak, Tante…” kataku.
“Uuggh…” tanteku mencibir bibir. “Lalu mau ngapain kalau enak?” tanyanya.
“Diurut…” jawabku.
“Ayo baring…” suruhnya.
Aku kembali ke tempat tidurku berbaring. Jantungku berdebar-debar lebih kencang, apalagi setelah tanteku duduk di sebelahku, lalu ia memegang kontolku dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengusap-usap kepala kontolku.
Tanteku tau dimana tempat sensitif di kontolku, sehingga membuat aku bergidik dan bergelinjangan, selain rasanya geli juga terasa nikmat sekali sehingga membuat kontolku langsung berdiri mengeras di tangan Tanteku. “Mmmm… tititmu ini besar lho…” kata tanteku.
“Masa sih, Tante…?!”
“Iyaaaa….” jawab Tanteku mantap.
“Tante bantu kocok ya, biar lendirnya keluar nggak bertumpuk di sini…” kataku meremas-remas biji pelerku. “Ini yang membuat kepalaku pusing…”
Langsung saja tanteku menunaikan tugasnya tanpa menolak. Tangan kanannya menggenggam batang kontolku dan dikocoknya.
[ CHOPP… CHOPP… CHOPPP… CHOPPP… ]
Kontolku semakin tegang, koncokan tangan Tanteku semakin tidak teratur, lalu ia menghentikan kocokannya.
Setelah itu….
“Sssttt… jangan berisik, ya…” kata tanteku meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya yang pucat. “Nanti kedengaran sebelah rumah. Janji ya… jangan cerita sama siapa-siapa…” ujarnya melepaskan handuknya, uppss….
Ia naik ke tempat tidurku melangkahkan sebelah kakinya ke pangkal pahaku sehingga posisi tanteku sekarang berlutut di kasur mengangkang di atas kontolku. Kontolku dipegangnya, selangkangannya diturunkan, matanya terpejam.
“Ahhh… ahhh… ahhh…” desahnya sambil menekan lobang memeknya ke kontolku.
Kontolku rasanya terjepit seret saat menerobos lobang memek tanteku yang di bagian atas memeknya terdapat banyak bulu-bulu hitam.
“Ahhh… akhirnya masuk juga…” katanya duduk dipangkal pahaku. “Masih enak gak memek Tante, seret ya?”
“Nggak tau, Tante…” jawabku, karena memang aku tidak tau, ini baru pertama kali.
Tanteku menaikkan tubuhnya yang telanjang melepaskan kontolku dari lubang memeknya, kemudian berbaring di sampingku. “Ayo memek Tante dijilat dulu… masukin ludahmu banyak-banyak ke lubangnya biar gak seret…” katanya menyuruhku.
Aku menurut seperti kerbau yang dicokok hidungnya, meskipun memek tanteku bau sekali, kujilat juga.
“Oooooo… enak, Antooooo…ooo…. mmmmphh…” rintih tanteku menyuruh aku jangan berisik, tetapi ia berisik sendiri. “Terus Anto… jilat ininya…” suruh Tante menjulurkan tangan membuka lebar bibir memeknya dengan kedua jarinya. “Terlihat biji kecil di atasnya kan…” katanya. “…tolong Tante jilat bijinya itu…”
“Sesssttthh… oooohhhhh….” desisnya melenguh saat biji di bagian atas bibir memeknya kujilat. “Trussss… ooohhh…. trussss…. Antoooo…. trussss….”
Aku ikuti saja permintaan Tanteku tanpa menolak, padahal lidahku capek juga. Tetapi kelihatan hasilnya.
Tanteku menjerit… seketika tubuhnya kejang-kejang, kedua tangannya menggelepar-gelepar menjangkau seprei tempat tidurku. Napasnya mendengus-dengus hanya berlangsung beberapa detik.
Aku kaget melihat tanteku klepek-klepek seperti mau sekarat lalu baring terdiam dengan dada naik-turun-naik-turun karena napasnya tidak teratur.
Ia lalu menarik aku dalam pelukan tubuhnya yang basah berkeringat. “Tante gak apa-apa kan?” tanyaku.
Ia tersenyum meringis. “Malahan Tante enak banget, Tooooo…. Tooooo…. Antoo…” tiba-tiba ia mencium bibirku dengan gemes.
Aku kelabakan menerima perlakuan tanteku seperti itu, tapi kemudian ia menarik kontolku mendekati memeknya. “Masukin lagi…” suruhnya.
Aku mendorong kontolku yang sudah menempel di depan lubang memek tanteku.
Bleeesssss….
Kedua kaki Tanteku segera merangkul pantatku, dan pantatku didorong-dorongnya ke depan, akibatnya kontolku berayun-ayun di kedalaman lobang memeknya.
Berapa nikmatnya terasa saat itu sambil kuhisap puting susunya, tubuhku mengejang hebat dan….
[ CHROOTTTT…. CHROOTTTT…. CHROTTTT… CHROOTTTTT…. CHROOOTTTTT…. ]
Air maniku menyembur di dalam memek tanteku. “Ha… haaa…” tanteku tertawa senang, “Terima kasih jagoanku…” ucapnya.
Aku menggulingkan tubuhku turun dari tubuh tanteku berbaring lemas di tempat tidur. Energiku seperti terkuras habis-habisan tumpah ruah di dalam memek tanteku.
Sewaktu sarapan tanteku membuatkan aku susu + madu dicampur kuning telur ayam kampung untuk memulihkan tenagaku supaya siap tempur lagi di babak kedua… babak ketiga… dan seterusnya selama 2 hari berturut-turut sampai kedua orang tuaku pulang dari luar kota, rahasiaku bersetubuh dengan tanteku sendiri tertutup rapat hingga sekarang aku sudah kuliah.