Atas Nama Cinta Bukankah Ini…
KELUARGA Om Heng akan mengadakan hajatan mewah untuk merayakan “Wedding Universary” yang ke-50 atau “Pernikahan Emas” dari kedua orangtuanya pada hari Sabtu yang akan datang di sebuah resort dekat pantai. Sekarang hari Selasa, jadi tinggal 4 hari lagi hajatan akbar itu akan dilakukan. Keluarga kami diundang.
“Wah, pada hari Sabtu ini, ya? Papi nggak bisa…” kata Papi.
“Mami juga malas ah berangkatnya kalo Papi gak bisa. Jauh gitu, gile…” balas Mami.
“Kan ada Riko… ngajak Riko aja, pasti ia mau…” kata Papi.
“Mau, Rik? Nginep di hotel bintang lima lho… Papimu nggak bisa berangkat, nggak tau tuh… sibuk banget papimu! Kita aja yang berangkat berdua ya, gimana, mau nggak?” tanya Mami.
“Nggak janji ya, Mi. Aku harus lihat jadwal kuliahku dulu…” jawabku.
Setelah aku melihat jadwal kuliahku, ternyata aku bisa mengantar Mami pergi ke pesta keluarga Om Heng. Papi meminjamkan mobilnya untuk kami, sedangkan Papi pergi-pulang kerja naik taksi.
“Berapa besar biayanya ya Mi untuk perhelatan yang sebesar ini? Harus menyediakan hotel untuk menginap para tamu…” kataku ngobrol dengan Mami sambil menyetir mobil. “Keluarga Om Heng pasti kaya-kaya semua ya, Mi…”
“Ya iya, anaknya kan punya hotel…” jawab Mami. “Ada yang menjadi dokter, ada yang menjadi manager di bank…”
“Lalu apa hubungan keluarga kita dengan keluarga Om Heng, Mi?”
“Mami ngeribet menjelaskannya, harus tanya papimu yang lebih tau…” jawab Mami. “Jangan cepat-cepat dong bawa mobilnya, sayang…” kata Mami memegang pahaku.
“Tenang, Mi…” jawabku meremas tangan Mami. Darahku berdesir.
Wanita yang duduk di sampingku ini memang cantik. Umurnya baru 42 tahun. Mami menikah dengan Papi masih muda. Mami umur 20 tahun sudah menikah. Setelah 1,5 tahun Mami menikah, Mami melahirkan aku. Adikku lahir 3 tahun kemudian setelah aku lahir. Adikku yang kedua lahir 2 tahun kemudian.
“Kamu nanti juga begitu ya, sayang…” kata Mami.
“Begitu apa, Mi…?”
“Kuliah yang rajin biar nanti menjadi orang yang sukses kayak anak-anaknya Om Heng…” jawab Mami berharap.
“Doakan ya, Mi…”
“Pasti dong… cupp…” jawab Mami mengecup pipiku.
Tadi kami berangkat dari rumah jam 12 siang, jam 3 sore kami sudah berada di loby hotel. Mami bertemu dengan sanak keluarga, mereka seperti sedang reuni, karena sudah lama mereka tidak bertemu. Inilah kesempatan untuk saling bertukar berita gembira dari keluarga masing-masing. Dengan sabar aku menunggu Mami ngobrol dan cipika cipiki.
Sekitar satu jam kemudian aku dan Mami baru bisa masuk ke kamar hotel. Kami hanya membawa satu tas kecil. Pakaianku dan pakaian Mami dijadikan satu oleh Mami supaya ringkas bawaan kami.
“Sudah jam berapa sekarang, mandi sana…” suruh Mami. “Kita kumpul jam 6 lho…”
“Mami duluan deh…” jawabku berdiri di depan jendela kaca memandang ombak yang bergulung-gulung seperti mereka sedang bermain kejar-kejaran.
Memang indah pemandangannya di luar sana. Apalagi dilihat dari ketinggian lantai 10. Tidak rugi kalau aku bisa sampai kesini dari jauh. Rasa capek dan lelah terobati oleh pemandangan laut yang indah dan mempesona. Kamar tidurnya juga luas dan tempat tidurnya besar untuk tidur 2 orang.
Aku bisa tidur sepuas-puasnya nanti malam, pikirku. Karena besok pagi aku harus membawa mobil lagi pulang ke rumah kembali kepada tugas keseharianku menjadi mahasiswa.
Tiba-tiba aku mendengar suara air berbunyi seperti orang sedang mandi. Aku mencari dari mana asalnya sumber air itu berbunyi. Tidak sengaja mataku memandang ke kamar mandi yang lurus dengan tempat aku berdiri.
Oh… ternyata…
….
….
….
Di pojok sana, di dalam sebuah box kaca, Mami sedang menyiram tubuhnya yang telanjang dengan air dari shower. Oh… jantungku langsung berdetak dan terguncang sampai mengeluarkan suara bergemuruh.
Bagaimana tidak?
Inilah pengalamanku yang paling sensasional seumur hidupku melihat wanita telanjang, karena yang aku lihat adalah tubuh ibuku sendiri. Namun sebagai seorang anak pastinya aku merasa malu sendiri. Akan tapi sebagai seorang laki-laki normal tidak bisa disangkal aku terangsang meskipun payudara Mami yang menggelantung indah di dadanya hanya terlihat samar-samar dari box kaca yang buram. Tubuhnya putih dan perutnya rata. Di bawah perutnya terdapat bayangan hitam.
Beruntung Mami asyik dengan mandinya tidak melihat ke arahku. Apakah Mami sengaja tidak menutup pintu kamar mandi, ataukah Mami tidak bisa menutup pintu kamar mandi?
Sewaktu aku mandi, aku coba periksa kamar mandi, ternyata kamar mandi memang tidak ada pintunya. Sial, batinku selama ini aku tidak pernah tertarik dengan BH dan celana dalam Mami. Tapi sekarang melihat BH dan celana dalam Mami tergeletak di dalam kamar mandi, membuat aku jadi pengen tau bau payudara dan bau memek Mami.
Aku cium BH Mami, aku jilat celana dalam Mami yang bau amis dan bau pesing sambil kumainkan penisku. Rasa nikmat yang maha dahsyat menyerang tubuhku. Sampai-sampai aku berlutut di lantai menggenggam penisku yang tegang erat-erat saat air maniku menyembur dengan kuat dan kencang keluar dari penisku. Aku mengerang hebat seperti harimau mengaum.
Luar biasa tendangan air maniku. Sroottt…. croottttt…. croootttt… crrooottt…. rasanya seperti bergumpal-gumpal keluar dari penisku. Lubang penisku rasanya sampai perih.
Keluar dari kamar mandi aku sedikit loyo. Tapi cara aku memandang Mami jadi berbeda dengan sebelum aku melihat ia telanjang meskipun Mami sudah berdandan cantik memakai gaun dari bahan batik. Aku masih membayangkan tubuh Mami yang telanjang.
Akibatnya aku jadi tidak fokus mengikuti acara “Wedding Universary” malam itu meskipun dihadiri oleh banyak gadis yang cantik-cantik dengan susu yang montok-montok sampai menyembul dari gaun yang mereka pakai, aku tetap menempelkan lenganku di susu Mami.
Kadang-kadang kutekan-tekan susu Mami dan kutarik naik-turun lenganku. Mami tidak menyadari aku mempermainkan susunya, karena orang begitu banyak sampai berdesak-desakan. Bisa saja lenganku terdorong oleh orang-orang yang berdiri di depanku. Aku rasanya ingin segera pulang ke hotel menyetubuhi Mami.
“Hmmm… montok-montok ya gadis-gadisnya, nggak rugi kan Mami ngajak kamu ke sini?” bisik Mami.
“Ha.. ha.. aku lebih suka punya Mami…” bisikku kembali sambil tertawa geli.
“Apa? Kayak tau aja… apa sudah pernah lihat punya Mami?” tanya Mami.
“Pernah sih sekali 2 kali sewaktu Mami lengah. Mami pernah kan nggak pakai BH?” jawabku.
“Mmm… nakal ya, kamu…” kata Mami mencubit tanganku.
Aku semakin terangsang dengan Mami sehingga tekadku semakin bulat ingin menyetubuhi Mami. Aku pindah ke belakang memeluk Mami. “Wajar dong laki-laki nakal Mi. Apa aku mau disebut bencong oleh teman-temanku di kampus? Teman-temanku malahan bukan pernah melihat punya ibunya, tetapi sudah sering, malahan mereka punya banyak cewek, Mi.”
“Hi.. hi..” Mami tertawa.
Aku mencium leher Mami. “Mmm… jangan gitu ah, sayang… nggak enak kalau kelihatan orang, kita banyak saudara disini, nanti kita disangka apa-apaan lagi disini ibu sama anak…” kata Mami.
“Riko… apa-apaan sih kamu, risih ah… Mami…” tegur Mami.
“Mami yang mulai menggoda aku… aku pegang, Mami marah….” kataku. “Biarin aja… siapa yang pikirin kita…? Mereka juga gak kenal sama kita kok…”
“Geli tau… sampai merinding Mami.” kata Mami. “Apa kamu kira Mami suka dipegang-pegang sama papimu? Kalau papimu lesuh banget baru Mami suruh pegang…”
Tidak sengaja Mami membuka rahasia sex-nya dengan Papi di depan aku. Kemudian Mami mengeluarkan selendang dari tasnya. Selendang yang panjang itu digantungkan Mami ke lehernya sehingga ujung-ujung selendang menutupi dadanya.
Pelan-pelan aku membuka kancing gaun yang berada di depan dada Mami. “Nanti rusak deh baju Mami kamu buka begitu caranya… mau ngapain sih dibuka-buka? Sudah nggak ada isinya… hanya BH aja…!” kata Mami membuka kancing di gaunnya.
Sewaktu tanganku menyelinap masuk ke dalam gaun Mami memegang buah dadanya, aku tidak tahan lagi. Aku ingin segera menyeret Mami pulang ke hotel, tapi acara makan malam sudah di mulai.
Makanan yang enak-enak dan berlimpah di atas meja sudah tidak mengundang seleraku, sedangkan Mami makan sambil ngobrol dengan sanak famili yang ditemuinya.
Acara makan malam kembali menjadi acara reuni. Kami sampai di hotel hampir jam 11 malam. Buka pintu kamar, tanpa melepaskan sepatunya, Mami langsung melemparkan tubuhnya ke ranjang yang empuk dan membal kasurnya. “Duhh… kenyang… capek… jadi ngantuk deh, sayang…” kata Mami.
Aku secepatnya melepaskan sepatuku jangan sampai Mami benar-benar tidur. Bisa kehilangan kesempatan aku ini dan besok sudah tidak ada kesempatan lagi. Besok, kami jam 6 pagi sudah harus sarapan dan langsung chekout dari hotel.
Setelah kulepaskan sepatuku, kubuka kemeja batikku dan celana jeansku, lalu aku melepaskan sepatu Mami. “Terima kasih, sayang.” kata Mami dengan suara lelah dan mengantuk.
Tapi aku tidak peduli, napsuku sudah naik sampai ke ubun-ubunku. Aku sibak gaun batik Mami yang panjangnya sampai di dengkul. Mami tidak memakai rok dalam dan aku langsung bisa melihat celana dalam Mami yang membungkus gundukan memeknya yang menggelembung padat. Lalu aku mencium celana dalam Mami.
“Ahhh… bauk, sayang… Mami lagi keluar banyak… ohh, jangan dicium, sayang… Mami gak mau, sayang… ini mamimu… sadar, sayang…. jangan kebablasan…. jangan, sayang…” kata Mami, tapi paha Mami bukan dijepitnya, melainkan semakin aku bernapsu kesetanan mencium celana dalamnya yang lembab dan bau amis, Mami semakin memperlebar kangkangan pahanya.
Aku menyibak celana dalam Mami, lalu menjilat memeknya. “Sudah dibilang jangan, aduhh… Riko… Rikooo… Rikoo… ahhh… Riko… adduuhh…”
Mami menangis. Jadi kacau berantakan deh rencanaku, kataku dalam hati. Aku pindah menindih Mami dan bertanya pada Mami. “Kenapa Mami menangis sih? Kan Riko nggak menyakiti Mami?” kataku.
“Mami malu, Riko… Mami nggak pernah digituin seumur-umur menikah dengan papimu. Kalau kamu mau masukin langsung saja gak papa, Mami rela memberikan padamu, asal jangan dijilat…”
“Maaf ya, Mam… aku jilat karena aku sayang sama Mami… aku ingin Mami puas dan merasakan suasana yang lain daripada di rumah… mau kan, Mi…” rayuku.
“Pelan-pelan ya, sayang…” balas Mami.
Yess… yess… yess… semangatku untuk menyetubuhi Mami bangkit lagi. “Dibuka semua, Mi?” tanyaku.
Mami bangun dari baringnya melepaskan sendiri gaunnya. Sambil aku menggantungkan gaun Mami di kapstok yang terdapat di lemari pakaian, aku jadi tidak tega dengan Mami. Apa salahnya Mami sampai aku mau menyetubuhi Mami. Apa hanya karena nafsu sex semata? Mami begitu sayang padaku.
Aku masuk ke dalam selimut. Aku tau Mami sudah telanjang bulat menunggu aku, tapi aku tidak ada nafsu sama sekali. Penisku loyo terkulai lemas seperti ayam kena sampar.
“Ayo…” ajak Mami.
Aku naik ke tubuh Mami masih memakai celana dalam. “Kok belum di lepas? Takut kabur ya burungmu?” goda Mami. “Katanya burungmu mau dimasukin ke sangkar Mami, ayo lepaskan celana dalam kamu dulu…” suruh Mami.
Aku melepaskan celana dalamku. Mami memegang penisku. “He… he… masih loyo begini gimana mau dimasukin? Ayo nih, ngisap tetek Mami…” suruh Mami menyingkirkan selimutnya.
Mami jadi telanjang bulat di depan aku. Penisku yang loyo langsung meradang. Sejurus kemudian aku sudah kembali menjilat memek Mami. “Auww…” seru Mami. “Ahhh… hhmmmhh… ooohh… ohh… ohh…” desah Mami.
Memek Mami yang bau amis pun jadi wangi dan harum seperti setangkai kembang yang memikat kumbang untuk menghisap madunya. Lidahku yang menjilat memek Mami naik-turun sambil mataku memandang bulu-bulu hitam ikal yang tumbuh menghiasi gundukan memek Mami.
“Enak ya, Mi?” tanyaku.
“Hmmm… tapi jangan jilat yang di bawah terus, sayang… di atas juga…” ujar Mami.
“Di atas… dimananya, Mam?” tanyaku.
Mami menjulurkan tangan ke memeknya, lalu Mami menekan bagian atas belahan memeknya dengan kedua jarinya. Muncullah biji kelentit Mami dari bagian atas belahan memeknya.
Aku hisap… aku jilat… aku gigit biji kelentit Mami yang sebesar kacang tanah itu dengan penuh nafsu. “Ooohh…. aaahhh… ahhh… ahhh…” Mami menjerit sambil pantatnya bergerak naik-turun dari kasur, juga penuh dengan nafsu. “Bantu Mami keluarkan, sayang… ayooohh, trusss… ahhh… sudah lama Mami nggak keluar-keluar ahh…, Papimu sih… minta dikeluarkan, ogahhh…. ooohhh… ahhh… enakk sayangg… uugghh… uugghh.. aahh…” racau Mami.
Mami jadi binal di tempat tidur.
Kringg..
Dengan telanjang bulat dan penis mengacung tegang aku turun dari tempat tidur mengambil hape Mami di tasnya. Ternyata telepon dari Papi.
“Lagi ngapain, sayang? Sudah tidur ya, Papi ganggu ya…” kata Papi.
Mami telepon dengan Papi sambil berbaring telanjang bulat di tempat tidur. “Belum, baru pulang, lagi baring ngobrol…”
“Enak-enak ya makanannya…”
“Bukan enak lagi Pi, tapi banyak sampai Mami nggak selera makan. Mami ketemu Nita, ketemu Juli, ketemu Maria… itu tuh bekas pacar Papi… he.. he..”
“Besok pulang jam berapa?”
“Riko minta semalam lagi, Pi… Senin baru pulang boleh, nggak?”
“Iya… ya… nanti biaya hotelnya Papi transfer dari sini ya, nggak usah bayar disana…” kata Papi.
Mami melepaskan hapenya. “Awas ya, jangan cerita-cerita sama papimu, ya… hmmm… panjang dan besar banget senjatamu, sayang…” kata Mami melupakan Papi, lalu Mami mengelus-elus batang penisku seperti mengelus bulu kucing.
“Dihisap, Mi…” mintaku.
“Bagaimana hisapnya, sayang… Mami nggak bisa, Mami belum pernah. Masukin kesini aja, sayang… ayo…” jawab Mami memegang memeknya.
Akupun sebenarnya sudah tak tahan. Kumasukkan penisku ke lubang memek Mami yang sudah amat sangat basah dan berlendir. Sedikit demi sedikit batang penisku mulai menelusuri lubang surga miliknya hingga sampai ke pangkalnya, kemudian secara bertahap aku mulai menggenjot memeknya dan makin bertambah cepat.
“Haahh… hesttt… mmmmhh…..” desah Mami saat kubrondong lubang memeknya dengan senjata otomatisku.
Lubang vagina milik Mami benar-benar berlendir sehingga saat menggesek membuat setiap ujung syarat penisku mendapat sentuhan kenikmatan yang sangat luar biasa yang tak pernah kurasakan.
Ditambah lagi dengan dinding vagina Mami yang terus menerus berkedut seolah meremas-remas seluruh batang dan kepala penisku. Betul-betul sangat luar biasa nikmatnya.
“Ahhh… ahhh… enak banget, sayang…” desahku terus memompa lubang memek Mami tidak kenal sudah tengah malam.
Aku terus mengulum bibir Mami, sehingga akhirnya dengan napas memburu yang tak kusangka-sangka Mami mulai membalas ciuman bibirku dengan hisapan dan jilatan yang penuh nafsu dengan mata terpejam. Hisapan dan jilatan serta permainan lidah yang disuguhkan oleh Mami sungguh luar biasa, aku tak menyangka wanita rumahan ini sedemikian hot dan lihai dalam berciuman.
Kami semakin asyik dalam kenyataan bukan cerita. AC yang dinginpun berubah menjadi hangat. Tanganku dengan terampil meraba dan meremas buah dada Mami. Napsu Mami semakin menggila, beberapa kali tanpa sadar ia mengerang kenikmatan.
“Uhhh…. ahhhhh.. eghhh..” erangnya.
Terkadang kuplintir-plintir puting susunya sedangkan mulutku langsung menuju buah dada sebelah kanan dan menyedot serta memainkan lidahku di putingnya, “Ahhhh…. ouuuuuh… ouuuuuuh…“ Mami mengerang dan tubuhnya melenting serta kepala tertengadah ke atas sehingga hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
“Kenapa… Mi, sakit??? Apa ada yang salah denganku…?“ tanyaku khawatir.
“Bu… bukan…. ta..ta.. tapi … enakkkkkhhh sekali… uhhhh…” jawab Mami terbata-bata.
Mami menciumi dan menjilati seluruh badanku, mulai dari bibir, dagu, leher dada dan puting susuku sambil pinggulnya bergoyang dengan erotis. Tentu saja aku seolah-olah mendapat double ataupun triple kenikmatan dalam waktu yang bersamaan sehingga aku melayang-layang tanpa terkendali.
Tiba-tiba Mami menghentakkan tubuhnya sehingga aku terbanting ke pinggir dan Mami beralih berada di atasku tanpa penisku terlepas dari memeknya, luar biasa jurus yang dimiliki oleh Mami. Lalu tubuhnya dirapatkan dengan tubuhku sehingga buah dadanya berhimpitan dengan dadaku dan kedua tangannya di belakang punggungku dan meraih kedua pundakku seperti orang yang sedang melakukan olahraga angkat badan. Kemudian pantatnya dengan lincah bergerak ke atas-ke bawah sehingga vaginanya mengocok-ngocok penisku. Badannya terguncang-guncang maju-mundur di atas badanku sehingga buah dadanya bergesekan dengan dadaku.
“Uhhhh… ahhh…. uhhhhh…“ napasku tersengal-sengal menahan kenikmatan dan himpitan tubuhnya.
Namun, tiba-tiba gerakan Mami semakin cepat tak terkendali. Sambil terus bergerak mengocokku dan menjerit-jerit menahan nikmat, hingga akhirnya dengan mata yang menutup rapat dan gigi yang terkatup rapat sambil menghisap dadaku, tubuhnya kaku dengan pantat yang ditekankan dalam-dalam ke bawah hingga penisku menekan jauh ke dalam vaginanya dan kaki yang terbujur lurus kaku.
Mami terdiam kaku beberapa detik yang diakhiri dengan berkontraksinya vagina dengan kedutan yang berulang-ulang dan keras memijit-mijit penisku disertai dengan siraman-siraman lendir kawin khas yang kurasakan di seluruh batang dan kepala penisku.
“Uhhhh…. heggggggg……” napasnya seperti tercekik beberapa saat dan kemudian perlahan-lahan tubuhnya melemas di atas tubuhku. Dengan napas yang masih tersengal-sengal dan kecapaian ia berbisik di telingaku “This iis really, and very nice.” ucapnya padaku. Lalu sambungnya. “Riko… kamu belum yah…” sambil mencium bibirku…
Aku hanya tersenyum menahan nikmat sambil merasa bangga di dalam hati diperlakukan seperti itu oleh Mami.
Aku membalas mencium bibirnya dan menghisap dalam-dalam dipadukan dengan mempermainkan lidah mengulas permukaan bibirnya dan tangan yang mengusap-usap punggungnya yang basah oleh keringat. Dan terkadang tanganku ke depan dadanya untuk meremas buah dadanya yang menempel erat dengan dadaku. Rupanya napsunya sudah mulai naik lagi. Hal ini kurasakan dengan gerakan pantatnya yang mulai mengocok perlahan, Dan badannya terguncang kembali, namun hanya sekitar dua menit kemudian badannya mulai bergerak tak terkendali dan prilaku menuju orgasme yang khas kembali dia perlihatkan padaku, sampai terkulai lemas di atas tubuhku.
Hal ini terus berulang-ulang terus hingga beberapa kali hingga akhirnya ia terkulai benar-benar lemas di atas tubuhku sedangkan penisku masih tegang dan keras.
Hal ini dikarenakan aku memang susah keluar bila ada di bawah karena aku tidak bisa mengendalikan permainan, tetapi bila aku berada di atas aku paling lama hanya sekitar dua puluh menit aku sudah keluar bahkan terkadang bisa lebih cepat kalau aku sudah terlalu bernafsu seperti pada saat ini. Kemudian badannya menggelosor ke sampingku seperti tanpa tenaga dan tak bertulang, kemudian memandangku sayu penuh kepuasan sambil berbisik, ”Kamu kok belum juga sih, perkasa sekali kamu?“ ucapnya, sambil lidahnya bermain di leher dan telingaku.
Benar-benar luar biasa kemampuan seks yang dimiliki oleh Mami. Walaupun sudah berkali-kali orgasme dan kehabisan tenagapun napsunya belum surut juga.
Apakah karena ia melihat bahwa penisku masih keras dan belum keluar. Aku yang memang masih bernapsu langsung berada di atas tubuhnya dan perlahan-lahan ia membuka dan mengangkat pahanya memberi jalan kemudahan bagi penisku untuk memasuki lobang memeknya.
Blesssss…
Kembali penisku menyelam di lendir yang sangat nikmat menghanyutkan dan membuat lupa diri.
Perlahan-lahan aku mulai menggoyangkan pantatku untuk mengocok memeknya. Luar biasa memang Mami, napsunya cepat sekali bangkit. Kedua ujung kakinya mulai menekan-nekan pantatku dengan keras dan tangannya dengan keras menarik-narik punggungku untuk merapat ke badannya sambil seperti biasa menjerit-jerit menahan nikmat menuju orgasme. Dan akupun sebenarnya sudah tidak tahan ingin segera menuju puncak. Maka gerakankupun kupercepat hingga akhirnya bergerak cepat dan tidak bisa kukendalikan. Hingga pada suatu titik dimana pantatku menekan keras serta tubuh dan tanganku kaku dan napas serasa mau putus serta dari mulut terucap, “Oooouwhhh …… aku mau keluarrr Miii …. ouwhhhh …” dan crott….crott..crot… ccrroott… tersemburlah spermaku dengan kuat menyemprot lobang memek Mami.
Rupanya pada saat yang samapun Mami mengalami orgasme yang berbarengan denganku sehingga keluhankupun disambut dengan terikan Mami, “Uhhhhhhhhhh… ahhhhhhhhhhh…. eghhhhhhhhh…?” erang nikmat Mami untuk kesekian kalinya.
Seperti biasa, suara napas tercekik dan tubuh kaku dengan vagina yang berkontraksi. Hanya bedanya kontraksi yang kurasakan jauh lebih nikmat dan lama. Hingga benar-benar membuat kedua badan kami betul-btul ambruk terkulai lemas dan nggak bisa bergerak lagi.
Hufftttt.
Sungguh persetubuhan yang sangat luar biasa yang baru pertama kualami seumur hidupku ini. Kemudian suasana menjadi hening… hanya terdengar dengusan napas yang perlahan-lahan mulai teratur pelan dan kami benar-benar seperti orang yang tak sadarkan diri selama beberapa saat dengan posisi badanku telungkup tak bergerak menindih tubuh Mami yang telentang dengan kedua tangan terbuka lebar dan juga tak bergerak kecapaian.
Entah berapa lama ketidaksadaran kami itu terjadi, hanya dalam setengah sadar kurasakan tubuh Mami bergeser dan tangannya berusahan menggulingkan tubuhku sambil tetap berpelukan sehingga akhirnya kami tertidur lelap sambil berpelukan.
Kami tersadar dari tidur setelah rasa haus dan lapar membangunkan kami berdua.
—————————————————————
Lalu segera Mami bangkit dan berdiri serta berlenggang menuju kamar mandi dengan telanjang.
Betapa beruntungnya aku dapat menikmati persetubuhan yang luar biasa nikmat dan melelahkan dengan Mami yang tak terbayangkan akan dialami olehku tetapi memiliki kemampuan seks alami yang luar biasa. Sehingga tanpa terasa gairahku bangkit lagi, hal ini ditunjukkan dengan bangkitnya penisku secara perlahan-lahan dari ketertidurannya setelah kelelahan bekerja keras.
Perlahan aku bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Kulihat Mami sedang menyabuni seluruh tubuhnya. Aku mendekati sambil berkata, “Mari kubantu menyabuni…” ucapku sambil tanganku meraih tangannya yang sedang memegang sabun.
Lalu aku sabuni seluruh tubuhnya sambil merasapi keindahan dan kemulusan kulit tubuhnya. Dan mulutkupun mulai aktif bekerja menciumi seluruh tubuhnya sambil berdiri di bawah shower yang terus memancurkan air membasahi tubuh kami berdua.
“Aahhhhh… jangan… Mami suka nggak tahan kalau diciumi seperti itu,” ucapnya sembari mandi dengan napas yang mulai memburu.
“Baguslah kalau begitu…” sahutku sambil terus menciumi dirinya dan tanganku yang tadinya menyabuni dirinya menjadi meremas-remas buah dadanya yang selalu terlihat menggemaskan.
Gairahkupun begitu cepat bangkit, rasa lapar dan lemasku tiba-tiba hilang begitu saja.
“Uuhhhh….. ahhhh….. baiklah kalau begitu, tapi jangan lama-lama ya, karena Mami lapar banget…. oohhh.. auw…. auw.. sshhhtttt….” kicaunya mulai kacau, dengan mata mendelik-delik.
Tangannya mulai mempermainkan penisku dengan meremas, memijit dan mengocoknya sehingga membuat penisku semakin tegang dan keras dan siap tempur. Kaki kanannya ia angkat mulai mengarahkan ujung penisku ke arah liang memeknya. Agak susah sih karena tubuhku lebih tinggi darinya dan akhirnya kutekukkan kedua kakiku dan kedua tanganku kuletakkan di pantatnya turut membantu menekan agar pantatnya ke arah selangkanganku agar penisku bisa segera menembus liang memeknya yang luar biasa nikmatnya itu.
Slupppp…. blessshh… tusukan penisku ke memek Mami.
Kembali kurasakan lendir yang serasa mengesek seluruh simpul-simpul syaraf di sekujur batang dan kepala penisku ditambah dengan kedutan-kedutan dinding vagina yang terasa seolah memijat dan menghisap-hisap penisku.
“Ouwhhh… ohh… ohhh…” aku mengerang menahan nikmat yang tak karuan itu.
Kakikupun kaku melurus sehingga membuat tubuh Mami terangkat dan kakinya tergantung bertumpu pada penis tegangku yang mendongkrak tubuh Mami sehingga membuatnya tubuhnya tergantung dan terlonjak-lonjak. Keadaan seperti itu, rupanya membuatnya menjadi semakin nikmat sehingga gerakan semakin menggila dengan mengaitkan kedua kakinya ke pinggangku dan melonjak-lonjakkan tubuhnya sambil pantatnya ditahan olehku.
“Auow… auow… auow… ohhhh… ssssthh… auow..” kicaunya terus menerus.
Tiada henti akupun merasakan hal yang sama, karena pangkal penis terasa ditekan-tekan membuat ejakulasiku cepat menghampiri, begitupun dengan Mami.
Gerakan dan teriakannya sudah tak terkendali sehingga secara bersamaan kamipun melenguh dan menjerit serta tubuh kaku dengan pikiran yang melayang-layang jauh ke atas dan akhirnya terhempas jatuh, hilang tenaga dan hilang keseimbangan.
Tubuhku limbung karena kehilangan tenaga dan menahan beban tubuhnya yang masih dalam posisi di pangkuanku.
Aku hilang keseimbangan dan badanku jatuh ke depan. Untunglah di belakang Mami adalah dinding kamar mandi sehingga kami tidak jatuh tersungkur.
“Ouwhhhhhhhh…. ahhhhhhhhhh… niceeeeeeee…” kata Mami sambil mencium lembut bibirku.
Tersadarkanlah oleh siraman shower yang masih terus mengucurkan air dan membasahi tubuh kami berdua selama kami bersetubuh di kamar mandi sambil berdiri.
Akhirnya kami selesaikan mandi dan mengeringkan tubuh kami dengan handuk.
Malam terasa pendek. Aku tidak merasakan persetubuhan Mami dan aku adalah persetubuhan incest atau persetubuhan sedarah.
Sampai jam 4 pagi aku dan Mami menghabiskan 4 ronde persetubuhan yang mengasyikan dan menggairahkan itu.
Kami tidur pulas berpelukan dengan telanjang di dalam selimut. Akupun memanggil Mami jadi Yayang, bukan Mami.
Pulang ke rumah kami tukar cincin. Aku membeli cincin emas 2 buah dengan uang tabunganku lalu aku gravir namaku dan nama Mami di dalam cincin.
Setelah itu aku memakai cincin dengan nama Mami sedangkan Mami memakai cincin dengan namaku.
Aku ingin menghamili Mami, cuma tidak bisa. Di dalam vagina Mami terpasang spiral. Air maniku tidak kuat mendorong spiralnya sampai bocor. (26.02.2022)
the end