Kiky Bercerita

Kisah kiriman dari email. kikysep*****@gmail.com

Masih bocah

Ketika aku masih bocah, aku sering ditinggal berduaan dengan ayah karna ibuku seorang guru ia kerap pergi pelatihan. Kami ditinggal bahkan berhari-hari selama kepergian ibu, ayahlah yang mengurusku. Ketika waktunya tidur siang biasanya ayah datang menjemputku dari tempatku bermain bersama teman-teman yang lain. Lalu membawaku pulang dan menemaniku tidur siang.

“Mentil dek … Hisap …hisap“ ucap ayah.

Ya menjadi kebiasaanku kalau mau tidur biasanya aku meminta menghisap pentil susu ayahku. Entahlah! barangkali karna kebiasaan saat dengan ibu.

Kebiasaan ini seperti menjadi pengantar tidurku. Kalau sudah mentil biasanya ayah mengelus-elus pantatku, jemarinya menelusuri belahan pantatku mengelus-elus celah vaginaku.

Aku sangat suka Ketika jemari ayah menggosok-gosok kolistorisku rasanya geli dan nyaman sekali. Terkadang ayah memaksakan telunjuknya masuk kedalam celah vaginaku yang masih kecil tapi tentu saja tidak muat.

Ya begitulah cara ayah menanabobokkan aku. Karna dari bocah hal ini dilakukan terus secara berulang-ulang tenyata menjadi kebiasaan bahkan membuatku beketergantungan dengan perlakuan mesum ayahku itu bahkan sampai kelas enam Sekolah Dasar. Setiap akan tidur aku selalu meminta ayah menemaniku, mengelus-elus vaginaku.

 

Perih yah!

Perkembangan tubuhku cukup baik untuk seorang anak perempuan seusiaku. Dalam rentan waktu dari kelas empat sampai kelas enam SD tubuhku tumbuh subur dan gemoy. Hal ini menjadi bagian dari faktor X pelecahan ayah padaku.

Pada umur ini aku sudah jarang tidur siang. Pelecehan kerap dilakukan ayah saat aku tengah belajar. Biasanya ayah datang membantuku mengerjakan tugas-tugas rumahku. Aku kerap belajar di depan TV karna disitu ada ayah dan ibu yang tengah menonton.

Tapi Ketika ibuku telah pamit ke kamar untuk tidur biasanya ayah mendatangi menemaniku belajar. Ia menggunakan kesempatan ini mencabuliku. Jemarinya menyusuri belahan pantatku, mengusap-usap kolistorisku. Sikapku yang tak pernah memperotes kelakuannya membuat ia lebih leluasa.

Tak jarang pena yang kupengang terlepas dari jemariku. Desahan keluar dari mulut mungilku. Air liur menetes pada buku yang tengah kutulis. Karna rasa geli-geli enak yang kurasakan.

Tak jarang juga aku berontak Ketika jemari ayah memaksa masuk keliang vaginaku. Terasa perih sekali. Aku mempelototinya sebagai tanda protes. Ia tersenyum mengecup keningku meyakinkanku kalau semua baik-baik saja.

” Sakit ya?” Tanyanya.
” Perihhhh!” Protesku