Ketika Suami Tak Ada, Kuserahkan Lubang Kenikmatanku Pada Bapak (Real Story)
Disclaimer
Cerita dibawah ini adalah kisah nyata berdasarkan pengakuan tokoh asli kepada nubie.
Karena kesulitan menuliskan ceritanya sendiri, nubie membantu tokoh menuangkan cerita hidupnya dalam bentuk tulisan dibawah ini.
Nama asli tokoh, detil lokasi, disamarkan demi menjaga privasi tokoh sebenarnya.
———-
“Teh nanti pulang ngajar kerumah dulu ya, mamahmu nanyain, pengen ketemu katanya”
Itulah sepenggal chat, dari ayah kandungku, lelaki yang kupanggil dengan sebutan bapak.
Kalimat didalam penggalan chat itu mungkin biasa saja bagi kalian, obrolan yang dianggap normal antara bapak dan anak perempuannya. Tapi aku sebagai penerima pesan WA itu, menanggung beban yang menyesakkan dada.
Chat bapak itu, bukan sekedar menyampaikan pesan bahwa ibuku yang sedang sakit ingin bertemu putrinya, tetapi perintah yang disampaikan secara manipulatif, agar aku pulang, dan memenuhi nafsu birahinya, dibelakang istrinya, ibuku sendiri.
Aku muak dengan semua alasan yang dibuat-buatnya itu, bahkan seringkali mengada-ada.
” Euhgg kalau mau ngentot, Bilang aja pengen ngentot, ga usah pake alesan mamah segala!” gerutuku dalam hati.
Namun terlepas dari kekesalanku, aku merasa tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa selain mengumpat dalam hati.
Aku sudah bersuami, tetapi saat suamiku tak ada, aku serahkan lubang kenikmatanku kepada bapak, seperti apa yang akan terjadi hari ini, bapak minta jatah lagi.
Bapak ingin memekku hari ini, maka aku harus pulang ke rumah orang tuaku sepulang dari Madrasah Ibtidaiyah tempatku mengajar.
Kalian tidak perlu terkejut mengetahui aku seorang guru Madrasah, memang begitu kenyataannya, aku mengajar di Madrasah Ibtidaiyah yang terletak di salah satu kabupaten di Jawa Barat.
Sambil menunggu bel madrasah berbunyi tanda bubaran jam belajar, akan kuceritakan kepada kalian rahasia terbesar hidupku ini, sekedar melepas beban yang kupikul sejenak.
Namaku Laila (33 tahun) anak kedua dari tiga bersaudara, wajahku oval, alisku tebal sehingga tanpa pensil alis pun alisku melengkung indah diatas kedua bola mataku yang tajam dan bercahaya. Hidungku bangir, dan bibirku sensual, bibir yang sering kugunakan untuk melumat kontol bapaku.
Seluruh tubuhku keseharian berbalut hijab sejak aku gadis, namun kalian akan dapat melihat tonjolan dada dan bokongku sebagai pertanda bahwa lekuk tubuh didalam gamis ini indah. Banyak lelaki mengatakan aku cantik, bak gadis Arab.
Bapaku (63 th) pemilik toko sembako di pasar karena itu ketiga anak perempuannya hidup sejahtera, meski tidak berlebih, tetapi kami semuanya mampu meraih pendidikan sampai level perguruan tinggi, dengan hasil memuaskan.
Dari ketiga puteri Bapak, memang aku paling nakal, sejak kelas 1 SMA aku sudah mengenal nikmatnya berpacu memuaskan gairah seksual, keperawanan kuberikan pada pacar pertamaku.
Putus dari pacar pertama aku bergonta-ganti pacar, dengan kecantikan & keindahanku tentu mudah menemukan pengganti, dan mereka semuanya menikmati tubuhku.
Sampai suatu ketika bapak memergokiku sedang ditindih, posisi kontol pacarku menancap di memekku, di kamarku sendiri. Mata bapak terbelalak, itulah bagaimana awalnya hubunganku dengan bapak.
Tahun 2023 ini, hubungan terlarangku dengan bapak terhitung sudah berjalan 16 tahun.
Akan kuceritakan detailnya nanti, sekarang bel bubaran sekolah sudah berdering. Anak-anak berhambur keluar berlarian, aku berkemas-kemas dulu.
————
Tak terasa airmataku menetes, karena dering bel bubaran sekolah itu tak ubahnya dering panggilan dari mucikari kepada pelacurnya untuk mempersiapkan tubuh, untuk dijamah.
Aku tak sanggup membayangkan, jika para orangtua murid itu tahu kelakuan bejat gurunya, terlebih aku juga mengajar mata pelajaran agama selain mata pelajaran lain.
Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika semua guru tahu, aku sering bersetubuh dengan bapakku, sementara mereka menganggap bahwa kami adalah muslim taat, kami sekeluarga dikenal tidak pernah meninggalkan sholat.
Mungkin ibuku mati berdiri jika tahu wajah bapak sering sekali berada ditengah selangkanganku, menekan-nekan itilku dengan lidahnya ketika aku menginap dirumah kedua orang tuaku itu. Aku merasa bersalah pada perempuan yang kupanggil mamah itu, tapi aku tak mungkin menceritakan kebuasan bapak padanya.
Rasanya tak mungkin menceritakan perbuatan bapak kepada kakak dan adikku, meskipun aku sebenarnya ingin mereka bela, ingin didukung untuk menghentikan bapak, tapi nyatanya aku sendirian menanggung beban ini.
Aku melangkahkan kaki menuju sepeda motor yang diparkir di halaman, diiringi anak-anak yang berlarian di kanan kiriku dengan seragam hijau putih, kuhidupkan mesinnya dan meluncur ke rumah orang tuaku.
Selama dalam perjalanan pikiranku menerawang pada dua dekade kebelakang, melompat kesana kemari bayangan bergantian muncul dalam layar di benakku, masa aku masih perawan, masa aku mengenal seks dari pacar pertama, masa kepergok bapak, dan pikiran tentang suamiku.
Suamiku jarang berada di rumah, karena ia bekerja di luar kota, ia hanya pulang seminggu sekali saja. Saat ia pulang kami akan bercinta, sementara saat ia tak ada, memek tembemku kuserahkan pada bapak. Lima tahun kami menikah suami tak tahu istrinya sering dientot mertuanya.
———
Bapak berdiri di teras saat aku memasuki halaman rumahnya, ia menatapku yang datang dengan jilbab hitam, seragam batik, dan rok hitam yang membalutku.
“Temui mamah dulu, sudah itu bapak tunggu di dapur,” ujar bapak setengah berbisik.
Bapak ngeloyor ke dapur, sementara aku melewati ruang tv, tempat pertama kali bapak menyetubuhiku 16 tahun lalu saat seisi rumah sudah tidur, aku yang tidur telungkup didepan TV terbangun karena terasa ada benda tumpul yang keras memasuki tubuhku. Kontol Bapak, menerobos memekku dari belakang, menindihku.
Ya, di ruang keluarga inilah saat usia bapak 40-an, untuk pertama kalinya menyetubuhiku. Aku melewati ruangan itu, masuk ke kamar mamah.
Mamah terbaring lemah, kusentuh keningnya, ia masih demam. Tak ada obrolanku dengan mamah yang perlu kuceritakan disini, hanya obrolan biasa untuk sekedar membahagiakan perasaan ibuku itu.
Rumah terasa sepi, karena kakak dan adik perempuanku pun sudah tidak tinggal disini. Hanya ada mamah & bapak.
Tak lama aku mengakhiri obrolan dengan mama yang terlelap, aku mengelus keningnya lalu melangkah keluar, menuju dapur dimana bapak sedang menungguku, sambil duduk di kursi meja makan. Ia menatapku seperti harimau lapar yang menghadapi mangsa.
Sampai dihadapannya aku berbalik membelakanginya, kedua tanganku menyingkap rok hitamku, menaikannya sampai pinggang, dengan sedikit gerakan bapak kuberi pemandangan bokongku yang indah, yang masih tertutup celana dalam warna biru, yang kupelorotkan tanpa aba-aba, sehingga bapak dapat melihat memek tembemku, terjepit disela-sela pantatku.
Ada perasaan kesal mendesak dadaku pada kemunafikan bapak, yang menggunakan mamah sebagai alasan agar aku berada disini sekarang. Padahal aku tahu, bukan mamah yang memintaku pulang.
Kedua tanganku menyentuh bibir memekku, kubentangkan agar bapak dapat dengan jelas melihat lubang memekku, merah merekah, yang kukedutkan sebagai tanda protes padanya.
“Ayo Pak! Ini kan yang bapak mau?” kataku sambil meliriknya di belakangku.
“Makan siang dulu, memangya teteh tidak lapar?” tanyanya.
Aku tahu omongan itu basa-basi saja, sebab meski bicara soal makan siang tetapi bapak berusia 63 tahun ini sangat lekat menatap lubang memekku.
“Teteh masih kenyang, tadi pulang ngajar makan baso dulu,” kataku berbohong.
Aku yakin bapak sangat merindukan memekku, sudah sebulan ia tidak menikmatinya, dulu sekurangnya seminggu sekali bapak entotin aku. Kini mungkin karena faktor usia, ia jarang meminta, paling sebulan sekali.
Dulu kontol bapak langsung ngaceng melihat keindahan tubuhku, kini tak kulihat ada tonjolan di kolor bapak meski sudah kupertontonkan memek tembemku di hadapannya, bahkan kubuka liangnya.
“Bener nggak mau makan dulu?” tanyanya, yang kujawab dengan gelengan kepala.
Bapak beranjak dari kursi memelukku dari belakang dengus nafasnya memburu saat mendaratkan ciuman di leher kananku yang masih tertutup jilbab tipis, bulu kudukku merinding, dari bibirku keluar desahan halus.
“Aaaah ….,”
Biasanya aku telanjang bulat kalau ngentot dengan bapak, jika waktu kami banyak, tapi waktu kami sekarang sedikit, siang bolong begini, dan mengantisipasi mama yang bisa sewaktu-waktu nyelonong memasuki dapur, hanya celana dalam yang kulepas, yang penting bapak bisa entotin aku.
Mataku sesekali tetap mengawasi ruang tengah, akses menuju dapur, dimana kini tangan kanan bapak mulai meremas susuku dari luar batik yang kukenakan. Bapak meremas susuku dengan lembut, selembut lenguhanku yang seirama dengan remasan bapak di nenenku.
“Uuugh……”
Bapak yang masih memakai kolor mendesak-desakan kontolnya dibelahan bokongku yang kusingkap, kontol yang masih lunglai. Meski pinggulnya bergoyang penuh semangat mendesak belahan pantat putrinya yang bahenol.
Tangan kiri bapak mulai merayap di paha kiriku, perlahan menuju belahan memekku, bapak benar-benar berniat untuk merangsangku, telapak tangan itu menelusuri garis memekku, mencari sebiji kenyal yang terselip diujung atas memekku.
“Aaaaaaahhhhhh …..,” bapak menekan itilku, memutar dan menjepit biji klentitku itu dengan jarinya.
Kini tubuhku diserang dari segala penjuru, kontol bapak mendesak belahan pantatku, bibirnya menyerbu leher dan telingaku, tangan kanannya meremas kedua susuku bergantian sementara tangan kirinya merangsek memasuki lubang memekku, tak ayal lagi aku rasakan getaran, jika ada yang mengintip kami pasti dapat melihat pinggulku bergoyang gemetar ketika jari bapak mengorek-ngorek memekku.
“Aaaaaahhhhhkkkkkhhh …..!!! desahan yang kutahan agar tidak sampai terdengar mamah di kamar.
Bapak menyerangku bertubi-tubi, mungkin karena sebulan tidak menyentuhku, ia terus mencumbu, meremas, mengobel-ngobel, dengan nafas memburu terdengar di telingaku seperti kuda.
Sampai serangan itu berhenti dengan bisikan terengah-engah “Sepongin kontol bapak dulu, belum keras,” katanya.
Akupun berbalik memelorotkan kolor bapak sebatas paha, hingga terpampang kontol bapak dihadapanku yang berlutut. Kuperhatikan baik-baik kontol itu, terutama kantung testisnya, didalam testis itulah asalku sebelum memasuki rahim mamah.
Kukecup kulumat kontol bapak, tentu bapak dapat melihat bibirku yang sensual menjepit dan melumat kepala kontolnya, hidung bangirku kadang bertabrakan dengan kulit perut bapak ketika kulesakan kontol bapak jauh sedalam mungkin di mulutku. Kulakukan itu sampai kontol bapak yang lunglai mulai memberontak, tegang mengeras.
“Masukin sekarang pak,” pintaku sambil berdiri.
Awalnya aku hendak meletakan kedua tanganku dimeja makan untuk bertumpu, tapi aku khawatir suara meja yang membentur tembok akan terlalu berisik, setelah menyingkapkan rok, aku menyandarkan tangan ke tembok, membuka kedua pahaku, menunggingkan pantat, memberikan kemudahan akses kepada bapak.
Sepertinya bapak gemas melihat kebahenolan pantatku, ia memandanginya lekat, pandangan itu juga tertuju pada memekku, aku yakin jika kami punya waktu banyak bapak akan menenggelamkan wajahnya di memekku, sebab bapak suka sekali menjilat memekku. Seringkali aku terbangun tengah malam mendapati wajah bapak di selangkanganku.
“Ayo masukin sekarang!” tegurku memecah lamunannya.
Tangan kiri bapak meremas pantat kiriku, tangan kanannya mengarahkan kejantanannya, kontol keras bapak mengoyak bibir memekku ia gesek-gesek sebelum akhirnya…… “Bleeeeesssshhh” …..”Aaaaaahhh ….” desahku pelan.
Kurasa tak perlu kugambarkan bagaimana rasanya ketika aku …. rasakan…. kontol keras itu menerobos memekku, meski kontol itu kontol bapakku, ia tetaplah kontol, dan memekku merespon sewajarnya, jadi jangan protes jika aku melenguh.
“Uuughhhhh …. Aaaaaahhhhhkkkkkhhh”
Ketika dientot begini, aku sering berteriak tanpa sadar, tangan kanan dan kiriku yang menopang tubuh di tembok bergantian kubekapkan pada mulutku sambil menerima sodokan kontol bapak.
Plokkk … Plokkk … Plokkk…… Bapak terus menyodok menggenjot memekku sampai sekira sepuluh menit kemudian kurasakan kontol bapak berdenyut-denyut pertanda mendekati orgasmenya.
Aku merasa kegerahan, dan dapat kurasakan keringat di paha bapak saat menerjangkan kontolnya semakin cepat.
“Grrrrhhhh ….” bapak menggeram seperti harimau ditengah tubuh kami yang terguncang, meski berusaha menahan, tetap saja suaranya keluar.
Lalu suara bapak berubah seperti kuda pacuan yang mengejar garis finish, mendengus, tetapi tertahan karena rasa kontolnya yang terjepit memek tembemku …. nafasnya tersengal-sengal.
“Aaarrrhhh … ” gerakan bapak mulai liar.
“Aaarrrhhh … ” bapak mencengkram pantatku dengan keras.
Kuterjangkan pantat bahenolku ke tubuhnya membantunya segera meraih orgasmenya…. tiba-tiba bapak mencabut kontolnya…. dan…. Crooottt!!! …. Croooottt!!! … Croooottt!!!
Pejuh bapak menembak ke arah pantat dan pahaku. Secepat kilat Ia terduduk di bangku meja makan … ngos-ngosan seperti kuda.
Aku menoleh ke arah ruang tengah untuk menyamankan diri bahwa perbuatan kami tidak terlihat mamah, lalu segera masuk kekamar mandi membersihkan lendir yang membanjiri memek, pantat, dan pahaku. Lalu menata diri merapikan pakaian dan jilbabku.
Saat keluar kamar mandi bapak masih duduk disana, aku ngeloyor pergi mengecek mama di kamarnya, mama masih tertidur, badannya masih panas, sepanas tubuh bapak yang baru saja entotin aku.
Aku mengecek smartphoneku, ada enam panggilan tak terjawab, telepon dari suamiku. Pada saat yang sama nomor suamiku kembali menelefon. Aku buru-buru melangkah keluar dan menerima telfon di teras.
“Kamu lagi ngapain sih? Dari tadi aku telfon nggak diangkat-angkat,” tanyanya dengan nada tinggi.
“Hapeku lagi dicas tadi dikamar, aku tadi di dapur,” kataku sedikit berbohong.
“Kamu lagi dimana?” tanyanya lagi menyelidik.
“Aku di rumah mamah, mamah sakit,” ujarku.
Jauh dilubuk hati, ingin rasanya aku jujur, bahwa ketika ia menelefon tadi aku sedang sibuk melenguh, melayani birahi bapak.
Bukan saat ini saja, tetapi jauh sebelum ia menjadi suamiku kami sudah sering melakukannya, tapi apakah mungkin ia masih bersedia bertahan menjadi suamiku jika aku berterus terang? Apakah ia sanggup menghentikan bapak tanpa harus membuat keributan yang menggegerkan?
Dia bersedia menjadi suamiku meski tahu aku binal semenjak remaja, tapi rasanya tidak mungkin dia terima jika mengetahui kebinalanku itu dinikmati bapak.
Jadi aku akan tetap menutup mulutku, dan melayani bapak entah sampai kapan. Karena aku sadar, semua ini akibat kebinalanku sendiri, sampai bapak sendiri bernafsu.
———-
Catatan;
Sebagai kisah yang berlangsung selama 16 tahun, masih banyak kisah persetubuhan antara Laila dan ayahnya itu.
Barangkali seharusnya ditulis di Thread Cerbung, namun sementara ini biarlah kisah Laila kita tempatkan disini, jika memungkinkan nanti ditulis kisah panjang kebinalan Laila.