Cuman Ngaceng!

PENGANTAR CERITA

Setelah lama mengelana di beberapa kota di Indonesia, tempat berikutnya yang gue kunjungi adalah Bekasi. Gue mendapatkan kesempatan bekerja sebagai pegawai negeri di Jakarta, meninggalkan kampung halaman, Semarang, Jawa Tengah. Atas tujuan itu, untuk sementara waktu, gue menumpang di rumah kakak perempuan gue, Ningsih (37 tahun). Ia tinggal bersama suaminya Herman (40 tahun), dan putranya Ferdian (16 tahun). Selagi tinggal di sana, mulanya semua berjalan aman dan damai, tak ada konflik internal keluarga karena sejatinya gue yang menumpang tidak enak lama-lama di sini. Kakak gue membiayai makan, gue kasih uang tambahan untuk dia. Dia sungkan dan menolak mentah-mentah. Pada akhirnya Gue ingin segera mencari rumah kos dekat kantor yang sekiranya gue bisa hidup mandiri tanpa harus merepotkan Mba Ningsih.

Namun, ketika menemukan rumah kos yang pas untuk dihuni, gue menemukan kejanggalan akhir-akhir ini, terutama dari sikap Ferdian, keponakan gue. Setelah pulang kerja, gue kerap menyapa tetangga sebelah rumah Mba Ningsih, bernama Pak Teguh (52 tahun). Dia biasa duduk di sore seraya merokok menunggu azan Magrib. Dia membalas dengan senyuman ramah. Terkadang, gue mendapati dia sedang ngobrol sambil minum teh dengan Mba Ningsih. Akan tetapi, kali ini mulai sedikit berbeda. Gue yang telah berada di dalam rumah, sering seakan dilarang Ferdian untuk mendengarkan obrolan Mba Ningsih dengan Pak Teguh. Ferdian kadang meminta tolong gue mengerjakan sesuatu, seolah ingin mengesampingkan gue mendengarkan percakapan Mamanya dengan Pak Teguh. Tentunya Gue penasaran apa yang sedang disembunyikan Ferdian dan Mba Ningsih. Apakah Mas Herman tahu soal ini?

Suatu ketika gue terbangun malam. Tak sengaja mendengar percakapan Ferdian dengan Mamanya yang juga kakakku sendiri di ruang makan.

“Pak Teguh pengen mama jadi temen deketnya, temen curhatnya”

“Ya enggak apa-apa Maa, mama kan tahu sendiri istrinya Pak Teguh cerewet banget, pasti dia stres di rumah”

“Mama bingung, kenapa harus Mama, kenapa enggak yang lain?”

“Barangkali karena mama sering ngobrol dengan Pak Teguh, dia mulai nyaman dengan Mama”

“Mama takut papa cemburu”

“Kalau soal Papa, aku bisa tangani. Mama tenang aja deh. Yang penting Mama baik-baik aja kan sama Pak Teguh?”

“Baik kok, orangnya asyik diajak ngobrol. Kadang juga Mama suka cerita perilaku papa kamu yang suka pulang malam”

“Siiiippp”

“Anehnya, Pak Teguh bilang curhatnya dia jangan sampai orang lain tahu”

“Jelas Maaa, kan sama sama jaga rahasia”

“Iyaa sihh”

“Yaudah Maaa, aku balik tidur lagi”

Percakapan orang tua dan anak itu gue dengar sekilas, sayangnya gue tidak mengikuti dari awal. Gue semakin ingin cari tahu ada apakah di balik ini semua?