Perfect
Cerita ini murni fiksi, hanya khayalan dari nubie semata, terinspirasi dari beberapa pengalaman hidup nubie sendiri, pengalaman hidup orang di sekitar nubie, serta dari buku-buku maupun tulisan yang pernah nubie baca. Jika ada kesamaan nama tokoh, waktu, alur, lokasi, semua itu hanyalah ketidak sengajaan yang tidak di sengaja, dan tidak ada maksud tertentu di belakang itu.
Cerita ini rawan macet, karena nubie juga memiliki kehidupan RL. Update berkala dan akan di usahakan seminggu sekali. Dan diusahakan akan mendapatkan “Tag Tamat”. Dan akhir kata, dengan kerendahan hati nubie mempersembahkan cerita pertama dari nubie yang hina ini. Selamat membaca, selamat menikmati. Dipersilahkan untuk merusuh, mengacau, mengkritik, memberikan saran, atau apapun, nubie akan dengan senang hati untuk menerimanya.
Kesempurnaan bukanlah persoalan tentang menjadi yang terkuat…
Kesempurnaan bukanlah persoalan tentang seberapa banyak harta yang kita miliki…
Dan Kesempurnaan juga bukanlah persoalan tentang seberapa tinggi tahta yang bisa kita raih…
Kesempurnaan adalah tentang kebahagiaan yang kita rasakan…
Kesempurnaan adalah tentang kebahagiaan dari orang-orang di sekitar kita…
Kesempurnaan adalah tentang bagaimana dengan ketidak sempurnaan yang kita miliki, dengan kekurangan yang kita miliki, yang membuat hidup kita menjadi lebih berwarna, kita mampu memanfaatkannya untuk hal yang positif, yang berguna untuk orang di sekitar kita, dan membuat hidup mereka menjadi bahagia.
Itulah arti dari kesempurnaan yang hakiki.
Sama sekali tidak ada senyum yang timbul dari wajah ku di hari kelulusan ku hari ini. Semuanya terasa datar saja. Hambar. Tidak ada rasanya. Tidak ada yang berkesan. Bahkan ketika nama ku disebut sebagai salah satu lulusan terbaik pun reaksi ku juga biasa saja. Pikiran ku masih terbayang-bayang dengan wajah Bapak ku yang…baru saja dimakamkan kemarin siang. Ya, baru saja melepas predikat sebagai anak SMA, dan aku baru saja mendapat gelar baru, anak yatim.
Piala dan Piagam yang diberikan pihak sekolah kepada ku sebagai salah satu lulusan terbaik pun seolah tidak ada artinya bagi ku. Apa yang aku dapat ini tidak akan bisa mengembalikan sosok Bapak di tengah-tengah keluarga ku lagi. Atau paling tidak menunda kepergiannya hingga beliau bisa melihat prestasi yang aku raih ini. Membuatnya bangga. Membuktikan kepadanya bahwa aku bisa menjadi seorang anak yang diharapkannya. Tapi semua itu tidak akan mungkin bisa. Semuanya telah berlalu.
Dan sekarang, yang ada tinggalah kami bertiga. Aku, Ibu, dan Adik perempuan ku satu-satu nya. Mengisi rumah yang tidak besar ini. Rumah yang sederhana ini. Bisa dibilang sangat sederhana ini. Harta peninggalan yang ditinggalkan almarhum bapak.
Kakek ku dulu pernah berkata, meskipun kita bukan orang berada, tidak memiliki banyak harta, tapi paling tidak kami tidak memiliki hutang. Dan jangan sampai memiliki hutang. Dan Aku masih bisa sedikit bersyukur, Bapak meninggalkan kami memang benar-benar tidak dalam keadaan berhutang. Sekarang tinggal bagaimana cara nya aku bisa menggantikan posisi Bapak yang sudah berpulang, yang sudah kembali kepadanya untuk selamanya.
Well, apapun itu, apapun yang sudah terjadi, satu hal yang tidak bisa aku hindari sekarang adalah kenyataan bahwa sekarang aku lah yang akan menjadi kepala keluarga. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, beban dan tanggung jawab yang ditinggalkan Bapak, sekarang akan jatuh ke pundak ku. Menjaga Ibu dan Adik perempuan ku. Menafkahi mereka. Ya, karena satu lagi kenyataan yang harus aku terima adalah bahwa Ibu hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga, tanpa keterampilan.
Tapi aku tidak akan mempermasalahkan itu. Diusianya sekarang yang sudah berada di awal empat puluhan, untuk membiarkannya bekerja tanpa keterampilan khusus bukanlah keputusan yang bagus. Bisa saja Ibu bekerja di pabrik, atau bahkan menjadi asisten rumah tangga, atau tukang cuci. Tapi tentu saja aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Sekarang adalah giliran ku. Aku yang akan bekerja untuk nya dan untuk Adik ku juga. Meskipun juga akan mengubur salah satu impian ku, Kuliah. Atau menunda nya? Aku harap sih begitu. Ya, tentu saja. Impian itu tidak boleh hilang. Mungkin suatu hari nanti aku bisa melanjutkan Pendidikan ke jenjang perkuliahan dengan biaya ku sendiri. Mungkin.
Dan ini lah awal dari cerita ku. Awal perjalanan hidup ku. Dalam lembaran baru ini. Tanpa sosok seorang bapak. Apakah jalan cerita ini akan berakhir dengan indah? Ataukah kami bertiga akan berujung dalam sebuah keterpurukan? Semoga saja tidak. Kalaupun iya, semoga aku saja yang merasakannya. Tidak untuk dua wanita ku yang sekarang menjadi satu-satu nya alasan dan semangat ku untuk tetap hidup, berjuang menghadapi kerasnya tantangan kehidupan demi mereka berdua.