Sekarang Sedang Jatuh Cinta (Side story
Part 1: Cinta itu seperti bermain tarik tambang
Ting! Sebuah notification line muncul di hpku. Lala Dmn? “otw, tunggu di tempat biasa” balas ku secepatnya. Akupun bergegas menghabiskan minumanku, bersalaman pada teman temanku yg lain dan segera meluncur menuju P2 mengambil motorku. Setelah membayar parkir, kutancap motorku keluar dari parkiran mall FX sudirman ini. Aku menghentikan motorku di dekat sebuah bis yg biasa terparkir disamping shelter bus mall ini. “cepet” aku mengirimkan pesan pada contact itu. Aku menunggu dimotorku sambil membuka twit**ter yg penuh notification dari orang-orang yg meretweet LR ku hari ini. Senangnya bisa berbagi kebahagiaan pada orang lain. 10 menit kemudian, 3 orang gadis berjalan melewati tempatku menunggu sambil sedikit mengobrol. “hati-hati ya kak della.” kedua gadis itu saling melambaikan tangan pada seorang gadis lainnya, yg kemudian berjalan menghampiriku. “yuk.” kata gadis itu sambil memukul pelan kepalaku yg untung saja sudah terlindungi helm. “kurang ajar lo, nih pake.” balas ku dengan sedikit kesal sambil menyodorkan sebuah helm hitam bermotif doraemon padanya. Gadis itu memakai helm tetapi mulutnya terlihat mencibirku. “kenapa?” tanya ku padanya yg dibalas dengan tatapan yg tajam mematikan. “makanya kalo disuruh belajar mobil tuh mau.” jawabnya sambil menaiki motor ku. “gimana gw gak sakit-sakitan kalo harus naik vario hitam bobrok ini terus.” dia melanjutkan dengan nadanya yg menyebalkan. Kutarik gas motorku mendadak yg membuatnya terkejut, berpegangan erat padaku dan kemudian memukul kepalaku. Kutancap varioku sambil sedikit tertawa tanpa menjawab ocehannya dibelakang. Sepanjang perjalanan kami hanya sesekali berbicara tentang kegiatan kami masing-masing hari ini, lebih tepatnya mendengarkan keluh dan kesahnya sepanjang hari ini yg hanya sesekali kubalas dan lebih banyak kuberi tawa kecil. Indahnya lampu ibu kota dan kelakuan pengemudi kendaraan yg bodoh menjadi hiburan kami selama perjalanan ini. “Sa, dingin banget ya hari ini.” ia mempererat pegangannya. “ya kita kan lagi diatas flyover, wajarlah dingin. Anginnya aja sekenceng ini.” balas ku padanya. “hmm iya sih” balasnya singkat. Aku mengembalikan fokusku pada jalanan gatot subroto yg panjang ini. Salah satu jalanan protokol di ibu kota Jakarta yg tidak rata dan penuh lubang. Aku harus extra berhati-hati kalau melewati jalan ini karena motorku sudah tidak sesehat dulu, ya seperti yg ia katakan sebelumnya, bobrok. Yah mau bagaimana lagi, aku terlalu malas dan tidak mengerti soal otomotif, sudah begitu aku tidak percaya pada orang di bengkel yg menurutku hanya ingin menghabiskan uangku saja. Perjalanan kami masih panjang karena kami baru saja melewati plaza semanggi, sedangkan tujuan kami adalah daerah kalibata sana. Perlahan aku menghentikan kendaraanku dan menepi disudut jalan. “kenapa, motor lu mogok?” tanyanya kebingungan. Aku turun dari motorku dan melepas jaket hoodie hitam yg ku kenakan dan kuberikan padanya, “nih pake.” Dia yg saat itu hanya mengenakan kaos bergambar elmo berwarna hitam itu kemudian melepas helmnya, memakai hoodieku dan kembali naik ke motor. “masih kedinginan?” tanyaku sambil memacu kembali motor kesayanganku ini untuk menuju ke kostannya. Dia tak menjawab pertanyaanku, tetapi ia mempererat pegangannya bahkan lebih seperti memelukku. Kami melanjutkan perjalanan dalam suasana penuh keheningan hingga sampai didekat kostnya. “di depan kost?” tanyaku yg hanya dibalasnya dengan menunjuk sebuah warkop diujung gang kostannya. “oh oke.” aku menjalankan motorku ke tempat yg dia tunjuk tadi. “ya kita sudah sampai food court kesayangan putri salju kita.” godaku saat ku turunkan dia diwarkop itu. Dia hanya diam dan menyerahkan helm doraemon itu padaku. “taro kostan aja helmnya.” tetapi dia menolak. “mau makan dulu?” tanyaku yg juga ditolaknya. “oke kalo gitu aku pulang ya, sampai jumpa di lain hari putri salju.” aku mengangkat tanganku dan menunjukan telapak tanganku untuk meminta tos seperti yg biasa kami lakukan. Tapi dia berbalik badan dan langsung berlalu pergi meninggalkanku. “emang kurang ngajar lo della delila!” umpatku kesal didalam hati. Aku memacu kembali motorku menuju ke FX sudirman, untuk melanjutkan nongkrongku yg tertunda bersama teman-teman satu hobbyku. Ping! Lima menit berselang, hpku berbunyi yg menunjukan kalau ada notifikasi dari twit**ter. @Della_JKT48 Thx for tudeyy,,
Sebuah tweet dari Della disertai emote double love. Aku tersenyum membaca tweet itu. “dasar putri salju yg sulit ditebak.” Mungkin kalian bertanya-tanya siapa aku dan bagaimana aku bisa membonceng Della Delila, member generasi 2 JKT48? Kalau begitu lebih baik kita perkenalan dulu agar enak kedepannya ya hehe. Aku Billy Christa Eyusa. Seorang anak pertama dari 3 orang bersaudara, namaku yg unik ini sebenarnya memiliki sebuah arti yg bagus. Billy yg artinya pelindung, Christa yg artinya anak dari Tuhan, dan Eyusa, dari kata eyu (buaya dalam bahasa china) dan same (hiu dalam bahasa jepang). Jadi arti dari namaku ini adalah Anak yg dilindungi Tuhan atau dapat juga diartikan sebagai Pelindung yg datang dari Tuhan. Sedangkan Eyu dan Same adalah translate dari kota tempat ayah dan ibuku bertemu, yaitu Surabaya. Kreatif ya. Sedangkan panggilan akrabku adalah Yusa. Lalu kenapa aku bisa membonceng Della, sedangkan aku adalah fans JKT48 yg seharusnya tidak mungkin melakukan itu? Begini ceritanya… Aku dan Della adalah teman dari kecil. Kami berdua sama-sama lahir dan besar di bekasi. Kami selalu masuk sekolah yg sama sampai kami lulus SMA, tetapi aku tidak pernah satu kelas dengannya. Kami tinggal di komplek yg sama, blok yg sama, tetapi rumah yg berbeda *yaiyalah. Orang tua kami sudah saling mengenal karena di blok kami mengadakan arisan bersama sejak dulu, sehingga anak-anaknya pun sudah saling mengenal sejak kecil. Tetapi karena anak-anak yg lain umurnya sedikit jauh diatas kami, maka sejak kecil aku hanya bermain dengan Della, begitu pula sebaliknya Della pun hanya berteman denganku. Bisa dibilang kalau Della adalah sahabat terdekatku sampai sekarang. Ping! Sebuah notification twit**ter kembali berbunyi, sebuah notification dari orang yg paling aku tunggu. @gabyJKT48 Terima kasih untuk theater hari ini. Sampai bertemu di theater berikutnya ya.
Hayo langsung pulang! “sorry bro, gw langsung pulang.” aku mengirimkan chat di group serkelku yg langsung dibalas makian oleh teman-temanku. Ya gimana, kalo oshi yg ngetweet langsung nurut pasti hehe. Sesampainya dirumah aku langsung mandi untuk menghilangkan letih dan debu jalanan yg menempel, begitulah bila menggunakan motor di Jakarta, kalau tidak berdebu ya bau matahari. 15 menit kemudian aku telah selesai membersihkan tubuh dan bersiap untuk tidur. Line: 38 unread notification. Sebagian chat dari group dan unofficial Account line, tetapi ada 3 chat dari sebuah akun yg tidak biasa untuk mengechat ku duluan. Lala Udh smpe?
Plg jngn main.
Gue mo tdr. 3 chat yg amat langka dari Della. meskipun kami adalah sahabat dari kecil, tapi bisa dibilang kami bukanlah yg seperti dulu. berbeda pergaulan, tempat kuliah dan status antara fans dan idola membuat hubungan kami berubah, jangankan untuk sering menghubungi melalui HP, bertemu saja hanya bisa di theater. Bisa dibilang saat ini aku hanyalah fans yg mendapat benefit untuk dapat mengantar jemput Della karena titipan tante Ana, Ibunya. Yusa Oke, selamat tidur, jangan lupa berdoa. Balasku padanya, 1 menit, 2 menit hingga 10 menit aku menunggu masih tidak ada balasan darinya. Aku membaringkan kepalaku di atas bantal bermotif mickey mouse ku dan terlelap. Ting!
Lala Met bobo,, laff yu. . -Message unsent-
Ting! Lala Oke. -Bersambung-
PART 2: sejak kecil sampai sekarang memang seperti ini kan? “Yusa, temenin gw nyari make up!” kata sebuah suara dari ujung telepon sana. Aku yg masih dalam keadaan setengah sadar dari tidur semalam terkejut dan buru-buru mencari HPku. Ini masih jam 8 pagi dan ini hari sabtu, sedangkan Team J sedang tidak ada jadwal perform maupun latihan, tetapi aku masih saja di ganggu oleh Della. “Kenapa bisa terangkat padahal aku tidur ya?” tanyaku dalam hati. “YUSA!! LO DENGER GAK?!” kali ini Della berteriak karena tak kunjung mendapat jawaban dariku. “iya iya dell! Gw baru bangun. Sabar dikit apa” sahutku dengan sebal. “gw udah nungguin lo bangun dari tadi, emang dasar ya cowok susah banget kalo disuruh bangun!” ku jauhkan HPku dari telinga saat Della menyerocos panjang lebar. “denger gak?” tanyanya lagi “Iya iya gw denger, yaudah gw mau mandi dulu!” balasku lagi sekenanya. Ku putus sambungan telfon kami dan aku langsung bergegas mandi. Karena kalau Della sudah ingin sesuatu harus segera dituruti. Bukan karena dia egois, hanya saja karena dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Sifatnya yg menyebalkan itu sepertinya hanya muncul bila ada hubungannya denganku. bahasa kerennya sekarang itu Frienemy, teman tapi musuh. “mau kemana bang? Tumben sabtu pagi udah bangun” tanya ibuku yg sedang menyiapkan sarapan di meja makan. “tadi Della nelfon ma, minta anterin nyari baju. Oh iya, mama yg akan telfon dari Della ya?” aku mencomot roti tawar yg sedang ibuku siapkan. Roti tawar itu memang lebih enak tanpa ditambahi apapun. “gimana gak mama angkat, mama ditelfon terus sama dia. Pas mama angkat dia malah ngambek sama mama, mama yun… Mama yun… Lily kemana? Aku kangen banget sama lily dari minggu kemarin gak ketemu. Dia terus-terusan ngerengek nyariin kamu. Padahal kamu cuma tidur” mama menjelaskan padaku sambil menirukan Della. “apaan deh mama suka lebay, paling Della cuma minta tolong bangunin aku kan?” ya, aku sudah tau sifat mamaku yg suka mendramatisasi sesuatu. Kebanyakan nonton drama vampire diaries nih ibu-ibu. “jadi kamu sama Lala udah mulai jalan lagi?” selidik ibuku. “semenjak Della kuliah di jakarta ma, padahal aku pikir udah lepas dari anak kecil itu. Tapi ternyata malah makin nyusahin.” keluhku sambil memakan satu lembar roti tawar lagi. “gak boleh gitu, bukannya kamu yg menyanggupi waktu Ana meminta kamu nemenin Della di Jakarta?” “ya tapi ma, maksud aku nemenin dia itu bukan dengan kemana-mana selalu sama aku. Lagipula aku mana bisa nolak permintaan tante Ana ma.” “kalau kamu keberatan, harusnya kamu bilang dong. Jangan karena gak enak jadinya kamu terbebani. Ngomong-ngomong, bukannya kamu seneng ya bisa sama Lala terus?” goda ibuku. “gak usah deh ma, kan udah ku bilang dia itu anak kecil ribet, lagipula sejak kecil sampai sekarang memang selalu seperti ini kan?” balasku dengan nada kesal. “tapi mama gak salah denger nih, Kamu manggilnya tante Ana dan Della?” ibuku mengernyitkan dahinya. “gak enak aja manggil ibu orang dengan sebutan mama, Della juga udah 20 tahun masa masih aku panggil Lala terus.” jelasku pada ibu. “oh jadi mama dan Ana batal jadi saudara nih? Yaudah kamu hati hati ya, jagain anak mama ya.” ledek ibuku sambil berlalu menuju dapur kembali. “aku yg anaknya mama!” 11 new messages
7 missed call Lala P
P
.
.
.
Gue tnggu di wrkop
Cptn “Dasar anak kecil bawel.” gerutuku saat membuka pesan darinya. Pesan ini harus segera kubalas, kalau tidak bisa bahaya. Yusa Otw Ku pakai kaos hitam bertuliskan 7.12ku, merapikan rambutku, memakai sepatu dan bersiap untuk pergi. Setelah aku mengambil kunci motor dan helm, aku teringat sesuatu. “yah hoodieku ada di Della.” akhirnya aku pergi tanpa menggunakan hoodieku ditengah teriknya siang ini. Perjalananku menuju tempatnya tidak banyak kendala, mungkin karena ini hari sabtu dan masih pagi sehingga tidak banyak warga yg sudah berkegiatan menggunakan kendaraannya. Hanya setengah jam saja aku sudah sampai ke warkop tempat kami janjian, tapi Della tidak ada disana. Sepertinya dia menunggu di dalam karena aku tak kunjung datang. Ku tekan klaksonku untuk memberitahu dia kalau aku sudah didepan. “pak batalin aja, ini uang ovaltinenya” kata Della saat keluar dari warkop sambil menyerahkan uang 5000 kepada penjaga warkop yg sedang duduk diluar. “oke neng, untung mienya belom saya buat. Abis kata neng cowoknya masih lama jadi saya belom buatin deh.” balas penjaga warkop itu sambil menerima uang dari Della. Della menaruh jari telunjuk didepan bibirnya mengisyaratkan kepada penjaga warkop untuk diam, aku bingung apa yg sedang mereka bicarakan. “mas ini gimana, ceweknya cantik begini disuruh nunggu lama didepan warkop. Entar diambil orang loh hehe.” kata penjaga warkop itu padaku sambil terkekeh. “siapa juga yg mau sama anak kecil bawel begini, ya kan?” balas ku sambil melihat kepada Della yg dibalasnya dengan tatapan kesal. “terima kasih ya pak udah jagain anak ini.” lambaiku kepada penjaga warkop itu sambil memacu motor varioku. Kami berdua saat ini sedang menuju kerumah Saktia karena Della sedang ada urusan dengannya. Della hari ini menggunakan hoodie hitamku yg kemarin aku pinjamkan, tas tangan dan rambut dikuncir ponytail. Gaya yg sangat simple dan tidak seperti akan pergi ke sebuah mall. Diperjalanan kami berdua lebih banyak diam, mungkin karena rumah Saktia yg tidak terlalu jauh dari kostnya sehingga kami berdua tidak perlu memecah kecanggungan dengan mengobrol. Akhirnya aku memutuskan memecah kecanggungan saat kami sedang menunggu lampu merah. “tadi mau makan mie ya?” tanyaku pada Della yg sedang asik bernyanyi kecil di bangku belakang. “gw gak makan mie kok” jawabnya cepat. “tapi tadi mau makan mie kan?” tanyaku lagi. “tapi kan gak jadi.” Della membela diri. “itu karena gw dateng kan. Coba gw telat sedikit, pasti lo udah makan mie.” tuduhku lagi padanya. “tapikan gw jarang makan mie.” belanya lagi. “emang tante Ana mau nerima alesan itu? Susah banget kalo dibilangin.” omelku lagi padanya. “emang lo mau kalo sam… ” “kalo sampe lambung lo sakit lagi, sampai harus masuk rumah sakit. Emangnya lo gak kasian sama nyokap lo yg khawatir sama kesehatan lo, emangnya lo mau cepet-cepet keluar dari Jeketi karena sakit? Itu kan yg mau lo bilang? Gw udah hafal sa.” Della memotong kata-kataku. Tepat sekali, memang itu yg akan aku katakan. Della sudah hafal akan omelanku itu setiap kali dia memakan mie tanpa sepengetahuanku dan tante Ana. “gw cuma gak mau lo sakit aja. Kasi…” “kasian nyokap lo, kasian badan lo, kasian orang-orang yg sayang sama lu dan mendukung lu kalo ngeliat lu sakit terus. Kalo lu sehat kyak dulu kan gak bakal dilarang-larang lagi.” Della lagi-lagi mengatakan apa yg barusan ingin aku katakan. “tenang aja sa, gw tau kok kapasitas badan gw sendiri. Gw juga capek kali sakit terus.” jawab Della dengan tegas, dia yg dewasa seperti ini membuatku tenang kembali. “btw gw bukan anak kecil,jadi jangan panggil gw anak kecil lagi dan gw gak bakal ilang nungguin lo didepan warkop lama!” balas Della lagi. “gw takut aja lu ilang diculik abang truk.” balas ku singkat sambil sedikit tertawa. Keheningan dan kecanggungan kami telah menghilang sejak tadi, tidak terasa sebentar lagi kami sampai dirumah Saktia. “lo takut banget ya gw ilang?” candanya padaku. “lo kali yg takut gw ilang. Lo kan gak bisa kalo gak ada gw.” balasku dengan nada meledek. “gak lah, gw udah dewasa! Udah bisa mandiri sekarang!” balasnya dengan wajah yg pede disertai senyumannya yg lebar, Manis sekali, aku terdiam melihat senyuman langka darinya itu. Gadis jutek, cuek, galak dan egois ini memang memiliki senyuman yg sangat manis, sesuai dengan jikoshoukainya. “dengan sejuta senyuman manis yg aku punya, aku akan menyinari hari kalian.” Della kebingungan melihatku yg tiba-tiba terdiam memandang kejalanan didepan. “gw gak takut lo ilang.” balasku tiba-tiba yg membuat Della semakin bingung. “karena gw tidak akan kehilangan, bila sejak awal gw tidak memilikinya.” kataku lagi. Aku kembali memfokuskan diri ke jalanan didepan yg sudah berada didaerah rumah Saktia. Beberapa saat kemudian kami berdua telah sampai didepan rumah Saktia. Rumah yg cukup besar dan mewah untuk sebuah rumah didaerah perkampungan warga, Saktia adalah seorang gadis keturunan Minang Betawi. Ayahnya adalah salah satu orang yg cukup terkenal didaerah sini dan seorang dosen sama seperti ibunya. Walaupun begitu, Saktia ini terkenal konyol dan sedikit “bodoh”. Saat kami sampai, tampak Saktia sedang memanaskan mobilnya. “lah katanya ada urusan sama Della, kok lu manasin mobil? Ortu lu mau pake?” tanyaku pada Saktia yg menghampiri kami. “Yusa makin ganteng aja tiap hari, sayang aja motornya begini jadi gantengnya ilang.” ledek saktia padaku disertai tawanya yg khas. “kan mobilnya mau kita pake? Lo lupa?” Saktia mengernyitkan dahinya atas pertanyaanku. “Dell?” aku sudah tau akan kemana arahnya. “nanti aku diturunin Saktia di Aeon JGC, nah kamu sama dia latihan mobil di tanah kosong belakang kompleknya ya. Saktianya mau kok!” Della menjelaskan sambil memberikan wajah memelas padaku. Ia memohon agar aku mau latihan mengendarai mobil diajari Saktia. “Della Delila… Kan gw udah bilang kalo gw gak mau belajar mobil dan gak usah sok imut deh!” tolakku dengan kesal. Aku sebenarnya punya trauma dengan mobil sehingga sampai sekarang aku tidak mau belajar untuk mengendarainya. Jangankan untuk mengendarai, untuk naik saja aku takut!. “yaudahlah kepalang tanggung. Daripada berantem disini, coba dulu aja sa.” Saktia berusaha meyakinkanku agar aku berhenti memarahi Della. “yaudah, gw titip motor gw disini ya. Gw masukin bagasi ya biar keujanan.” akhirnya gw mengalah dan menuruti kemauan Della. Yah itung-itung bisa ngobatin trauma lama kalau ini berjalan dengan lancar. “yaelah, motor lu ditaro tengah jalan juga gak ada yg ambil.” Saktia kembali meledek motorku, “soalnya motor lo… Bobrok!” ledek Saktia dan Della bersamaan yg diiringi tawa mereka berdua. Aku hanya membalas dengan memberikan wajah kesal pada mereka berdua. Akhirnya kami bertiga pergi ke kawasan Cakung. Aku yg duduk dibelakang sambil memainkan HPku untuk menghilangkan kebosanan dijalan, karena mereka berdua membicarakan tentang jeketi dan make up yg aku tidak mengerti. Sesekali Saktia menanyakan tentang keadaan salah satu temanku yg kebetulan fansnya, Saktia senang dengan keunikan temanku itu yg amat konyol tingkahnya. Sangat persis dengan kelakuan Saktia sendiri. Setelah menurunkan Della didepan mall, kami berdua menuju ke bagian dalam komplek ini dimana masih berupa tanah lapang yg kosong, rawa dan sedikit pembangunan di beberapa bagian. Karena tempat ini tadinya adalah rawa-rawa kosong yg diubah oleh pengembang dan ingin dijadikan sebuah kota mandiri. Saktia menyuruhku untuk pindah ke kursi pengemudi dan bertukar tempat dengannya. Dia pelan pelan mengajarkanku untuk memakai sabuk pengaman, memindahkan gigi pada perseneling, dan bagaimana menginjak gas pelan-pelan. Untungnya bagiku adalah bahwa mobil Saktia ini matic sehingga agak sedikit lebih mudah untuk dipelajari. Meski begitu, trauma masa lalu masih membuatku sulit untuk belajar lebih lanjut. Terutama saat mobil sudah mulai akan berjalan, secara tak sadar aku menginjak rem dengan sendirinya. Ketakutanku masih lebih kuat dibanding keinginanku untuk bisa mengendarai mobil. “yaelah, gaya doang serem lu. Giliran mobil jalan keringet dingin. Inget, entar pas lo meninggal bakal naik ambulance. Masa mau lo meninggal tetep naik motor hahaha.” Saktia terkekeh melihatku yg panik dengan keringat bercucuran. “coba sekali lagi ya.” kataku memberanikan diri, gengsiku memberikan dorongan karena aku tidak ingin kalah dari wanita. Setelah berkali kali mencoba, akhirnya saktia menyuruhku berhenti dan beristirahat dulu. Aku menyendarkan tubuhku ke bangku mobil untuk menenangkan diriku, mengambil tisu untuk mengelap keringat dan mengambil HPku. Saktia mengambil fotoku dari samping secara diam-diam yg sebenarnya ku ketahui. “ngapain lo sak?” selidikku. “ngasih tau Della kalo kyaknya kita akan sedikit lama.” balas Saktia padaku. Setelah istirahat beberapa menit, aku kembali mencoba untuk mulai mengendarai mobil lagi. Sesuai arahan dari Saktia yg telah aku pelajari, aku memasukan gigi maju pada perseneling. Setelah mengambil nafas panjang untuk menenangkan diriku, aku mencoba untuk menginjak gas perlahan. Saktia memandangku seakan memberikanku dukungan. Kuinjak perlahan pedal gas mobil Saktia, perlahan-perlahan mobil ini mulai melaju pelan. Tetapi tak berlangsung lama, trauma masa lalu bermain di kepalaku yg membuatku kembali takut, Saktia sadar bahwa aku kembali panik. Kuinjak pedal rem dengan tiba-tiba, tetapi ternyata kali ini aku salah menginjak dan ternyata aku menginjak pedal gas. Sehingga mobil ini melompat dan melaju cepat tak terkendali. Untungnya Saktia dengan cekatan langsung menarik rem tangan mobil ini dan mengambil alih kemudinya untuk meluruskan arah berhentinya mobil ini. “Sa.. Sak… Sorry ya, tiap mobilnya udah mulai jalan, trauma gw muncul lagi.” kataku pelan karena takut kalau Saktia akan marah karena mobilnya hampir saja masuk ke rawa. “gila lo hampir aja mobil gw jadi kodok kalo sampe kita kecebur.” balas Saktia yg mencoba mencairkan suasana. “sebenernya lo udah bisa, cuma lo gak berani aja. Terbukti setiap mobil ini udah mulai jalan dan lu mulai takut, lu langsung menginjak rem yg menandakan kalau lu tau sebenernya tau cara nyetir mobil. Tandanya yg harus lo ilangin itu trauma dan ketakutan lu aja.” Saktia menjelaskan padaku. saat seperti ini aku bisa melihat sisi pintar dan serius saktia keluar. “cara ngilanginnya gimana? Belom apa-apa aja gw udah takut.” balasku padanya. Kini Saktia tampak berfikir dengan melihat ke atas. “lo harus rileks sa.” sepertinya Saktia telah mendapat jawabannya. “caranya?” tanyaku makin bingung. “lo pasti rileks, gw jamin.” Saktia meyakinkanku, “tapi lo harus rahasiain ini dari siapapun, terutama Della.” Saktia membuka celanaku dan mengusap-usap penisku yg masih terbungkus celana dalam. Bagaimana aku mau rileks kalau seperti ini!! -Bersambung-