Christy…….

Sejak mobilnya masuk bengkel. Christy kesulitan untuk menuju ke mana – mana. Entah itu saat latihan bersama dan kegiatan lainnya. Kali ini, ia tengah berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan terkemuka. Kegiatan yang selalu dihabiskan dengan berbelanja dan makan. Ia menjalaninya sendiri dan menyukainya. Ia melepas lelah di sebuah bangku yang tersedia. Seorang pemuda duduk di sampingnya acuh tidak acuh dengan keberadaannya. Dari seberang, karyawan dan karyawati toko melihat kagum dari jauh. Pengunjung yang lewat di depannya minimal melihat dan berbisik – bisik bahwa ia telah melihat artis. Beruntung, tidak ada penggemar di sana. Jika ada, sudah pasti ia harus melayani sesi foto – foto dan tanda tangan. Christy hanya bisa menghela nafas dalam. Ia hanya bisa menggerutu sekaligus senang. “untung enggak digangguin.” Pemuda di sampingnya sesekali melihatnya. Namun, tidak ada reaksi dengannya. Christy yang penasaran mencoba menatapnya. Pemuda itu menangkap pandangannya dan tersenyum singkat. Hal ini membuat Christy kelabakan salah tingkah. “sial, kenapa malah gue yang salting diliatin tuh cowok.” Kali ini, ia memberanikan diri menyapanya. “permisi.” “iya, mbak.” “mas tahu siapa saya ‘kan?” “iya. Mbak itu Christy yang nyanyi – nyanyi bareng – bareng itu kan?” “bodoh banget pertanyaan gue tadi.” Pikir Christy. “mas enggak kenapa gitu?” “maksud mbak?” pemuda itu bingung. “koq makin ngaco banget gue nanyanya.” Pikirnya lagi. “iya maksudnya enggak heboh atau minta foto sama tanda tangan gitu.” “apa harus begitu ya, mbak?” “ya enggak juga sih. Enggak apa – apa kalo enggak ada reaksi berlebih.” Baru kali ini, ada seseorang yang tidak begitu peduli dengan keadaannya. Atau mungkin dia bukan penggemar yang fanatik. Hanya saja, hal ini jarang terjadi dengannya. “Mas, kesini sama siapa?” tanyanya akrab. “saya sendirian. Mbak sendiri bagaimana?” “sendirian juga sih, mas.” Suasana tidak kunjung mencair dengan cara seperti ini. Pemuda itu bangkit dari bangku mall. “mbak lagi sibuk?” “enggak sih. Abis belanja juga ini.” “cari makan yuk. Laper sayanya.” Ajak pemuda itu singkat. “mas ngajak saya makan?” “kalo enggak mau juga enggak apa – apa. Enggak enak kalo makan sendiri.” Ajakan pemuda ini begitu singkat dan santai. Christy tertarik untuk menerima ajakan pemuda tersebut. Setelah memilih – makanan di pusat makan, mereka berdua duduk di salah satu meja yang bebas tersedia. “oiya aku belum kenalan sama kamu.” “saya Grha.” Jawabnya. “Grha? Nama yang enggak biasa. Seenggak biasa orangnya.” “soal tadi ya mbak? Saya minta maaf kalo begitu.” “Christy saja. Aku bukan kakak kamu juga.” “hehehe….iya, Christy.” Pelayan menghidangkan makanan dan minuman yang dipesan. Tanpa basa basi, mereka menyantap makanan begitu tersaji di meja. Tidak ada percakapan yang terjadi di sana. “hei, dari tadi kita enggak ngobrol.” “oh harus ya? Bukannya lebih enak nanti pas abis makan?” “dih, ini orang ginana sih? Enggak seru banget.” Gumam Christy. “by the way, elo kesini mau belanja?” “enggak. Cuma mau bikin good times.” “good times? Kayak gimana?” “gue tunjukkin caranya.” Christy ditarik dari tempat duduknya menuju sebuah supermarket di dalam mall. Pemuda itu sibuk merapikan troli belanja yang berserakan. “elo ngapain sih ngerapiin troli itu? Kerja disitu juga kagak.” “biarin aja.” Selesai merapikan pada tempatnya, Christy ditarik lagi menuju ke sebuah toko roti dan membeli 2 lusin donat yang ditinggalkan dengan memberinya note kecil berwarna. Kasir yang bingung akhirnya mengiyakan. “enggak di ambil tuh donat. Sayang tau.” “biarin aja.” Ia mengajak Christy mengikuti langkahnya. Namun, Christy menolak. Kali ini, ia tidak ingin kebingungan menghinggapinya. “tunggu gue enggak ngerti elo mau ngapain lagi. Gue enggak mau jadi cewek bego.” “kali ini ikutin gue sekali lagi. Abis itu kita ke pintu utama.” “oke. Kalo elo enggak ngasih tahu alesannya. Gue bakal pergi.” Sekarang, pemuda itu pergi ke sebuah tempat penginapan anak. Ia mengajak pengelola daycare untuk turut membeli sebuah pin bergambar hati sejumlah anak di sana. Christy juga turut membantu dengan perasaan uring – uringan yang dipendamnya. Mereka ke pintu utama. Pemuda itu mengajaknya duduk di kafe di dekatnya. “sekarang kasih tahu alesan elo kenapa ngelakuin tadi?” “tunggu ya. Bentar lagi.” “lama ah. Gue tinggal juga nih.” “aku mohon bentar ya.” Seorang OB lewat di depan mereka. “mbak Christy ya? Makasih ya mbak atas bantuannya.” Christy tidak mengerti mengapa OB itu mengucapkan terima kasih. “tunggu mas maksudnya bilang makasih?” “mbak Christy udah nyuruh temennya buat ngebantuin saya ngerapiin troli. Saya salut sikap mbak Christy. Kalo enggak, belum tentu saya bisa pulang cepet buat merawat istri saya.” Christy terkejut seakan tidak percaya dengan pernyataan OB tadi yang langsung pamit pergi. Ia ingin mendapatkan penjelasan dari pemuda ini. “elo? Maksud elo gitu kenapa sih?” Dari luar, seorang delivery memarkirkan motor di dekatnya dan terburu – buru menghampiri Christy. “mbak Christy tadi ke toko ya? Makasih donatnya ya mbak. Sesuai permintaan mbak, semua delivery udah dapet bagian. Makasih banget, mbak.” Delivery itu langsung pergi begitu mengatakan tadi. Christy malah makin bingung dengan peristiwa ini. “jangan bilang elo kalo itu….” Belum sempat menyelesaikan perkataannya, ia dihampiri rombongan ibu dan anak – anak yang memakai pin hati yang dibawanya. “itu kak Christy. Hayo bilang apa?” Anak – anak itu serempak berkata dengan bantuan orang dewasa juga. “terima kasih, kak Christy. Kami janji bakal sayang sama orang tua. Istimewa!” Christy terharu dan langsung memeluk kerumunan anak – anak tersebut. Orang dewasa yang mendampinginya mengambil beberapa foto dan mengajaknya berfoto. Kali ini, ia membebaskan semuanya untuk meminta tanda tangan dan berfoto ria. Pemuda itu mengawasinya dari kafe sebentar saja dan pergi dengan meninggalkan pesan. Christy begitu bahagia hari ini. Tidak ada yang mengalahkannya. Semua karena perbuatan pemuda bernama Grha itu. Kembali ke kafe, ia hanya menemukan secarik kertas darinya. “enggak perlu kasih tahu alasan untuk berbuat baik. It can be good times.” “elo siapa sih? Dateng langsung bikin gue terharu kayak gini.” Sesalnya. Christy menyadari kertas yang ditinggalkannya adalah form pemesanan tiket yang telah expired. Tentu saja, data identitas diri pemuda itu tertulis di situ. Di sebuah rumah susun, Christy mencari keberadaan pemuda itu. Setelah yakin, ia mengetuk sebuah pintu rusun. Dari balik pintu, pemuda itu sendiri yang membuka. Tanpa pikir panjang, ia merangsek masuk ke dalam memojokkan pemuda itu ke dinding. Ia menciumnya dengan sepenuh hati. Praktis, pemuda itu turut di dalamnya. “mmmmmmmmhhhhhhhh mmmmmmmmhhhhhhhh mmmmmmmmmmhhhhhh” “Christy. Maksud elo nyium gue.” “enggak perlu alesan buat cewek untuk nyium orang yang udah berbuat baik.” Christy menarik kepala si pemuda mengikuti gerak ciumannya. Pemuda itu mengikuti tanpa perlawanan. Christy berjalan ke pintu depan menguncinya sambil terus mencium bibirnya. Sofa empuk di ruangan menjadi tempat yang nyaman untuk mereka berdua saling bercumbu. Christy membuka pakaiannya satu persatu. Hal ini memancing Grha untuk melakukan hal serupa. Mereka pun berpelukan kembali. Ciuman lembut yang meninggalkan cupang di leher Christy membuainya. “mmmmhhhhhhh cupangin aja mmmmmmhhhhh enak mmmmmmmhhhhh” Kini sang pemuda itu menjelajah payudara milik Christy yang bebas menggantung. Diciumi memutar memberi sensasi luar biasa ke Christy. Dilanjutkannya dengan memainkan putingnya dengan hisapan dan gigitan lembut. “oooooohhhhhhhh ssssssshhhhhh enak banget sssssssshhhhhhh terus sssssssshhhhhh mmmmmmhhhhhhh” Si perempuan melihat penis si pemuda ereksi yang cukup membuatnya ngeri. “siniin kontol elo. Sayang banget kalo enggak dipuasin.” Sedikit berbulu tidak membuatnya jengah. Mulai dari jilatan kecil yang sensitif menyapu setiap bagiannya. Pemuda itu melenguh setiap lidah Christy merangsangnya. “aaaaaahhhhh aaaaaaahhhhhh aaaaaahhhh aaaaahhhhh oooohhhh oooohhhhh oooohhhh ooooohhh” Ia melahapnya dan seolah – olah ingin menelannya bulat – bulat.

Kepala Christy maju mundur dibuatnya. Grha mulai mengurangi gerakan Christy yang bisa saja membawanya ke klimaks. “udah dulu. Aku enggak bakal kuat kalo diisep terus.” Christy menurutinya. Ia membuka kedua kakinya membiarkan vagina berbulu tipisnya menjadi tontonan bagi pemuda tersebut. “entotin gue sekarang juga. Gue udah enggak tahan.” “elo yakin? Gue enggak apa koq kalo enggak ngentot. Gue bisa nyabun.” “kapan lagi ada kesempatan ngentotin artis kayak gue sekarang.” “gue enggak mau ngerusak kehormatan elo.” “kehormatan gue udah di ambil percuma. Elo enggak akan ada masalah itu.” Bagai harimau, ia menerkam tubuh mungil itu. Sejurus kemudian, penisnya terbenam dalam lipatan vagina yang telah basah sebelumnya. Dipeganginya pinggul Christy saat ia melakukan penetrasi. “aaaaaaahhhhhhhh sssssssshhhhhhh penuh banget ssssssssshhhhhhh oooooooohhhhhh uuuuuuuuuuhhhhhhh genjot terus mmmmmmmhhhhhhhhh hhhhhhmmmmmmmmm” Ia mengangkat tubuh Christy dan merapatkan punggungnya ke tembok. “uuuuuuuuuhhhhhhhh dientot berdiri mmmmmmhhhhhhhh enak banget sssssssssssshhhhhhhhhh ampun enak ooooooooooohhhhhhh” Keringat memeluh membasahi tubuh mereka selain udara panas di rusun ikut menyukseskan kegerahan ini. Mereka tidak peduli, saat ini mereka ingin bercinta menuntaskan urusan nafsu mereka. “entotin gue dari belakang.” Mohon Christy. Pemuda itu masih sanggup melakukannya. Dituntunnya penis itu masuk kembali ke dalam vagina. “jangan meki gue terus yang elo entot. Masukkin ke bool gue, buruan.” “bool elo kering. Sakit ntar elo.” “pake baby oil atau apa kek.” Pemuda mengambil baby oil yang berada di di dekatnya dan dilumurkan ke lubang anus Christy. Ia mencoba memasukkannya. Masih sempit. Ia merangsangnya dengan jarinya. Sedikit demi sedikit mulai masuk. “dorong aja masuk. Gatel bool gue.” Pantat itu beradu dengan badan si pemuda menimbulkan suara berdecit. “ooooooohhhhhh gila ooooooooohhhhh aduh oooooooooohhhhh perut gue mules ooooooohhhhhhhh” Christy terus memaksakan kondisinya menerima hantaman penis di anusnya. “brenti brenti gue enggak kuat buruan cabut” Dari anusnya keluar kotoran yang belum waktunya dan kentut yang cukup terdengar beberapa kali. “elo enggak apa, Christy?” “perut gue mules elo entotin. Elo minum apaan sih sampe bool gue sakit banget.” “elo istirahat aja dulu.” “enggak. Gue tahu elo bentar lagi keluar kan?” Christy menciumnya membangkitkan lagi birahinya yang tertunda. Pemuda itu menggendong Christy dan memasukkan penisnya lagi ke vagina. “elo pegangan di bahu atau leher gue.” Christy mengangguk dan penis itu mulai menggenjot tubuh Christy yang berpegangan erat di badan Grha. Kaki mulusnya membentuk segitiga yang diapit oleh tangan si pemuda. “ooooooooohhhhhh mmmmmmmhhhhh uuuuhhhhhhhh luar biasa ssssssssshhhhhhhh hhhhhhhmmmmmmm enak gila eeeeeeeeeeaaaaaaaahhhhhhh “ “ah ah ah ah ah ah ah ah ah” Christy mengapit pinggang Grha dengan kakinya merapatkan pelukannya. Pemuda itu panik dengan sikap Christy. “Christy, elo…..” “terus entotin gue. Jangan brenti.” “tapi…..” “udah entotin gue..” Christy menciumnya membungkam Grha sekaligus melupakan keraguannya. “mmmmmmmhhhhhhhh mmmmmmmmmmhhhhhhh mmmmmmmmhhhhhhhhh aaaaaahhhhhhh” Penis itu berkedut hebat beberapa kali memuntahkan love juice nya di dalam vagina. Pemuda itu seperti melepaskan sesuatu yang berat. Si perempuan menahan sesuatu yang membanjiri vaginanya. Mereka saling bertatapan dalam kelelahan. “Sorry. Gue keluar di dalem.” “ini hasil elo berbuat baik.” “thanks Christy.” Mereka mengistirahatkan diri di sofa. Christy masih asyik menghisap penis Grha yang sudah mengendur. “gue rasa gue mulai jatuh cinta sama elo, Grha.” “jangan jatuh cinta sama gue, Christy.” —Fin—