Detektif Lalita
Cerita ini ane dapet dari blog lain. karena belum pernah nemuin di forum ini makanya ane copas, edit dan post dimari. ane nggak tau siapa pengarang aslinya karena udah ada di beberapa tempat. kalau ada yang merasa jadi penulis asli cerita ini, dan keberatan ceritanya ane post disini silahkan PM ane. makasih. enjoy it.
—————————————–
Namaku Lalita Rachmania, 27 tahun usiaku. Aku bekerja di sebuah biro penyelidikan Wahid Investigasi milik seorang pensiunan jenderal polisi mantan Kabareskrim Polda. Aku sendiri adalah Polwan yang baru mengundurkan diri dari jajaran kepolisian karena direkrut oleh komandanku yang membuka biro investigasi. Suatu ketika, seorang ibu dari Pandeglang Banten datang dan melaporkan kehilangan anak gadisnya Mery Indah (25). Mery berangkat untuk mencari pekerjaan ke Jakarta 2 minggu lalu dan sempat memberi kabar mendapat kenalan dengan seseorang yang akan mempekerjakannya sebagai pelayan restoran. Cluenya hanya itu, Marina sang ibu pun memberikan beberapa lembar photo Mery padaku dan memohon pencarian kepada kami. Sebagai biro investigasi, kamipun langsung beraksi. Bersama mitraku Annisa, kami berdua mengubek-ubek file mencari sesuatu yang bisa memberi arah. Kami menemukan setidaknya ada 3 kasus serupa dalam 6 bulan belakangan ini. Kami mencurgai BSP grup (Bina Sukma Putri) disinyalir mempunyai jaringan traficking. Maka aku mengutus Annisa yang cantik berwajah lugu untuk menyamar sebagai gadis desa melamar kerja di BSP. Tercium bahwa Haris, pimpinan BSP yang bermaksud menambah stock perempuan, kebetulan sedang membutuhkan beberapa gadis. Dia menerima kedatangan Annisa yang datang melamar, selanjutnya “Baiklah kamu saya terima, namun perlu mengikuti suatu proses” ujar Haris “Saya bersedia Pak….” sahut Annisa polos. “Pertama, kami harus menutup matamu” kata Haris, Annisa mulai yakin karena merasa sasarannya tepat. Anak buah Haris bergerak dan menutup mata Annisa dengan scarf berwarna hitam. Kemudian Annisa merasakan kedua tangannya ditarik kebelakang lalu diikat dengan tali rafia. Annisa sempat terkejut dan mengkhawatirkan tas lusuh yang dibawanya, yang rupanya sudah dalam kekuasaan Haris saat dia menanti dalam keadaan mata tertutup dengan tangan terikat kebelakang, Annisa tidak tahu bahwa Haris mencurigainya dan membongkar tasnya sehingga identitasnya terkuak dari KTP dan kartu nama yang di bawanya tidak sesuai dengan pengakuannya. Annisapun dibawa masuk ke dalam jip yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Dalam keadaan mata tertutup Annisa merasakan didalam mobil sudah ada beberapa perempuan calon korban lainnya. Memang selain Annisa sudah duduk di dalam jip 3 perempuan muda dengan mata tertutup kain dengan tangan yang terikat di belakang. Jip meluncur membawa 4 perempuan yang matannya diikat tertutup, dengan tangan terikat kebelakang. Di jarak yang cukup, aku dibalik kemudi siap membuntuti mobil jip yang memuat Annisa. Satu jam perjalanan maka sampailah di sebuah villa yang cukup mewah di kawasan Bintaro. Akupun tiba dan memarkirkan kendaraannya dalam jarak yang cukup aman. Jip yang ditumpangi Annisa dan kawan-kawan mulai menurunkan perempuan perempuan yang tak berdaya itu. Di awasi dari kejauhan olehku. Perempuan-perempuan masuk, ditempatkan di sebuah kamar. Mata mereka di buka, terkecuali Annisa, dia dipisahkan dari yang lain. Duduk di sebuah kamar dengan mata tertutup dan tangan tetap terikat. Annisa sama sekali tidak tahu bahwa penyamarannya telah terbongkar. Sementara 3 perempuan lainnya sudah dilepaskan dari tali yang mengikatnya dan sedang di paksa oleh Mama, untuk duduk di ruang etalase setelah didandan dengan cantik. Sementara aku berusaha masuk tanpa terawasi pengawalan pengamanan. Namun gerak gerikku rupanya terpantau Haris yang kebetulan sedang mengawasi CCTV. Annisa yang belum sadar akan penyamarannya yang sudah terbongkar, duduk menanti dalam sebuah kamar tidur dengan mata masih tertutup serta tangan terikat. Lamanya Annisa terikat dan tertutup matanya, membuat ia meronta-ronta kecil. Annisa tidak tahu akibat matanya yang tertutup, bahwa dia bukan lagi termasuk dalam obyek yang diperdagangkan sesuai dugaan, melainkan seorang tawanan yang di awasi oleh Haris dan seorang kepercayaannya dengan senjata. Aku berhasil masuk ke dalam sarang komplotan itu. Ruangan demi ruangan ku periksa sambil memegang pistol mencari Annisa, tak ku temukan. Di suatu ruangan, ketika ku buka pintunya, kulihat Annisa duduk dengan mata masih tertutup dan tangan terikat kebelakang, kakinya sedang diikat oleh seseorang. “Jangan bergerak,…. Tangan di kepala!!” bentakku sambil menodongkan pistol. Anehnya orang yang baru selesai mengikat kaki Annisa, berdiri dengan tenang dan tersenyum. Tak lama kurasakan leherku di rangkul dengan kasar “ugh…..” kemudian ada sapu tangan yang membekap mulut dan hidungku “Mmppfff…” bau itu terhisap nafasku dan melemaskan tubuhku, aku tak sadarkan diri. ****** Ugh,…. Aku sadarkan diri, mendapati tubuhku terikat erat tidak berdaya, tanganku terikat ke belakang, pula ada tali yang melilit erat di atas dan bawah payudaraku. Kakiku pun terikat erat menyatu ada lilitan tali di lututku. Erat sekali! eemmmpphhhh……!! Mulutku terasa penuh dengan kain yang menyumpalku dan tertutup oleh lakban yang merekat erat. Mataku memandang mencari-cari, di pojok sana aku melihat Annisa kini terikat lengkap sepertiku. Matanya sudah tidak ditutup, pengikat matanya sudah dilepas. “eemmmpphhhh……!!
” aku memanggilnya “eemmmpphhhh…” ku dengar sahutannya. Kami berdua di sekap di sebuah gudang, aku terikat di sebuah kursi sedangkan Annisa terikat di sebuah tiang. Pintu terbuka, masuklah pimpinan sindikat perdagangan wanita Haris, tersenyum dan menyapa kami. “Bravo… Bravo…! Selamat datang tamu tamu cantikku…. Kalian mau menangkap kami yach…!! Ha ha ha haa…..” sambutnya sambil melepaskan lakban yang menyumpal mulutku. “Ouwweeek…..” aku memuntahkan kain yang memenuhi mulutku. “Haris,…. Lepaskan kami! Anda kami tahan….!!” seruku “Silahkan Lalita,… ” Haris mengulurkan tangannya, “borgol aku….” hinanya! “Dan kamu Annisa, akan ku jual sebagai bondage sex slave untuk tamu penting kami… ” sambil melepaskan saputangan yang mengikat mulut Annisa “Jahanam…..!! Perbuatanmu sungguh merendahkan kaum perempuan……” sahut Annisa. “Haris,… sadarlah dan lepaskan kami, jika kamu melepaskan kami maka kami akan upayakan hukuman yang kamu hadapi tidak terlalu berat” rayuku menyadarkan Haris agar ia sudi melepaskan kami yang terikat ini. “Janganlah memperparah keadaan dengan menyekap kami, hukumanmu akan semakin berat” lanjutku. “Detektif-detektifku yang cantik,…. simpan dulu amarahmu, aku akan menjual kalian sebagai bondage sex slave! Tidak perlu berharap bebas, lupakan saja… Ha ha ha…tunggu ya manis, sampai pelanggan pentingku tiba hahahahaa….” ancam Haris mengelus pipiku seraya beranjak meninggalkan kami berdua terikat. “Mbak Lalita, kita harus melepaskan diri…. apa langkah kita selanjutnya?” tanya Annisa padaku “Annisa, kita harus bisa melepaskan diri, kita cari dan bebaskan Mery, juga perempuan perempuan yang di jadikan PSK oleh mereka” sahutku. Kami berdua meronta-ronta berusaha melepaskan tali tali yang mengikat kami. Akupun mencoba mendekati Annisa yang terikat di tiang. HUPP!! Aku melompat lompat dengan kursiku semakin mendekatinya, namun jarak kami berdua terlalu jauh hingga pintu ruang kami di sekap terbuka. Anak buah Haris datang melepaskan tali-tali yang mengikat Annisa ke tiang. Namun dengan tangan dan kaki yang masih terikat, Annisa di bopong dan di bawa keluar. “Hey… mau di bawa kemana dia!! Jangan…!!” seruku sementara Annisa meronta ronta dalam bopongan dan berteriak. “Lepaskan,,,,!! Lepaskan…!!!!” protesnya. Meninggalkan aku sendiri duduk terikat di kursi, tak berdaya.. **** Sementara Annisa dibaringkan di sebuah ranjang di sebuah kamar yang rupanya adalah kamar berjenis show room dindingnya menyerupai jendela tembus pandang. Tangannya dipegang kanan kiri oleh kedua orang anak buah Haris dan diikatkan ke ujung tempat tidur, demikian juga kakinya ke kaki ranjang lalu matanya kembali ditutup dan mulutnya diikat sumpal dengan kain. Annisa terbaring di ranjang terikat dan sibuk meronta-ronta. Di tempatku disekap, Haris datang kembali bersama anak buahnya, kulihat mereka menghunuskan pisau belati. aku takut dan waspada apa yang akan dilakukannya padaku. Ternyata, mereka memotong tali tali yang mengikatku di kursi, namun tangan dan kakiku masih terikat erat ke belakang. “eemmmpphhh……………..!!” aku meronta-ronta sekuat tenaga, menghalangi mereka yang akan berbuat sesuatu padaku, lalu aku merasakan tubuhku yang terikat terangkat dan dibopong mereka “eemmmpphhh……………..!!” dengan mudahnya mereka meletakkan tubuhku yang terikat di pundak mereka dan melangkah keluar dari ruangan tempat kami di sekap. Beberapa langkah mereka melewati sebuah ruangan, ruangan VIP rupanya dan tanpa sengaja melalui jendela aku melihat Annisa terlentang di dalamnya dan nyaris tanpa busana terikat di ranjang “eemmmpphhh……….. eemmmpphhh……………..!!” aku meronta-ronta ketika melihat partnerku Annisa dalam ruangan itu. Rupanya aku dibopong dan di masukkan kedalam ruangan di sebelahnya yang di pintunya ada tulisan VIP juga. Mereka mendudukkanku di tepi ranjang, aku masih meronta-ronta. “Tenanglah kamu disini detektif Lalita, temanmu detektif Annisa juga sedang beristirahat dengan tenang, Feel at homelah….” ejekkan Haris membuatku terhina, bagaimana bisa feel at home dengan keadaan terbelenggu seperti ini, pikirku. Kemudian mereka meninggalkan aku dalam keadaan tidak berdaya dengan ruangan yang mereka kunci dari luar. Akupun berpikir keras, bagaimana caranya bisa keluar dari tempat jahanam ini sambil menyelamatkan Mery dan kawan-kawan lainnya yang sudah terlanjur terjebak seperti ini. Di ruangan sebelah, sayup sayup kudengar suara Annisa… “Jangan pak,…. jangan!” “Saya ini penegak hukum! Anda tidak bisa berbuat macam macam pada penegak hukum!!” tukas Annisa lalu selanjutnya sayup sayup kudengar “Aaauuuwww…… !! Aarrgghhhh………!!!” dari sebelah. Aku merinding dan amarahku membakar tubuhku dan emosiku. Kuduga Annisa telah diperkosa oleh pelanggan rumah maksiat ini. Jahanam…..!! gerutuku dalam hati mendengarkan apa yang terjadi dengan Annisa di sebelah ruangan tempatku di sekap. Untuk beberapa waktu lamanya aku di tinggalkan terikat dan duduk di pinggir ranjang, menanti apa yang akan terjadi kepada diriku dengan memasang kewaspadaan penuh. **** Sudah senyap tak ada suara di sebelah, aku tak tahu apa yang terjadi dengan Annisa, partnerku. Rasanya sudah 3 (tiga) jam aku berada di ruangan ini, dan sejak kutahu apa yang terjadi dengan Annisa, aku sibuk meronta-ronta melepaskan diri agar bisa menolong Annisa, Mery dan sesama kaumku yang menjadi obyek kebejadan Haris dan kawan-kawan. Tiba-tiba pintu terbuka 4 orang anak buah Haris masuk ke kamar tempatku di sekap. Aku yang agak lemas karena lelah meronta-ronta mengambil sikap siaga, bersiap melawan kemungkinan yang akan dilakukan padaku. “Mau apa lagi mereka…..” batinku penuh perasaan was-was. Ough, tubuhku dibaringkan di ranjang dengan paksa, jika mereka membuka tali-tali yang mengikat di pergelangan tanganku maka aku sudah mengumpulkan tenaga untuk mengadakan perlawanan dan berusaha menaklukkan mereka. Namun apa yang terjadi diluar dugaanku, setelah penutup mataku, mereka membuka kancing blouse yang kupakai dan membiarkan tubuhku terbaring menghadap mereka lalu kurasakan lampu kilat sekejab, mereka mengambil photoku dalam keadaan yang sangat tidak kuingini untuk diphoto. “eemmmpphhhhh…!!!!” aku meronta-ronta bermaksud mengadakan perlawanan tapi dengan tangan terikat ke belakang, apa yang bisa aku lakukan? Tersingkaplah bajuku dan tampaklah braku yang kupakai berwarna kecoklatan dan aku tersungkur di ranjang dalam keadaan pakaianku yang berantakan. “Detektif Lalita, aku mempersiapkanmu untuk melayani pejabat negara yang akan segera datang, aku akan memberinya hadiah kejutan yang istimewa yaitu tubuh molekmu…..” ku dengan suara Haris. “Ha….ha….ha….haaa……!!” tawanya membuat suasana batinku semakin mencekam. “eemmmpphhhhh……..
eemmmpphhhhh……..!!” aku berontak. “tenang saja sayang, mana tahu setelah melayaninya, kamu bisa mendapat promosi atau ekspose besar….ha… ha…haa….!” tambahnya lagi, membuat hatiku ini tidak nyaman dengan apa yang akan terjadi dengan diriku. “Oh Tuhan, biarlah komandanku tahu keberadaanku dan datang membawa bantuan untuk menyelamatkanku…..” batinku berharap dalam do’a. Hari itu aku dibiarkannya terikat di kamar tempatku disekap, dan jiwa ini diselubungi misteri karena aku tidak bisa tahu apa yang terjadi pada partnerku Annisa. Hari yang panjang kurasa segera berlalu, aku terbaring terikat di kamar ini, sempat melihat jam dinding yang sudah pukul 00.20 tengah malam, aku berusaha memejamkan mata, berusaha tidur dalam keadaan terikat erat. **** Aku menyambut hari baru pagi ini masih dalam keadaan yang sama, terbaring dengan pakaian berantakan dengan tangan yang terikat ke belakang, serta mulut yang disumpal dan terikat. “Siap-siap detektif, hari ini tamu VIP saya datang, kamu akan melayani dia dengan baik.” Haris masuk ke kamarku dan menyatakan itu. Tubuhku menolak hebat ketika di pastikan bahwa pejabat itu akan aku layani. “Siapakah orang itu, mau bermaksiat di sini, bahkan akan mengorbankan aparatnya sendiri yang dalam kekuasaan sindikat ini?” berjuta pertanyaan mengerubungi benakku yang tak ada jawabannya selain aku hadapi dia dulu. Pagi itu Haris mendatangi kamar VIP dimana aku disekap, bersama dengan empat orang anak buahnya, melepaskan aku dari tempat tidur. Dua anak buahnya yang perempuan memandikan aku tetap dalam keadaan tangan terikat dan mulut yang disumpal, sementara salah satu dari anak buah perempuannya menodongkan pistolku agar aku tidak melawan. Setelah mandi aku di pakaikan pakaianku dengan rapih dan terkancing baik, kemudian mereka merubah ikatanku di kaki, dibuatnya aku mengangkang dengan tali yang diikatkan di kakiku diikatkan kembali ke ujung tempat tidur, sementara kedua tanganku tetap terikat kebelakang. Hari ini aku menyiapkan mental ingin melihat dan menghapalkan wajah pejabat publik itu dan akan aku tuntut kelakuannya padaku dan aku akan menjatuhkan dia dari jabatannya sekarang. Begitu kuat tekadku meski tangan kaki dan mulutku terikat erat, aku seolah tidak menghiraukannya. “Kamu harus di tutup matanya….” ujar Haris, yang kutolak mentah-mentah “Bagaimana aku menikmati hubungan ini kalau aku tidak melihat?” alasanku ketika ikatan di mulutku dilepas. Aku bersiasat agar bisa melihat pejabat itu. “ehm, kamu rupanya mau menikmatinya yach….” jawab Haris sambil terkekeh-kekeh sambil kembali mengikat mulutku dangan kain warna hitam. “eemmmpphhh……!” rupanya Haris termakan siasatku pikirku “Oke lah jika itu maumu Lalita cantik……!” jawab Haris. “Tunggu saja sayang, satu jam lagi dia datang” lanjutnya Kali ini aku bersiap menantang pejabat publik yang disebut sebut oleh Haris itu, aku tidak akan melayaninya tetapi aku akan melawannya setelah merekam habis wajahnya di benakku. Sesuai rencanaku akan menjatuhkannya bila aku bebas nanti. Satu jam sudah berlalu, sang pejabat belum muncul juga di hadapanku. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan Annisa, kini aku fokus dengan rencana perlawananku namun kuharap Annisa baik-baik saja dalam tawanan komplotan Haris. Pintu terbuka perlahan, akupun melirik ke arah pintu, Haris masuk dengan seseorang yang memakai topeng kepala berwajah singa jantan yang gondrong itu…. “Diakah pejabat publik itu…… mengapa dia memakai topeng Singa?” sekujur rasa kecewaku membelenggu jiwaku. “Enjoy Boss, dia adalah Sersan Lalita Rahmawati mantan serse Reskrim Polda Metro Jaya…!” kata Haris memperkenalkan aku, lalu meninggalkan aku berdua dengan pejabat publik berwajah singa itu. Selanjutnya Pejabat itu serta merta mengikat dan menutup mataku. Semua yang telah kurencanakan buyar sudah, kini aku dalam kekuasaan pejabat itu sepenuhnya. Sekujur tubuhku lemas, mataku gelap tidak bisa melihat apa yang akan terjadi dengan diriku. Pejabat itu berbaik hati melepaskan kain yang mengikat di mulutku. “Mohon ijin Pak, janganlah Bapak berada di tempat seperti ini, tinggalkan tempat ini sebelum terlambat Pak,” himbauan terakhir seorang mantan polwan yang sudah tidak berdaya dalam cengkeraman komplotan Haris. Tak ada kata-kata terucap dari pejabat itu, rupanya napsu birahinya memuncak, kurasakan ciuman dan kuluman di leherku dan bibirku semakin dahsyat. Kini posisiku terlentang dengan kedua tangan diikat erat kebelakang, blus berendaku masih menempel di tubuhku saat pejabat itu menyingkapkan rok pendekku dan berusaha menarik celana dalamku. “Jangan!!.. Lepaskan.. Jahanam kamu.!!. Lepaskan…..!!!” teriakku sambil meronta dan menangis sejadi jadinya. Tanpa suara pejabat itu tetap berusaha menarik lepas celana dalamku. Brett.. Celana dalamku berhasil direnggut nya dengan paksa. Kini kewanitaanku yang selama ini selalu kurawat sudah terbuka lebar. Aku merasakan tangan pejabat itu menjamah kewanitaanku yang berbulu cukup lebat itu dengan penuh nafsu. Kemudian kedua kakiku yang putih mulus dan jenjang di elus elusnya dan kurasakan mulai mengarahkan batang penisnya ke lubang kemaluanku. “Jangan pak.. Saya mohon, saya masih perawan.. Tolong lepaskan saya..” teriaku putus asa. “Aahh…? Ohhh? Argh….? Jangann.. Sakitt.. Lepaskan.. Jahanamm!” Aku berteriak panik sambil kulejang-lejangkan kakiku, tapi itu malah membuat penisnya semakin menyeruak masuk ke dalam liang miss V ku yang belum pernah di sentuh oleh laki-laki manapun. Dreet.. Dreet!! kurasakan selaput daraku robek saat pejabat itu menyodokkan kemaluannya hingga amblas seluruhnya. “Aaauuuwww…..saakiitt Paakk…….!! Lepaskan” desahku sambil kulempar kepalaku ke kiri dan ke kanan menahan sakit dan perih yang tak terkira yang melanda sekujur tubuhku. “Sakitt…. Tolong….. Hentikaaann…….!!” jeritku meratap, tapi pejabat itu sepertinya tidak peduli dengan jeritan dan tangisanku. Pejabat itu tetap memperkosaku, memompa miss V ku dengan ganas sambil mulutnya tak henti hentinya menjilati buah dadaku saat tiba-tiba dia berhenti dan melenguh keras, aku sadar dia akan orgasme di dalam liang miss Vku. “Jangan….. Jangan di dalam Paakkk!!!” teriakku panik, dan “eemmmpphhhh………” mulutku dibekap tangannya yang memegang lakban dan tersumpallah mulutku. Kemudian dia memelukku sekuat-kuatnya saat kurasakan cairan spermanya memenuhi liang rahimku. Hari itu aku diperkosa. Hilanglah sudah kegadisanku yang selama ini selalu kujaga. Saat itu aku merasa sangat marah, malu dan terhina. “eemmmpphhhh………” aku mendesah pelan saat pemerkosaku itu mencabut penisnya dan meninggalkanku begitu saja, aku mencoba bangkit namun kakiku masih terikat ke ujung tempat tidur. Kurasakan rasa sakit dan ngilu masih terasa di sekitar selangkanganku. Dengan susah payah dalam keadaan tanganku terikat erat kebelakang aku mencoba bergerak, tapi tetap tak bisa. Aku bisa rasakan sesuatu di sekitar kemaluanku, yang beberapa saat lalu masih perawan. Beberapa jam aku didiamkan si pejabat itu lalu kurasakan ada tangan yang meraba celana dalamku. Satu tangan pejabat itu mengelus daerah klitorisku sementara satu tangan yang lain mengelus pangkal pahaku. Seketika aku menggelinjang gelinjang dan meronta ronta, keluar suara suara tak beraturan dari mulutku yang tersumpal. Pejabat itu membiarkan aku meronta-ronta dan tampaknya tak peduli kedua tangannya terus bergerilya di daerah kemaluan. Tak sadar keluar lenguhan dari mulutku yang tersumpal. Dalam keadaan lelah, takut dan marah akupun menyerah untuk meronta-ronta hebat lagi. Sebaliknya aku sulit menyangkal jika ada rasa kenikmatan tersendiri menjalar ke seluruh bagian tubuhku bahkan aku menggoyang-goyangkan daerah kemaluanku. Tampaknya pejabat itu tahu kalau aku mulai terangsang, selanjutnya di masukan tangannya ke balik celana dalamku dan klitorisku dipilinnya dengan lembut. Tubuhku semakin menggelinjang hebat, antara geli dan nikmat. ”Emh….mh……….eemmh……….eemmmpphhhhh….!!” Kemudian kurasakan celana dalamku disingkap dan kurasakan ada mulut yang mengulum-ngulum klitorisku. “eeeemmmpppfffhhh………..eeemmmhh…………….mmmmppphhhhhh…!!!!” Aku semakin tak kuasa menahan diriku, aku terangsang hebat klitorisku dikulum disedot sedot. ”wow enak sekali……..!” batinku Kurasakan ada jari tangan di masukan ke lubang miss V ku mencari G-Spot. Klitorisku terus dikulum dan disedot sedot sementara dua jari tangannya digerakkan keluar masuk liang miss V ku. ”Emh….mh……….eemmh……….eemmmpphhhhh….!!” keluar suara dari mulutku yang tersumpal. Aku semakin menggelinjang hebat, kedua tanganku meronta-ronta keras dan merasakan betapa tidak berdayanya aku. Tangannya juga sesekali meremas payudaraku dan memilin milin puting susuku bergantian kanan-kiri
”Emh….mh……….eemmh……….eemmmpphhhhh….!!” Kemudian pejabat itu menciumi mulutku yang tersumpal. Juga samar samar kuendus bau parfum yang sangat harum. Tiba tiba dia itu menghentikan aksinya. Dalam hati aku sedikit kecewa bercampur lega. Kecewa aku belum mencapai klimaks, lega karena aku tidak dipermainkan dan dilecehkan terus menerus. Posisiku di rubahnya sedemikian rupa sehingga sekarang posisiku telungkup di ranjang, tanganku yang terikat dihubungkan dengan kakiku yang terikat, jadi semacam hogtied keadaanku lalu mata dan mulutku tertutup kain hitam. Selang beberapa saat, kurasakan ada yang mengelap wajah dan mulutku dengan lap dan air hangat. Daerah kemaluankupun di lap dan dibersihkan dengan air hangat. Celana dalamku juga dirapikan. Klitoris dan miss V ku terasa ‘ngilu’ ketika tersentuh lap. Lingerie pun kembali dipakaikan ke tubuhku juga dirapikannya tali lingerie yang melorot ke lenganku kembali di naikkan ke bahu. Bra juga dirapikan dan dikembalikan ke posisi semula. Tangan dan kakiku sedang dilepaskan namun aku merasa sangat lemas dan tak kuasa melawannya. Pejabat itu kembali mengikatku. Tanganku kembali diikat ke belakang hanya saja sekarang tanganku di luruskan, tidak ditelikung 90 derajad menyiku seperti yang pertama tadi. Cukup nyaman mengurangi pegal di tanganku. Kembali ada tali yang disambung antara tali di pergelangan tangan dan kakiku. Mataku masih saja ditutup kain tapi sumpal di mulutku sudah dibuka aku dibaringkan di tempat tidur tubuhku terkapar lemas. Di saat bersamaan kamar Annisa yang sunyi tiba-tiba terdengar teriakan dan rintihan Annisa melawan pemerkosanya. Lemas tubuhku dengan kejadian yang menimpaku dan Annisa mitraku. “Terima kasih Sersan, nanti aku datang lagi…..” bisikan lembut si Pejabat itu, setelah ia mandi terlebih dahulu. Rupanya usai sudah penderitaanku paling tidak hari ini, karena sang Pejabat mencium bibirku yang tak tertutup lakban dan pamit, kemudian kudengar pintu terbuka dan tertutup lagi dan terkunci. Sore menjelang malam hari, anak buah Haris masuk ke kamarku. Melepaskan tali-tali yang mengikat kakiku dan mataku yang tertutup. Mereka menarikku untuk berdiri, tubuhku yang sudah ternodai merasakan nyeri dan ngilu di selangkangan. Tanpa banyak bicara, mereka menuntunku ke pintu keluar, aku pun keluar dengan keadaan sedikit lebih rapih dari pada saat ‘dipersiapkan’ oleh Haris untuk melayani pejabat misterius itu. Pakaian berenda-renda dengan kancing di depan dan rok mini, stocking warna kulit dan sepatu pantofel yang ada ban yang melintas di punggung kaki seolah menghubungkan kedua mata kakiku. Saat bersamaan di luar kamar tempatku di sekap, di kamar sebelah aku dapat melihat Annisa juga di bawa keluar. Kami berdua digiring dengan tangan terikat dan mulut yang tersumpal ke suatu ruangan. Dan apa yang kulihat sungguh mengejutkan aku melihat Haris tengah berbicara dengan ibu Marina. Marina? Bukankah dia yang melaporkan kehilangan anaknya Mery? Apakah dia juga di tawan Haris? Tidak mungkin karena dia tidak terlihat sebagai tawanan. Kelihatan sedang berbincang-bincang akrab dengan Haris. Apa maksud semua ini? Berjuta pertanyaan mengerubuti kami, aku dan Annisa. “Eh, mbak Lalita, akhirnya ketemu juga… mencari Mery yach?” sapa ibu Marina “Tuh, Mery… sedang menunggu gilirannya!” lanjut ibu Marina sambil menunjuk ke ruangan seperti etalase atau aquarium. Pemandangan yang terlihat adalah perempuan-perempuan lugu yang duduk di sebuah kursi berpakaian mini dengan sepatu higheels dengan tangan yang terikat ke belakang, di dekat kakinya yang semuanya bersepatu tertulis nama-nama masing masing, ada Mery, Istiany, Melanie, Lia, Nunik, Carolyn, Claudia dan masih banyak nama lagi, tapi setidaknya nama-nama yang kubaca sedang ada orangnya, karena masih ada beberapa kursi yang kosong kendati ada namanya seperti Rosnaini, Anita, Sari dll. “eeemmmmpphhhh……..!!!” protesku minta kejelasan. “Ini lho mbak, gak inget yach sama Mas Haris, suamiku yang pernah kamu tangkap ketika kamu di Satserse Polda Metro Jaya? Dia khan dihukum 5 tahun penjara, baru bebas setelah menjalani remisi. Aku karena ingin melakukan pembalasan dendam, jadi aku aku membuat laporan palsu kepadamu. “eeemmmmpphhhh……..!!!” aku meronta-ronta dalam cengkeraman anak buah Haris, aku marah sekali kepada ibu Marina “Soal Mery? Memang dia anak saya di rumah ini, karena setiap pelayan pelanggan saya wajib memanggil saya Mama…” lanjut ibu Marina. Kulihat di kejauhan Mery yang terlihat lebih manis dengan dandanan tipisnya lebih dari wajah yang kulihat di photonya. “eeemmmmpphhhh……..!!!” aku bereaksi “eeemmmmpphhhh……..!!!” suara Annisa hampir bersamaan denganku “Bawa mereka!!!” perintah Haris, lalu anak buahnya menggiring kami, kami berjalan seperti terseret-seret melewati kamar-kamar tempat kami disekap dan berjalan terus. Agaknya kami tidak kembali ke kamar kami terdahulu. Mau dibawa kemana kami!!?? batinku bertanya-tanya sambil menuruni tangga hingga sampai ke sebuah ruangan di bawah tanah dan ada 2 ruangan sel kosong… Annisapun di dorong dengan kasar masuk ke dalam sel itu tetap dengan tangan terikat ke belakang dan mulut yang tersumpal. “eeemmmmpphhhh……..” aku memprotes perlakuan kasar mereka. Lalu tiba di sel sebelahnya yang hanya berbatasan dengan jeruji, mereka membuka pintu sel namun tidak mendorongku masuk, melainkan masuk bersama lalu mengambil tali dan mengikatkan aku ke salah satu terali di sudut yang jauh hingga tidak bisa berusaha melepaskan diri dengan Annisa. “eeemmmmpphhhh……..” tangan dan tubuhku sudah terikat di terali besi itu, mereka kemudian mengikat kedua kakiku menjadi satu. Lalu keluar meninggalkan sel tempatku disekap, menguncinya lalu melilitkan rantai dan menggembok dengan gembok kedua di selku. Hal yang berbau dendam kurasakan karena sel Annisa hanya dikunci saja dan tidak dirantai dan di gembok seperti selku. Kurasakan hari yang melelahkan ini berlalu. Hari demi hari berlanjut, jika ada pelanggan penting, maka yang kusaksikan Annisa dikeluarkan dari selnya, malam harinya baru dia kembali ke selnya tetap dalam keadaan yang sama, tangan terikat dan mulut di sumpal. Tidak ada kesempatan bagi kami berdua berkomunikasi dan mengatur strategi pembebasan diri. Rasanya pupus sudah harapanku dan Annisa untuk bebas, namun ditengah ke tidak berdayaan kami, kami masih menyimpan secercah harapan semoga komandan kami turun tangan dan membebaskan kami, membebaskan Mery dan kawan-kawan perempuan lainnya sekaligus membongkar sindikat ini, Semoga.