Antologi Imlek Caligula Universe
Selamat berjumpa lagi dalam cerita-cerita Caligula Universe, kali ini saya mempersembahkan sebuah antologi/ cerita-cerita pendek. Sebelumnya mohon maaf, proyek ini adalah proyek terlambat karena wangsitnya muncul beberapa hari sebelum Imlek. Awalnya ditargetkan Imlek beres, eh… ternyata tidak semudah itu jadi mundur lagi targetnya Cap Go Meh beres.Eh ternyata ada kesibukan dunia nyata dan mood nurun, ya sudah akhirnya baru beres hari ini, lebih baik telat daripada mangkrak kaya proyek-proyeknya rezim prihatin kan? Berita baiknya adalah proyek ini yang tadinya direncanakan hanya lima episode berkembang menjadi sepuluh episode. Karena setiap episodenya relatif pendek, maka saya asumsikan mupengers bisa mencernanya dalam dua hari saja. Karena itu cerita ini akan diupdate setiap dua hari sekali, ga usah nagih-nagih, sudah beres semua, kecuali kalau ada halangan di dunia nyata atau ada revisi. Untuk cari update, ga usah repot2 cari halaman lain, semua tersedia di halaman pertama, gampang kan?
Tanpa buang waktu lebih lama, kita langsung saja masuk ke cerita, ok! Selamat menikmati! Selamat crot!
Imlek adalah perayaan tahun baru bagi orang Chinese dan keturunannya di berbagai tempat di penjuru dunia. Perayaan ini dimulai pada hari dan bulan pertama penanggalan China dan pada malam sebelumnya keluarga biasanya berkumpul untuk makan bersama. Pada hari pertama itu, orang Chinese bersilaturahmi atau saling mengunjungi antara kerabat ataupun teman, mereka yang sudah menikah memberi angpao pada yang muda/ belum menikah. Ini berlangsung selama lima belas hari yang ditutup dengan Cap Go Meh. Hari raya yang identik dengan warna merah, petasan, barongsai dan angpao ini juga dirayakan oleh beberapa tokoh dalam Caligula Universe (CGU) dengan cerita-cerita seru setiap tokohnya. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, langsung saja kita simak cerita-cerita pendek bagaimana para karakter CGU melewati Imlek.
Hantaran Plus
Imlek H-2 Widya (31 tahun), ibu muda cantik berwajah oriental itu menoleh ke jam dinding yang menunjukkan pukul 13.40. Ia baru saja makan siang dan sedang mengatur pengiriman hantaran Imlek via online sambil mencocokkan dengan list yang ia buat untuk memastikan tidak ada keluarga dan teman yang terlewat. Beberapa pesan dari jasa go-send sudah mengkonfirmasi paket sudah diterima, juga pesan terima kasih dari yang menerimanya. Tiba-tiba terdengar suara musik dari bel, pertanda ada tamu. Wanita itu beranjak dari sofa melihat lewat jendela. Ternyata Pak Nidaul, sopir dan pelayan setia mertuanya, Anas menunggu di depan pagar. Widya merasakan darah di tubuhnya berdesir dan bulu kuduknya merinding melihat kedatangan pria itu. Kedatangannya pasti hendak mengirim hantaran Imlek dari sang mertua, tapi pasti pria itu juga menginginkan yang lainnya. “Siang Pak!” sapa Widya berjalan keluar membukakan gerbang. “Siang Bu! Ini ada hantaran dari bapak, biar bapak yang bawain!” kata pria itu, “gede soalnya!” Pria itu membuka pintu belakang mobil dan mengeluarkan sebuah kotak besar berwarna merah. “Wah gede bener pak!” kata Widya, “yang ini juga?” tunjuknya melihat sebuah kantong plastik berisi jeruk. “Iya itu juga Bu!” jawab pria itu. “Ini saya yang bawa aja!” kata Widya mengambil kantong itu. Mereka pun masuk ke dalam, Widya menyuruh pria itu meletakkan hantaran di meja ruang tengah di mana juga sudah banyak hantaran lain di sana. “Wah udah dapet banyak yah si ibu!” kata Pak Nidaul meletakkan kotak itu di meja. “Iya nih, sampe bingung gimana habisinnya, kita kan cuma berdua sama satu bayi” kata Widya, “saya potongin kue yah, bapak bantu habisin” “Eh udah bu, jangan repot-repot!” kata pria itu namun Widya sudah keburu menuju ke dapur belakang. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan senampan black forest yang sudah terpotong. Dikeluarkannya kue itu dari kulkas dan diletakkan di meja dapur untuk memotongnya. “Heeii!!” Widya terkejut saat baru mengambil pisau hendak memotong kue itu tiba-tiba ada tangan kokoh yang memeluknya dari belakang. “Gak usah repot-repot siapin kue Bu, mending kita ngentot aja” kata Pak Nidaul dekat telinganya diiringi dengus napas yang menderu, “kangen saya, udah lama loh” Widya sebenarnya sudah menduga ini bakal terjadi dan hati kecilnya juga sebenarnya sedang menginginkannya, ia rindu penis perkasa pria itu merojok-rojok vaginanya, apalagi Tedy, suaminya sudah beberapa hari ini sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak maksimal memuaskan nafsunya yang menggebu-gebu. “Eeeemmh… bapak!!” desah Widya membiarkan lidah panas Pak Nidaul menjilat-jilat tengkuknya Tangan pria itu mendekap kedua gunung kembarnya dari luar pakaian. “Masa ibu gak kangen kontol saya ini?” tanya pria itu dekat telinga Widya sambil menggosokkan selangkangannya ke belahan pantat wanita itu. Widya semakin pasrah karena takluk oleh desakan nafsunya yang menuntut pemenuhan. Terlebih tonjolan di balik celana Pak Nidaul yang keras makin menekan dan menggesek-gesek pantatnya. Ia mengangkat kedua lengan membiarkan pria itu melolosi kaos longgarnya, lalu disusul celana pendeknya sehingga yang tersisa di tubuh indahnya hanya bra dan celana dalam pink. Tangan kokoh Pak Nidaul segera mengangkat dan mendudukkannya di pinggir meja dapur. Mulutnya lalu dengan ganas melumat bibir wanita itu, sementara tangannya bergerak ke belakang melepaskan kaitan branya. Widya mengikuti naluri seksnya, menggerakkan tangannya melepas penutup dadanya sehingga tangan pria itu dapat meremas-remas payudaranya yang sudah terbuka. “Mmmhh…” desah Widya di tengah percumbuannya. Tubuhnya menggelinjang saat jemari kasar pria itu memencet-mencet putingnya. Tak lama kemudian bibirnya mulai turun ke leher hingga kedua payudara montoknya menjadi sasaran mulutnya yang bergairah. Widya merasakan nyeri-nyeri nikmat saat kedua payudaranya secara bergantian digigit dan disedot dengan liar oleh mulut pria itu. “Ssshh… enakhh pak!!” desah Widya secara refleks menikmati lidah pria itu mempermainkan puting payudaranya yang sudah mengeras. Sambil masih tetap memeluk tubuh dan menciumi payudara Widya, Pak Nidaul menarik lepas celana dalam wanita itu. Kini Widya pun telanjang di meja dapur, ia membantu pria itu membuka celana dan mengeluarkan penisnya yang sudah keras. Ditempelkannya kepala penis yang bersunat itu pada bibir vagina Widya. “Oohhh.. shh!” Widya mendesis saat batang penis pria itu melesak masuk ke vaginanya hingga mentok. Mereka berpelukan makin erat sehingga payudara wanita itu semakin menekan dada si pria. Tangan kiri Pak Nidaul meremas payudara Widya dan tangan kanannya mengelusi paha hingga meremas pantat wanita itu. Lalu mulailah pria itu mengayunkan pinggulnya maju mundur. Batang penisnya semakin lancar keluar masuk liang vagina Widya yang sudah sangat licin. “Ughh… uughh!!” Pak Nidaul mendengus-dengus seperti kuda liar. “Akhhh… terus Pak… yah terusshh!!” Widya mendesah keenakan, kedua kakinya memeluk pinggung Pak Nidaul seolah tidak ingin lepas darinya. Pria itu mempercepat genjotan, sensasi hangat menyelubungi penisnya ditambah jepitan otot vagina serta aroma harum tubuh Widya mendatangkan sensasi nikmat yang luar biasa. Suara nafas terengah- engah sahut-menyahut di ruangan dapur. Nafsu Pak Nidaul naik ke batas tertinggi menyaksikan wajah cantik menantu majikannya yang sedang menikmati persetubuhan ini. Widya sendiri menatap berani wajah mupeng pria itu yang membuatnya geli sekaligus semakin terangsang. Sedikit demi sedikit wanita itu semakin mendaki naik, badannya semakin menegang. “Sedikit lagi paakk! Yang keras… ohh yaahh…. aaaaahhhh” ia mendesah panjang Widya memeluk erat tubuh pria itu, seluruh tubuhnya bergetar menyambut orgasme. Pria itu memagut bibir tipisnya, lidah mereka bertemu untuk kesekian kalinya, saling memilin, menjelajah, dan bertukar air liur. “Enak yah bu? Tapi saya masih belum nih” Pak Nidaul nyengir di depan wajahnya. “Sini saya sepongin Pak!” kata Widya yang merasa wajib berterimakasih untuk orgasme yang diberikan pria itu. Ia turun dari meja menarik sebuah bangku dan duduk di atasnya. Tangannya meraih batang berurat yang mengkilat karena cairan cintanya. Tanpa ragu langsung ia masukkan penis itu ke mulutnya, rasa asin dan gurih yang khas terasa memenuhi rongga mulutnya. “Uughh… sip bu! Sepongannya mantap tenan!!” desah Pak Nidaul memegangi kepala wanitaitu. Widya memaju-mundurkan kepalanya mengulum penis pria itu, lidahnya bergerak liar menyapu-nyapu kepala penis memanjakan pria itu. Penis itu semakin terasa menggembung di mulutnya, ia terus mempergencar teknik oralnya membuat pria itu membeliak-beliak nikmat dan menceracau tak karuan. “Duhh… bu, bapak mau keluaarrrhh… uurrghh!” Pak Nidaul memegang erat kepala Widya dan mendorong seluruh batang penisnya ke dalam mulutnya Ujung hidung Widya menyentuh bulu kemaluannya, cairan kental yang hangat dan beraroma tajam menyembur-nyembur di dalam mulut wanita itu. Sebagian besar cairan itu ditelan oleh Widya, sedikit meleleh di sela bibirnya hingga akhirnya pegangan pria itu pada kepalanya mengendor berganti dengan elusan, ia menarik penisnya yang sudah susut keluar dari mulut wanita itu. Melihat masih ada setitik sperma yang tersisa di ujung, tanpa ragu Widya menghisapnya sampai tidak bersisa mengakibatkan Pak Nidaul sedikit menggeliat tanda penisnya masih sensitif setelah ejakulasi. Selang beberapa saat, keduanya mulai dapat bernafas dengan teratur lagi, senyum puas tersungging di mulut mereka. Sambil membenahi diri, Widya mengatakan bahwa ia sangat puas yang membuat pria itu merasa bangga. “Mau lagi bu? Sekarang? Masih kuat nih!” kata Pak Nidaul antusias. “Hihihi… gak sekarang ah, saya mau jemput anak saya di rumah orang tua” jawab Widya Pak Nidaul minta ijin ke toilet untuk kencing sekalian membersihkan bekas pertempuran. Sekeluar dari situ, secangkir kopi dan kue dihidangkan sang nyonya rumah di meja dapur. Nikmat sekali rasanya menyantap snack setelah bersetubuh. Sekitar sepuluh menit kemudian pria itu pun pamit. “Bu! Pulang dulu yah!” pamitnya Widya yang sedang berbicara di telepon hanya bisa melambai membalasnya. Pak Nidaul baru saja hendak membuka slot pintu gerbang ketika Widya tiba-tiba memanggilnya. “Pak! Tunggu bentar, bisa sekalian antar yang ini gak, ke….?” Wanita itu baru teringat untuk mengirim sebuah paket hantaran melewati daerah yang jauh dari daerah tujuannya ke rumah orang tuanya, sehingga ia meminta tolong pada pria itu. “Hhhmmm… sebenernya sih gak lewat situ bu, agak jauh malah” kata pria itu. “Ayo dong pak! Bisa yah, saya lebih jauh lagi, mana lewat daerah macet lagi, kasian dong nanti si Leo” Widya membujuknya, ia mendekati pria itu dan meraba selangkangannya dengan senyum menggoda. Dalam waktu tidak sampai tiga menit, pakaian Widya telah berserakkan di moncong mobilnya di carport. Pak Nidaul yang masih berpakaian lengkap menghimpit tubuh telanjang menantu majikannya itu di dinding carport, memaguti bibir dan menggerayangi tubuh mulusnya. Perbuatan mesum itu hanya terhalang oleh gerbang tinggi yang dilapisi fiber warna biru tua, di atasnya pun terlindung oleh atap fiber sehingga terhalang dari pandangan rumah lain yang lebih tinggi. Jalanan di depan kompleks itu memang lenggang namun tidak menutup kemungkinan orang lewat melihat lewat celah gerbang. Inilah yang memberikan sensasi mendebarkan dan memicu adrenalin. Setelah puas menciumi Widya, Pak Nidaul membalikkan tubuhnya sehingga wanita itu menumpukan kedua sikunya pada dinding dengan agak menungging. Sambil sesekali melihat ke gerbang, pria itu menurunkan celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras lagi. “Ouhh… !”erang Widya menahan suaranya agar tidak terlalu keras dengan tubuh terlonjak saat Pak Nidaul menekan kepala penisnya hingga melesak masuk ke vaginanya. Tanpa berlama-lama lagi, pria itu segera menggenjotinya, kedua tangannya mengeksplorasi tubuh telanjangnya dengan kedua tangan kasarnya. Pinggul padat Widya bergerak menyambut mengimbangi sodokan-sodokan pria itu, terkadang berputar-putar sehingga membuat penis pria itu serasa diplintir. Pak Nidaul lalu menyorongkan kepalanya ke samping tubuh wanita itu mencaplok payudaranya. Mulutnya menggigit dan menjilati bukit padat berikut putingnya. “Ooohhh… yyaahh!!” desah Widya saat orgasme akhirnya melanda dirinya, tubuhnya tersentak seperti kesetrum, kewanitaannya berdenyut-denyut memerah batang Pak Nidaul dengan kuat. Pria itu menoleh ke arah gerbang memastikan tidak ada siapapun dekat situ sambil menancapkan penisnya sedalam mungkin. Setelah yakin aman, ia meneruskan genjotannya hingga lima menit ke depan. “Hhhhrrrhhh!!” geram Pak Nidaul mencapai klimaksnya Ia melepaskan sperma kental di rahim wanita itu mengakhiri pergumulan outdoor mereka. Setelah memakai kembali pakaiannya Widya kembali ke dalam untuk mengambil paket yang akan dititipkan pada pria itu. “Mari Bu!” Pak Nidaul kembali pamitan dan meninggalkan rumah anak majikannya itu dengan hati puas.
Imlek H-2
Pukul 11.03 “Ayo dong bro, lu kan udah sering ngentotin mama gua!” kata Saldi (20 tahun) menepuk lengan sobatnya, Hendri (20 tahun) “Iya sih, tapi…. gimana yah?” Hendri masih ragu. “Terus ingat, proyek nyalurin hasil bumi ke kafe itu kan berkat koneksi mama gua juga, dari situ lu dapet penghasilan terus bisa ena-ena sama si Tante Lusi pula, kurang baik apa gua coba?” “Hee… jangan bilang gua ga tau balas budi yah! lu juga udah berapa kali juga icip-icip si Sherlin? Jangan dikira gua gak tau lu orang pernah main di belakang gua” “Sherlin itu kan belum jadi keluargalu, dia juga masih belum matang, tau sendiri gua sukanya woman, not girl!” “Cici gua waktu kuliah dulu sering gonta-ganti pacar, tapi soal cici ipar gua, gua ga tau terlalu banyak, mereka juga sekarang udah merit, gimana kalau gagal? Mau taro mana muka gua bro? Satu cici gua, satunya lagi istrinya koko gua! Terus mereka juga sekarang lagi berdua” “Percaya sama intuisi gua bro!” Saldi meletakkan tangan di pundak sobatnya itu sambil menatap matanya, “gua ga mungkin main tabrak gitu aja dong, gila apa? gua liat dulu, kalau reaksinya negatif ya gua mau ga mau mundur dong! En lu ga usah musingin mau taro muka di mana, oke?” Hendri terdiam beberapa saat, “oke kalau gitu, kalau misalnya berhasil boleh dong gua cobain cici lu yang cantik itu?” Saldi menyeringai, “hehehe… itu gampang, bisa diatur, lu mau sama siapa lagi? Tante gua? Sepupu gua? Ntar kalau mereka ke Bandung gua panggil lu dah! Atau mau mahasiswi di kampus? Atau dosen maybe? Bu Astri, Bu Joyce, atau siapa yang lu pengen?” Hendri membelakak, “gua kenal lu udah dua tahun lebih, ga nyangka ilmu bejat lu setinggi ini yah!” “Hehehe… yang gini mah kudu low profile dong bro, bahaya kalau terlalu diumbar, jadi gimana? Deal ga?” Saldi mengulurkan tangannya. Hendri akhirnya menjabat tangan sobatnya itu tanda sepakat. “Nah sekarang lu pergi aja dulu, beli makan siang gih, kan paling pas alasan itu, nanti baru balik ya, kira-kira sejam kurang lah yah!” “Gua tau positif atau negatifnya darimana?” “Lu hubungi nomer gua aja, kalau ga diangkat-angkat berarti positif” Hendri pun bangkit dan keluar dari kamarnya di lantai dua meninggalkan Saldi. Di dapur ia mendapati kakak tertuanya, Hanna (28 tahun) dan kakak iparnya Calysta (33 tahun) sedang membuat kue sambil ngobrol. “Pergi dulu yah ci!” pamitnya pada mereka “Mo kemana?” tanya Hanna sambil membentuk adonan yang disendoknya. “Beli makan, mau titip apa gak? Deket sini aja kok….” Hendri menyebutkan ke mana arah tujuannya lalu kedua wanita itu menitipkan makanan yang mereka inginkan padanya. Setelah semuanya jelas ia pun keluar dari rumah dengan motor dengan berdebar-debar membayangkan apa yang akan terjadi sepeninggalnya. “Oke… now is the time!” kata Saldi dalam hati setelah lima menit Hendri keluar dari rumah. Ia keluar dari kamar dan turun ke bawah menyapa kedua wanita itu di dapur. Hanna adalah sulung dari tiga bersaudara di keluarga itu, memiliki satu anak dan tinggal di Bekasi setelah menikah. Sementara Calysta adalah istri dari kakak laki-laki Hendri, yang lebih tua lima tahun dari suaminya, ia telah memiliki tiga anak dan tinggal di Jakarta. Mereka sudah datang ke Bandung sejak kemarin untuk merayakan Imlek bersama orang tua. Suami Hanna akan menyusul besok karena masih ada urusan pekerjaan. Sedangkan suami Calysta/ kokonya Hendri sedang ke mall bersama papa mamanya membeli keperluan untuk hari raya sambil menemani anak-anak yang ada empat orang itu bermain, mereka sudah pergi sejak dua jam lalu. “Bikin apa ci? Kayanya enak?” “Nastar… buat sinciahan!” jawab Hanna yang dengan lincah membungkus selai nanas dengan adonan. “Loh kamu kok ga ikut Hendri beli makan?” tanya Calysta yang tengah mengoleskan kuning telur pada adonan yang telah dibentuk oleh Hanna. “Kan kita lagi bikin tugas kuliah bareng, tadi udah nanggung jadi saya beresin aja sambil nitip makan ke Hendri, baru beres tadi, masak banyak buat tahun baru ci?” “Ga juga, kita sekalian isi waktu, besok baru masak banyak bareng si mama, buat makan malemnya” kata Hanna. “Sambil nunggu, saya boleh bantu gak ci? Kayanya asyik juga tuh!” Saldi menawarkan diri sambil mencuci tangan di wastafel dan mengelapnya. “Eh… jangan, kan tugas kita perempuan ini!” Calysta mencoba menahan. “Gapapa… saya suka belajar, mama saya punya kafe, kadang saya suka liat juga orang-orang kerja di dapur!” katanya mengambil sejumput adonan dengan jarinya “Segini kan takarannya ci?” tanya pemuda itu menyendok selai nanas dan menjejalinya ke adonan yang telah dipipihkan, lalu dibungkus dan dibulatkan, “nah! Supaya lebih cepat selesainya!” katanya sambil meletakkan adonan yang telah terisi di loyang. “Si cici gak rayain di sana bareng keluarga mertua?” tanya Saldi pada Hanna. “Enggak, mertua dua-duanya udah gak ada, jadi kita ke sini” jawab wanita itu sambil tangannya terus bekerja. Saldi dengan wajahnya yang tampan dan kepribadian yang menyenangkan memang memiliki bakat alam sebagai playboy, terlebih keluarganya yang incest itu semakin menyempurnakan bakatnya itu, ilmu bercinta dan merayu bahkan ia dapat dari kedua orang tuanya plus praktek. Ia mempunyai insting tajam untuk merasakan wanita mana yang bisa diajak bercinta dan mana yang tidak. Sebentar saja ia sudah akrab dengan kedua wanita itu, termasuk dengan Calysta yang awalnya agak dingin padanya. Setelah dua puluh menit semua adonan sudah habis dan sudah dibentuk bulat-bulat dan dibaluri kuning telur, tinggal dimasukkan oven dan dipanggang. “Oke, tinggal tunggu matang!” kata Hanna setelah menyetel timer di oven pemanggang tersebut, “makasih ya udah bantu-bantu jadi lebih cepat!” “Ah… sama-sama ci, Hendrinya juga belum balik, daripada saya bengong di kamar” Calysta permisi ke toilet, Saldi dan Hanna sama-sama mencuci tangan di washtafel. Pemuda itu sengaja menyentuhkan tangannya dengan tangan wanita itu merasakan kulitnya yang lembut, hingga memberanikan diri menggenggam tangan wanita itu. Hanna terhenyak tapi membiarkan tangan pemuda itu tetap menggenggamnya, ia menoleh ke samping menatap wajah Saldi tersenyum padanya. Sementara Hendri menunggu pesanan dengan penasaran, waktu itu jam makan siang sehingga harus menunggu lebih lama sampai makanannya siap. Untuk pesanannya sendiri, ia sengaja makan di tempat sambil menunggu waktu yang ditargetkan. Sudah lewat 45 menit sejak berangkat dari rumah, ia pun menghubungi Saldi, tidak kunjung diangkat… sekali lagi…. juga tidak diangkat. Jantungnya berdebar-debar dan penisnya ereksi membayangkan apa yang sedang terjadi di rumah. Buru-buru ia menyelesaikan makannya dan membayar, lalu memicu motornya pulang ke rumah. Sampai di depan pagar ia matikan mesin motor dan membuka pagar perlahan agar tidak bersuara, didorongnya motor itu ke dalam. Kunci pintu depan juga dibukanya pelan-pelan agar tidak bersuara. Sepi di dalam, anjingnya, Roy, juga masih tertidur di halaman belakang, tidak ada lagi obrolan kakak dan kakak iparnya, mereka sudah tidak di dapur, hanya ada oven yang tengah menyala memanggang nastar yang mereka buat. Namun ia mendengar seperti ada suara sayup-sayup dari kamar tamu yang sekarang dipakai oleh Calysta tidak jauh dari situ. Hendri melangkah pelan ke sana dan mendapati pintunya tidak ditutup rapat sehingga suara itu semakin jelas, suara dengusan nafas dan suara tawa wanita. Perlahan didorongnya celah pintu yang terbuka lebih lebar lalu mengintip ke dalam. Mata Hendri langsung terbelakak dengan mulut menganga melihat Saldi di atas ranjang bersama kakak dan kakak iparnya, ketiganya telah telanjang. Saldi berbaring di tengah ranjang memeluk Hanna dan memagut bibirnya, tangannya nampak meremas payudara berukuran sedang wanita itu, sementara Calysta memainkan penis pemuda itu yang sudah ereksi. Pakaian mereka berserakan di ranjang dan lantai. “How could it be?” kata Hendri dalam hati masih belum percaya temannya itu mampu menaklukkan mereka sekaligus. Lepas dari pagutan Hanna, Saldi meraih kepala Calysta dan memagut bibirnya. Sama seperti Hanna, Calysta juga seorang good kisser, lidah keduanya beradu seperti ular di dalam mulut, tangan pemuda itu nampak meremas payudara wanita itu. Hanna kini beralih ke penis Saldi dan mulai menjilatinya. “Gila… si cici jago nyepong ternyata!” kata Hendri dalam hati, baru sekali-sekalinya seumur hidup melihat cicinya bertingkah binal seperti itu. Adegan di kamar itu membuat Hendri semakin terangsang, hasratnya mulai timbul terhadap kakak dan kakak iparnya sendiri. Dia pun menggeser pintu lebih lebar tanpa suara lalu menghampiri mereka pelan-pelan. Hanya Saldi, yang saat itu sedang memagut pundak Calysta, yang pertama menyadari kehadiran temannya itu, karena posisi kedua wanita itu menyamping agak membelakangi. Saldi memutar bola mata dan mengacungkan dua jari tanda kemenangan. Hanna yang melepas sejenak penis Saldi dari mulutnya tiba-tiba mendapati adiknya sudah di dekatnya sedang memperhatikan. “Aaaww!!” kontan ia pun menjerit kaget dibuatnya. Demikian pula Calysta yang menengok ke belakang baru menyadari kehadiran adik iparnya itu. Spontan ia meraih bantal menutupi tubuh telanjangnya. “Loh kamu kapan pulangnya?” kata Hanna tergagap. “Kok ga kedengeran tau-tau udah di sini kaya setan aja!” timpal Calysta. “Udah lima menit lebih kali, udah lumayan lama nontonin lu orang, kalian terlalu asyik kali sampe ga denger orang udah balik juga!” kata Hendri. “Ikutan yuk bro! Main berempat!” ajak Saldi. “Heee…. yang bener aja!” protes Hanna merasa risih harus melakukan dengan ada adik kandungnya sendiri. ”Ayolah ci, kita udah telanjur enjoy masa mau berenti?” Saldi memeluk tubuh mulus Hanna dan meremas-remas payudara gadis itu perlahan. ”Hei… stop! Jangan uuuhhh… mmmhhh!!” Hanna yang sudah tanggung di tengah arus birahi merasa tak sanggup menolaknya walau ada rasa risih karena kehadiran adiknya. Saldi menindih tubuh kakak temannya itu dan memagut bibirnya, wanita itu meronta, tapi rontaannya itu hanya setengah hati. Hendri duduk di pinggir ranjang dan mendekap tubuh Calysta yang bingung karena kaget. Sejak dulu memang diam-diam ia sudah memendam hasrat terhadap kakak iparnya yang cantik ini. ”Udah ci, lanjutin aja, daripada nanggung” ”Hen, kamu mau apa? Cici istrinya koko kamu tau!” ”Hehehe… cici kan udah nyeleweng sama temen saya, sekarang lanjut sama saya, yang penting jangan dibaperin aja!” Hendri meraih payudara kiri wanita itu dan meremasnya. “Jangan Hen, gak mau aaahhh!!” Hendri melumat payudara kakak iparnya itu. Calysta sempat kehilangan selera, namun lumatan adik iparnya pada payudara dan gerayangan pada sekujur tubuhnya ditambah lagi adegan Hanna sedang diciumi dan digerayangi Saldi di sampingnya membuat birahinya mulai naik lagi, seakan jeda menegangkan barusan tak pernah terjadi. Merasakan rontaan Calysta melemah, tangan Hendri mulai merambahi vaginanya, jemarinya mengelus-elus bibir vaginanya dan mulai mengais-ngais ke dalam. “Ooohh… gila Hen… kamu aahh!!” desah Calysta menggeliat karena Hendri memutar-mutar jarinya di lorong vaginanya. Ciuman Hendri merambat ke bawah sambil menguak paha mulus Calysta lebar-lebar hingga ia bisa melihat liang senggama kakak iparnya yang bulunya tercukur rapi membentuk segitiga. Tanpa buang waktu, Hendri segera membenamkan wajahnya di selangkangan sang kakak ipar, menciuminya, terasa harum dan memabukkan, karena Calysta memang rajin merawat organ intimnya itu. Sapuan lidah pemuda itu membuat Calysta menggelinjang dan mendesah. Lidahnya terus bergerak ke dalam hingga bertemu dengan klitorisnya. “Aawwh…. Heenn!!” Calysta menjerit saat adik iparnya menggigit pelat klitorisnya, kemudian diemut dan dihisap, membuatnya makin dilanda birahi. Di sebelah, Saldi dengan bernafsu melumat payudara Hanna secara bergantian kiri dan kanan, meninggalkan jejak liur dan cupangan memerah, tangannya pun aktif menggerayangi vagina wanita itu hingga semakin berlendir. Hanna dibuatnya pasrah mendesah-desah, melupakan perasaan risihnya akibat kepergok adiknya tadi. “Udah basah banget ci! Boleh masukin sekarang?” tanya Saldi. Hanna hanya mengangguk lemas, hati kecilnya memang menginginkannya, ia belum bercinta selama dua minggu lebih akibat kesibukan suaminya yang meningkat belakangan ini. Ini juga yang mengakibatkan perselingkuhan ini terjadi, ia demikian mudah terjatuh dalam pesona teman adiknya ini. Setelah diijinkan, Saldi pun mengarahkan penisnya ke vagina Hanna. Karena vagina wanita itu sudah becek, maka dengan mudahnya penis Saldi masuk diiringi desahan keduanya. Saldi menindih Hanna yang terlentang dan menggoyang pinggulnya dengan agak cepat. Mulutnya memagut mulut wanita itu dengan penuh nafsu sambil menggenjotnya. Hanna melingkarkan kedua paha jenjangnya mendekap pinggang Saldi seakan tidak ingin lepas darinya. Saldi sendiri terus menggenjotnya secara berirama. Pemuda itu menyodok kuat sehingga kepala penisnya sering menghantam dasar kewanitaan Hanna membuatnya terpejam-pejam saking enaknya. Sementara di samping mereka… “Oooh… Heeennn!!” Calysta mendesah panjang mencapai orgasme Vaginanya mengucurkan banyak cairan yang segera dilahap oleh adik iparnya itu. Selama beberapa saat Hendri menyeruput vagina Calysta seperti melahap semangka hingga tubuh wanita itu melemas. “Enak kan tadi itu ci” kata Hendri sambil membuka pakaiannya hingga telanjang. Calysta menelan ludah melihat penis adik iparnya yang sudah ereksi itu. “Siap yah ci!” kata Hendri sambil mendesakkan penisnya ke liang senggama kakak iparnya. Penisnya melesak masuk dengan lancar karena vagina Calysta sudah basah dan licin. “Duh keras banget Hen!!” desah Calysta dengan wajah meringis. Hendri menaikkan kedua belah kaki kakak iparnya itu ke bahunya lalu mulai mengayun batang penisnya di dalam vagina wanita itu. Vagina Calysta memang tidak seseret milik pacarnya, Sherlin, maklum sudah tiga kali melahirkan, tapi masih enak dinikmati berkat perawatan rutin yang dijalaninya. Sambil menggenjot, kedua tangan Hendri meremasi sepasang gunung kembar Calysta yang montok dan berputing coklat itu. Hanna yang menelentang di sebelah Calysta beberapa kali bergeserakkan lengan tanpa sengaja. Saat kedua wanita itu saling pandang dengan mata sayu, mereka saling tersenyum dalam desahan nikmat. Makin lama Hanna makin merasa betapa nikmatnya gesekan penis Saldi, dipeluknya lebih erat pemuda itu, ia ciumi bibirnya sambil menggeol-geolkan pinggulnya sehingga menimbulkan sensasi diaduk. Akhirnya tanpa dapat ditahan lagi, sekujur tubuh Hanna bergetar-getar dalam hujaman penis Saldi. Ia mendesah tak karuan menyambut gelombang nikmat itu. Saldi pun sudah akan menyusul Hanna, ia mendengus-dengus dan menyodok lebih cepat, keringatnya bercucuran dada dan wajah kakak temannyaitu hingga akhirnya ia pun menekan penisnya dalam-dalam dan memuncratkan spermanya di dalam rahim wanita itu. Cairan itu keluar sangat banyak sampai sebagian meluap di sela bibir vagina wanita itu. Keduanya terkapar lemas bertindihan, saling pagut bibir menikmati sisa kenikmatan tadi. Hendri dan Calysta sudah berganti gaya doggie, tak hanya mengenjot dari belakang. Tangan kiri pemuda itu meremas payudara kakak iparnya sementara tangan kirinya berusaha mencapai vaginanya yang sedang ia genjot, jarinya berhasil meraih klitorisnya yang lalu dielus-elusnya dengan lembut. Mereka begitu menikmati persetubuhan terlarang ini, Calysta semakin sering merintih dan mendesah keenakan menikmati keluar-masuknya penis adik iparnya di liang senggamanya, ia juga sesekali menggoyang pinggulnya menyambut sodokan dari belakang. Hendri pun sedang menikmati remasan dinding vagina Calysta pada batang penisnya. Sebuah sodokan kencang akhirnya mengantar Calysta ke puncak kenikmatan. Sssrrrr… sssrrrr… vaginanya menyemburkan lahar kenikmatannya dan tubuhnya menggelinjang dahsyat. Hendri mendiamkan penisnya terbenam di dalam liang senggama Calysta menikmati sensasi remasan dan semburan cairan hangat itu sekaligus memberikan kesempatan pada kakak iparnya menikmati orgasmenya. Ia lalu meneruskan genjotannya selama beberapa menit dan menumpahkan spermanya di punggung wanita itu sebelum terkapar lemas di sebelahnya. “Kemana ci?” tanya Hendri melihat Calysta turun dari ranjang. “Minum…emang gak haus ah… eh… oh… dari tadi? Mau ngeliat kuenya juga” jawab wanita itu lalu berjalan keluar dari kamar. “Di? lu mau…. ?” tanya Hendri lagi melihat Saldi juga ikut turun dari ranjang Saldi hanya menjawab dengan senyuman dan menempelkan telunjuk di bibirnya. Kini tinggallah kakak beradik itu berdua di kamar itu. “Ci! Gimana ci?” Hendri mencolek lengan kakaknya yang sedang termenung, tak menyangka akan mengalami hal gila seperti ini. “Gimana apanya? Apa kita gak kelewatan ini?”Hanna menarik selimut menutupi tubuhnya. “Iya sih ci, tapi cici sendiri sejak merit pernah selingkuh ga sebenarnya?” “Yaaa… jujur aja, pernah sih, sama mantan, sama temen juga… temen kamu itu orangnya nekad juga, kita sampe ga bisa nolak, akhirnya ya gini nih” “Sori ci, boleh ga….?” Hendri menarik selimut yang menutupi tubuh kakaknya itu. “Eeeiii… mau apain kamu?” Hanna menjerit dan menutupi tubuh dengan tangannya. “Kita kan udah saling liat dari tadi” kata Hendri, “setelah dua puluh tahun baru sadar punya cici yang hot gini!” ia memandang tubuh kakaknya dengan pandangan nanar. “Hen… kita kakak adik… jangan kaya gini!” kata Hanna dengan suara bergetar. Calysta mengambil minum dari dispenser lalu mengecek nastar yang sedang dipanggang, timer menunjukkan waktunya sepuluh menit lagi, adonannya pun sudah mulai mengembang dan berwarna krem. “Hah!” wanita itu kaget ada yang menaruh tangan di pundaknya dan menengok ke belakang, “ngagetin aja kamu!” “Udah matang ci kuenya?” tanya Saldi memeluk pinggang wanita itu. “Apa sih peluk-peluk!” Calysta meronta dan melepaskan diri, “itu liat aja sendiri, dikit lagi” “Lho, kok gitu sih ci, cici marah ya?” “Ya saya akui ya, kamu itu laki-laki paling berani yang pernah saya temui, berani ngajak dua wanita dewasa buat main gila sampe kaya gitu!” kata Calysta meletakkan gelasnya di bak cuci piring, sikapnya agak ketus tapi ia sama sekali tidak menutupi ketelanjangannya. “Karena saya kagum sama cici berdua, sebagai wanita dewasa, cici berdua punya pesona yang luar biasa!” “Hahaha… udah ke berapa wanita kamu omong seperti itu?” Calysta tertawa sinis. “Lumayan banyak sih, termasuk cici berdua, tapi apa yang saya omongin benar, bukan lagi ngegombal” Saldi mendekati wanita itu yang diam-diam memperhatikan penisnya yang sudah ereksi lagi. “Eh, mau apain kamu! jangan deket-deket! Duduk kamu disitu!” perintah Calysta. “Duduk? Disini ci? Kenapa emang?” Saldi menarik bangku bulat di dapur itu dan duduk dengan menyandarkan punggung ke dinding. Wanita itu berjalan mendekat dan naik ke pangkuan Saldi, tangannya meraih penis pemuda itu dan diarahkan ke bibir vaginanya. “Aaaahhh!!” desah Calysta saat menurunkan pantatnya sehingga batang Saldi terbenam dalam vaginanya. Saldi pun mendesah nikmat merasakan remasan dinding vagina wanita itu. calysta mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga batang penis Saldi terkocok-kocok oleh jepitan liang senggamanya. “Enak kan? Ini yang kamu mau” cetus Calysta tanpa menghentikan ayunan pinggulnya. “Sama cewek secantik cici mana mungkin ga enak?” sahutku sambil meraih payudara wanita itu dan melumatnya. Secara bergantian ia mengenyot dan meremasi bongkahan kenyal itu sehingga membuat Calysta mendesah nikmat. Wanita beranak tiga itu tetap menaik turunkan pinggulnya dalam tempo sedang sehingga penis pemuda itu terasa dibesot-besot oleh jepitan daging empuk dan hangat dan licin dan bergerinjal-gerinjal itu. Sementara di dalam kamar, kakak beradik itu tengah berpagutan dan beradu lidah, birahi mulai menggerus kerisihan dan tabu di antara mereka. Hanna menggerakkan badan sehingga berguling ke samping, balik menindih tubuh adiknya. Tangan Hendri menjelajahi lekuk-lekuk tubuh kakaknya yang mulus itu, sementara tangan kanan Hanna menggenggam penis sang adik dan mengocoknya lembut. Rabaan Hendri sampai di payudara kakaknya yang montok, dirasakannya bongkahan itu sangat empuk dan kencang, tak lupa jarinya memilin-milin putingnya dengan gemas, kadang-kadang ditarik-tarik sambil dipilin-pilin. Wanita itu mengarahkan penis adiknya yang sudah ereksi lagi itu ke bibir vaginanya lalu ia menekan pinggulnya ke bawah. “Mmhhh… aaahhh!!” kakak beradik itu mengerang bersamaan merasakan alat kelamin mereka bersatu. “Cici mau liat, kamu bisa ga muasin cici sendiri!?” kata Hanna tersenyum nakal pada adiknya. “Sama ci, mau coba gimana ML sama saudara sendiri” balas adiknya. Hanna mulai memicu tubuhnya naik turun di atas selangkangan sang adik. “Aahhh… ayo Hen, kamu juga gerak dong! Ooohhh!” Hanna menceracau tak karuan Hendri mengikuti permintaan kakaknya, ia menyentakkan pinggangnya ke atas sehingga sodokan penisnya menghantam dasar rahim kakaknya, tangannya juga turut meremas payudara sang kakak, menambah sensasi panas yang mereka rasakan. Cukup lama mereka bermain dalam WOT, keringat sudah membasahi tubuh keduanya. Hendri mengernyit, urat-uratnya tampak tercetak di dahinya. “Aahhh… ci… gak tahan lagi nih…” lenguhnya Di luar sana, Calysta juga sudah di ambang orgasme memicu tubuhnya makin cepat di pangkuan Saldi. “Oohhh… aakkhhh… ” wanita itu mendesah sambil memegang kuat kepala Saldi yang sedang mengenyot payudaranya. Tubuhnya mengejang-ngejang, melenting dan vaginanya mengucurkan banyak sekali cairan kewanitaan. Hanya beberapa detik setelahnya, Saldi pun ikut orgasme. Ia memuntahkan spermanya ke dalam vagina ipar temannya itu. Pada saat yang hampir berbarengan, terdengar desahan orgasme Hanna dari kamar. Tubuhnya mengejang hebat sebelum akhirnya ambruk menindih adiknya. Hendri yang belum orgasme membaringkan tubuh sang kakak dan naik ke dadanya, ia jepit penisnya dengan sepasang gunung kembar Hanna yang bulat itu. Tidak sampai lima menit dimaju-mundurkannya penisnya di antara kedua gunung itu hingga akhirnya menyemburkan sperma yang membasahi dada, leher dan wajah kakaknya itu. Untunglah mereka selesai di saat yang tepat, sebab dua puluh menitan setelahnya keluarga yang lain pulang, anak-anak senang mendapati nastar yang fresh from the oven. Dua wanita itu masih lelah namun mereka berusaha bersikap wajar di depan keluarga mereka. —————– Sepuluh bulan kemudian Saldi berbaring di ranjangnya sambil membuka smartphone. Ia mengirimkan foto yang baru dipotretnya pada Hendri. Pada kotak percakapan WA dengan sobatnya itu terbaca pesan sbb: H: Bro, bisa minta tolong? Jangan tanya apa-apa dulu, just do it first!
S: Apaan sih bro? Kaya urgent banget.
H: Urgent ga urgent sebenernya, gw cuma mau liat foto lu masih baby, sebelum satu tahun, boleh ga? I’ll explain it later, believe me. Saldi sebenarnya agak heran dengan permintaan temannya itu sehingga ia tidak membalas agak lama hingga akhirnya dipotretnya juga foto dirinya dari album foto keluarga, dirinya ketika masih bayi imut yang masih digendong mamanya, Tyas, yang masih cantik seperti sekarang. Penasaran melanda hatinya setelah mengirim foto itu, selama dua puluh menit Hendri belum membalas. Ia menunggunya sambil internetan hingga akhirnya pesan balasan dari Hendri masuk, langsung ia membukanya. H: Anjrit, gua ga tau deh harus omong apa, tadinya kita cuma ngeduga-duga, tapi kayanya sekarang sih udah positif, lu udah jadi ipar biologis gua. Saldi langsung terpaku membaca pesan itu, disusul pesan berikutnya berupa sebuah foto, nampak kakak perempuan sobatnya itu, Hanna, menggendong seorang bayi, bersama anak pertamanya. Diperhatikannya lebih jelas dan dibandingkan dengan foto dirinya waktu bayi, bayi Hanna ada kemiripan dengannya, terutama mata dan bentuk rahang. S: Bro, itu hasil kita main berempat dulu itu emang?
H: Iya, cici gua juga cerita dia mual-mual ga lama setelah itu, baru tiga hari lalu lahirnya.
H: Cici gua sama gua begitu liat juga kok udah ngerasa matanya agak mirip lu, lebih mirip lu daripada suaminya, dari situ langsung ingetnya ke kita waktu main berempat itu, si Ci Calysta juga ngerasa gitu. lu buang di dalam kan waktu itu
S: OMG, sepertinya emang dari gua bibitnya, cici lu gimana dong? Suaminya curiga?
H: Si cici sih bisa nerima kok, gimana juga anaknya dia, suaminya juga keliatannya ga ngerasa aneh. Ini masih rahasia kita ber4 kok. Yah ini sih judulnya jadi ‘temanku adalah ayah dari anak kakakku’
S: wkwkwkwkwk… emangnya shitnetron indosial? Perasaan Saldi campur aduk menerima kenyataan ia menghamili kakak temannya itu.
Has the Angel Fallen?
Imlek H-1 “Jadi kalian rayain ntar malem enaman sama papa mama kamu aja ya?” tanya wanita berambut pendek itu sambil membuka kulit udang. “Mmmm…. “ wanita satunya yang berwajah oriental itu mengangguk, “tadinya mau pulang ke Kalimantan rayain, cuma si Robi nya pas kerjaan numpuk jadi batal deh, nanti libur Natal aja baru ke sana” ceritanya sambil mencampur bumbu-bumbu. Kedua wanita itu nampak asyik ngobrol sambil bekerja di dapur mempersiapkan makan untuk malam Imlek nanti. Yang merayakan sebenarnya si wanita berwajah oriental bernama Christine (32 tahun) itu, sementara wanita satunya yang berambut pendek adalah Imelda (36 tahun), istri pendeta di gereja Christine yang rumahnya juga tidak jauh dari sini. Wanita berdarah Manado ini sudah memiliki dua anak, namun masih nampak cantik dan lebih muda dari usianya. Siang itu, Imelda datang bermaksud mengajak ke sebuah acara gereja untuk minggu depan sekalian ngobrol. Saat itu Christine sedang sibuk mempersiapkan makanan untuk nanti malam sehingga Imelda pun menawarkan diri ikut membantu. Kedatangan Imelda tentu membuat Christine sangat terbantu, tadinya mamanya mau datang memasak bareng, tapi karena rematiknya kumat, Christine meminta mamanya agar tidak usah datang, istirahat saja agar malamnya bisa makan malam bersama. Selain itu, dengan kedatangan Imelda, Christine merasa lebih enjoy karena dapat teman ngobrol. Imelda pun sama-sama suka memasak sehingga tidak gagap dapur dan mengerti apa saja yang diminta Christine. “Tin, yang ini udah mendidih, apinya dikecilin yah!” kata Imelda membuka tutup panci berisi babi hong yang tengah dimasak. “Oh, iya… iya… sori ngerepotin!” Di tengah kesibukan memasak sambil mengobrol, tiba-tiba bel musik berbunyi. “Ntar yah!” kata Christine mencuci tangan lalu buru-buru ke depan untuk membukakan pintu. Usai mengupas semua kulit udang, Imelda mencampurnya dengan adonan tepung yang sudah disediakan sambil melihat lewat jendela dapur. Christine tengah memandu dua orang pria menggotong sebuah kasur baru berplastik. “Di sini mas!” kata Christine membukakan pintu kamar. Sebentar kemudian, Christine keluar dari kamar kembali ke dapur. “Ganti kasur?” tanya Imelda. “Iyah, yang si Matthew udah amblas, dulu suka dipakai lompat-lompat sih” “Anak laki lah, biasa energik” “Bu, udah dipasang!” salah satu pegawai toko mebel yang berkumis melongokkan kepala di ambang pintu, “ini yang lama di kemanain?” “Tar saya urus ini dulu yah!” kata Christine seraya mengambil dua air mineral gelas dari dus untuk dua pegawai mebel tersebut. “Santai aja, saya yang jaga kok” Christine pun beranjak ke kamar anaknya untuk memeriksa. Beres mencampur udang dengan adonan bumbu untuk digoreng, ia lanjut ke memotong bawang bombay. Tangannya bekerja cepat mencacah bombay tersebut menjadi potongan kecil-kecil namun hampir sepuluh menit berlalu sang nyonya rumah masih belum keluar dari kamar. Selama itukah mengecek dan melakukan pembayaran? Imelda mencuci tangan lalu mengecilkan api kompor sebelum keluar dari dapur mencari Christine “Tin!” panggilnya pelan sambil melangkahkan kaki ke kamar anaknya yang pintunya terbuka lebar itu. Semakin mendekat, jantung Imelda semakin berdebar karena sayup-sayup seperti terdengar suara desahan dari dalam “Ya tuhan! Kalian ngapain?!!!” Istri pendeta itu terhenyak kaget melihat di atas ranjang Christine yang gaun terusannya sudah terbuka dan tersingkap kemana-mana didekap dari belakang oleh pegawai mebel yang berambut cepak dan tubuhnya gempal. Seluruh kancing depan gaunnya telah terbuka dan bra pinknya sudah tersingkap ke atas sehingga tangan si cepak dengan leluasa meremasi kedua gunung kembarnya sambil menciumi leher wanita itu. Rok Christine juga sudah tersingkap hingga pinggang dan celana dalamnya sudah tergeletak di lantai sehingga si pegawai berkumis dengan leluasa mengelusi pahanya yang indah dan tangan satunya menggerayangi vaginanya, jemarinya nampak mengais-ngais liang kenikmatannya sehingga wanita itu mendesah. “Uuughh… maaf, udah gak tahan soalnya!” ucap Christine lirih, ia tidak terlalu terkejut dengan kemunculan Imelda, demikian pula kedua pegawai mebel itu, mereka malah menyeringai ke arahnya. Belum sempat beranjak dari tempatnya berdiri di ambang pintu, bahkan belum habis rasa kagetnya, si pria berkumis bangkit berdiri dan menghampirinya. Ia ingin kabur, namun entah mengapa tubuhnya terasa lemas tidak ada kekuatan untuk itu. “Bapak mau apa?” tanyanya dengan suara bergetar ketika si kumis meraih pergelangan tangannya. “Hehehe…. “ pria itu menyeringai membuat bulu kuduk Imelda merinding, “ikut yuk bu! Kita ena-ena sebentar!” “Nggak… gak mau!!” Imelda menggelengkan kepala, “aahhh” jeritnya ketika tiba-tiba saja pria itu mendekap tubuhnya Mhhhh…. mphhhhhh… bibir tebal bau rokok pria itu segera melumat bibir tipis Imelda meredam jeritannya. Wanita itu meronta dan memalingkan wajah menghindari ciuman si kumis. Pria itu menyerang dari sisi lain, dengan agak kasar dibaliknya tubuh Imelda hingga membelakanginya, lalu ditekannya tubuhnya hingga menghimpit kusen pintu. Kini pria itu lebih leluasa menjamahi tubuhnya, Imelda merasakan penis pria itu yang sudah menegang mengganjal di pantatnya. Sambil menggesek-gesekkan penisnya di pantat Imelda, tangan kiri si kumis meremasi bongkahan bongkahan pantatnya yang montok dan padat itu dan tangan kanannya mencengkram salah satu payudaranya yang masih tertutup pakaian. “Ooohh… jangan… gak mau!!” Imelda menolak namun merasa tak berkutik, fantasi-fantasi liar yang membayanginya selama ini sekarang meminta pemuasan dan inilah saatnya. “Saya bakal bawa ibu ke surga, pokoknya dijaminn ueenaakk!!” kata pria itu dekat telinganya. Darah Imelda semakin berdesir saat roknya disingkap dan tangan kasar pria itu mengelusi paha mulusnya naik terus hingga ke selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Sementara di ranjang, si cepak sudah menelanjangi Christine dan juga dirinya sendiri. Nampak sekali kontrasnya tubuh Christine yang putih mulus dengan tubuh si cepak yang berkulit gelap dan gempal, penis pria itu sudah ereksi, batangnya berurat dan ukurannya lumayan panjang. Pria itu mengangkat tubuh Christine hingga membentuk sudut 45 derajat dengan kasur dan menaikkan betis wanita itu ke bahunya yang kokoh. “Oooohhh… ooohh” mulut wanita itu menganga mengeluarkan desahan saat pria cepak itu melumat vaginanya dengan rakus. Lidah kasap pria itumenjilati seluruh permukaannya yang ditumbuhi bulu. Klitorisnya pun tak luput dari jilatan dan gigitan lembutnya. Christine semakin pasrah dengan perlakuan pria itu, vaginanya semakin basah, baik oleh air liur si cepak maupun cairan kewanitaan dari vaginanya. “Sluuurp… slurppp!” demikian suara hisapan si cepak pada vagina Christine yang sudah becek. Christine menoleh ke arah pintu, tatapan matanya yang sudah sayu bertemu dengan tatapan mata Imelda yang saat itu tengah mendesah merasakan tangan si kumis merogoh-rogoh di balik celana dalamnya. Istri pendeta itu sedang mengalami pergumulan hebat dalam dirinya. Tak dapat dipungkiri, suaminya yang alim itu memang sudah jarang memberi nafkah biologis sehingga belaian erotis pria ini bagaikan oase di padang pasir. Namun di saat yang sama ia juga merasa sangat kotor dan berdosa, seumur hidupnya hanya suaminya yang pernah menyentuh organ-organ intimnya serta menyetubuhinya, namun kini tangan seorang pria lain yang bukan suaminya sedang menjamahi sekujur tubuhnya termasuk bagian-bagian yang seharusnya ia lindungi. Dari dada, tangan si kumis menarik turun resleting gaun terusan Imelda di punggung. “Ya Tuhan, bagaimana mungkin…” ia baru sadar dirinya pasrah membiarkan gaun terusannya meluncur turun ke bawah kakinya sehingga kini tinggal bra dan celana dalam biru muda tersisa di tubuhnya yang langsing dan mulus. “Ooohhh…!!” desahnya tak sanggup menahan buaian nikmat saat tangan si kumis kembali masuk ke celana dalam mengelus-elus vaginanya dan tangan yang satu masuk ke balik cup bra dan meremasi bongkahan kenyal di baliknya. Pria itu lalu menghentakkan bra-nya hingga lepas menelanjangi dada wanita itu. . Kemudian dengan seringainya ia benamkan wajahnya lewat samping belakang ke ketiak Imelda yang bersih. Mulut dan lidahnya menciumi, mengecup dan menjilati lembah-lembah ketiak wanita itu. Istri pendeta itu dilanda perasaan risih yang tak terhingga. Suatu perasaan yang terjadi karena tiba-tiba ada sesuatu yang merasuki tubuhku sehingga sudah tak bisa terkontrol oleh akal sehat dan hati nuraninya. Jemari kasar pria itu memilin putingnya dengan lembut dan demikian penuh perasaan sehingga wanita alim itu kian terhanyut dan tidak berdaya dibuatnya, pemberontakkannya kian melemah, hanya mulut yang menolak namun tubuh berkata lain. Imelda sedang terseret dalam arus birahi yang sangat tak mampu dilawannya. Jilatan dan sentuhan erotis pria berkumis itu menjalari bagian-bagian terlarangnya yang hanya pernah disentuh sang suami selama ini. “Aaauuhh!!” Christine mendesah keras mencapai klimaksnya. Orgasmenya begitu dahsyat sampai squirt, cairan kewanitaannya menyembur ke wajah si cepak yang segera melahap cairan itu dengan rakus seperti melahap semangka. Setelahnya, pria itu menurunkan pinggul wanita itu dan menggulingkan hingga berbaring menyamping. Ia naikkan kaki kiri ibu beranak dua itu ke bahunya hingga vaginanya terkuak lebar. “Eeenggghh… pelan-pelan Pak!!” desah Christine merasakan sebatang penis pria itu yang sudah ereksi maksimal melesak masuk ke liang vaginanya yang sudah basah kuyup. “Oghh…. seret banget cik memeknya” desah si cepak menahan napas saat kepala penisnya mentok di rahim wanita itu. Christine pun tak mampu bernapas karena benda itu terasa sesak sekali mengganjal selangkangannya. Berkali-kali pria itu mendorong dan menarik batang penisnya membuat tubuh Christine bergetar karena seluruh dinding vaginaku tergesek oleh besarnya penis itu. Sebentar saja gerakan maju-mundur penis si cepak sudah lancar berkat banyaknya cairan vagina Christine. Sambil menggenjot, tangan pria itu meraih payudara Christine dan meremasinya dengan gemas. Adegan di ranjang itu membuat Imelda semakin larut dalam birahi dan menginginkan hal yang sama dari si kumis yang tengah menggumulinya. Ia pasrah ketika pria itu merebahkan dirinya di atas kasur bekas yang masih diletakkan di bawah ranjang, juga saat pria itu menarik lepas celana dalamnya. Ia hanya bisa refleks menutupi bagian terlarangnya dengan tangan dengan wajah memerah karena malu. Si kumis menyeringai sambil membuka seluruh pakaiannya sendiri. Imelda terhenyak melihat penis pria itu mengacung dengan gagahnya setelah ia membuka celana dalam, lebih panjang dari milik suaminya, dengan kepala disunat dan sedikit urat pada batangnya. “Gak usah malu-malu bu! Hehehe!” si kumis menyingkirkan tangan Imelda yang menutupi selangkangannya memandang tajam vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam tercukur rapi. Kini hanya tinggal cincin kawin dan kalung salib yang tersisa di tubuh telanjangnya yang harusnya tidak boleh diperlihatkan pria selain suaminya. Rasa bersalah akan ingkarnya kesetiaan seorang istri menyelubungi wanita itu. Tak bisa pungkiri, ia sedang jatuh dalam lembah nista yang sangat dalam, masih pantaskah dua aksesoris tersebut menempel di tubuhnya yang tengah dicemari? “Tuhan! Salahkah akuu?? Salahkah karena tidak mampu melawan malah menikmati kegilaan ini??” hatinya masih terus bergumul. Dan saat lidah pria itu mulai menjilati selangkangan dan sesekali dan jari-jari tangannya mengelusi paha dan pantatnya, ia semakin tak mampu menyembunyikan kenikmatan terlarang itu. Matanya sembab menangisi ketidakberdayaannya. Kombinasi bibir dan lidah pria itu dipadukan dengan bukan lagi sentuhan tetapi remasan pada vaginanya membuat tubuhnya menggeliat nikmat dan mulutnya mengeluarkan rintihan yang penuh derita nikmat birahi. Pria berkumis itu tidak berlama-lama melumat vaginanya, setelah yakin bahwa wanita itu telah takluk, ia pun mengarahkan kepala penisnya ke vaginanya. Imelda merintih seiring dengan penis itu melesak masuk ke vaginanya. Pertama kalinya dimasuki penis pria lain, ia dihadapkan pada kenyataan betapa perkasa dan kerasnya penis pria ini, lebih dahsyat daripada milik suaminya. Pria itu menekan lebih dalam hingga penisnya mentok. “Ooohh… gila, nyeri, tapi enak banget… kenapa ga pernah ngerasain yang kaya gini dari suami sendiri?” batinnya Imelda telah memasuki wilayah tak terhingga dan meninggalkan norma-norma yang selama ini ia pertahankan dengan sangat teguhnya. Hati kecilnya mengakui bahwa dirinya sebenarnya menginginkannya, “Ampuni hamba-Mu yang tak sanggup melawan ya Tuhan!” batinnya lagi. Pria berkumis itu menindih tubuhnya dan memagut bibirnya. Awalnya bibirnya terkatup, namun pria itu terus menjilati bibir tipis dan mendesak-desakkan lidahnya. Rasa nikmat yang menjalari tubuh membuat mulutnya terbuka dan lidah pria itu pun menyeruak masuk ke mulutnya. Birahi yang tak terbendung, membuat wanita alim itu melumat mulut si tukang mebel sebagaimana bercumbu dengan suaminya. Sementara di ranjang, Christine semakin ribut menceracau seiring sodokan si cepak yang makin kencang. “Terusshh…. Pak… udah mau keluar… ahhh” wanita itu mendesah Satu sodokan kencang akhirnya mengantar Christine ke puncak kenikmatan, tubuhnya menggelinjang dan mulutnya mengeluarkan jeritan panjang. Pria itu terus menggenjot vaginanya yang sudah mengeluarkan cairan orgasme sehingga berdecak-decak. Ia baru mencabut penisnya setelah denyutan vagina wanita itu berhenti. Diraihnya kepala Christine dan diarahkannya ke selangkangannya sambil tangan satunya memegang penisnya yang masih tegak. Tanpa perasaan malu lagi wanita itu membuka mulutnya dan menjilati penis si cepak yang berlumuran cairan orgasmenya sendiri. “Arghh… mantapp… cik!!” lenguh si cepak saat lidah wanita itu menjilati ujung penisnya. Di kasur bawah, Imelda, sudah sepenuhnya pasrah vaginanya dihujani sodokan penis si kumis, tangan pria itu meremasi payudaranya dengan gemas. Tak lama kemudian, wanita alim itu merasakan sebuah dorongan dahsyat dari dalam vaginanya “Aahhhhkk… ” Imelda mendesah lirih ketika bibir mereka terlepas. Si kumis merasa penisnya diremas dinding vagina bergerinjal wanita itu, disusul cairan hangat mengucur memberi sensasi nikmat pada penisnya. Rasa berdosa terhadap suami dan Tuhan mulai menyelubungi wanita itu seiring orgasmenya yang mereda. Ia sungguh tak percaya bisa melakukan hubungan tidak pantas baik alasannya perkosaan atau penyelewengan seperti ini. “Uuuhh…. mau keluar bu… saya hamilin kamu bu hehehe!!” desah si kumis mempercepat genjotannya. “Jangan! Jangan di dalam! Tolong jangan!” Imelda meronta namun tubuhnya terlalu lemah apalagi baru saja mengalami orgasme dahsyat. “Aaaarrhhh!! Minum pejunya cik!!” saat itu si cepak mengerang dan memuncratkan banyak sekali sperma di wajah Christine. “Uuuh… terima nih peju saya!” si kumis menancapkan penisnya hingga mentok dan crroot… croottt… cairan hangat bercipratan di dalam rahim istri pendeta itu. “Jangaaann!! Tidaakkk!!” jerit Imelda. “Aaauuhh…. aduhh!!” rintih Imelda saat jarinya teriris saat mencacah bawang sehingga membuyarkan khayalan erotis itu. “Loh… Mel! Kenapa?” Christine yang baru menyelesaikan pembayaran dan mengantar kedua pegawai mebel itu keluar, muncul di ambang pintu dapur melihatnya meringis memegangi jarinya yang berdarah. “Ini kena pisau… gak konsen motongnya, gak apa-apa kok tapi!” “Aduh gak apa-apa gimana, berdarah gini!” Christine melihat lukanya, “ayo sini obatin dulu!” ditariknya pergelangan tangan wanita itu ke ruang tengah. “Maaf yah… kalau gak repot-repot bantu saya gak akan kaya gini!” kata Christine sambil dengan telaten membersihkan luka Imelda, meneteskan Betadine lalu membebatnya dengan kassa steril. “Maaf apa sih, saya yang salah kok, gara-gara ngelamun” katanya tersenyum “Udah pulang aja istirahat, tinggal dikit lagi kok, bisa sendirian” kata Christine, “thanks banget yah udah ngebantu!” Imelda pun pamit dan pulang, ia merasakan selangkangannya lembab sampai membasahi celana dalamnya. Sungguh birahinya mudah terusik sejak memergoki Christine dan teman-temannya orgy dengan si pengantar air galonan itu. Walau masih menjaga kesucian tubuhnya, ia merasa dirinya sudah kotor karena pikirannya jadi mudah membayangkan hal-hal erotis seperti tadi. “Tuhan, apakah ini teguran-Mu terhadapku yang penuh dosa ini?” batinnya sambil berjalan pulang. Sorenya, jam limaan terdengar bel berbunyi. Imelda membukakan pintu dan…. “Hai!” sapa Christine di depan pintu, “ini mau nganter ini nih!” seraya menyodorkan piring berisi udang goreng tepung asam manis yang dibungkus dengan plastik bening. “Duh gak usah repot-repot gini Tin!” senyum Imelda. “Justru saya yang ngepotin sampe jari kepotong gitu, masa ga ngasih apa-apa? Sekalian berbagi berkat tahun baru juga! Oohh… sore!” sapa Christine sambil melambai pada suami Imelda yang muncul di belakangnya. “Sore… sore! Wah anter apa nih, kayanya enak!” sapa pendeta itu. “Ini tadi siang kita masak bareng, ini hasilnya! Dimakan sekarang mumpung masih hangat” Mereka ngobrol sejenak basa-basi di depan pintu hingga akhirnya Imelda menerima kiriman itu dan Christine pamit pulang.
My Cousins and I
Imlek Hari H Untuk Imlek tahun ini, Sherlin bersama keluarganya merayakan di Puncak. Paman termuda/ adik dari papanya yang pengusaha hotel telah menyiapkan sebuah villa besar yang isinya ada beberapa cottage dan kolam renang untuk keluarga besar pihak ayahnya. Villa tersebut baru saja diresmikan bulan lalu dan khusus tiga hari ini dipakai oleh keluarga besar sang pemilik untuk perayaan Imlek. Pada Imlek H-1 suasana sudah ramai karena banyak keluarga berdatangan dari berbagai kota. Selain nenek Sherlin yang sudah berusia 85 tahun dan sudah memakai kursi roda, dari tujuh bersaudara papa Sherlin, lima hadir bersama keluarga, anak, bahkan ada yang bersama cucu, sementara dua lagi yang sudah tinggal luar negeri berhalangan hadir. Malam Imlek dilalui dengan makan bersama yang cukup meriah. Imlek keluarga itu selain menjadi ajang pamer mobil, pakaian, perhiasan dan sebagainya, juga menjadi ajang silaturahmi kerabat yang sudah lama tidak bertemu karena terpisah jarak. Banyak kerabat memuji memuji kecantikan gadis 21 tahun yang bagaikan bunga yang sedang mekar-mekarnya, bahkan beberapa sepupu terpesona padanya. Dari semua saudara yang usianya kurang lebih sebaya dengan Sherlin lima orang adalah laki-laki, sepupu perempuannya yang hadir hanya dua anak dari paman termudanya yang masing-masing baru sepuluh dan sembilan tahun. Sebenarnya sepupu perempuannya masih ada tiga lagi, tapi mereka sudah menikah dan merayakan bersama keluarga suami mereka. Keesokan paginya jam sembilanan semua sudah berkumpul di cottage terbesar. Para muda-mudi yang belum menikah menerima angpao dari para orang tua, semua bersuka-cita mengobrol, menikmati makanan dan saling memberi selamat. Setelah makan bersama, rencananya akan pergi ke Taman Safari sekalian makan di luar. Anak-anak yang enam orang terlihat begitu antusias setelah diceritakan bahwa di sana ada bermacam-macam binatang yang bisa dilihat. Namun sepertinya kaum mudanya mempunyai rencana berbeda, Peter (25 tahun) sepupu Sherlin yang adalah anak pamannya yang memiliki villa ini memilih ke Jungleland, didukung tiga sepupu lain karena alasannya mereka sudah pernah ke Taman Safari, mau mencoba yang lain. Sherlin sendiri juga sudah pernah ke Taman Safari, lebih dari sekali, sehingga ia memutuskan ikut bersama lima sepupu cowoknya, ia menjadi satu-satunya perempuan yang ikut ke Jungleland. Para orang tua tentu lebih memilih ke Taman Safari bersama para anak-anak karena lebih santai menyaksikan binatang daripada menikmati wahana ekstrim di Jungleland. Maka setelah diputuskan, setelah selesai makan dan beres-beres, rombongan yang pergi ke Taman Safari berangkat duluan. Setelah berganti pakaian yang lebih santai berupa kemeja putih lengan pendek dan hotpants, Sherlin keluar dari kamarnya menuju ke cottage belakang, tempat menginap para sepupu cowoknya. Ia mendorong pintu kamar mereka yang hanya setengah tertutup. “Udah pada siap belom?!” sahutnya. “Ya kita sih siap aja! Itu si Edwin lagi boker” kata Erick, sepupunya yang berusia 18 tahun masih SMA, cowok tambun itu dengan santai berbaring di ranjang. “Tar… tar… ini lagi cari tiket yang murah!” kata Peter yang sedang sibuk mengurus pembelian tiket secara online. Sepupunya yang lain, Michael (19 tahun) malah asyik dengan smartphonenya bermain game online sehingga hanya menyapanya dengan melambai dan ‘hai… hai… ‘ saja. Sherlin geleng-geleng kepala melihat cowok-cowok ini masih begitu santai dan persiapannya juga di jam-jam terakhir pula. Ia menaruh tasnya di meja dan keluar melewati pintu kaca di belakang cottage mendapati Steve (22 tahun) salah satu sepupunya, yang hoby fotografi sedang sibuk memotret pemandangan dengan kameranya. “Lin!” sapanya, “eh kebetulan tuh, mau gak jadi model bentar, lagi cantik tuh, matching sama pemandangannya” pinta Steve memandangi sepupunya yang cantik dan memiliki tubuh ideal itu. “Ya elah, katanya mau pergi ini malah sempat-sempatnya suruh gua jadi model!!” akhirnya ia mengiyakan karena memang suka difoto. “Hehe… kan lagi nunggu, ayo dong Lin, bener bajunya matching banget sama pemandangannya, please… please!!” Steve memohon “Hhhmm… “ Sherlin memandang sekeliling, “oke deh, bentar aja yah, mau gua di mana?” “Nah gitu dong, baru namanya saudara… di situ Lin, di depan gunung itu bagus!” Steve mengarahkan. Sherlin mulai berpose sesuai instruksi sepupunya itu di beberapa spot, tidak ada rasa canggung karena ia memang sudah terbiasa di depan kamera. Setelah beberapa jepretan di beberapa spot, Steve tersenyum puas melihat hasilnya di layar kamera. “Liat dong… yang jeleknya hapus yah ntar” kata Sherlin melihat hasilnya. “Lu mana pernah jelek Lin? Tuh liat bagus gini, kaya model profesional!” puji Steve memperlihatkan hasil jepretannya. “Kalau posenya seksi dikit mau ga Lin?” tanya sepupunya itu. “Berani bayar gua berapa untuk itu?” Sherlin tersenyum nakal sambil menggeser-geser layar kamera melihat hasilnya. “Ih… hitungan banget sih, ke saudara aja bayar? Gimana kalau tiketnya sama makan disana gua traktir deh?” “Dasar lu, emang gua cewek apaan? Becanda juga” Sherlin menyikut rusuk sepupunya, “Ooii… si Edwin udah belum?!” sahutnya ke dalam. “Belooomm!! Bentar lagi katanya!!” “Ngocok dia mah kayanya!!” sahut dua suara dari dalam. “SSsstt… hei… kalau gini gimana?” Sherlin membuka tiga kancing atasnya sehingga memperlihatkan belahan dada dan bra coklat di baliknya. “Weiiss… gitu hot! di sana aja di bawah pohon yuk!” Steve pun mengabadikan pose-pose seksi sepupunya yang memperlihatkan belahan dada dan sepasang paha mulusnya dengan latar belakang yang indah. “Wow… seksi oy! Cocok jadi model FHM lu Lin!” sahut Peter yang datang bersama Erick untuk memanggil mereka. Sherlin dan Steve pun menoleh ke arah mereka dan sedikit terkejut. “Hehehe…. art bro, mupeng aja lu orang!” sahut Steve. “Itu… si Edwin udah tuh, kita udah bisa pergi, tapi terusin aja kalau bentar lagi kita juga pengen liat nih pemotretan sensual!” kata Peter. “Ci Sherlin bisa pose menggoda yah hehehe!” kata Erick “Hhuuu… dasar cowok! Kalau udah liat yang gini aja!” sahut Sherlin. “Boleh gak nih? Kita liat pemotretannya dulu? Kan sama saudara nih” Peter bertanya penuh harap. “Oke! Siapa takut? saudara kan! Awas yah mikir macam-macam!” Sherlin merasa tertantang dan darahnya berdesir, “ayo Steve!” Gadis itu pun dengan PD-nya berpose seperti layaknya model majalah dewasa, seksi tapi artistik, dengan ekspresi yang menggoda. Ada rasa bangga dalam hati gadis itu memperlihatkan asetnya pada para sepupunya ini, terlebih ketika Edwin dan Michael datang menyusul dan ikut menyaksikan pemotretannya. Sherlin membuka seluruh kancing kemejanya membiarkan Steve mengabadikan pose dan keindahan tubuhnya terutama dada montok dan perutnya yang rata. Michael yang membawa smartphone juga ikut mengabadikan pose sepupunya itu. Adrenalin Sherlin semakin berpacu, kini ia melepaskan kemeja putihnya sehingga hanya tinggal mengenakan bra dan hotpants saja. Kelima sepupunya pun berdecak kagum menyaksikannya, penis mereka tanpa tertahan menggeliat. Selanjutnya hotpantsnya pun ia lepas, menyisakan bra dan celana dalam coklat itu membalut tubuh mulusnya. Steve dan Michael makin semangat menjepret pose sepupu mereka itu. “Oke great! Cukuplah ya kayanya!” kata Steve. “Yaaahh!! Kirain bakal lanjut lagi bukanya!” kata Erick “Yeee… mupeng melulu lo!” Edwin menepuk lengan adiknya itu. “Hihihi… yang mupengan kecewa nih yee!” goda Sherlin sambil menjulurkan lidah pada adik-adik sepupunya itu Peter dan Steve yang lebih dewasa dari mereka sejujurnya ingin melihat lebih banyak lekuk tubuh sepupu mereka itu, namun keduanya bersikap jaim tidak seperti tiga sepupu lain yang masih SMA dan awal kuliah itu. “Kalau mau lebih sih sebenernya oke-oke aja, tapi jangan di luar dong, ntar ada orang liat gimana?” kata Sherlin “Beneran nih?” kelimanya bertanya hampir bersamaan. Gadis itu tersenyum melihat reaksi mereka, “dasar cowok! Dimana-mana sama aja!” katanya dalam hati, sekaligus merasa semakin tertantang “Ayo kita ke kamar aja!” ajaknya seraya mengambil bajunya. Kelima pemuda itu mengikutinya ke kamar. “Tapi tolong dong yang bukan fotografer jangan motret, bahaya kalau kesebar soalnya” kata Sherlin mewanti-wanti di kamar, “Steve, gua percaya lu, yakin kan ini cuma buat koleksi pribadi?” “Itu kode etik fotografer, tenang aja, apalagi kita kan saudara!” Steve meyakinkan. “Lu! Lu! Itu gadgetnya taro! Yang kali ini cuma boleh diliat ga boleh dipotret!” Peter selaku yang tertua dan anak pemilik villa ini memberi peringatan pada sepupu-sepupu kecilnya. “Ya udah kalo udah clear, gua lepas deh…. nih!” Sherlin melepas bra-nya tanpa canggung dan kelima sepupunya menyambut riuh dengan sorakan serta tepuk tangan, Steve langsung beraksi dengan kameranya. Mata kelima pemuda itu semakin membelakak dan darah muda mereka semakin berdesir saat Sherlin menarik turun celana dalamnya. Tubuh Sherlin sungguh mempesona dengan payudara sedang berputing pink dan bulu vagina yang tercukur rapi. Erick, Edwin dan Michael yang masih perjaka dan masih cupu tentang seks itu sampai gemetaran pertama kalinya melihat wanita telanjang berpose di depan mereka. Backgroundnya memang hanya di kamar itu, namun Steve mampu mengabadikan angle-angle yang pas di atas kursi, lantai, meja, maupun ranjang. “Hhhmm… udah cukuplah!” kata Steve setelah mengeksplorasi seluruh sudut kamar dengan kameranya. “Ci Sherlin! Boleh tanya gak?” sahut Erick, “cici telanjang di tengah kita lima cowok gitu rasanya gimana??” Gadis itu tersenyum dikulum, “ya… gimana yah? dulu sih tegang, tapi sekarang sih biasa aja, be comfortable with your body!” “Wah berarti cici udah pernah dong ya?” timpal Edwin, adiknya yang dijawab gadis itu dengan anggukan kepala. “Kok gua jadi diinterview gini malah?” kata Sherlin dalam hati. “Ci kalau boleh nih ya…. “ kata Michael, “boleh gak pegang body cici, saya penasaran, belum pernah soalnya, lagian kan udah cukup umur juga” “Wei, gila lo, kita saudara tau!” kata Peter, “jangan kebablasan gitu!” Sherlin merasakan sisi liarnya kumat, apalagi teringat cerita Hendri, pacarnya kemarin yang mengaku terlibat seks dengan cicinya dan cici iparnya sendiri gara-gara Saldi. Baik Sherlin maupun Hendri semakin liberal soal seks sejak makin dekat dengan Saldi dan terlibat orgy dengan mamanya dulu. Rasa cemburu dan gairah yang menggebu-gebu membuat gadis itu ingin melakukan pembalasan. “Lu bisa main gila kemarin, sekarang waktunya pembalasan hihihi” katanya dalam hati, “emang lu doang yang bisa nakal?” “Udah gapapa, justru karena kita sepupuan jadi ga bakal baper soal ginian, ya ga? Sini Win!” ia menarik tangan Edwin yang terdekat dengannya lalu meletakkan tangan itu pada payudara kirinya. “Wwwuiihh… empuk ci, enak nih!” kata pemuda gempal berkacamata itu bergetar ketika pertama kalinya memegang payudara wanita. “Gua juga pengen dong!” Erick, adiknya, ikut maju dan memegang yang kanan. “Waaahh… gua juga dong ci!” Michael tidak mau kalah, ikutan maju dan meraba-raba tubuh mulus kakak sepupunya itu. “Hihihi… kalian pasti baru pertama kali yah? belum pernah ML kan?” Sherlin tertawa melihat reaksi tiga adik sepupunya itu, “Peter, gua tau lu udah! Steve, lu gimana?” “Udah sih sama mantan, sama TTM juga” jawab pemuda itu. “Belum Ci! Paling cuma liat bokep aja!” kata Michael yang tangannya mulai mengelus-elus paha kakak sepupunya itu semakin ke selangkangan, “itunya boleh saya pegang gak ci?” tanyanya bergetar. “Itu… itu apaan? Memek? Gak usah malu-malu gitu! Nih!!” Sherlin menarik tangan sepupunya itu ke selangkangannya. Michael segera mempraktekkan yang pernah ditontonnya di JAV, mengorek-ngorek vagina kakak sepupunya yang sudah basah itu sehingga membuatnya mendesah. “Sini Rick, cici ajarin cipokan!” katanya meraih belakang kepala adik sepupunya, “buka mulut kamu, mainin lidahnya ya!” instruksinya. Erick nampak sangat grogi dengan cipokan pertamanya, Sherlin yang lebih dominan memain-mainkan lidahnya di mulut pemuda itu sambil tangannya merambat ke bawah meremas selangkanganya. Adegan itu membuat Peter dan Steve yang jaim akhirnya tak tahan juga, mereka turut naik ke ranjang dan menggerayangi tubuh sepupu cantiknya itu. “Kita have fun bentar yah sebelum keluar, kalian juga bugil dong, ga adil dong kalau gua sendirian!” kata Sherlin. Para pemuda itu agak malu-malu membuka baju mereka, terutama tiga yang masih muda itu hingga akhirnya lima pemuda itu telanjang mengelilinginya. Kelima penis mereka yang tak disunat sudah menegang. “Wow… gede-gede juga yah… ” goda Sherlin sambil mengelus-elus dengan lembut batang penis kelima sepupunya satu-persatu, sehingga mereka merem- melek dibuatnya. “Lin serius lu mau main sama kita berlima?” tanya Peter. “Why… sekalian ngajarin tiga saudara kita yang masih cupu ini… ayolah nakal-nakalan dikit!” jawab gadis itu sambil mengocok dua penis sepupunya, “Win! Kamu coba jilatin memek cici, mumpung masih bersih! Caranya tau kan dari film bokep?” pintanya pada Edwin seraya membuka kedua belah pahanya. Edwin dan yang lainnya melotot saat pemuda berkacamata itu menyibak liang senggama Sherlin dengan jarinya. Liang vagina yang merah merekah dan mulai becek itu sungguh menggugah selera para pemuda sepupunya itu. Sherlin tersenyum nakal menyaksikan reaksi para sepupunya itu. Edwin segera membenamkan kepalanya di selangkangan kakak sepupunya itu dan menjulurkan lidahnya ke liang vagina gadis itu, dengan rakus dan menciuminya seolah-oleh ingin melahap seluruhnya, sementara kedua tangannya meremas paha dan pantatnya. “Aaaaahhhh… yah gitu Win, klitnya disedot juga dong, nnahahh… gitu uuhhh!!” desah Sherlin ketika Edwin dengan bernafsu melumat vaginanya, oral seks perdana bagi adik sepupunya itu. Sementara Peter yang semakin bernafsu segera memagut bibirnya, lidah mereka beradu dengan liar. Kedua tangan Sherlin kini mengocok-ngocok penis Steve dan Michael. Sementara Erick kini menjilati dan mengenyot kedua payudaranya secara bergantian. Lima pasang tangan mereka tidak absen menggerayangi tubuh mulus Sherlin yang kini terbaring pasrah di tengah ranjang bak ratu lebah dikawini lima pejantan. Lepas dari pagutan Peter, Steve meraih wajahnya dan memagut bibirnya, lidahnya lebih liar bermain di dalam mulutnya sampai air liur berleleran. “Michael! Berlutut sini!” panggil Sherlin menepuk kasur di samping kirinya. “Iya Ci!” pemuda itu mengikuti perintahnya Sherlin segera meraih penis itu dan mendekatkan ke wajahnya. “Uuugghhh…. mantap ci jilatnya!!” Michael mendesah dan tubuhnya bergetar merasakan pertama kalinya penisnya dijilati, “ooohh… mantap!! Enak bangetthh!!” ia semakin mendesah ketika lidah kakak sepupunya itu sampai ke ujung penisnya yang tidak disunat. “Gua juga pengen dong! Gantian!” Erick menepuk pundak saudaranya itu minta giliran. “Okeh, ini nih, maknyus banget rasanya!” Edwin menyingkir memberi tempat pada Erick. Erick menyibakkan bibir vagina kakak sepupunya itu dengan jari, dihirupnya aromanya yang harum karena rutin dirawat itu sehingga membuat nafsunya makin naik. Segera dilumatnya habis vagina Sherlin, dihisapnya kuat-kuat liangnya seolah ingin menghisap seluruh cairannya, saking kuatnya sedotan Erick membuat tubuh gadis itu menggelijang-gelinjang. Kini gadis itu tengah mengulum penis Steve sambil mengocok penis Peter. “Ci! Saya masukin kontolnya yah boleh?” Michael meminta ijin. “Boleh, cici emang pengen sama yang masih tingting dulu, kamu masih kan?” tanya Sherlin tanpa menghentikan kesibukan tangannya mengocoki penis sepupunya yang lain. “Masih lah ci, makannya udah kepengen nih!” kata pemuda tambun itu menempelkan kepala penisnya pada bibir vagina Sherlin. Saat yang ditunggu-tunggu Michael selama ini akhirnya mau dimulai. Dengan meniru contoh di film bokep, Michael membuka bibir vagina Sherlin dan perlahan menekan kepala penisnya hingga melesak masuk ”Uuuuhhhh!!” Sherlin melenguh kenikmatan, begitu juga Michael yang baru kehilangan keperjakaan. “Ciiieee… akhirnya jadi ‘man’ sekarang!” sahut Peter Sepupu yang lain turut menyorakinya atas lepasnya keperjakaannya dengan kakak sepupu sendiri. Kini mulailah Michael menggenjoti Sherlin dengan penuh semangat. Pada saat yang sama pula, keempat sepupu lain tidak berhenti menjarah tubuh gadis itu. Sherlin mengoral penis Steve dan Edwin secara bergantian, sementara kedua payudaranya dikenyoti Erick dan Peter, tentu saja seluruh lekuk tubuhnya tidak ada yang lolos dari jamahan lima pasang tangan itu. Ada sensasi geli yang nikmat ketika ketiaknya yang bersih itu dijilat dan dihisap yang membuatnya semakin merasa melambung tinggi. “Ooohh… cici! Gak tahan nih!! Aaahh!!” Edwin menceracau dan… Creett… creett… spermanya menyembur ke dalam kerongkongan Sherlin yang sedang mengoral penisnya. Gadis itu tidak menghentikan hisapannya, ternyata keluarnya banyak sekali sampai meleleh-leleh di pinggir bibir tipisnya. Sherlin sudah akrab dengan aroma tajam cairan putih kental itu, ia menelan dan terus menghisap hingga penis adik sepupunya menyusut. Erick langsung menggantikan posisi saudaranya, iaberlutut di samping kepala Sherlin yang langsung mengocok penisnya sambil mengulum milik Steve. “Ci! Kalau keluar di dalam hamil gak… aahh… mau keluar nih kayanya!” tanya Michael terus menggenjot. “Lagi aman tanggalnya… uuhhh…. kalau mau di dalam, sok ajah!!” jawab Sherlin. “Aaaaahhh!!!” dengan sepenuh tenaga Michael membenamkan penisnya dalam-dalam dan menyemburkan isinya, lahar hangatnya pun tumpah di dalam vagina gadis itu. “Hei… eh… !” Sherlin menepuk kepala Peter yang sedang asyik menyusu, “sekarang lu dong! Awas kalau gak muasin!” ia agak kesal dengan dua adik sepupunya yang masih belum pengalaman, cuma nafsu besar tapi tidak mahir mengatur tempo. “Wuih, udah nafsu lu Lin, okeh!” Peter segera mengambil posisi di antara kedua belah paha sepupunya. Tanpa buang waktu, Peter segera memasukkan penisnya ke vagina Sherlin lalu berkonsentrasi menghujami vagina sepupunya itu dengan tempo sedang. Kedua tangannya memegang kedua paha Sherlin sehingga semakin mantap pinggulnya maju mundur memompakan penisnya. Sepuluh menit telah berlalu mereka masih bertahan di posisi demikian, peluh mulai bercucuran membasahi tubuh keenamnya membuat hawa di kamar yang lumayan besar itu mulai gerah dan penuh aura mesum. Peter mengubah posisi Sherlin menungging dan bertumpu pada dua siku dan lututnya. Erick berbaring di bawah gadis itu mengenyoti payudaranya yang bergelantungan, sementara Sherlin sendiri mengoral penis Steve yang berlutut di depannya. Tak lama kemudian, Peter berhasil mengantar Sherlin ke puncak kenikmatannya “Ooooohhh… terusshh sodok teruss!!” rintih Sherlin menggoyang pinggulnya menyambut gelombang orgasme, tubuhnya mengejang hebat hingga akhirnya ambruk di tubuh Erick. Tidak sampai semenit, Peter juga menyusulnya, remasan dinding vagina gadis itu ditambah goyangan pinggulnya mempercepatnya sampai ke puncak. Ia melenguh dan melepaskan spermanya di dalam vagina sepupunya. Paha dalam Sherlin basah berlumuran cairan kewanitaan dan sperma yang berleleran dari vaginanya. Lima pemuda itu berhenti sejenak mengerjainya untuk memberinya waktu sebentar pasca orgasme, tapi tangan mereka tetap mengelusi tubuh mulusnya. “Rick!” kata Sherlin lemas. “Iya ci?” jawab adik sepupunya itu sambil membelai rambutnya. “Sekarang kamu yah!” “Cici ga cape? Udah bisa lagi?” “Udah jangan banyak bacot! Pokoknya sekarang kamu!” Sherlin menegakkan tubuhnya dan duduk di selangkangan sepupunya itu, tangannya meraih penisnya lalu ia arahkan ke liang senggamanya yang sudah banjir. Sherlin menurunkan pinggulnya dan sleeppp… keduanya melenguh bersamaan lalu disoraki yang lain atas lepasnya keperjakaan Erick. Sherlin tersenyum mendengar sorakan dan komentar vulgar mereka, perlahan-lahan ia mulai menggoyang pinggulnya “Ooooouuuggghhh… kontol saya rasanya kaya diremesin memek cici!” erang Erick merasakan pergesekan kelamin mereka, mata mereka merem-melek merasakan nikmat. Setelah Sherlin menstabilkan goyangannya, sepupu lain mulai mengerubungi dan menggerayangi tubuhnya lagi. “Ci abis ini saya yah! tadi udah keburu keluar duluan” kata Edwin. “Tenang Win, semua kebagian kok! Kamu juga harus puasin cici pokoknya!” Sherlin lalu menjilati penis Michael, terasa aroma cairan kewanitaannya sendiri bercampur sperma. Ia masukkan penis itu ke mulutnya dan dirasakannya benda itu mulai mengeras lagi, tangan satunya mengocok penis Peter. Edwin dan Steve berlutut mengenyot payudara dan menjilati bagian tubuhnya yang lain. Rangsangan datang dari berbagai penjuru, membuatnya semakin bersemangat mengoral penis Michael. Setelah benda itu mengeras oleh oral seksnya, ia pindah ke penis Steve mengoralnya. “Sepongnya santai Lin biar ga buru-buru keluar!” kata Steve sambil meremas rambut sepupunya. Gerakan naik-turun Sherlin di atas penis Erick, ditambah lagi goyangan pinggulnya yang binal membuat Erick yang masih pemula itu mencapai orgasmenya dengan cepat. Gadis itu merasakan siraman hangat di vaginanya hingga penis sepupunya itu menyusut. “Ayo! Katanya mau!” katanya pada Edwin sambil turun dari selangkangan Erick. “Berbaring aja ci, saya belum bisa gaya macem-macem” kata Edwin Sherlin pun kembali membaringkan diri di tengah ranjang sesuai permintaannya. Ia menyibak bibir vaginanya dengan jarinya membantu adik sepupunya itu melakukan penetrasi. Tidak terlalu sulit bagi Edwin untuk melakukannya apalagi liang itu sudah sangat basah. Ia meringis merasakan pertama kalinya penisnya memasuki vagina wanita, ternyata beginilah rasanya kehilangan keperjakaan. “Wuih… sehari tiga perjaka lu rebut Lin!” sahut Steve. Tanpa diarahkan, Edwin mulai mengayun batang penisnya berdasarkan yang ia tonton di film bokep. Edwin bermain cukup santai sehingga akhirnya ia berhasil membuat Sherlin pun menikmatinya dan berhasil mengangtarnya ke puncak kenikmatan. Tubuh gadis itu mengejang hebat dan vaginanya kembali mengucurkan banyak cairan kewanitaan sampai membasahi ranjang di bawahnya. “Buang di mulut Win, cici pengen minum spermnya!” pinta Sherlin lirih. Beberapa detik kemudian, Edwin mencabut penisnya dan naik ke dada Sherlin, dikocoknya penisnya sejenak hingga crroott.. croott… cairan putih susu bercipratan membasahi wajah dan rambut Sherlin. Gadis itu segera mengangkat kepalanya dan menggenggam penis itu menangkap cairan yang bercipratan dengan mulutnya dan melahapnya. Sungguh para pemuda itu tidak menyangka, sepupu mereka yang cantik ini dapat bertingkah seliar bintang JAV. Steve ikhlas saja mendapat giliran akhir menyetubuhi sepupunya ini. Ia melakukannya dengan gaya menyamping dan tempo sedang. Kali ini Sherlin meminta semuanya menciprati tubuh dan wajahnya dengan sperma. Sambil menikmati genjotan Steve ia mengocok dan mengoral penis-penis mereka hingga akhirnya kelimanya berdiri mengelilinginya yang berlutut di tengah. Mereka mengocok cepat penis masing-masing hingga cairan putih susu bercipratan mengenai gadis itu bak siraman shower. Sherlin terkapar lemas di tengah ranjang bermandikan sperma, nafasnya sudah putus-putus, tubuhnya bermandikan bukan saja sperma, tapi juga keringat dan air liur. Kelima sepupunya pun juga ambruk dan lemas. Gadis itu hanya mampu menggerakkan mata memandang sekelilingnya, ia telah berhasil menaklukkan kelimanya. Sebuah senyum tersungging di bibirnya sambil menyeka cipratan sperma pada payudaranya dan menjilatnya. Karena waktu sudah mulai siang, rencana main ke Jungleland pu batal karena sudah tanggung. Setelah mandi membersihkan diri, mereka akhirnya ke mall Botani Square makan siang serta berbelanja sedikit. Besok sebelum pulang baru main ke Jungleland bersama para anak-anak dan yang lain. “Gongxi facai Lin, gimana sinciahan di sana?” pesan WA dari Hendri, pacar Sherlin. “Hhhmmm… capek banget, tapi asyik, kiong hi juga ya!” jawabnya singkat penuh arti.
Gongxi Facai My Love!
Imlek Hari H
Pukul 17. 04 “Gongxi facai om! Tante!” Daniel mengepalkan dua tangan mengucapkan selamat tahun baru Imlek pada kedua orang tua Maria, pacarnya. Kedua orang tua Maria juga membalas salamnya lalu memberikan angpao pada pemuda bertubuh gempal itu. “Wah makasih nih, makasih!” kata Daniel yang sore itu bermaksud mengajak hangout sang kekasih. Maria yang sudah mandi dan berdandan tampil cantik dengan cheongsam merah selutut yang dipakainya untuk perayaan tadi siang. “Oke Pa! Ma! Pergi dulu yah!” pamit gadis berambut sebahu itu. “Om… tante… pergi dulu!” Daniel juga pamitan. “Hati-hati yah!” balas mama Maria Daniel membukakan pintu mobil untuk Maria lalu mengemudikan mobilnya keluar dari pekarangan rumah. “I like girl in Chinese dress” puji Daniel melihat penampilan Maria yang mempesona. “Pakaian tadi siang” “Wuih, masih dipakai?” “Ya cuma dipakai paling empat jam, lagian gak keringetan juga, pakai aja lagi biar abis ini cuci” Saat berhenti di lampu merah, Daniel mencuri pandang ke arah hamparan paha putih mulus pada belahan rok Maria. Perlahan ia gerakkan tangannya meraba paha itu. “Eeeii…. jangan genit, masih jam segini juga!” kata Maria menepis tangannya. “Ya lu nya keliatan seksi, bikin gua gak tahan Mar!” “Dasar cowok!” omel gadis itu merubah posisi duduknya, “udah lampu ijo tuh! Jalan!” Daniel pun kembali menjalankan mobilnya. Mall hari itu didominasi hiasan merah dan emas, banyak tenant memberi diskon hari raya, sejumlah kafe dan foodcourt pun ramai dikunjungi. Daniel nampak bangga menggandeng pacarnya yang cantik itu, terutama ketika beberapa kali berpapasan dengan teman kampus. Mereka makan malam di sebuah kafe sambil mengobrol mesra, dilanjutkan nonton bersama. Dunia serasa milik berdua bagi mereka yang sedang dimabuk asmara itu. Sudah hampir jam sepuluh ketika film berakhir dan mereka keluar dari mall. “Ada kunci apartemen si Sherlin gak?” tanya Daniel memegang tangan Maria ketika lampu merah. “Gak lah, lu lagi pengen yah?” Maria tersenyum dan meraih selangkangan Daniel. “Iya tapi rumah gua gak bisa, ada si papa sama dede gua, rumah lu juga lagi ada orang kan” kata Daniel menjalankan mobilnya karena lampu sudah hijau. “Ya udah sini gua bantuin deh, konsen yah nyetirnya!” Maria membuka sabuk dan resleting celana pacarnya itu lalu mengeluarkan penisnya yang setengah ereksi. “Uuuhh… Marrr” desah Daniel merasakan tangan lembut Maria mengocok penisnya. “Masih bisa nyetir?” tanya Maria memperhatikan reaksi pacarnya, “kalau gak gua berenti nih, gua gak mau mati konyol dengan posisi kaya gini” “Bisa Mar, asal lu nya juga kira-kira, main soft aja!” Daniel merem-melek sambil memelankan kendaraannya, untungnya jalan pun lenggang karena sudah malam. “Hihihihi… belum pernah ya di mobil?” Maria tersenyum nakal. “Belum, ini first time, makanya gua bilang mainnya kira-kira!” Di lampu merah berikut, Maria menghentikan handjob-nya dan menunduk ke arah sang kekasih. “Mar… mau ngapain? Uuuhhh!!” Daniel merasa melayang saat gadis itu mengulum penisnya. Daniel meraih payudara kiri pacarnya itu dan meremasnya dari luar pakaian cheongsamnya, namun hanya sebentar karena lampu sudah hijau lagi. Ia berusaha berkonsentrasi menyetir di tengah kenikmatan yang tengah diberikan pacarnya. “Mar! Mar!!” Daniel menepuk punggung Maria, “udah dulu, ada razia polisi di depan!” Maria cepat tanggap, ia menarik kepalanya dan membenahi celana Daniel hingga tertutup. “Udah… udah, ga usah!” kata Daniel ketika gadis itu hendak memasang kembali sabuknya. Maria mengintip terlebih dahulu situasi sekitar sebelum menegakkan badan dan bersandar ke jok. Memang mobil mereka tidak distop, tapi rasanya deg-degan, ngeri-ngeri sedap juga. “Phheww!” Daniel menghela nafas lega setelah melewati mereka, “gila aja kalau distop pas keliatan gituan” “Belum pernah main mobil goyang yah lu?” tanya Maria. Daniel menggeleng. “O ya? Sama Sherlin? Atau mama lu?” tanyanya lagi “Gak, beneran, kok jadi nge-interogasi gua?” “Yee… tanya aja, emang gak boleh?” “Kalau lu sendiri gimana?” “Sama mantan pernah, sampe ampir ketahuan juga pernah, tegang… kita udah telanjang di mobil waktu itu” Daniel merasakan sensasi cemburu namun menggairahkan mendengar pacarnya menceritakan pengalaman seks dengan mantannya dulu. Mereka kian dekat ke kompleks tempat tinggal Maria. Suasana makin lenggang. Maria lalu memasukkan tangan ke bawah rok dan menarik lepas celana dalamnya. “Mar, ngapain lagi nih?” tanya Daniel melihat pacarnya meletakkan celana dalam hitamnya di gagang stang. “Udah nyetir aja dulu!” kata Maria mulai mempreteli kancing pakaiannya Ia melucuti pakaiannya hingga duduk tanpa sehelai benangpun. “How do you think?” tanyanya dengan senyum menggoda pada Daniel yang konsentrasinya terpecah antara menyetir dengan pemandangan indah di sampingnya. Maria menarik tuas di bawah jok dan mendorong sandaran ke belakang hingga posisinya setengah berbaring agar ketelanjangannya tidak terlihat oleh mobil yang meluncur dari arah berlawanan. “Ohh… I love you deeper Mar!” kata Daniel meraih payudara kanan gadis itu dan meremasnya lembut. Maria mendesis sambil memejamkan mata menikmati usapan Daniel yang berputar-putar di putingnya diselingi cubitan kecil yang membuat puting itu makin mengeras dan darahnya semakin berdesir. Ia membimbing tangan kekasihnya itu mengelus bagian lain, turun hingga ke selangkangannya. Tangan kiri Daniel merasakan bulu-bulu dan bibir vaginanya yang sudah basah. Sambil terus menyetir ia menggerakkan jarinya mengais-ngais liang kenikmatan sang kekasih. “Eeenngghhh!!” lenguh Maria menjepit lengan pemuda itu dengan sepasang paha mulusnya. “Niel di sana lurus terus!” kata gadis itu setelah mobil memasuki kompleks tempat tinggalnya. “Kemana emangnya?” tanya Daniel karena seharusnya belok kiri. “Cerewet! Liat aja nanti!” omel Maria. Daniel pun mengikuti arahan yang diberikan Maria, tangannya tetap menggerayangi vagina gadis itu hingga mendesah dan menggeliat. “Itu tuh… di bawah pohon itu aja! Hhhssshh!!” tunjuk Maria Mereka kini berada di depan sebuah tanah kosong dengan beberapa rumah di sekitarnya yang agaknya penghuninya juga sudah tidur atau mungkin kosong. Daniel mematikan mobil beserta lampunya, keadaan menjadi gelap. “Hii… jadi serem gini, lu yakin disini aman Mar?” tanya Daniel menyapukan pandangannya ke sekeliling. “Gua bukan pertama kalinya disini, masa lu ga percaya gua? Sana pindah belakang!” Keduanya pindah ke jok belakang agar lebih nyaman. Maria melucuti pakaian pacarnya itu dengan gerakan erotis membuat darah Daniel makin bergolak. Setelah sama-sama telanjang, ia melumat bibir pemuda gempal itu dengan penuh gairah dan nafas yang memburu. Mereka berpelukan erat dengan mulut saling berpagut dan beradu lidah. Tangan kiri Maria mengocok penis Daniel yang juga pada saat yang sama meremasi payudara gadis itu. “Ada kondom?” tanya Maria melepas ciuman mereka. “Ada di dompet, bentar yah!” Daniel meraih celananya dan mengeluarkan dompetnya, “ini dia! Udah persiapan!” Maria buru-buru meraih satchet itu dan membukanya lalu memasangkannya pada penis sang kekasih. Nampak sekali ia sudah pengalaman soal yang satu ini. Setelahnya ia naik ke pangkuan Daniel dan membimbing penisnya memasuki vaginanya. Mereka menggeram merasakan kelamin mereka bersatu. Maria terus menekan pantatnya agar batang penis sang kekasih bisa masuk ke vaginanya. Daniel melakukan sedikit dorongan pantat ke atas akhirnya batangnya ‘sslepp’ seluruh batangnya menancap di vagina gadis itu. “Oohhh, enaknyaa!” desah Daniel. Maria mulai menaik-turunkan pinggulnya, gerakannya semakin lama semakin cepat membuat payudaranya juga naik-turun. Gemas melihatnya, Daniel pun melumat bongkahan kenyal tersebut, lidahnya segera mempermainkan putingnya, terkadang melakukan gigitan kecil. “Yahh… gitu enak say… terus isep toket gua aahhh!!” desah Maria bergerak makin liar. Daniel mengimbangi dengan genjotan pinggul seirama dengan gerakan naik turun kekasihnya. Suara mereka makin tak terkendali dan mobil itu ikut bergoyang. Mereka lupa berada di tempat umum, untunglah daerah itu sudah sepi pada jam segini sehingga hanya binatang malam saja yang menjadi saksinya. Maria memeluk kekasihnya makin kencang hingga akhirnya vaginanya mengucurkan cairan yang menghangatkan penis Daniel. Gerakannya pun melambat dan mereka kembali berciuman. “Tadi itu gak ada yang mergokin kita kan??” Daniel memperhatikan keadaan di luar “Harusnya sih ngga! Rumah yang dua tingkat itu yang tinggal kakek nenek, yang disana juga kayanya rumah kosong! Ini yang ketiga gua ML di sini, jadi lumayan tau sitkonnya” kata Maria. “Ganti gaya yuk! Gua belum keluar, lu masih kuat Mar?” tanya Daniel. “Masih dong, belum puas nih!” Maria menarik tubuh Daniel dengan manja hingga menindih tubuhnya. Pemuda itu langsung menciumi ketiak kekasihnya yang sangat halus itu. “Sssshhh, lu pintar nge-explore body gua yah!” desis Maria merem-melek. Pinggulnya mulai bergerak memompa vagina gadis itu, sundulan-sundulan moncong penis Daniel merojok-rojok bagian terpeka di dalam liang kewanitaan Maria. “Ooooh… ayo say… agak cepat dikit dong!” pinta Maria lirih sambil merengkuh leher sang kekasih. Daniel pun mengayun penisnya bermaju-mundur secara mantap sambil menceracau nikmat “Asyik Mar… mantap rasanya, I love you… so much!!” “So do I, aaahh…. ahhh” balas Maria. Sodokan Daniel semakin cepat membuat gadis itu semakin mendesah dan membeliak-beliak dalam nikmat yang luar biasa. Tangannya mengusap-usap payudara sang kekasih, jarinya aktif memilin putingnya. Libido kedua pasangan muda itu semakin memuncak, Maria melingkarkan kedua belah kakinya ke pinggang Daniel seolah takut terlepas dari sekujur kenikmatan yang sudah dekat puncaknya itu. “Mar… oooh… gua udah mau keluar nih…. bareng yahhh!!” desah Daniel di ambang orgasme. “Iyah… terus sodok, udah mau gua juga!!” Akhirnya mereka berhasil mencapai titik yang mereka inginkan, yaitu ketika liang vagina Maria berkedut-kedut nikmat mengucurkan cairannya bersamaan dengan penis Daniel yang menumpahkan isinya di kondom yang ia pakai. Cairan mereka begitu banyak hingga meleleh di sela bibir vagina dan sperma Daniel juga meleleh keluar dari bawah kondomnya. Mereka berpelukan puas menikmati sisa-sisa orgasme di jok belakang dengan kelamin masih menyatu. Sungguh sensasi yang luar biasa ditambah berpacunya adrenalin karena bermain mobil goyang. Setelah selesai bercumbu rayu dan saling memuji pasangan masing-masing hingga tenaga terkumpul kembali, keduanya mulai berbenah diri. “Gua masih pengen sama lu sebenernya Mar!” kata pemuda itu memandangi kekasihnya yang sedang menyisir rambutnya. “Besok pagi kan masih jemput gua ke gereja?” Memang yang namanya jatuh cinta membuat enggan berpisah sedikitpun dari pasangan, itulah yang dirasakan Daniel yang baru pertama kali pacaran seumur hidupnya. Sesampai di depan rumah Maria, dipandanginya dulu sosok gadis itu hingga menghilang di balik pintu barulah ia pulang dengan hati puas dan berbunga-bunga.
New Year Sisters Swing
Imlek
Hari H, pukul 19.25 Malam itu selepas imlekan bersama keluarga di siang hari, kakak beradik cantik Melisa (25 tahun) dan Melina (21 tahun) dengan pasangan masing-masing di sebuah kafe di Dago atas dengan suasana romantis dan pemandangan malam yang indah. Melina duduk di sebelah pacarnya, Rendi (23 tahun) yang berhadapan dengan kakak pacarnya, Melisa, yang duduk bersebelahan dengan Julio, pacar bulenya asal Argentina, teman kuliahnya di Australia yang kini bekerja di perusahaan yang sama di sana. Diiringi live performance dengan lagu-lagu Mandarin sesuai tema Imlek, mereka menikmati hidangan lezat yang mereka pesan, mereka berbincang dan tertawa seru, dengan bahasa Indonesia campur Inggris karena sehingga Julio juga bisa ikut nimbrung. Bagi pemuda bule itu, berpacaran dengan Melisa yang Chinese Indonesia membuatnya mengerti beberapa kosakata dan kalimat sederhana dalam bahasa Indonesia. Melisa dan Julio mengambil jatah cuti empat hari untuk merayakan tahun baru sekaligus menunjukkan keseriusan hubungan mereka pada orang tua. Orang tua Melisa, termasuk papanya yang dulu tidak setuju, sudah menerima pemuda bule itu, terlihat dari diajaknya dia makan malam bersama kemarin malam dan tadi siang di rumah kakek dan nenek Melisa, dimana ia berkenalan dengan kerabat pacarnya yang lain. Di tengah obrolan tiba-tiba Melina secara tidak sengaja menjatuhkan sendok ke lantai sehingga ia segera menurunkan kepala ke kolong meja untuk mencari dan mengambil sendok tersebut. Gadis itu tersentak melihat rok kakaknya, Melisa telah tersingkap ke atas memperlihatkan pahanya yang putih sedang dimasuki dan diraba-raba oleh kaki kanan Rendi yang sudah melepaskan sandalnya. Cemburu dan terangsang menyelubunginya, namun ia tidak merasa marah, ia dan kakaknya itu kompak dan saling berbagi bahkan urusan kekasih, mereka pernah sekali melakukan swinger dulu dan kencan ganda kali ini pun sudah direncanakan untuk itu, namun ia tidak menyangka kakak dan pacarnya telah mencuri start terlebih dulu, entah siapa yang memulai dulu. Melina kembali ke atas untuk duduk kembali dan tersenyum pada mereka yang juga mengerti apa arti senyumannya. “Well Julio, wanna take a walk with me? The night view is wonderful over there!” “Sure… come on hon…. “ “Aiyaa… no need lah! They are still eating!” Melina mencegah Julio mengajak kakaknya dan menarik lengan pria bule tersebut. “Mereka… bakal ngebales kita” kata Melisa sambil mengeluskan kakinya ke selangkangan Rendi. “Then… it will be hotter, ayo toast lagi!” Rendi menuangkan wine ke gelasnya dan gelas kakak pacarnya itu. Mereka menempelkan bibir gelas dan meminumnya sehingga memberi rasa hangat pada tubuh serta menaikkan gairah. “Kalian udah serius bakal lanjut ke pernikahan?” tanya pemuda itu. Melisa meletakkan gelasnya, “kita sepakat, kalau ga ada halangan dua tahun lagi, dia yang minta waktu, katanya mau ngumpul duit lebih banyak dulu, ya you know, property is not cheap in Aussie” “Gimana tentang orang tuanya?” “Belum pernah ketemu langsung, di video call udah sering” “And… their reception?” “Positive… dua-duanya udah welcome, lebih gampang daripada papa gua dulu” “Good then… I wish the best for you two” Mereka kembali melakukan toast. Di sudut lain kafe, Melina dan Julio menikmati pemandangan malam, potret-potret dan selfie, setelahnya gadis itu menggandeng tangan pria bule itu ke sudut remang di dekat pepohonan yang jauh dari keramaian. “Ssrlruup…. slruup…” bunyi bibir saling sedot yang memenuhi keheningan malam yang mendendangkan suara serangga malam. Melina bersandar pada tembok sambil memeluk tubuh Julio yang tangannya menyingkap roknya dan merogoh-rogoh selangkangannya “Hmmmhhh… ” desahan Melina tertahan dalam pagutan mereka ketika jemari bule itu menggesek-gesek bibir vaginanya. Melina menggeliat dalam dekapan pacar kakaknya itu ketika jarinya mengais lebih dalam hingga menemukan klitorisnya. “Ahh… yess… thats it!” Melina terdongak dalam kedutan gairah. Suara pintu dan kasak-kusuk orang mengganggu kekhusyukkan mereka,di balik tembok adalah toilet. Khawatir ada yang memergoki, mereka melepas pelukan, Melina juga buru-buru merapikan kembali pakaiannya. “I think we should return now!” kata gadis itu, “I’ll go first!” Melina keluar dari tempat itu melihat toilet wanita tengah antri. Dengan bersikap biasa saja, ia berjalan kembali ke meja mereka dan Julio menyusul dari belakang tak lama kemudian. “Okay guys, it’s almost ten, shall we go home? And we can do some fun…” ajak Melina Yang lain pun segera mengecek kembali barang bawaan bersiap pergi. Rendi lantas berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran, dicegah oleh Julio yang menawarkan agar dirinya saja yang membayar. Mereka saling menawarkan diri sejenak hingga akhirnya Rendilah yang membayar. Di mobil kali ini Melisa duduk di depan bersama Rendi yang menyetir. Sementara Melina di belakang bersama Julio. Sepanjang perjalanan, keempatnya ngobrol dan bergurau semakin vulgar, Julio bahkan sudah menyingkap rok Melina dan mengelus paha mulusnya. Mobil itu meluncur menuju ke sebuah apartemen milik orang tua Rendi. “Kamu masih bisa nyetir kan?” tanya Melisa “Masih lah, makanya gua minum ga terlalu banyak tadi” kata Rendi Terbelalak mata pemuda itu melihat dari spion Melina sedang membuka resleting celana Julio dan mengeluarkan penisnya dan mulai menjilatinya. Tangan si bule itu juga meraba-raba payudara kanan Melina. Keduanya seolah sudah tidak menganggap pacar masing-masing di depan, sudah tidak ada perasaan malu lagi. Mereka sudah dibuai nafsu yang tadi sempat nanggung tapi sudah naik ke ubun ubun. “Hihihi… ada yang udah kebelet” kata Melisa setelah menengok ke belakang. “Sabar, udah deket” kata Rendi, “hei guys! Dont take it out now, leave it right there, ok?” Tak sampai sepuluh menit mobil sudah sampai ke basement apartemen, mereka jalan bergandengan dengan pasangan swinger masing-masing. Saat itu sudah sepi karena sudah malam, mereka masuk lift sampai ke apartemen Rendi di lantai sembilan. Apartemen itu terdiri atas dua kamar dan satu ruang tengah yang lumayan besar. Melisa menjatuhkan pantatnya di sofabed sambil menarik lengan Rendi, keduanya langsung berciuman dan membaringkan diri di sofabed tersebut. Melina dan Julio saling tersenyum melihat pacar masing-masing bermesraan. Pria bule itu mendekap tubuh Melina dan menghimpitnya ke arah tembok, segera dikecupnya bibir tipis gadis itu yang membalasnya dengan melumat pagutan penuh nafsu. Melina merasakan resleting punggungnya dibuka lalu gaun terusannya pun melorot ke bawah kakinya sehingga tinggal bra dan celana dalam pink tersisadi tubuhnya. Tak hanya pasif, tangan gadis itu juga membuka sabuk Julio dan membuka celananya. Sementara di sofabed, Rendi dan Melisa masih berpagutan dalam posisi berbaring menyamping, mereka beradu lidah dengan penuh gairah sampai air liur menetes di sela–sela bibir mereka. Seiring gairah yang semakin memuncak, Melisa berguling menindih pacar adiknya itu lalu membuka kaosnya sebelum ia sendiri melepaskan gaun dan bra merahnya. Melisa melanjutkan dengan melucuti celana Rendi beserta dalamannya sehingga pemuda itu pun telanjang dengan penis sudah mengacung tegak. mengulum penis raffi “Ooohh… mantap!” lenguh Rendi ketika lidah Melisa menjilat dan menghisap kepala penisnya yang tak bersunat. “Hi baby!” Rendi membuka matanya yang terpejam menghayati sepongan Melisa dan mendapati wajah Melina sudah di atas wajahnya dan langsung mencium bibirnya. “Don’t mind if we do it here?” tanya Julio yang sudah telanjang “Sure.. sure… it’s ok!” kata Rendi Julio berbaring di samping lalu Melina naik ke tubuhnya, mereka pun bergaya 69. Pria itu menyapukan ujung lidahnya pada vagina Melina sambil jarinya mengobok-obok liang kenikmatannya. Melisa pun menjilat serta menghisap kepala penis si bule itu lalu mengulumnya. “Ayo Ren! Udah kepengen nih!” Melisa menghentikan oralnya terhadap penis Rendi yang sudah sangat basah lalu membuka celana dalamnya. Gadis itu menungging menyodorkan vaginanya pada pacar sang adik. Rendi pun bangkit berlutut di belakangnya lalu mengarahkan penisnya ke vagina Melisa yang sudah becek. Dengan gerakan perlahan ditekannya hingga benda itu melesak masuk ke liang senggama Melisa diiringi desahan nikmat mereka. Mereka mulai memacu tubuh dalam posisi doggie. Melisa juga aktif menggoyang pinggulnya menyambut hujaman-hujaman Rendi, tubuhnya terlihat sangat seksi dengan payudara montok yang berguncang-guncang dan keringat yang mulai membasahi tubuhnya, Tatapan matanya yang sayu bertemu dengan Julio yang sedang menjilat dan mencucuk-cucuk vagina adiknya, keduanya pun saling tersenyum dan semakin terbakar gairah akibat cemburu dan birahi. Nafas Rendi semakin menderu merasakan penisnya seperti diplintir dalam jepitan vagina Melisa. Desakan-desakan kuat di di tubuh bagian bawahnya semakin menekan. Sambil menggenjot kedua tangan pemuda itu tidak absen meremasi kedua payudara Melisa yang menggantung. Merasa sudah cukup saling oral, Melina menegakkan badan dan naik ke selangkangan Julio dengan posisi memunggungi. Tangannya memegangi penis bule itu dan berusaha memasukkan kepala penisnya ke dalam vaginanya. Melina menurunkan pinggulnya sehingga sedikit demi sedikit penis Julio melesak masuk ke liang senggamanya. Ekspresi wajah Melina saat penetrasi terlihat jelas oleh Rendi yang tengah menyetubuhi kakaknya, membuat nafsu pemuda itu makin meletup-letup. Sambil terus menggenjot Melisa, ia pun memeluk tubuh kekasihnya itu dan memagut bibirnya. Melina mulai menaik-turunkan tubuhnya sambil beradu lidah dengan kekasihnya. Julio pun dapat melihat jelas ekspresi kekasihnya di samping atas yang mendesah-desah keenakan menerima sodokan penis Rendi. Diraihnya kepala gadis itu dan dipagutnya mesra bibirnya yang indah. Keempatnya semakin terhanyut dalam cumbuan kepada masing–masing pasangan. Melisa semakin cepat menggoyang pinggulnya, denyutan dari dalam vaginanya semakin menjepit erat penis Rendi. “Ooohhh…. aaahh… I’m coming Ren!” erang Melisa “Uuuhh.. bareng yah Mel, gua juga” erang Rendi terus menggenjot dan meremasi kedua payudara gadis itu. Nikmat yang terlalu dahsyat membuat Melisa mencapai puncak orgasme, sekujur tubuhnya mengejang, mata membeliak-beliak, dan liang senggamanya berkejut kencang melepaskan lendir kenikmatannya diiringi sebuah erangan panjang. Pada saat terkejang-kejang itulah, Rendi menekan penisnya hingga dasar liang senggama Melisa. Semburan-semburan hangat mengisi rahim gadis itu, sebagaian cairan itu berleleran di sela bibir vaginanya yang masih tertancap penis. “Uuuh… kamu masih ngaceng?” kata Melisa lirih melihat penis Rendi yang masih tegak setelah dicabut. “Gak tau… mungkin masih kepengen…” jawab Rendi lalu mengecup bibir Melisa, “break dulu aja kalau masih cape!” Sementara Melina pergi ke minibar untuk minum, Rendi beralih ke Melina, ia berdiri di sofabed dan menyodorkan penisnya ke wajah sang kekasih. Tanpa diperintah, Melina menggenggam penisnya, lalu dijilatinya batang yang yang basah oleh cairan kewanitaan kakaknya dan sperma kekasihnya itu. Setelah minum segelas, Melisa kembali naik ke sofabed, dipagutnya bibir Julio yang tengah berbaring telentang menikmati genjotan adiknya. Bule itu memeluk tubuhnya dan meremas payudaranya. Ciumannya merambat turun ke leher, pundak, dan payudaranya “Eeenngghh!!” desah Melisa ketika Julio mengenyoti payudara kirinya. Melina kian mendekati orgasmenya, tubuhnya naik-turun semakin cepat di selangkangan pria bule kekasih kakaknya itu, sementara tangannya masih mengocoki penis Rendi. “Ooohh… oohh…. yeesshh… aahhh!!” erang Melina dengan tubuh melenting seiring dengan orgasme yang menerpa tubuhnya. Goyangan tubuhnya melemah hingga akhirnya ambruk dan ditopang oleh Rendi. Ronde selanjutnya mereka bertukar pasangan kembali ke kekasih masing-masing. Melisa kembali di-doggie style oleh Julio sambil berciuman dan beradu lidah dengan adiknya yang sedang telentang disodoki vaginanya oleh Rendi. Kakak beradik itu juga saling raba tubuh masing-masing. Julio memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan di kedua sisi pinggul Melisa. Terkadang ia meremas-remas buah pantatku, kadang ia mengulurkan tangannya jauh ke arah sepasang payudara gadis itu lalu meremas-remasnya dengan lembut. Rendi menaikkan tempo genjotannya terhadap vagina Melina yang hanya dapat mengerang pasrah menrasakan penis kekasihnya itu menyodok–nyodok dinding rahimnya. Sodokan kali ini terasa mudah karena liang vagina Melina sudah sangat basah oleh cairan orgasmenya. Suara desahan keempatnya terus terdengar sahut-menyahut menciptakan irama erotis yang menggairahkan. Setelah lama, Julio dan Melisa berganti gaya, tanpa melepas penisnya dari vagina gadis itu, Julio mengarahkannya keduanya berbaring menyamping. Setelah posisinya pas, pria bule itu pun kembali menggenjot sambil meremasi payudara dan menciumi lehernya yang jenjang. Rendi kini menindih tubuh Melisa, sambil terus menggenjot “Gua sama cici gua, enakan siapa?” tanya Melina tiba-tiba ingin membandingkan dirinya dengan sang kakak. “Enakan punya lu dong, sayang,” jawab Rendi terus menggenjot. Panggilan “sayang” membuat perasaan Melina sebagai seorang kekasih terbuai antara cinta dan birahi. “I hear it… aahh!!” sahut Melisa mencubit lengan Rendi “Idih… kok cubit-cubit sih!” kata Rendi. Mereka meneruskan pergumulannya hingga sepakat menyemburkan sperma di wajah kekasih masing-masing. Julio yang sejak tadi menjaga tempo permainan akhirnya tidak tahan lagi, ia segera mencabut penisnya dan buru-buru naik ke dada kekasihnya. Crottt… croott… croott.. cairan putih kental bercipratan membasahi wajah, leher dan rambut Melisa. Tidak mau kalah, Rendi yang sudah dekat orgasme juga berbaring dan menyuruh Melina mengoral penisnya. Tidak sampai tiga menit, Rendi pun ejakulasi di mulut kekasihnya. “Uuuhhh… sedot terus Na!! Oohh mantappp!!” lenguh Rendi merasakan hisapan gadis itu yang membuat tubuhnya kejang-kejang keenakan. Malam sudah sangat larut saat mereka selesai, keempatnya ngos-ngosan di sofabed dengan tubuh bermandi keringat. Mereka sudah terlalu lelah untuk mandi, juga sudah terlalu malam. Julio tidur bareng Melina dan sebaliknya, Rendi juga tidur bersama Melisa di kamar lain. Setelah ngobrol-ngobrol ringan mereka pun terlelap dalam kepuasan.
Modus Silaturahmi
Imlek H+1 Pagi itu, jam sembilan setelah mengantarkan kedua putri kembarnya ke sekolah. Vivi (31 tahun) menyiapkan nasi untuk suaminya di toko dan anak-anak setelah pulang sekolah nanti. Imlek kemarin menyisakan banyak lauk lebih sehingga hari ini tidak perlu memasak lagi, tinggal menghangatkan lauk sisa kemarin. Tak lama setelah menekan tombol on pada rice cooker bel musik berbunyi. Vivi mengintip dari jendela, sebuah sedan putih dan seorang pemuda berdiri di depan gerbang. Ia membuka pintu menyambutnya. “Ayi (tante dari pihak ibu) Vivi, halo pakabar, kiong hi, kiong hi!” sapa pemuda itu menyatukan kepalan tangan memberi selamat tahun baru. “Eeehh… Daren, pulang kamu? udah lama ga ketemu! Kiong hi juga, ehh… ada Boby juga” melihat pemuda lain yang berkacamata di dalam mobil, “ayo masuk!” Vivi membalas salam keponakannya itu lalu membukakan gerbang mempersilakan mereka masuk. Vivi terpesona saat melihat keponakannya yang sudah demikian besar dan jangkung dengan gaya pakaian dan rambutnya yang trendy. Demikian pula adiknya, Boby, mereka berdua adalah anak dari kakak perempuan Vivi yang tinggal di Jakarta dan keduanya sedang kuliah di Australia masing-masing berusia 18 dan 19 tahun. Sudah cukup lama ia tidak bertemu dua keponakannya ini, ternyata mereka sekarang sudah tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan simpatik. Boby juga memberi selamat imlek setelah turun dari mobil yang dikemudikannya. Vivi mengajak mereka masuk ke rumah, keduanya mengikuti tante mereka itu ke ruang tengah yang masih nampak dihiasi ornamen imlek. Ia mempersilakan dua keponakannya itu duduk lalu ke dapur untuk menyiapkan snack dan minuman. Ketika Vivi di dapur, dua anak muda itu berbisik-bisik sambil senyum-senyum, nampaknya mereka merencanakan sesuatu. Tak lama berselang Vivi kembali dari dapur membawa nampan berisi snack dan minuman untuk mereka, lalu meletakkannya di meja. “Aahh… ini yah, buat kalian!” Vivi menyodorkan dua angpao merah yang diletakkan di nampan pada kedua keponakannya. “Ah iya yi, makasih… makasih!” kata keduanya bersamaan dan menerima angpao itu, tradisi yang lazim dimana anggota keluarga yang lebih tua/ sudah menikah terhadap yang muda-muda/ belum menikah. “Ayo diminum!”sahut Vivi sambil duduk di samping Daren. “Eeehhh… iya….makasih yi!” sahut mereka berbarengan “Udah lama gak ketemu yah! Bagaimana kuliah kalian?” tanya Vivi “Iya, kita udah lama ga ke Bandung, sekarang sekalian jalan-jalan, di Ausie yah gitu lah, hehehe” “Kamu gimana? Udah mulai terbiasa?” kembali Vivi bertanya dengan mengarahkan matanya ke Boby yang belum satu tahun di sana sejak lulus SMA “Ya lumayan lah, Cuma saya Inggrisnya masih kurang aja kalau ngomong atau denger langsung, jadi masih ikut kelas bahasa nih” jawab Boby lalu memasukkan nastar ke mulutnya. Mereka ngobrol biasa sambil tertawa-tawa sebagai keluarga yang sudah cukup lama tidak bertemu. Vivi tidak menyangka, kedua keponakannya yang pernah ia gendong-gendong sebagai bayi ketika dirinya masih SD dulu kini sudah sebesar ini dan membuatnya terpesona. Demikian pula kedua anak muda itu kagum dengan kecantikan tantenya yang sudah kepala tiga dan memiliki dua anak itu masih belum memudar, malah makin menggairahkan di usianya yang matang. Selama itu mata Daren dan Boby tidak pernah lepas dari tubuh tante mereka yang saat itu memakai kemeja tanpa lengan dan rok selutut dari bahan katun. Mata mereka mengikuti apapun yang sedang wanita itu lakukan, saat bicara, mengambil kue ataupun minum, terutama ketika wanita itu mengubah posisi duduk sehingga sekelebat paha indahnya terekspos. Dari tatapan mata mereka, Vivi tahu bahwa dua keponakannya ini birahi dan menginginkan tubuhnya, fantasi liar itu membuatnya tersenyum dikulum. Ia merasakan darahnya berdesir karena naluri wanitanya dan hasratnya menggelegak. Walaupun memiliki suami yang baik dan dua anak yang imut, Vivi bukanlah wanita yang sepenuhnya setia, ia memiliki affair dengan Afif, si tukang air galonan yang biasa mengantar air ke rumah dan ruko, kadang ia juga membayar brondong mahasiswa untuk memuaskannya. Bagi Vivi, semua itu hanya sekedar selingkuh badan saja tanpa main hati, hiburan di sela-sela kesibukan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Dua keponakannya ini bukan tidak menyadari bahwa Vivi menginginkan mereka, jadi kedua belah pihak memang sama-sama saling menginginkan. “Udah punya pacar bule belum di Ausie kalian?” tanya Vivi “Gak pacaran sih, ML doang pernah” celetuk Daren “Ooww.. iyah?” Vivi melebarkan mata menoleh ke pemuda yang duduk di sebelahnya itu sambil menepuk pahanya dan meletakkannya di sana. Daren mengangguk, “Iya yi, cuma ML aja, disana biasa lah, tuh Boby juga pernah” “Wah, wah… ternyata kalian ini nakal yah!” Vivi mengelus paha Daren yang membuat darah muda pemuda itu bergolak. Obrolan mereka semakin vulgar, darah Vivi makin berdesir mendengar penuturan dua keponakannya tentang pengalaman seks mereka di sana, ternyata anak muda sekarang lebih berani, mereka bahkan pernah menthreesome seorang gadis bule. “Kok bisa sih kalian jadi main bertiga sama tuh cewek? Lagi mabok?” tanya Vivi penasaran. “Gak kok ga lagi mabok, ya awalnya pulang kuliah terus ke apartemen kita ngerumpi rame, terus ngobrolnya nyampe ke masalah seks deh, mulai pegang-pegang, cium-cium, ya terjadi deh, ya ga bro?” kata Daren yang diiyakan Boby dengan anggukan kepala. “Hhhmmm… kaya kita sekarang dong!” kata Vivi memancing. “Ya gitu deh yi hehehe… ayi kok nanya-nanya kaya gitu, lagi horny yah?” kata Boby memancing balik. “Ya kalian yang cerita-cerita gitu gimana gak horny apalagi ga ada siapa-siapa di sini, lagian masa sih kalian mau sama perempuan tua kaya ayi” “Ah tua apanya ayi? Ayi masih cantik gitu kok” kata Daren sambil memandang tantenya itu dengan mesra. “Jangan gombal ah, kamu bisa aja!” Vivi menepuk lembut paha keponakannya. “Gak gombal yi, bener ayi cantik banget, kulitnya juga masih mulus kok!” balas Daren sambil memeluk pinggang tantenya yang ramping itu. “Iiihh…. nakal banget sih!” Vivi sedikit meronta tapi membiarkan keponakannya itu tetap memeluk bahkan kini mulai merabai pahanya. “Tuh udah keras, kamu mupengan sama ayi sendiri?” kata Vivi menaruh tangannya di selangkangan Daren yang masih terbalut celana jeans, “jangan-jangan kamu juga ya Bob?” “Iyalah… saya kan cowok normal yi!” “Si ayi pegang-pegang itu saya apa yah maksudnya?” tanya Daren merasakan tangan tantenya tetap di selangkangannya dan meremasnya lembut. Keduanya bertatapan mesra, wajah mereka sangat dekat. Daren berinisiatif mencium bibir tantenya itu membuat wanita itu sedikit kaget, namun Vivi yang sudah naik birahinya langsung membalas dengan ciuman yang panas hingga lidah mereka saling membelit dalam mulut mereka. Melihat itu, tanpa disuruh lagi Boby langsung pindah ke sebelah Vivi sehingga wanita itu kini diapit dua keponakannya. Boby menciumi leher dan pundak Vivi sambil tangannya menyingkap rok dan mengelusi pahanya yang putih mulus. “Ssshh… hhhmmmhh!” desah Vivi tertahan merasakan kedua payudaranya diremas dari luar pakaiannya oleh dua keponakannya. Desiran gairah mengalir makin kencang di tubuh ketiganya. Tangan Boby membelai makin dalam hingga menyentuh selangkangan tantenya yang masih tertutup celana dalam. Badan Vivi bergetar ketika tangan keponakannya itu merambah wilayah kewanitaannya. Sementara Daren mencopoti kancing bajunya hingga terbuka semua dan menampakkan payudara montok yang terbungkus bra pink. “Eeehhmm… sshh… kalian nakal banget, kita ini keluarga loh, masa kaya gini?” desah Vivi melepaskan pagutan dengan Daren dengan nafas terengah-engah. “Habis ayi masih muda sama cantik, sampe lupa kita keluarga” kata Daren. “Tapi ayi juga suka kan? Kalau sama-sama enak kita terusin aja!” kata Boby gantian melumat bibir tantenya itu. Vivi pasrah membiarkan Daren melucuti pakaian atasnya beserta bra-nya sehingga payudaranya. Anak muda itu segera meremasi payudaranya dan memainkan putingnya hingga mengeras. Di saat bersamaan, ia juga sangat menikmati percumbuannya dengan Boby, ciuman mereka semakin ganas dan panas, lidah mereka saling bertemu dan beradu. Rok wanita itu kini sudah tersingkap hingga pinggang, tangan Boby menyusup masuk ke dalam selangkangan tantenya. “Hhhmmhh!!” kembali Vivi mendesah tertahan dengan tubuh bergetar merasakan bibir vaginanya dielus-elus jemari keponakannya. Vivi sendiri tidak pasif, tangannya semakin liar mengelus selangkangan sang keponakan. Kini ia peloroti celana selutut yang dipakai Boby lalu menyusupkan tangannya ke balik celana dalamnya. Darah muda Boby semakin bergolak merasakan tangan lembut tantenya itu mengocok batang penisnya. “Tunggu! Tunggu! Bajunya buka dulu yuk, bikin kagok nih!” kata Vivi mendorong dua keponakannya. Ketiganya saling pandang sambil menyeringai, Vivi lalu membantu Boby melepas pakaiannya hingga bugil, Daren melepas rok dan celana dalam tantenya itu lalu ia menelanjangi dirinya sendiri. Kini ketiganya pun telanjang di ruang tamu, kakak adik itu duduk mengapit Vivi memandang kagum akan keindahan tubuhnya, begitu putih mulus, perutnya pun tidak ada lipatan walaupun sudah punya dua anak, selangkangan yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat sungguh menggugah selera. Vivi sendiri tertegun menatap tubuh atletis kedua keponakannya dengan dua penis tak bersunat yang sudah mengeras di selangkangan mereka. “Uuhh… udah gede gini, dulu ayi inget waktu kalian masih baby masih imut ininya juga!” katanya meraih kedua penis keponakannya. “Kan tumbuh dong ayi, sama kaya ayi, tambah berumur tambah bikin nafsu” kata Daren meremas payudara kiri tantenya. “Kalian juga gini ke si cewek bule yang katanya threesome itu?” tanya Vivi memandang Boby. “Iya, kurang lebih gini” jawab pemuda itu. “Sini! Ayi pengen cicipin punya kamu!” Vivi melepaskan penis Daren lalu merundukkan badan ke selangkangan Boby. “Ooohh…. ayii!!” desah Boby saat lidah tantenya itu menjilati batang penisnya. Setelah seluruh batang hingga buah zakar keponakannya itu basah oleh liurnya, Vivi membuka mulut dan melahap penis itu. Sementara itu, Daren menjilat dan mengenyoti payudara kirinya sambil jemarinya mencucuk-cucuk liang kewanitaan tantenya itu sehingga makin becek saja. Mulut anak muda itu merambat turun hingga ke selangkangan wanita itu. Ia terkagum-kagum memandang vagina tantenya yang berbulu lebat, belahannya begitu mulus dengan bibir merah merona yang sudah basah. Tanpa buang waktu lagi, Daren mulai menjilati bibir vagina Vivi, ia julur-julurkan lidahnya ke dalam untuk menjangkau lorongnya yang paling belakang sehingga nafsu wanita itu pun makin naik dan kulumannya terhadap penis Boby makin cepat dan liar. ”Auw! Gak tahan nih ayyyii…” rintih Boby keenakansambil meremasi payudara tantenya. “Hei, jangan keluar dulu! Ayo kamu masukin aja!” kata Vivi melepaskan sepongan, “Daren, kamu sekarang sandaran di sana!” Kakak beradik itu mengikuti instruksi tante mereka. Daren duduk selonjor bersandar di sandaran lengan. Vivi menungging dan meraih penis keponakannya itu dan menyuruh adiknya memasukkan penisnya. “Siap yah yi!”Boby mengarahkan penisnya ke vagina Vivi. Keduanya melenguh berbarengan saat Boby membenamkan penisnya yang sudah basah oleh air liur tantenya itu ke vagina yang sudah basah itu. Segera setelah kelamin mereka bersatu, Boby mulai menggenjot tantenya itu dengan kecepatan sedang. Sementara Vivi mulai menghisap penis Daren yang sudah ereksi, tangan kirinya memegang bagian dasar batangnya dan meremasi kedua biji pelirnya dengan lembut. Teknik oral dan handjob Vivi membuat si keponakan lupa segalanya dan hanya bisa melenguh nikmat. Suara alat kelamin beradu terdengar bertalu-talu. Tangan kiri Boby meremasi pantat Vivi dan tangan kanannya meremasi payudaranya yang menggantung. Terkadang Vivi menggerakkan pantatnya memutar-mutar dan mendorong seirama dengan goyangan pinggulnya Vagina Vivi yang sudah becek menimbulkan sensasi hangat mendatangakan sensasi nikmat bagi Boby yang menikmati persetubuhan mereka. Desahan ketiganya sahut-menyahut di ruang tengah, keringat mereka mengalir dengan derasnya membasahi tubuh. Tak lama berselang gerakan Boby semakin cepat dan tidak beraturan, nampaknya ia sudah mau mencapai orgasme. “Ayiiihh… saya keluar nihh… ooohhh!!” Boby melenguh panjang dan menyemburkan sperma di dalam vagina tantenya, ia menekan dalam-dalam penisnya merasakan remasan dinding vaginanya. Merasakan goyangann Boby sudah melemah, Vivi menarik pinggulnya hingga kelamin mereka berpisah. “Sekarang giliran kamu, ayo puasin ayi mu ini!” Vivi membaringkan diri dalam dekapan Boby yang ambruk dalam kepuasan. Daren pun mengambil posisi berlutut dengan satu kaki di sofa dan mengarahkan penisnya ke vagina tantenya yang kini sudah banjir. Ia dapat melihat sperma milik adiknya meleleh di bibir vagina tantenya itu. ”Uuughhh!!” desah Daren saat melesakkan penisnya merasakan sensasi basah dan hangat serta pijatan otot lembut vagina tantenya. Daren memulai genjotannya dengan keras dan dalam, sodokannya lebih mantap dari adiknya. Rintihan Vivi menambah gairahnya. Tubuh wanita berguncang setiap kali hentakan menerpa selangkangannya. Boby mengangkat wajah Vivi dan mengangkatnya, dipagutnya bibir tantenya itu, mereka pun berpagutan dengan penuh gairah, tangan anak muda itu meremas lembut payudara kirinya, sementara payudara kanannya diremas oleh kakaknya. Tak lama kemudian, Vivi mulai merasakan tubuhnya bergetar dan vaginanya berdenyut-denyut. “Oooohhhhhhh!!” lenguhan panjang Vivi menandai orgasmenya, tubuhnya mengejang dalam dekapan kakak beradik keponakannya itu. Daren tersenyum bangga dapat menikmati tubuh tantenya itu hingga mengantarnya ke puncak kenikmatan. Ia hentikan sesaat genjotannya lalu mencium mesra bibir tantenya yang juga menyambut ciumannya. Sambil terus berciuman Daren mulai menggenjotnya lagi hingga tak lama kemudian ia merasakan urat-uratnya menegang dan spermanya sudah di ujung, siap untuk meledak. “Arrrgggghhh..” lenguh pemuda itu membenamkan penisnya hingga mentok Tubuh Daren mengejang diiringi semprotan sperma hangat di rahim Vivi, penisnya menyusut hingga akhirnya ia mencabutnya dan terkulai di sofa. Vivi beralih ke Boby mengulum penisnya tadi hanya dihandjob. Sebentar saja Boby mencapai klimaksnya, spermanya bercipratan di wajah cantik tantenya. Ia pun ambruk di sofa memeluk tubuh Vivi. Ketiganya merasakan kepuasan luar biasa dari hubungan terlarang antar sesama anggota keluarga ini.Sejujurnya Vivi masih menginginkannya lagi, tapi gengsi untuk meminta, lagipula ia harus mengantar makan ke toko untuk suami lalu ke sekolah menjemput anak-anak sehingga ia menyudahi semua ini dan mulai berpakaian lagi. Dua keponakannya juga berpakaian lalu berpamitan padanya. Dalam hati kecilnya Vivi bertanya-tanya kapan mereka akan berkunjung ke sini lagi. —————————— Keesokan harinya
Pukul 09.33 “Yang ini bro rumahnya? Yakin?” tanya Boby berhenti di sebuah rumah besar berlantai dua. “Iya kata papa ini kok alamatnya!” jawab Daren, “gua turun aja dulu ngebel” Sebentar kemudian pintu depan membuka dan seorang wanita berusia tiga puluhan berparas cantik keluar dengan memakai kaos rumahan dan celana pendek. “Ya?” wanita itu memperhatikan Daren dan mencoba mengingat-ingat karena sepertinya tahu tapi jarang ketemu. “Eh sukme (istri paman dari pihak ayah), pakabar! Kiong hi nih!” Daren memberi salam dengan mengepalkan tangan, “Daren, masih inget gak? Anaknya Ko Hendro di Jakarta, itu dede saya Boby!” menunjuk ke mobil. Boby tersenyum dan melambai pada wanita itu. “Aaaahhh… iya inget… inget, yang kuliah di Aussie kan?” wanita itu mengembangkan senyum sehingga nampak semakin manis, baru ingat kedua pemuda ini adalah keponakan suaminya. “Betul!! Suksuk Gary ada sukme?” “Wah kalau jam segini masih di pabrik yah, ayo masuk aja dulu, masa ngobrol di pagar?” wanita bernama Elvina itu mengajak keduanya masuk. Boby memarkirkan mobil di pekarangan setelah istri paman mereka itu membukakan gerbang lewat tombol otomatis. Keduanya saling tersenyum penuh arti sebelum turun dari mobil. Setengah jam setelahnya…. Gary menelepon istrinya dua kali namun tidak kunjung diangkat akhirnya ia mengirim pesan WA, “ntar malam dinner sama klien, lu sama anak-anak makan aja, cu at home”. Baik misscall maupun pesan WA itu belum diketahui oleh Elvina yang telah telanjang di sofa ruang tengah diapit oleh dua keponakan suaminya yang juga sudah telanjang. Ia tengah berpelukan dan ber-French kiss dengan Boby di sebelah kanannya sambil mengocok lembut penis keponakannya itu, sementara di sebelah kiri Darren sedang asyik mengenyoti payudaranya dan menggerayangi selangkangan wanita itu.”Mission accomplished” demikian kata kakak beradik itu dalam hati dengan penuh kemenangan.
Cara Lain Menikmati Kue Imlek
Imlek H+2 “Len! Napa tuh kue berantakan gitu?” tanya Evan pada istrinya Arlene sekembalinya dari dapur meletakkan piring kotor melihat cake hantaran Imlek di tong sampah. “Oooh… itu… tadi kesenggol jatuh waktu dipotong, udah deh mau ga mau dibuang” jawab Arlene yang sedang menonton TV. “Lain kali hati-hati dong!” kata Evan lembut sambil duduk di sebelah sang istri dan melingkarkan tangannya ke pundak. Arlene menyandarkan kepalanya ke dada sang suami, walau dalam hati wanita itu sebenarnya tidak enak juga harus berbohong pada suaminya karena yang terjadi sebenarnya…. ———- Delapan jam sebelumnya Arlene membuka pintu rumah dan ternyata Afif, si tukang air kompleks yang hendak mengantar galon pesanan. “Siang cik!” sapanya sambil tersenyum lebar “Eh, Bang Afif! Ayo masuk aja!” Arlene membukakan pagar dan pria itu memasukkan gerobak motornya ke pekarangan “Tiga ya cik?” tanya pria itu. “Iyah! Pasangin satu yang di dapur yah!” pinta ibu beranak satu itu. “Beres cik!” Pria itu menurunkan galon dari gerobak sambil mencuri pandang pada tubuh wanita itu yang saat itu memakai kaos rumah longgar dan celana pendek. Sambil menunggu pria itu menurunkan galon dan menggantinya, Arlene membuatkan kopi di dapur. “Imlek kemana kemarin cik?” tanyanya menurunkan galon yang berisi air dan meletakkan di sudut. “Ke mertua, sama ada berapa saudara kumpul-kumpul di sini juga” jawab Arlene sambil membuka kulkas dan mengeluarkan cake tiramisu hantaran Imlek lalu meletakkannya di meja. Dipotongnya kue itu dan dipindahkannya ke sebuah piring kecil. “Ini Pak!” katanya sambil menyodorkannya pada si tukang galon “Oohh… terima kasih cik! Ngerepotin aja” Afif menerimanya ”Sepi yah cik, ga ada siapa-siapa?” tanya Afif lalu menyendok kue ke mulutnya. ”Iyalah, jam segini, anak juga masih di sekolah” jawab Arlene yang sudah mengerti bahwa pertanyaan semacam itu adalah sebuah kode. Afif menyantap kuenya sambil mengobrol dan terus memandangi wanita itu. “Udah, enak cik kuenya! Makasih ya!” kata Afif meletakkan piringnya di meja dapur. “Mau lagi? Kita makanan banyak da” tawar Arlene mengambil pisau dan bersiap memotong kue itu lagi. “Gak usah ci… ga usah… omong-omong cik, udah lama yah, ampir dua minggu kayanya, terakhir saya dateng kan ada tamu itu” kata Afif memancing. Arlene menggigit bibir bawah, wajahnya memerah, ia memang merindukan belaian si tukang air itu, namun sebagai wanita baik-baik tentu gengsi meminta secara terus-terang. “Ah si bapak, saya sebentar lagi mau jemput anak loh!” Reaksi Arlene yang malu-malu itu justru membuat Afif semakin bernafsu, ia pun mendekati wanita itu dan mendekap badannya. “Bentar lagi berarti kita masih ada waktu dong hehehe…” “Iihh.. bapak! Apaan sih?” Arlene pura-pura meronta dan protes. Afif segera melumat bibir tipis Arlene dengan ganasnya, menumpahkan gairahnya yang meluap–luap. Arlene yang sudah birahi pun perlahan membalas ciumannya, bibirnya membuka dan lidah mereka menyeruak ke dalam rongga mulut satu sama lain. Bagi wanita itu, Afif adalah menu selingan di samping menu utama yaitu suaminya sendiri sehingga sex lifenya serasa lebih berwarna. Tanpa malu-malu lagi tangannya turun ke bawah mengelus selangkangan Afif dari luar celananya, terasa sekali penisnya sudah menegang. Afif juga perlahan meremas payudara wanita itu yang masih terbungkus pakaian yang ia kenakan. Arlene demikian pasrah ketika si tukang air melucuti pakaiannya mulai dari kaos, celana pendek hingga pakaian dalamnya. Setelahnya gantian ia melucuti pakaian pria itu hingga keduanya pun telanjang di dapur. “Naik cik, berbaring di sini aja!” pria itu mengarahkannya berbaring di meja dapur, “saya minta kuenya lagi yah!” tangan kanannya mengeruk tiramisu cake yang masih diletakkan di meja tersebut lalu…. “Aaahh… lengket dong Pak!” protes Arlene ketika pria itu menempelkan cake itu ke payudara kirinya lalu membalurinya hingga krim tiramisunya berlumuran di payudara. “Hehehe… saya lagi pengen makan kue tapi di badan si ncik…. eeemmhhh!!” Afif langsung menunduk dan melumat payudara Arlene membuat gadis itu menggeliat nikmat. Sambil menikmati payudara berlapis tiramisu, Afif juga menggerayangi vagina Arlene, jarinya mengorek-ngorek wilayah kewanitaaan itu membuatnya basah karena terangsang. Pria itu kembali mengeruk cake itu dari nampan dan membalurinya ke payudara yang sebelahnya. “Aduh… ini sih saya harus mandi abis ini…. aahhh…. mmmhhh!!” desah Arlene meremas kepala Afifyang sedang mengenyoti payudaranya. “Ssslurpp…. ssmoocchh… mmm jadi tambah enak cik!” kata Afif dengan mulut dan dagu blepotan krim tiramisu. Manisnya tiramisu ditambah daging lembut payudara wanita memang memberi sensasi nikmat bagi keduanya. “Nah disini pasti lebih enak!” pria itu mengeruk tiramisu dan membuka kedua paha wanita itu. “Eeehh…. jangan Pak! Jangan disitu…. aaahhh!!” Sebelum Arlene selesai protes, Afif sudah lebih dulu membaluri vagina wanita itu dengan tiramisu dan langsung membenamkan wajahnya. “Aaahhh!!” desah Arlene lebih keras dengan tubuh menggeliat. Kini manisnya tiramisu berpadu dengan gurihnya cairan kewanitaan dengan aromanya yang khas memberi kenikmatan tersendiri bagi Afif yang menjilat dan menghisap vaginanya. Tubuh seksi Arlene melonjak-lonjak saat lidah Afif menjilati klitorisnya dengan mata membeliak-beliak. Ibu muda cantik itu itu merasakan ada sesuatu yang mau meledak dari dalam dirinya. Mengetahui hal itu, Afif tersenyum puas dan makin liar melumat vagina wanita itu. Pengantar galon itu begitu lihai mengeksplorasi tubuhnya dengan berbagai variasi, inilah yang tidak ia dapatkan dari suaminya. “Ouuuuuggghhh!!” akhirnya Arlene tak sanggup lagi bertahan, ia mengerang panjang dan menggelinjang. Dengan rakusnya Afif menyeruput cairan cinta yang mengucur deras dari liang vaginanya bercampur dengan sisa-sisa tiramisu yang menciptakan rasa yang khas. Tubuh Arlene melemas sesaat, napasnya terdengar tersengal-sengal, matanya menatap sayu ke arah Afif yang berdiri di antara kedua belah pahanya dan bersiap-siap akan menyetubuhinya. “Siap yah cik!” kata Afif menempelkan ujung penisnya yang bersunat pada bibir vaginanya Mata Arlene membeliak saat Afif menekan penisnya hingga melesak masuk ke liang senggamanya. Ia merasa vaginanya begitu penuh sesak oleh penis pria itu. Afif mulai menggerakkan penisnya maju mundur sehingga rintihan dan desahan Arlene kembali terdengar. “Oooohhhh…. paakk… enak…terussshh… puasin saya paakk!!” desah Arlene tanpa malu-malu lagi. “Samaa… cik… memek ncik seret… aaacchhh… bikin kontol kejepit!” sahut Afif terus menggenjot. Lama-lama gerakan Afif semakin lancar seiring dengan semakin beceknya kelamin mereka, bunyi beradu kedua kelamin mereka pun semakin terdengar, keringat makin mengucur dari pori-pori tubuh mereka. Afif menambah ritme gerakannya diselingi dengan hentakan-hentakan yang menghujam dinding rahim Arlene saat penisnya menghujam vagina wanita itu. Setiap hentakan yang menghujam jauh ke dalam hingga menyentuh dinding rahimnya membuat wanita itu membelalak merasakan kenikmatan yang luar biasa. Arlene pun semakin merintih-rintih bersahutan dengan desahan-desahan nikmat Afif yang juga semakin menjadi merasakan nikmatnya himpitan dinding vagina wanita itu pada batangnya. Setelah seperempat jam, Afif mengajak ganti posisi, kali ini Arlene turun dari meja dan berdiri menungging menumpukan lengannya pada meja itu. “Aaahhh!!” lenguh Arlene merasakan penis pria itu kembali memasuki vaginanya. Kini penis pria itu dengan mudah keluar-masuk di vaginanya karena cairan kewanitaan yang telah membanjiri vagina wanita itu. Batang penis Afif seperti piston mesin yang bergerak keluar-masuk dengan cepat. Kedua tangan kasarnya menggapai kedua bukit payudara Arlene dan meremasinya, kadang-kadang kedua puting itu ia pilin-pilin, sehingga semakin mengeras. Dengan posisi seperti ini, Arlene juga dapat aktif memaju-mundurkan pantatnya dan terkadang juga memutar-mutarnya menyebabkan sodokan penis pria itu semakin terasa. Hal itu juga memberikan kenikmatan yang luar biasa bagi Afif. Tak lama kemudian Arlene menggerakkan pinggulnya makin cepat, Afif pun menanggapi dengan mempercepat sodokannya, keduanya sudah di ambang orgasme. “Aaahhhh… uuuhhh keluarrrhh!!” jerit Arlene merasakan puncak kenikmatannya yang berhasil ia rengkuh Beberapa detik kemudia, Afif pun sudah tidak bisa menahan spermanya yang sudah berkumpul di kepala penisnya. Pria itu pun melenguh panjang dan menekan penisnya hingga mentok di vagina wanita itu. Cairan kewanitaan bercampur dengan sperma di liang kenikmatan Arlene memberikan kenikmatan bagi mereka. Sambil merasakan kelamin masing-masing yang sedang memuntahkan lahar kenikmatannya, mulut mereka berpagutan sehingga menambah sensasi kenikmatan puncak gairah merekapun bertambah. —————– Sepuluh menit kemudian Afif keluar dari rumah Arlene dengan hati puas, ia membawa kantong berisi jeruk dan apel serta kue-kue pemberian wanita itu. “Hehehe… rejeki anak sholeh!” katanya dalam hati sambil bersiul-siul mengemudikan gerobak motornya. Di tengah jalan, tiba-tiba… brakkk!! Sebuah kontainer terjatuh ketika diturunkan dari bagasi belakang sebuah mobil. Pria itu segera menepi untuk memberi pertolongan. “Ada apa? Bisa saya bantu?” tawarnya melihat di situ hanya ada tiga gadis dan satu pria berperawakan kurus yang adalah sopir grab. “Ini pak, lagi pindahan” kata gadis yang berambut sebahu. “Wah, barangnya gede-gede ini kayanya, ayo saya bantu aja!” kata Afif, “ayo mas, angkat bareng yang ini!” katanya pada si sopir grab. Bantuan Afif menurunkan barang-barang sangat membantu mereka dan si sopir grab yang badannya tidak pas untuk angkat-angkat barang. “Makasih yah pak bantuannya! Kita semua cewek, gak bakal kuat kalau sendirian!” kata gadis berambut sebahu itu setelah semua barang diturunkan, si sopir grab sudah beranjak duluan. “Iya gak apa-apa, senang bisa bantu, ini neng semua baru pindahan yah?” “Ya, supaya deket ke kampus terus lebih murah juga kalau dibagi tiga pembayarannya” kata yang berambut panjang dikuncir. “Bapak tukang air galon ya? Wah kebetulan kita juga perlu” kata yang rambut sebahu, “bisa minta nomornya pak?” “Boleh… boleh… depotnya di deket gerbang masuk kompleks itu!” kata Afif memberikan nomor yang bisa dihubungi pada mereka, “sekarang apa perlu? Ini ada dua galon soalnya, tinggal deposit buat galonnya, nanti tanda terimanya saya kirim besok atau ntar juga bisa” Ketiga gadis itu saling pandang lalu yang rambut kuncir mengiyakan dan membayar untuk dua galon air. Mereka juga memperkenalkan diri, yang berambut dikuncir dan kelihatan paling berkuasa di antara mereka bernama Ellen (19 tahun), yang berambut sebahu bernama Pauline (18 tahun), satu lagi yang paling pendiam bernama Ruth (19 tahun). Tiga gadis berparas cantik itu adalah mahasiswi yang mengontrak rumah berukuran sedang itu. Setelah menerima pembayaran, Afif pulang dengan hati makin berbunga-bunga. “Hehehe…. ada yang baru, pada bening lagi, semoga bisa di… heheheh…. “ kata Afif dalam hati
Because I Miss You
Imlek H+2 Grace adalah seorang wanita karir yang ramah, cantik dan pandai. Di usianya yang pertengahan kepala tiga ia sudah menduduki beberapa jabatan penting di perusahaan tempatnya bekerja, termasuk menjadi public relation Caligula Retreat, sebuah layanan semi underground dimana para pesertanya dapat memuaskan segala hasrat dan fantasi seksual. Karakternya yang luwes namun disiplin membuatnya cepat mengikuti jalur permainan jabatannya yang terbilang ngeri-ngeri sedap ini. Wisata erotis memang tidak ada matinya, termasuk di hari raya Imlek ini, acara dan peserta sudah full sejak tiga hari sebelum libur sampai peserta yang pesan tempat terlambat tidak dapat kesempatan untuk menikmati liburannya di retreat erotis ini. Grace sendiri hanya sempat sebentar menikmati Imlek bersama orang tua dan sanak familinya yang untungnya sama-sama tinggal di ibukota. Setelah malam Imlek kumpul dan makan bareng keluarga dilanjutkan besoknya bertemu beberapa kerabat, bagi-bagi angpao pada para keponakan, siangnya ia sudah kembali ke kantor mengurus acara, pertanyaan dan komplainan member. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.05 dan langit sudah menguning di luar sana. Sebenarnya jam kerja Grace sudah selesai, namun ia masih membereskan arsip-arsip dan membalas beberapa email di komputer agar selesai hari ini. “Finally… !” katanya dalam hati merasa lega setelah menge-send email terakhir. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. “Ya! Masuk aja!” sahut Grace Pintu membuka dan Grace tersenyum senang melihat orang yang masuk ke ruangannya itu. “Sis? Kirain masih di Semarang? Katanya besok baru balik?” “Baru sampai jam tigaan tadi, langsung naik Grab ke sini” jawab Natalia menjatuhkan pantatnya ke sofa panjang, “how about your sinciah sis?” “Ya gitulah, like i told you” jawabnya sambil men-shut down komputer, “bosen ditanyain kapan kawin melulu sama saudara-saudara si mamah!” “Hihihi… tau gak gua malah dikenalin a-yi (tante dari pihak ibu) sama satu cowok” “O ya? Cakep?” tanya Grace seraya membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol red wine. “Cakep apaan? Endut? Garing pula… baru juga kenal udah pegang tangan, makanya gua balik lebih cepet buat ngehindar dari dia” Keduanya tertawa-tawa, Grace lalu menyodorkan segelas red wine pada Natalia dan duduk di sebelahnya. Mereka saling menempelkan gelas dan meminumnya. “Udah sibuk lagi kerjaan?” tanya Grace membelai rambut Grace yang dihighlight kemerahan. “Yah, yang ginian gak ada liburnya, sampai penuh tempatnya juga, dari tadi harus nanganin memberlah, aktorlah, tapi baru aja beres kok!” Mereka ngobrol ringan bagaimana merayakan imlek bersama keluarga masing-masing. Grace makin merapatkan tubuhnya pada Natalia membiarkan wanita yang lebih tua lima bulan darinya itu mendekap tubuhnya, mereka dapat merasakan aroma parfum pada tubuh masing-masing yang sudah tidak asing di hidung mereka. “Do you miss me sis?” tanya Grace memandang Natalia. Wajah mereka begitu berdekatan, mereka merasakan nafas yang keluar dari hidung masing-masing menerpa wajahnya. Dengan lembut Natalia mengangkat dagu Grace “Ngapain pulang lebih awal if dont miss you” jawabnya dengan tatapan sayu. Natalia mengecup perlahan bibir Grace, getaran aneh mengalir pada tubuh keduanya saat bibir mereka bertemu. Mereka saling hisap bibir bawah dan saling raba tubuh pasangan, desahan tertahan terdengar dari sela-sela percumbuan mereka. Grace dan Natalia memang pasangan sesama jenis, keduanya memiliki karir yang bagus, Grace menduduki berbagai jabatan di perusahaan, sementara Natalia adalah seorang psikolog yang sukses dan juga mengajar di universitas swasta. Dengan pendapatan di atas rata-rata, mereka mampu tinggal bersama di sebuah apartemen mewah. Mereka sama-sama memiliki pengalaman buruk dengan pria sehingga saling merasa cocok satu sama lain. Grace yang lembut dan keibuan merasa nyaman dengan Natalia yang sifatnya keras dan tegas, yang di kampus juga dikenal sebagai dosen galak. Natalia melanjutkan aksinya dengan melumat seluruh bibir Grace, lidahnya mulai menerobos masuk ke dalam rongga mulut pasangan sejenisnya, kemudian lidahnya menari di dalam rongga mulut. Grace membalas dengan menyentuhkan lidahnya ke lidah Natalia hingga lidah mereka saling menari dan membelit. Sambil tetap berpagutan bibir, tangan Grace menyingkap kaos yang dipakai Natalia. Psikolog cantik itu melepas bibir sejenak dan mengangkat kedua lengan membiarkan kekasihnya melepaskan pakaiannya hingga tinggal bra merah di baliknya. Mereka kembali berciuman, kali ini Natalie melepaskan blazer Grace dan mempreteli satu persatu kancing kemejanya, berlanjut ke sabuk dan resleting rok spannya hingga akhirnya hanya tersisa bra dan celana dalam putih di tubuh mulus Grace. Natalia lalu membuka celana jeans selututnya sendiri. Kedua wanita cantik itu pun kini hanya memakai pakaian dalam saja. Grace mendorong lembut tubuh Natalie, menyelipkan bantal kursi di bawah kepalanya, lalu mulai menciumi lehernya yang jenjang. Tangannya melepaskan kait bra Natalia yang terletak di depan hingga kedua gunung kembar wanita itu tak tertutup apapun lagi. Ciuman Grace perlahan-lahan mulai turun dari leher ke arah kedua bukit kembar Natalia “Hhhmpp… ssshhh… oohh…,”desah Natalia merasakan nikmatnya sentuhan dan remasan tangan sang kekasih. Dengan lembut puting kanannya dikecup oleh Grace, dilanjutkan dengan jilatan dan hisapan. Tangan Natalia yang membelai kepala belakang sang kekasih merambat turun ke punggung dan melepaskan kait branya. Tangan kiri Grace masih aktif dengan remasan dan pilinan pada payudara Natalia, sementara tangan kanannya menyelusup ke dalam celana dalam sang kekasih. Ia merasakan kewanitaan Natalia sudah basah, jemarinya menggesek-gesek klitoris Natalia dengan lembut. Tangan Natalia juga meraih karet celana dalam Grace dan memelorotinya. Grace menggerakkan kakinya melepaskan penutup terakhir tubuhnya itu. Setelah itu ia melanjutkan serangannya dengan melepas celana dalam Natalia perlahan-lahan sementara ciumannya mulai merambat turun menciumi perutnya yang rata. Celana dalam Natalia pun akhirnya terlepas hingga sepasang lesbian itu kini telanjang bulat di sofa. Setelah merenggangkan kaki Natalia, Grace mulai mejilati bibir vagina sang kekasih, lidahnya menyeruak masuk hingga menjilati klitorisnya, jemarinya pun ikut mengais-ngais liang sorgawi Natalia, membuat psikolog cantik itu mendesah dan menggeliat akibat double action yang dilakukan oleh Grace. “Ohh… sis, enak gila, terus dong, hisap terus klitnya… ooh..” lenguh Natalia merasakan nikmat yang luar biasa. Gerakan jari Grace yang keluar masuk di vagina kekasihnya semakin menjadi, kadang-kadang ia putar-putar jari tangannya, kadang-kadang ia pijat-pijat dinding vaginanya dengan tangannya, pada saat yang sama, mulutnya tidak berhenti menjilati dan menghisap-hisap liang kenikmatan itu. “Sis… mau keluar nih, gak tahan… oohhh… aahhh… aaaaaahhh!!” Natalia mengerang mencapai puncak kenikmatannya. Sssrrrrr… ssrrrr… tubuh psikolog cantik itu mengejang, dan mengejut-ngejut saat vaginanya mengeluakan cairan kenikmatannya. Tangannya menekan kepala Grace ke selangkangannya yang menyemburkan cairan bening yang hangat. Jari Grace merasakan dinding vagina kekasihnya itu berkedut-kedut, cairan yang menyembur pun meleleh membasahi tangannya. Natalia menegakkan tubuhnya di sofa dengan lemas setelah orgasmenya mereda, ia meraih gelas di meja dan meminum wine yang tersisa hingga habis. Grace naik ke pangkuan Natalie berhadapan, ia juga meraih gelas yang isinya belum habis lalu meneguknya. Diangkatnya dagu Natalia lalu diciumi dengan lembut. Wine yang tertampung di mulut Grace meluber sebagian ke mulut Natalia. Mereka berciuman sambil merasakan sensasi rasa wine pada mulut, sebagian cairan merah itu meleleh di pinggir bibir. Natalia membelai-belai bulatan dan puting Grace menyebabkan wanita itu mendesah-desah merasakan sensasi nikmatnya. Kecupan-kecupan lembut Natalia di leher dan pundaknya, serta belaiannya di payudara dan putingnya membuat gelora birahi Grace makin bergolak. Tangannya balas mengelus punggung Natalia dan meremas payudaranya. Dari payudara tangan Natalia merambat ke bawah merambahi selangkangan kekasihnya. “Aaahhh!!” Grace melenguh nikmat merasakan jemari sang kekasih mengelusi bibir vaginanya lalu masuk mengobok-obok bagian dalam. Tubuh Grace menegang merasakan sensasi nikmat itu. Sebentar kemudian, Natalia mengubah posisi. “Sini sandaran aja!” Natalia mendudukkan tubuh kekasihnya itu di sofa dan ia sendiri berlutut di lantai. Ia membentangkan kedua belah paha Grace dan mendekatkan wajahnya ke vaginanya yang basah dan merah merekah. “Oohh yess… love it sis!! Hisap sis, enakkk!!” desah Grace meremas rambut Natalia. Natalia melakukan apa yang diminta oleh sang kekasih, mulutnya menghisapi klitoris Grace, lidahnya mengais-ngais ke dalam vaginanya, sementara tangannya menjulur ke atas meremasi payudara Grace. Grace semakin menggelinjang dan menceracau tak tahan menahan orgasme yang segera menerpanya. Dengan terengah-engah ia dorong pantatnya naik, seraya tangannya memegang kepala Natalia dan menekannya ke vaginanya “Siisss… aaaarghh!!” desah Grace saat gelombang nikmat itu datang, cairan kewanitaannya pun meluap dan menyembur ke wajah Natalia. Vagina Grace berdenyut kencang dan tubuhnya menggelinjang selama beberapa saat hingga akhirnya kembali melemas. Natalia segera bangkit dan duduk di sebelah kekasihnya itu. didekapnya erat tubuh Grace yang masih lemas. Ia juga mencium mulutnya dan keduanya pun kembali berpagutan dan bermain lidah. Grace menyandarkan kepalanya di bahu Natalia yang memberikan kecupan hangat di dahi, pipi dan matanya dengan penuh cinta. Setelah cukup beristirahat memulihkan tenaga, keduanya memunguti pakaian masing-masing dan berbenah diri. “Laper nih, makan yuk! Hari ini gua gak masak, pengen kemana sis?” tanya Grace mengancingkan kembali kemejanya. “Up to you lah!” kata Natalie, “kan lu yang bawa mobil!” Setelah selesai keduanya keluar ruangan menuju parkiran untuk makan malam. Sepasang kekasih sesama jenis itu nampak menikmati kebersamaan mereka.
Cap Go Meh Berlendir
Imlek H+15
Pukul 9.12 Imlek bersama yang digabung dengan puncak perayaan yaitu, Cap Go Meh dari level TK hingga SMA di sekolah elite itu berlangsung meriah. Acara berlangsung di aula utama menampilkan hasil latihan para murid selama satu bulan ini dari tarian, wushu, nyanyi Mandarin, story telling, hingga drama. Satu persatu kelas menampilkan acara mereka di depan para orang tua yang menonton. Di luar aula telah berdiri berbagai stand kuliner sehingga pengunjung dapat makan dan minum sambil menikmati acara. Atraksi naga dan barongsai dari grup kesenian lokal turut meramaikan, mereka sedang beratraksi di lapangan basket dan menjadi pusat perhatian para pengunjung. Para murid, orang tua, guru hingga baby sitter dan sopir berbaur dalam keceriaan. Jumlah murid sekolah ini secara keseluruhan memang tidak sebanyak sekolah reguler karena biayanya pun di atas rata-rata. Biaya itu sepadan dengan kurikulum internasional, guru-guru impor, dan fasilitas yang cukup lengkap. Dari penampilan para orang tua yang hadir hari ini saja terlihat jelas mereka dari kelas menengah atas. Sementara itu agak jauh dari keramaian, di lapangan parkir tepatnya, di sebuah mobil hitam…. “Uuuhhh…. hhhmmm…. mantap Bu!” pria yang duduk di jok kemudi itu pura-pura sibuk dengan HP-nya di tangan kanan untuk kamuflase sambil menikmati sepongan si wanita di sebelahnya. Wanita bernama Yulia (34 tahun) itu mengkombinasikan oral seksnya dengan kuluman dan hisapan membuat sopirnya itu, Pak Oded (46 tahun) benar-benar melayang dibuatnya. Posisi Yulia yang menunduk ke arahnya memungkinkan sang sopir meremas-remas payudaranya dari luar gaun merahnya. makin liar. Dibantu dengan tangan kanannya, kuluman Yulia semakin liar dengan kepalanya yang bergerak naik-turun. Tangan kiri pria itu beralih dari payudara menyingkap rok hitamnya hingga pinggang. Tangan kasar itu mengelusi paha mulusnya hingga ke selangkangan, jemarinya menyelinap lewat pinggiran celana dalam dan mengelusi vaginanya yang sudah becek. “Cik… teruuus uugh, saya mau keluaar ccikkk, oooohhh!!” lenguh Pak Oded yang akhirnya memuncratkan spermanya di dalam mulut nyonya majikannya itu. Yulia menghisap cairan kental berbau tajam itu tanpa menetes sedikit pun keluar dari mulutnya hingga penis sopirnya itu menyusut dan berhenti menyemburkan isinya. “Hhhosshhh… hooosshh, sepongan si encik emang bikin ga tahan” Pak Oded terengah-engah setelah muncrat di mulut sang nyonya. Yulia yang sedang menunggu putrinya, Audrey, tampil menegakkan tubuhnya, matanya melihat sekeliling di luar mobil dan meraih smartphone dari tasnya. “Udah dipanggil ya cik?” tanya pria itu sambil memasukkan kembali penisnya. Yulia menggeleng, “belum tuh!” tangannya menarik tuas jok sehingga sandarannya mundur hingga 45 derajat lalu ia baringkan tubuhnya, “ayolah Pak, dikit lagi, jangan bikin nanggung!” ajaknya seraya membuka kancing bajunya. Setelah memastikan kondisi di luar masih aman, pria itu segera menerkam nyonya majikannya. Dipagutnya bibir wanita itu, lidahnya merasakan sensasi manis dari lipstick yang dipakainya. Tangannya masuk ke dalam rok Yulia dan menarik turun celana dalam krem-nya. Ciumannya lalu mulai turun ke dada, ia singkap kedua cup bra itu dan mengenyoti yang sebelah kanan, tangannya menggerayangi selangkangan dan mengais-ngais liang kewanitaannya. “Eeemmh… ssshhh… uuuhh!!” desah Yulia menggeliat merasakan hisapan pada payudaranya dan kocokan pada vaginanya. Gerakan keluar masuk jari Pak Oded semakin cepat, lumayan terhadap kedua payudara Yulia secara bergantian juga semakin liar. Hingga tak sampai sepuluh menit wanita itu pun menggelinjang dan mendesah panjang sambil memeluk kepala sang sopir. Pak Oded yang mengerti situasinya dengan cekatan segera menyingkap rok majikannya hingga ke atas dan langsung melumat vaginanya. Cairan orgasme itu dilahapnya dengan rakus sehingga tidak membasahi roknya. “Untung saya cepet cik, kalau ga bisa keliatan basahnya deh di rok!” kata pria itu setelah melahap habis cairan orgasme sang majikan. Setelah berbenah diri, Yulia pun turun dari mobil dan menuju ke aula utama untuk menonton Audrey yang telat tampil. Di aula utama, penonton bertepuk tangan seusai anak-anak dari kelas tiga menampilkan tarian yang memukau hasil latihan sebulan ini. Christine diam-diam menggenggam tangan suaminya yang duduk di sebelahnya setelah penampilan anak sulungnya itu, yang dibalas dengan hangat oleh pria itu. “Hai Yul!” panggil Christine pada temannya yang duduk di bangku depan. “Eh hai!”sapa Yulia, “Audrey belum tampil ya?” “Audrey teh kelas… lima ya, belum da, belum!” jawab Christine. Sementara di bangku lain tidak jauh dari situ… Lani (36 tahun) merasakan smartphonenya bergetar, ada pesan WA masuk. “Tante… mau ke toilet lantai 2 ga? tempat biasa?” “Gila ya, tante lagi sama suami tau! Terus sekarang anak tante tampil!” Setelah membalas, ia segera menghapus pesan-pesan tersebut. “Suami tante kan lagi ngobrol sama temen di sebelahnya, jadi kirain tante pengen hehehe” Lani menyapukan pandangannya ke jendela atas, orang itu pasti memperhatikannya dari sana, namun tidak terlihat siapa-siapa karena ada banyak orang di daerah sana. “Kalau abis anak tante tampil masih pengen saya tungguin di sini” Lani menghapus pesan itu tanpa membalasnya, selanjutnya ia menyaksikan anaknya tampil di panggung bersama teman-teman sekelasnya selama sepuluh menit kurang. Tak lama, ia pamit pada suami dan beberapa kenalan di dekatnya untuk ke toilet. Pintar juga orang itu memilih tempat, bukan di toilet lantai satu yang dekat tempat acara karena pasti banyak yang ke situ. Ibu cantik beranak dua itu naik ke lantai dua menyusuri lorong-lorong kelas, tidak banyak yang lewat di situ, paling hanya anak-anak yang ganti baju di kelas. Ia semakin deg-degan saat mendekati toilet dekat lab. science. Setelah celingukan memastikan tidak ada orang yang melihat, ia segera masuk ke toilet pria. Dan betapa kagetnya setelah melewati bilik pertama, pintu itu terbuka dan seseorang menariknya ke dalam lalu menghempas tubuhnya ke dinding. “Sialan kamu!” Lani menamparnya setengah tenaga, “udah dibilang saya sama suami!” “Hehehe… justru seru ada tantangannya kan, eh… tante tambah cantik kalau marah!” kata pemuda itu, “kan saya cuma nawarin, tante sendiri yang datang ke sini” Pemuda itu memegang tangan wanita itu dan menghimpit tubuhnya ke dinding dengan tubuhnya yang sedikit lebih tinggi. Nathan (18 tahun), nama pemuda itu, adalah siswa kelas 3 SMA yang jago basket dan playboy, beberapa mama muda di sekolah itu sudah berhasil ditaklukkan olehnya dengan pesonanya, termasuk Lani yang tidak tahan untuk menolak ajakannya. “Tante bajunya saya buka aja ya, kalau lecek kan gak enak diliat si om!” kata Nathan dekat telinga Lani sambil mulai melepasi kancing baju cheongsam pink yang dipakainya. “Ka… kamu kurang ajar!!” tatapnya tajam namun membiarkan pemuda itu melucuti pakaiannya, ia merasa seksi diperlakukan demikian. Pemuda berambut spike itu melepaskan gaun beserta bra dan celana dalam wanita itu secara erotis membuat darahnya berdesir-desir. Akhirnya tubuh Lani yang putih mulus bak pualam itu pun terpampang di hadapan siswa SMA itu. Jeffry dan istrinya bersama penonton lainnya memberi tepuk tangan meriah seusai pertunjukkan wushu oleh putra mereka, Kenneth. “Gua ke toilet dulu, sakit perut!” kata Jeffry pada istrinya yang gemuk dan secara fisik tidak menarik itu, “mau beli makan apa ga?” “Apa ajalah, asal jangan makanan berat, belum lapar amat” kata wanita itu sambil meletakkan tasnya di kursi sang suami agar tidak ada yang menduduki. Jeffry melangkahkan kakinya bukan ke toilet, melainkan ke ruang BP SD yang letaknya agak jauh dari keramaian. Setelah melihat keadaan sekeliling, diketuknya pintu ruang itu. “Masuk!” sahut suara wanita dari dalam. “Pagi!” sapa Jeffry pada wanita berambut pendek di balik meja, “ada waktu ga? mau ngomongin tentang si Kenneth nih!” Guru BP bernama Anne (43 tahun) itu tersenyum dan bangkit berdiri, “hihihi… gak usah pura-pura, saya tau bukan itu tujuan daddy ke sini!” ia berjalan ke pintu dan menguncinya. “Tadi kan saya liat dateng sama istri, berani-berani amat ke sini?” tanya Anne menjatuhkan pantat di sofa di sebelah pria itu. “Dia lagi nonton sama ada temen-temennya juga di sana” “Sssooo…. ?” pancing Anne Sebagai jawabannya Jeffry mendekap tubuh wanita itu dan menindihnya. “Aaaww…. eeehmmm….” dipagutnya bibir wanita itu meredam jeritannya. “Eeemmhhh… mmm…. eeehhmmm!!” di toilet lantai dua, Lani mendesah-desah tertahan karena mulutnya dipagut oleh Nathan yang sedang menggenjot vaginanya. Tangan pemuda itu meremasi payudara kanannya dan memilin-milin putingnya hingga mengeras. Setiap sentakan pinggulnya mengirim kenikmatan bagi wanita itu. Lani melingkarkan tangannya pada tubuh pemuda itu seakan tidak ingin dilepaskan. Dari payudara tangan Nathan turun membelai tubuh mulus wanita itu hingga mengangkat kakinya. Kini kedua kaki Lani tidak lagi berpijak di tanah, dengan posisi demikian tusukan penis Nathan terasa semakin dalam. Plookss… ploks…. plook… ! sodokan itu semakin cepat hingga akhirnya tak lama kemudian tubuh keduanya bergetar hebat, “Uuuh… tante keluaaar…. ” desah wanita itu lirih “Sama tante!” Akhirnya keduanya mengerang nikmat berbarengan, bibir mereka kembali berpagutan agar suaranya tidak terlalu berisik. Cairan mereka mengucur dan bercampur jadi satu. Keduanya berpelukan dan berciuman erat menyongsong gelombang orgasme yang menerpa, sungguh nikmat rasanya kenikmatan terlarang ini. “Saya keluar duluan tante! Kalau di luar aman saya ketok pintu dua kali!” kata Nathan memakai kembali pakaiannya. “Tunggu!” kata Lani saat pemuda itu hendak membuka pintu, ia menoleh ke belakang, “tante suka tadi itu, makasih ya!” katanya tersenyum puas. “Ooohhh… enak… terus dihisap kaya gitu!” Jeffry duduk selonjoran di sandaran lengan sofa ruang BP menikmati permainan lidah dan kocokan tangan Anne pada penisnya. Tangannya meraih payudara guru BP itu yang masih tertutup kemeja biru putihnya dan meremasnya. “Udah ya! Kita ga bisa lama-lama, risky! To the point aja langsung!” Anne menghentikan oral seksnya, wajahnya merona merah karena sudah birahi, membuatnya nampak makin menggairahkan. Jeffry menegakkan tubuh dan membaringkan wanita itu di sofa. Disingkapnya rok span hitamnya hingga ke pinggang lalu ia tarik lepas celana dalamnya sehingga terlihatlah vaginanya yang berbulu lebat. Jeffry segera menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina guru BP itu dan mengoles-olesnya sejenak sebelum menekannya masuk. “Ooohhh!!” keduanya melenguh bersamaan merasakan kelamin mereka bersatu. Jeffry mulai menggenjot vagina Anne dengan kecepatan sedang. Tangannya mempreteli semua kancing kemeja wanita itu lalu menyingkap ke atas cup bra-nya. Ditangkupnya kedua gunung kembar itu dengan dua tangannya dan diremas-remas. Merupakan kebanggaan tersendiri bagi Jeffry bercinta dengan mama-mama muda di sekolah anaknya, bahkan guru les dan beberapa guru pun berhasil ditaklukkannya. Mata Anne membeliak-beliak dan mendesah-desah pertanda sedang menikmati dan lupa diri. Selama seperempat jam Jeffry menyetubuhinya, akhirnya mereka orgasme secara bersamaan, dimulai dari Jeffry. “Aaahh… aaahhh!!” lenguh pria itu memuntahkan spermanya ke dalam rahim si guru BP. Ia masih meneruskan genjotannya hingga Anne pun menjemput kenikmatannya dan menggelinjang. Vaginanya mengeluarkan lendir yang bercampur dengan sperma pria itu. Keduanya lemas dan saling berpelukan hingga akhirnya Anne mendorong tubuh pria itu dan mulai merapikan diri. “Udah ah, saya mau nerusin kerjaan, balik gih sana sebelum ada yang curiga!” kata Anne memungut celana dalamnya di lantai dan kembali memakainya. Jeffry dengan lemas juga memakai kembali celananya lalu pamit keluar dari ruangan itu. Sebelum masuk kembali ke aula utama ia membeli snack di salah satu stand untuk dimakan bersama sang istri. “Hai!” sapanya ketika berpapasan dengan Lani yang juga sedang menuju aula, “sendirian?” “Ngga… tuh si Ari ada kok di dalem” jawabnya sambil berjalan bareng, “kita di sana!” tunjuknya. “Oooh, pantes ga keliatan, kita di sebelah sini, yuk duluan!” Mereka pun berpisah kembali ke tempat duduk masing-masing. “Win! Winda!” panggil Frida (35 tahun) pada seorang wanita yang sedang membawa nampan dan mencari tempat duduk, “sini!” “Eh… Da!” wanita bernama Winda (35 tahun) itu menghampiri meja tempat Frida bersama suaminya, Eka (43 tahun) sedang makan. “Ini… misua gua!” Frida memperkenalkan suaminya yang baru pernah bertemu wanita berdarah Batak tersebut. “Eka!” pria itu mengulurkan tangannya yang memakai cincin platinum bergaris biru, sama seperti yang dipakai istrinya. “Winda!” wanita cantik berambut panjang itu menjabat tangannya, “bentar yah mau cuci tangan dulu!” ia meletakkan nampannya lalu menuju tempat cuci tangan terdekat. “Ini si janda yang gua ceritain itu” kata Frida pada sang suami. “Oohh… yang lu bilang pernah have fun itu?” tanya Eka lalu menyendok makan ke mulutnya “Yup… napa? Kepengen ya?” tanya Frida tersenyum nakal sambil meraih selangkangan suaminya yang mulai sesak. “Ssshh… apa sih pegang-pegang di sini!” Eka menepis tangan istrinya itu. “Anak-anak udah tampil kan? Kita masih punya waktu banyak, gua bisa atur kalau lu mau” “Hai… hai… tumben datang berdua kalian” kata Winda yang sudah cuci tangan lalu duduk untuk menikmati makanannya. “Mencutikan diri sehari lah demi nonton anak-anak, kapan lagi? Mumpung lagi di Bandung juga” kata Eka. Winda Theresa Hutasoit adalah janda beranak satu yang anaknya sekelas dengan anak kedua Frida dan Eka, satu geng mama muda dengan Frida cs. Dengan usahanya ia berhasil menapaki kesuksesan setelah bercerai dengan suaminya yang tukang selingkuh. Untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, Winda suka main brondong sehingga cocok dengan Frida yang juga doyan pria muda. Ia seorang wanita yang mudah bergaul sehingga sebentar saja pembicaraannya sudah nyambung dengan Eka, mulai dari bisnis, urusan sehari-hari hingga mulai masuk ke yang vulgar-vulgar. “Anak-anak kita kan udah tampil, bubarnya masih tiga jam lagi, pengen santai bentar ga ke apartemen?” tanya Frida. “Kita… bertiga?” tanya Winda. Frida mengangguk dan tersenyum, ketiganya saling pandang penuh arti, masing-masing mengerti bahasa kode itu. Setelah memastikan anak-anak mereka masih di aula menonton bersama teman-temannya, ketiganya pun berjalan kaki keluar dari kompleks sekolah. Eka dan Frida memiliki sebuah apartemen di gedung yang letaknya sekitar setengah kilo dari sekolah. Bermaksud disewakan tapi belum dapat penyewa. Dua puluh menit kemudian, jauh dari hingar-bingar suara musik dan tepuk tangan di aula utama serta suara genderang barongsai di lapangan, ketiga orang dewasa itu sudah telanjang di ranjang apartemen. Eka berbaring selonjoran di tengah ranjang menikmati penisnya dikulum sang istri, sementara ia sendiri berciuman dan beradu lidah dengan Winda yang barusan dikenalnya. Tangan pria itu menggerayangi tubuh mulus wanita itu, punggung, pantat, dan payudara, kemudian ciumannya mulai turun menyusuri leher, pundak hingga akhirnya memagut payudara wanita itu. “Uuuugghh!!” desah Winda merasakan payudaranya dikenyoti oleh suami temannya. Tangan Eka merambat ke bawah hingga akhirnya merambah selangkangan Winda, jemarinya mulai mengelusi bibir vagina dan mengais-ngais liang senggamanya membuat wanita itu semakin menggeliat nikmat. Tak lama kemudian, Winda pun telentang di tengah ranjang, Eka berlutut di antara kedua belah pahanya mengarahkan penisnya ke vagina wanita itu yang tengah berciuman dengan istrinya. “Eeemmhhh!!” Winda mendesah tertahan di tengah percumbuannya dengan Frida saat penis Eka melesak masuk ke vaginanya yang mulai becek. Eka juga mengerang nikmat merasakan jepitan vagina wanita itu sebelum akhirnya mulai menggenjotnya. Ia merasakan dinding vagina Winda berdenyut-denyut perlahan meremasi batang penisnya. “Kontol misua lu… aahh… enakkh Da, berasa banget ke dalam!” kata Winda lirih pada Frida. “Hihihi… siapa dulu dong!” kata Frida bangga, “sekarang take care mine please!” Frida naik ke wajah temannya itu berhadapan dengan suaminya, ia langsung mendesah merasakan sapuan lidah Winda pada vaginanya.Eka mendekap tubuh istrinya itu dan memagut bibirnya sambil terus menggenjot vagina Winda. Frida menyambut penuh penuh nafsu pagutan suaminya, lidahnya kujulurkan menerobos rongga mulut sang suami dan menari-nari di dalamnya. Eka merasakan enak yang sangat luar biasa batang penisnya diremas-remas dinding vagina teman istrinya itu. Desahan, lenguhan, erangan dan rintihan yang keluar dari mulut ketiganya membuat suasana di kamar itu menjadi ramai dan penuh aura mesum. Winda sudah di ambang orgasme, matanya terbeliak yang nampak hanyalah warna putihnya, mulutnya semakin menceracau hingga akhirnya tubuhnyan bergetar hebat, vaginanya mengucurkan cairan hangat. Eka mencabut penisnya dan meraih tubuh sang istri, mereka melanjutknya dengan doggie style, sodokan-sodokan Eka semakin bertenaga sambil meremasi payudara sang istri yang juga merasa tanggung belum orgasme dijilati oleh Winda. Keduanya tidak bertahan terlalu lama, hanya sepuluh menitan saja Frida pun mengerang panjang dan menggelinjang hingga ambruk di sebelah Winda. Eka menarik tubuh kedua wanita itu hingga bersimpuh di hadapannya. Mereka tahu apa yang harus dilakukan, Winda meraih batang penis yang basah itu dan menjilatinya sementara Frida menjilati buah zakarnya. Tak sampai tiga menit, Eka pun menyemburkan spermanya di wajah istri dan teman istrinya itu, mereka berebutan melahap cipratan sperma itu dan membersihkan batang penisnya, juga menjilati cipratan cairan kental itu pada wajah masing-masing. Ketiganya lunglai di ranjang, Eka merasa seperti raja minyak diapit kedua wanita telanjang itu. Demikianlah acara esek-esek terselubung di sela puncak perayaan Imlek, Cap Go Meh bersama di sekolah elite itu yang sekaligus menjadi penutup cerita kita secara keseluruhan. Sampai jumpa dalam cerita-cerita Caligula Universe/ CGU lainnya. ————- ……… ……… EH…. tunggu… tunggu! Ada yang mau lewat! Ketinggalan nih __________
Bonus Story
Bagi bintang tamu spesial kita, Bang H###, sejak tahun 2019, Inggris dan Imlek memiliki kenangan tersendiri dalam hidupnya walau tidak ikut merayakannya, karena katanya haram (kecuali angpao-nya), sebuah kenangan yang traumatis. Loh emang apa hubungannya Inggris dan Imlek, sejak kapan bule-bule Inggris merayakan Imlek, lalu kenapa pula traumatis sampai di hari H Imlek tahun ini dimana orang-orang berbahagia merayakannya, sang raja, yang konon katanya sangat menjunjung tinggi moral itu, malah duduk termangu di sofa ruang kerjanya dengan tatapan mata kosong. Memorinya melayang kembali pada peristiwa ‘seram’ dua tahun lalu yang baru disadarinya sejak pemberitaan heboh di media beberapa bulan lalu. Jadi badan pegal dan rasa sakit pada bagian belakangnya bukan sekedar sakit gara-gara masuk angin. —— Dua tahun sebelumnya
London, Britania Raya Liburan Imlek dipakai Bang H### dan rombongan untuk liburan ke Inggris, sekalian memperkenalkan partainya pada WNI di sana, walau akhirnya masuk daftar partai peserta pemilu pun gagal. “Heh… sungguh maksiat, pamer aurat dimana-mana… ter… la… lu!!” kata pria itu dalam hati plonga-plongo memandangi cewek-cewek bule berpakaian minim karena saat itu udara sedang panas, di saat yang sama penisnya juga menggeliat menyaksikan ‘pemandangan indah’ itu. Saking sibuknya jelalatan menikmati pemandangan sambil mengutuk-ngutuk maksiat dalam hati itulah, pria itu terpisah dengan rombongan. Sialnya lagi, smartphonenya lowbatt gara-gara sejak tadi dipakai foto-foto dan diam-diam memfoto pemandangan yang disebutnya maksiat itu. “Teganya… teganya… teganya… lowbatt kok di waktu gini, dimana tempat chargenya ya?” tanyanya dalam hari sambil clingak-clinguk. Saat itu tiba-tiba seseorang memanggilnya. “Eeehh… bang H###! bener kan bang H### R#### I#### ?” tanya seorang pemuda berkacamata memastikan. “Alhamdulilah benar, kamu orang Indonesia juga kan?” “Waduh, gak nyangka bisa ketemu di sini, saya salah satu penggemar abang loh!” kata pemuda itu senang. “Iya… iya… sebelumnya, kamu bisa tolong saya? Saya terpisah dari rombongan, tapi ini HP nya habis batere, perlu dicharge dulu soalnya semua nomor ada di dalamnya” “Ah gampang itu bang, kita ke kafe itu dulu yuk, kita ngopi sekalian ngecharge, saya juga beruntung bisa foto-foto sama ngopi bareng Bang H###, gimana?” tanyanya menunjuk ke sebuah kedai kopi yang nampaknya punya orang Chinese perantauan karena dihiasi pernak pernik merah dan emas. “Baik, ayo, senang ketemu sesama orang Indonesia di sini” pria itu mengiyakan karena berharap dapat mencharge smarphonenya. Di kafe si pemuda itu membawakan dua gelas kopi pesanan dan mulai mengajak pria itu ngobrol. Sejujurnya Bang H### agak geli dengan pemuda yang agak kemayu ini, namun ia tetap menjaga sikap berwibawa di hadapan penggemar sambil sesekali menyelipkan pesan ‘moral’ di tengah obrolan yang agaknya tidak terlalu digubris oleh si pemuda, juga ketika ia menyinggung partainya untuk sekalian mempromosikan, si pemuda dengan cepat mengalihkan ke pembicaraan lain. “Bang! Kenapa Bang? Kok kaya gak enak badan ya?’ tanya pemuda itu melihat si pria nampak mulai tertunduk. “Ya sedikit, agak pusing, mungkin masuk angin” jawab pria itu yang mulai merasakan kepalanya berat. “Wah, abang kayanya belum terbiasa cuaca di sini, ya udah abang ke apartemen saya aja nunggu di sana, deket sini kok!” pemuda itu menawarkan jasa, “saya panggilin taksi aja” “Ya… ya… terserah kamu, saya emang perlu istirahat, soalnya besok pagi mau acara promosi partai” katanya lemas karena semakin hilang kesadaran. “Baik bang, saya panggil taksi dulu yah!” kata si pemuda bangkit berdiri, “wah sampai lupa ngenalin diri bang. Nama saya Reynhard…. Reynhard Sinaga! Tunggu saya yah bang!” Pemuda itu berjalan ke arah pintu kafe sambil menyeringai penuh kemenangan untuk memanggil taksi yang akan membawa mereka ke apartemennya.
THE KOPLAK END