Consultant in Action
Salam hormat suhu-suhu semua.. Setelah bertahun-tahun menjadi silent rider di forum tercinta kita ini, ane mau nyobain nulis cerita buatan ane disini.. Semoga suhu-suhu semua suka dengan cerita ini.. Disclaimer: Cerita sepenuhnya fiksi dan seluruh mulustrasi yang digunakan sebatas menjadi alat bantu buat pada reader membayangkan para pelakon dalam cerita ini. Adegan seks tidak akan selalu muncul di setiap update, jadi kalau suhu ingin cerbung yang konsisten dengan adegan seks dipersilahkan untuk skip cerita ini. —————
Chapter 1 —— “Mungkin itu aja yang bisa kami sampaikan ya Pak. Sebetulnya potensi hotel ini lumayan oke. Masih banyak yang bisa di improve. Hasil penilaian yang akan kami sampaikan ke Pak Broto kurang lebih sesuai dengan paparan meeting barusan. Tahap selanjutnya berarti tinggal menunggu dari pihak Pak Broto yang akan memutuskan apakah mereka tetap akan melakukan investasi di tempat Pak Cahyo atau engga tidak ya..” ujarku menutup closing meeting dari fieldwork tim ku barusan. “Baik Pak, kalau ada apa-apa nanti saya kontak ke Mas Bayu ya.. Semoga aja Pak Broto tertarik lah buat tetap invest ke hotel ini” jawab Pak Cahyo, pemilik hotel di kawasan Ubud yang saat ini aku lakukan due diligence karena akan dibeli oleh Pak Broto, konglomerat dari Jakarta, klienku dari zaman aku masih di level staff dulu hingga sampai saat ini aku sudah menjadi Manager. “Mas Bayu yakin nih engga tertarik buat ngelola disini?” tawarnya lagi untuk mengisi posisi General Manager di hotelnya itu. “Waduh, saya masih betah tinggal di Jakarta Pak. Tenang aja Pak, nanti kita pasti kerja bareng lagi kok. Semoga aja Pak Broto makin tertarik invest abis baca report dari saya ya” jawabku menolak tawarannya dengan halus. Pak Cahyo memang sudah beberapa kali mencoba merayu ku untuk mengelola bisnis nya. Meskipun tawarannya menarik, tapi kurasa saat ini aku belum cocok untuk mengisi posisi setinggi itu. “Iya ya, kalo udah keenakan di kota suka males ke tempat terpencil kaya gini hahaha” kumis tebal Pak Cahyo bergerak lucu mengikuti tawanya. “Pokoknya kalo Mas Bayu ke Bali jangan lupa kasih tau saya. Nanti selama disini biar saya yang nyiapin hotel sama mobil nya. Mbak Dera sama Mbak Ayu juga loh. Pokoknya saya siap kok jadi guide kalian kalau liburan lagi ke Bali. Oiya, Mba Dera sama Mba Ayu jadi nih pulang malam ini? Nanggung loh pulang Jumat gini.. Nanti aja pulangnya bareng Mas Bayu hari Minggu..” “Udah kelamaan aku di Bali nya Pak. Lagian males ah nemenin Bos liburan, yang ada nanti dia bahas kerjaan mulu Pak. Ga asik” jawab Dera, senior staff ku, leader dalam projek ini. Sudah hampir 3 tahun sejak dia join dikantorku, dia selalu ikut menjadi bagian tim ku. Tidak aneh kalau dia berani meledekku di depan klien karena kami memang sudah sangat sangat akrab. Dera sudah kuanggap adikku sendiri karena memang usia kami hanya terpaut 2 tahun. “Hahaha iya ya Mba. Lagian Mas Bayu ini kok bisa tega-teganya ninggalin dua bidadari disini, untung ga dibawa kabur bule ya Mba?” Pak Cahyo ikutan menimpali candaan Dera. Selama tugas 3 minggu ini memang aku hanya datang di hari pertama dan di closing meeting hari ini saja. Selain memang aku sudah sangat percaya dengan hasil pekerjaan Dera, di Jakarta aku juga baru punya satu tim baru yang dilimpahkan padaku. Makanya, aku lebih fokus untuk mengawal klien dan tim ku yang ada di Jakarta dibandingkan menemani Dera dan Ayu disini. Lagipula, dampak dari pandemi ini, kalau sebatas meeting progress project dan konsul sudah bisa dilakukan secara online tanpa aku harus bolak balik datang ke klien. “Hihihi gapapa Pak, Mas Bayu lebih sayang timnya yang di Jakarta dibanding yang disini. Ga tau aja dia kalau kita disini lebih banyak liburannya daripada kerjanya” timpal Ayu yang daritadi belum bersuara. Pak Cahyo dan Dera pun ikut tertawa mendengar celetukkan Ayu. “Tuh ya, Bapak denger sendiri kan. Jadinya kalo Pak Broto ga acc buat invest disini pasti gara-gara mereka kebanyakan liburan nih daripada kerja” jawabku membalas bully mereka. “Ihhh… Becanda Mas.. Tuh kan Pak, ga asik dia mah, orang lagi becanda masih aja bawa-bawa kerjaan. Males makanya aku tuh nemenin dia liburan disini sampe Minggu” dengus Dera sebal sembari mengadu ke Pak Cahyo seperti anak kecil mengadu ke orangtuanya. —– “Mas, beneran ga mau aku temenin sampe minggu?” tanya Dera di kamar hotelku dengan pakaian rapi siap-siap checkout untuk menuju ke bandara. “Ga usah lah, kasian nanti si Ayu masa pulang sendirian” jawabku menolak tawarannya. Sebetulnya Dera dan Ayu memang berencana untuk menemaniku liburan sampai hari minggu nanti. Sayangnya, Ayu harus buru-buru pulang ke Jakarta karena Ibu nya positif Covid kamis kemarin. “Nanti aku bilang ke Ayu deh biar kita reschedule aja pulangnya. Lagian kan nyokapnya lagi Covid gitu kan si Ayu ga boleh ketemu kan Mas?” “Ya namanya juga anak tunggal Ra, pasti dia mau ngurusin nyokapnya lah kalau lagi sakit gitu, seengganya kan kalo nyokapnya butuh apa-apa, dia udah engga diluar kota” jawabku masih menolak tawarannya. Dera terlihat masih ingin membujukku untuk menahan Ayu untuk tidak pulang hari ini. “Udah gapapa kok, nanti gue minta temenin Pak Cahyo aja” “Ka Dera.. mau nurunin koper sekarang? Mobilnya udah di lobby Kak” panggil Ayu dari depan pintu kamar hotelku. “Tuh udah ditungguin Ayu, yuk gue bantuin bawain koper ke lobby” ujarku sambil siap-siap membantunya untuk check out. Kulihat Dera masih manyun seakan tidak ingin pergi meninggalkanku sendiri disini. “Yaudah iya..” ujarnya menyambut uluran tanganku membantunya berdiri dari sofa kamarku. “Jangan bandel..” ucapnya pelan sambil mencolek pinggangku manja. “Hahaha iyaaa… dasar anak buah posesif” responku geli mendengar larangannya sambil mengucek rambutnya berantakan. Dia langsung menepis tanganku di kepalanya. “Ihhh nanti berantakan..” ujarnya sebal ketika rambutnya diacak-acak oleh ku. “Yaudah aku pamit ya Mas..” kulihat muka nya masih manyun seperti merajuk sambil jalan duluan ke arah pintu. Aku suka geli sendiri melihat tingkahnya yang seperti anak kecil kalau hanya berduaan denganku. Aku pun lantas mengikuti nya membantu mengangkat koper nya yang lumayan berat. Beberapa langkah sebelum Dera membuka pintu kamarku, dia berbalik badan kembali ke arahku. “Ehh lupa..” dia mencium tanganku lalu langsung berlalu keluar dari kamarku sebelum aku bisa berkata apapun. Degg.. perasanku tersentuh akibat gestur nya itu. Dera.. mau apa sih kamu?
Dera: “Mas, aku udah mau boarding. Jangan kebanyakan minum. See you”
Ayu: “Aku sama Ka Dera udah mau boarding ya Mas, nanti aku kabarin kalau sampe Soetta. Have fun ya Mas liburannya, maaf ga bisa nemenin”
Kubaca 2 chat WA dari kedua anak buahku itu sambil menenggak beer dengan botol berwarna hijau malam ini. Mereka memang rutin untuk mengabariku kalau selama di perjalanan. Waktu masih menujukkan jam 7 malam, sesuai dengan jadwal terbang mereka. Setelah mengantar Dera dan Ayu checkout ke mobilnya diantar supir hotel ke bandara, malam ini aku memang belum beranjak dari kamar hotel suite ku. Rencananya baru besok aku mau pindah hotel ke Denpasar supaya hari Minggu nya lebih dekat menuju ke bandara. “Ok. Safe flight yaa” jawabku singkat ke Dera dan Ayu. Aku kembali melanjutkan lamunanku sambil menyalakan rokok mild di balkon kamar hotel. “Dera..” gumamku pelan sambil menghembuskan asap putih keluar dari paru-paruku. – Pengalamanku pacaran memang hanya 2 kali selama hidupku. Pertama di saat SMA selama 2 tahun. Saat-saat semua hal dengan label ‘yang pertama’ kulakukan dengan pacarku saat itu. Kami putus karena dia harus kuliah ke Aussie sedangkan aku diterima di kampus Depok. Pengalaman pacaran ku yang kedua sekaligus yang terakhir adalah dengan teman kuliahku dulu. Kami berpacaran sejak tahun ke 2 kuliah hingga awal-awal aku berkerja di firma ini setelah wisuda. Hampir 4 tahun berpacaran, sebetulnya kami sudah sama-sama cocok satu sama lain. Selama kami berpacaran, kami sangat jarang bertengkar. Bahkan teman-teman kami pun setuju kalau saat itu kami berdua amat serasi. Sayangnya ternyata jodoh tidak diatur semudah itu. Faktor agama kami berdua yang berbeda menjadi penghalang terbesar untuk mendapatkan restu orang tua. Awalnya kami sama-sama bersikeras untuk tetap melanjutkan hubungan kami. Biarlah kita nikah beda agama, toh banyak juga yang berhasil menjalaninya. Kami pun memberanikan diri untuk maju ke orang tua masing-masing. Sialnya, perbedaan keyakinan sepertinya tidak bisa dinegosiasikan. Kedua orang tuaku tidak setuju kalau kami harus menikah beda agama. Kalau mau menikah, Rachel, nama mantanku itu, harus pindah agama supaya ikut menganut keyakinanku. Meskipun berat, Rachel akhirnya setuju denganku untuk pindah agama mengikuti keyakinanku. Sayangnya, ketika kami sudah mendapatkan restu dari orang tua ku, orang tua Rachel menolak ide pernikahan kami itu. Kali ini, orang tuanya tidak setuju kalau Rachel pindah agama mengikuti agama keyakinanku. Kalau kalian menikah beda agama, Papa sama Mama masih bisa menyetujuinya.. Tapi kalau sampai Rachel harus pindah agama, Papa sama Mama ga akan merestui kalian, ujar mereka saat itu. Akhirnya kami pun berpisah walaupun kami tahu kalau kami berdua sama-sama saling mencintai. Putus dari Rachel sangat membekas di hatiku. Semenjak saat itu aku sama sekali berhasrat untuk mendekati perempuan dan fokus pada karirku. Hasilnya, hasil kinerja ku selalu di atas rata-rata pada penilaian karyawan setiap tahunnya. Disaat rata-rata staff di kantorku membutuhkan lebih dari 4 tahun untuk mencapai Senior Staff, aku hanya butuh waktu 3 tahun untuk bisa sampai di posisi Senior Staff untuk dipercaya memimpin tim dalam setiap penugasan. Hingga akhirnya.. “Bay, lo kan baru pertama jadi in-charge (pemimpin tim dalam penugasan), nah biasanya gue tandemin in-charge yang baru promote sama staff yang udah ada pengalaman. Tapi sorry banget nih, staff associate yang pengalaman udah pada kena plot semua, sisa anak baru doang nih. Gapapa ya? Nanti gue yang put more extra attention sama kerjaan tim lo deh biar penugasannya lancar. Sorry banget yaa..” ujar manajerku saat itu, Mba Wanda saat briefing penugasan pertama ku menjadi in-charge. Saat itu lah pertama kali aku bertemu Dera di firma ini. “Pagi Mba Wanda, sorry tadi salah masuk ruang meeting..” ujar Dera saat tergesa-gesa masuk ke ruang meeting waktu itu. Degg.. Jantungku berdegap ketika kulihat gadis itu mengambil posisi duduk disebelahku. Masih kuingat betul bau parfumnya yang hingga saat ini masih selalu dia gunakan menyeruak tajam ke hidungku. Wangi yang membiusku setiap kuhirup aromanya. “Mas Bayu ya? Aku Dera.. maaf telat ya Mas, baru join seminggu soalnya, masih belum hafal ruangan meetingnya yang mana aja” ujar Dera sambil menjulurkan tangannya menyalami ku berkenalan. Wajahnya yang cantik terlihat tampak cemas karena tidak enak sudah telat untuk join meeting kami pagi itu. Hmm.. cantik juga anak ini, rambutnya yang bergelombang terurai ke bawah ketika dia menunduk meminta maaf padaku. Tingginya mungkin hampir 170 cm karena tingginya sekitar sebahuku tanpa heels. “Eehh iya.. Gapapa. Gue juga dulu gitu kok” jawabku grogi. Mataku masih terpaku menatap wajahnya yang cantik dipadu dengan makeup tipis nya. 3 tahun lamanya aku tidak pernah merasakan grogi seperti ini ketika berhadapan dengan seorang wanita. Apakah.. aku jatuh cinta? “Heh, itu Dera ngajak salaman kok malah dikacangin sih Bay..” tegur Mba Wanda melihatku terpaku tak menyambut uluran tangan Dera. “Oh iya.. Sorry.. Iya gue Bayu, ntar lo bareng ama gue ya ngerjain project ini” jawabku terkaget akibat teguran Mba Wanda sambil menyambut salaman tangannya yang lembut. “Adera Aulia Utami, panggil aja Dera Mas” Dera memperkenalkan dirinya sambil tersenyum kepadaku. “Tenang aja Der, bos lo ini homo kok. 3 tahun ga move on dari mantannya hahaha” kembali Mba Wanda meledekku didepan Dera yang hanya bisa tersenyum mendengar ledekan Manager ku itu. Bener juga ya? Aku yang udah 3 tahun ga move on ini kenapa deg-degan ketemu Dera? — “Ciee yang bulan depan promosi jadi Manager, pasti gara-gara aku jadi anak buah kamu tuhhhhh…” tiba-tiba Dera meledek aku yang sedang sibuk berkutat dengan laptop ku di kantor sore itu. “Apasih lu? Gosip darimane?” jawabku tak acuh mendengar ledeknya itu. “Dari Mba Wanda, efektif bulan depan katanya dia bakal diangkat jadi salah satu partner gitu Mas” ujarnya semangat menjelaskan padaku. “Iye udah tau kalo berita itu mah, terus kata siapa gue naek jadi manager?” tanyaku penasaran tapi masih pura-pura fokus ke laptop untuk menyiapkan bahan meeting besok. “Ihhh orang lagi diajak ngomong loh, nengok dulu kek..” jawabnya merajuk karena aku acuhkan. Semenjak selalu kerja bersamaku selama 2 tahun terakhir ini, Dera sudah tidak lagi malu-malu dan sungkan kepadaku. Aura pintar, brilian, dan profesional yang selalu ia tunjukkan ketika bekerja seakan langsung luntur kalau kami tinggal berduaan. Entah kenapa kedewasaan nya tergantikan dengan sikapnya yang manja, gampang ngambek, dan sangat hobi menjahiliku. Orang-orang kantor yang secara tidak sengaja memergoki ‘sisi’ Dera yang manja kepadaku itu bahkan akan langsung mengira kalau kami berdua berpacaran. “Hehhhh.. Bawel deh, gangguin gue kerja aja lu mah” sambil menutup laptopku untuk menoleh ke arahnya. “Jadi Dera cantik.. coba gimana ceritanya?” Melihatku sudah menoleh, dia pun tersenyum riang seperti anak kecil diberikan permen. “Jadi, tadi kan aku abis konsul ke tempatnya Mba Wanda. Terus abis konsul tuh obrolannya jadi ngalor ngidul gitu Mas. Biasa lah kalo ngobrol sama Mba Wanda mah ga ada abisnya kan Mas..” ocehnya menyerocos seperti biasa dan tak langsung ke inti cerita. “Intinya…” aku langsung memotongnya karena tak sabar mendengarnya berkicau. “Ihh ga sabaran banget deh jadi orang.. huh..” protes Dera karena aku memotong ceritanya yang baru mulai. Pipinya pun mengembung merajuk seperti biasa. Lucu banget sih lo Ra.. batinku puas karena berhasil menggodanya. “Yaudah intinya Mba Wanda cerita, gara-gara dia naek jadi Partner, nah Mas Bayu bakal dinaekin jadi Manager gantiin dia gitu loh. Terus aku naek juga deh jadi Senior deh yeayyy….” ujarnya senang sambil berjoget kecil mengumbar rasa gembira nya karena di promosikan. “Oh gitu” ujarku singkat. “Nanti makan malem bareng ya” lanjutku sambil kembali membuka laptopku. Dera hanya bisa mendengus sebal sambil mengepalkan tangannya di udara dengan gimik ingin menjitak kepala ku yang tidak excited mendengar ceritanya barusan. —- “Jadi.. kita gimana Ra?” tanyaku malam itu di restoran steak favorit kami yang biasa kuajak dia makan disitu untuk merayakan kalau ada projek yang telah selesai. “Hmm.. gimana ya Mas..” jawabnya menerawang mengerti arah pertanyaanku. “Gue sayang lo Ra..” ucapku lagi tanpa menunggu jawabannya. Dera tersenyum mendengar ungkapan hatiku. “Aku juga sayang Mas Bayu” jawabnya sambil menatap lekat ke mataku. “Jawaban yang sama kaya pertanyaan yang juga sama di tahun lalu Mas..” lanjutnya. Tahun lalu, pertama kali aku menyatakan perasaanku kepadanya. “Tapi kita itu kondisi kerja nya barengan terus Mas. Posisi aku itu bawahan langsungnya Mas Bayu,. Ga selamanya kan kerjaan kita lancar-lancarnya aja. Ada saatnya pasti Mas Bayu masih perlu koreksi aku, perlu marahin aku, perlu negur aku…” Dera memegang erat kedua tanganku. “Sama kaya kondisi kita sekarang..” jawabnya memberikan pengertian. “Aku takut status pacar itu bakal ngebuat semua yang baik-baik aja sekarang ini berubah jadi berantakan Mas. Ga mungkin kamu bakal objektif ke aku kalau ada kerjaanku yang salah. Kalau kita lagi berantem sebagai pacar, pasti yang ada malah ngerembet juga kemana-mana… ngaruh ke kerjaan, ke karir kita, dan ke hubungan kita juga..” “Itu bukannya jawabanmu tahun lalu?” jawabku menyindir. “Tahun baru kan kita sepakat, kalau kamu naik senior baru kita bahas hal ini lagi” lanjutku tak puas dengan penjelasannya. “Iya.. dan sekarang lagi kita bahas kan..” jawaban Dera membuatku mendengus sebal. “Mas Bayu.. kita sepakat buat pacaran kalau aku naik senior karena tahun lalu kita mikirnya kalau aku naik senior dan kamu juga senior, berarti kita ga bakal kerja bareng lagi sebagai satu tim lagi kan. Nah kondisinya sekarang kan aku naik Senior, kamu naik Manager, berarti atasanku langsung tetep kamu kan Mas..” Dera tetap sabar memberiku pengertian. “Aku mau banget jadi pacar kamu Mas… tapi ya kita harus pikirin masak-masak dulu. Kita baru pacaran kalau aku udah ga jadi bawahan kamu atau ga kerja bareng lagi sama kamu. Jadinya apapun yang terjadi selama kita pacaran ga bakal kebawa sampai ke urusan kantor. Gitu ya Masku sayang..” ucapnya manis memberikan pengertianku kembali. Aku mendengus sebal karena frustasi. Bukan hanya frustasi karena Dera kembali menolakku lagi menjadi pacarnya. Tapi juga frustasi karena semua argumen Dera memang betul dan masuk akal. “Tapi sampai kapan Ra..” tanyaku kembali setelah dengan enggan mencerna pengertiannya barusan. “Kalau kamu ga sabar nunggu hubungan kita bisa sesuai dengan obrolan barusan, kamu deket sama yang lain juga gapapa kok Mas” jawabnya tegas. “Kok gitu sih jawabannya..” nada bicaraku melemah mendengar jawabannya. “Abisnya, aku mau ngajuin resign biar kita bisa bebas pacaran malahan ga dibolehin sama kamu. Aku mau ngajuin buat pindah tim ke partner lain selain Mba Wanda juga ga bolehin sama kamu. Terus sekarang aku suruh sabar malah kamu nya yang ga mau ngerti. Woo dasar laki-laki.. Egois..” cecarnya sambil memeletkan lidah. “Kalau aku beneran deket terus pacaran sama yang lain gimana?” jawabku mengancamnya. “Hmm.. ya paling aku cemburu. Uring-uringan bentar lah. Tapi nanti aku balik normal lagi kok” jawabnya cepat. “Berarti kamu ga sayang aku dong?” ujarku sebal mendengar jawabannya yang seakan mudah move on dariku. “Walau nanti kamu pacaran sama orang lain, bukan berarti aku ga sayang kamu lah Mas. Itu artinya kalau sayangku ke kamu emang harusnya cuman kaya rasa sayang dari seorang adik ke kakak nya aja. Bukan sayang yang harus memiliki. Toh positifnya dengan begitu kita bisa kerja satu tim dengan normal tanpa ada drama hubungan kita kan Mas” jawabnyan ringan disertai senyumnya yang begitu manis. Duhhh ini bocah sehari-hari kalau berduaan kelakuannya kaya anak kecil ampun-ampunan, tapi kalau lagi diajak ngobrol serius gini bisa tiba-tiba berubah jadi dewasa banget dia. Putus asa, aku pun menutup obrolan tanpa berhasil meyakinkannya untuk menjadi pacarku.
Selesai mandi, ku cek jam yang ada di handphone ku. Hmm.. baru jam 8, Dera dan Ayu seharusnya baru akan landing satu jam lagi. Kulihat ada notifikasi pesan masuk yang belum kubuka.
Pak Cahyo : “Mas Bayu.. duh maaf banget saya ga bisa nemenin Mas Bayu malem ini. Saya lupa udah janji mau nganter istri ke rumah mertua di Buleleng. Maaf banget ya Mas.”
Aku : “Iya Pak gapapa. Saya istirahat aja di hotel, besok paling baru jalan-jalan ke Denpasar nya. Hati-hati di jalan Pak”
Pak Cahyo : “Duh ndak enak saya jadi ga sempet nemenin Mas Bayu, soalnya saya baru pulang ke Ubud minggu Mas”
Aku : “Iya santai aja Pak hehe”
Hmm.. berarti malam ini betul-betul ga ada acara aku, malas juga kalau keluar sendirian. Tapi kusadari perutku sudah berbunyi minta diisi. Duh..
Pak Cahyo : “Mas Bayu tunggu sebentar ya. Rani lagi otw ke hotel. Sampai minggu nanti Rani yang anter-anter sama nemenin Mas Bayu”
Rani itu tangan kanan Pak Cahyo di hotel ini, dia merangkap banyak hal untuk mengurusi kegiatan operasional hotel ini. Dari ngurusin personel, gaji karyawan, hingga marketing hotel semuanya diurus olehnya. Agak ga enak juga kalau dia masih harus sampai lembur gara-gara ngurusin aku selama di Bali. Sayangnya belum sempat kutolak tawarannya, Pak Cahyo kembali mengirim pesan untukku
Pak Cahyo : “Rani masih di hotel ternyata. Bentar lagi naik ngejemput Mas Bayu ke kamar.”
Pak Cahyo : “Sekali lagi, saya minta maaf ya Mas ga bisa nemenin”
Pak Cahyo menutup chatnya denganku, aku pun hanya bisa menjawab oke kepadanya sambil menunggu Rani datang. Tok tok tok.. “Mas Bayu.. Saya Rani..” kudengar ketukan dipintu diiringi sahutan dari Rani. Segera kupersilahkan masuk dan Rani menunggu aku bersiap-siap untuk keluar mencari makan di sekitaran Ubud. Rasa canggungku ternyata sirna dengan mudahnya. Obrolan mengalir begitu lancar antara kami berdua di restoran makanan khas Bali di sekitaran Ubud malam itu. Rani ternyata seumuran dengan Dera, beda 2 tahun denganku yang tahun ini berumur 27 tahun. Dari obrolan kami akhirnya aku tahu kalau ternyata Rani merupakan keponakan dari Pak Cahyo. Pantas saja Pak Cahyo begitu percaya kepadanya. Seusai kuliah di Surabaya, dia langsung diminta Pak Cahyo mengurus hotel. Sama seperti Pak Cahyo, asal Rani sebenarnya dari Surabaya. Istri Pak Cahyo lah yang asli Buleleng. “Sebenernya aku tuh pengen banget nyobain kerja di Jakarta Mas. Kayaknya seru deh” ujarnya setelah menanyaiku banyak hal tentang cerita kehidupan kantoran di Jakarta. “Tapi ya kalo orang tua ku nyuruhnya buat tetep ikut Om Cahyo ngebantuin disini, nah kalo pacarku mintanya ya aku balik lagi cari kerja di Surabaya biar kita ga usah LDR gini” Obrolan berlanjut hingga nyaris pukul sepuluh malam. Obrolan kami seakan tanpa putus kesana kemari. Bahkan aku dapat bercerita tentang masalah ku dengan Dera kepadanya dengan rasa nyaman. Mungkin karena perbedaan umur kami yang tidak terlalu jauh sehingga membuat suasana obrolan kami menjadi begitu cair dan terasa sangat nyambung. “Maaf Mas.. Mba.. ada order lagi? Kita udah last order soalnya” obrolan kami terhenti ketika seorang waiter menghampiri kami memberitahukan bahwa restoran sebentar lagi tutup. “Ngobrolnya lanjut di kamar Mas Bayu aja ya” ujar Rani sambil beranjak ke arah kasir menyelesaikan pembayaran makanan kami. Bukannya aku tidak gentle hingga Rani yang harus membayar loh ya, tapi kan karena ini hitungan nya masih masuk ke dalam “business meal” jadinya yang bayar itu dari pihak hotelnya Pak Cahyo hehe Sambil menunggu Rani ke kasir, aku pun membuka handphone ku yang dari tadi tidak kusentuh karena serunya obrolan ku dengan Rani. Kubuka pesan dari Ayu, “Mas, aku udah di rumah. Maaf tadi pas landing lupa ngabarin. See you later on Monday Mas ” Hmm lama juga ternyata aku ngobrol dengan Rani sampai tidak sadar kalau mereka sudah landing. Kulihat ada beberapa chat dari Dera juga masuk di WA ku.
Dera: “Mas, aku udah landing ya. Lagi nunggu bagasi”
Dera: “Aku lagi otw ke rumah naik taksi online. Ini nomor supirnya kalau aku diculik hehe”
Dera: “Sent a picture”
Dera: “Aku udah di rumah ya Mas.”
Dera: “Kamu lagi dimana sih Mas? Dibawa kemana sih sama Pak Cahyo sampe ga sempet bales WA”
Dera: “Ih bener-bener ya ini orang diculik kemana deh. Jangan kebanyakan minum.”
Dera: “Aku ngantuk.”
Dera: “Kabarin.”
Rentetan chat Dera mencari kabarku yang daritadi mengabaikan chat darinya. Takut banget kayaknya mas nya diculik bule Bali hahaha belum sempat kubalas chat mereka, Rani sudah menghampiriku sambil mengajakku untuk kembali ke hotel. Kulihat dia menjinjing totebag berisikan 2 botol minuman di dalamnya. “Apaan tuh?” tanyaku padanya “Hihihi biar ngobrolnya lebih santai Mas” jawabnya santai sambil masuk ke dalam mobil. —- “Aku buka ya Mas?” izin nya sambil membuka blazer dan kerudungnya. Aku yang sedang menuang minuman di dalam botol itu sampai terperangah melihatnya melepas kerudung dan blazer nya. Rani pun tampak santai dengan shirt kantoran tanpa lengan nya. Menyadariku terkagetm, dia pun terkekeh. “Aku emang cuma pakai kerudung nya kalo pas kerja doang Mas, kalau harian sih ga pernah pake” jelasnya tanpa perlu kutanya. “Soalnya pas awal-awal ikut om Cahyo, banyak tamu yang ngegodain, akhirnya pacarku nyuruh aku pake kerudung. Posesif emang dia tuh” lanjutnya menjelaskan kepadaku dengan santai sambil mengambil gelas yang sudah kuisi minumannya om Johnnie. Sambil menenggak minuman yang ada di gelasku. Aku terkesima dengan Rani yang sedang menguncir rambutnya yang panjang sebahu. Posisi mengangkat tangannya membuat dadanya semakin membusung ke depan. Ketiaknya yang putih mulus juga terpampang dari arah posisiku. Wajah Rani yang cantik dengan kacamatanya dengan model frame besar itu membuatnya terlihat seperti gadis polos. Sungguh paduan yang begitu menawan anatara bentuk tubuh Rani yang seksi, kulit nya yang putih mulus, serta payudaranya yang besar itu. Aku pun hanya dapat menelan ludah menghadapi apa yang pemandangan Rani menguncir rambut nya itu. Sadar kupandangi, Rani hanya tersenyum tipis sambil tetap melanjutkan aktivitasnya. Makin malam, obrolan di kamarku ternyata malah menjadi semakin sensitif dan menjurus ke arah pembahasan terkait aktivitas seks kami masing-masing. Aku bercerita ke Rani kalau aku sudah puasa seks sejak putus dari mantanku hampir 4 tahun lalu. Dia pun membalas cerita ku dengan bercerita mengenai pengalaman seksnya dengan pacarnya yang monoton. “Dulu pas aku diperawanin sama mantanku dulu, tiap main sama dia tuh aku seengganya keluar sekali dua kali lah Mas..” ceritanya mengenai mantannya sebelum pacarnya yang sekarang. “Coba aja kalo dia ga selingkuh, ga bakal putus tuh kita.” “Kalo ama yang sekarang mah aku jarang-jarang bisa dapetnya Mas. Udah mah kita jarang kan bisa ketemunya, sekalinya minta jatah eh malah dia doang yang keluar. Kan sebel ya?” racaunya sebal menceritakan kehidupan seksnya saat ini. Aku pun mulai canggung menanggapi bahasan yang keluar dari mulut Rani ini karena semakin lama bahasannya menurutku sudah terlalu pribadi. Namun Rani tampaknya masih santai saja membuka cerita nya yang sudah makin vulgar meskipun kami baru berkenalan hanya beberapa jam lalu. Muka Rani sudah memerah karena pengaruh alkohol seakan telah memutus urat malunya dalam bercerita. “Berarti Mas Bayu udah lama ga ngerasain ini dong?” ujarnya tanpa malu menunjuk ke arah selangkangannya. Aku pun hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya itu sambil menggeleng menjawab pertanyaannya. “Yahhh.. Kalo aku kasih, keluarnya cepet dong pasti” ejeknya padaku frontal. Meskipun sedikit tipsy dan muka nya memerah, aku tahu kalau Rani masih cukup dapat mengatur pikirannya saat ini. Meskipun aku lumayan kaget mendengar celotehannya barusan, tapi aku tetap mencoba santai dan mencoba menimpali candaannya tersebut. “Cobain dulu aja Ran, palingan juga kamu malah nanti ketagihan haha” jawabku asal merespon candaan Rani. Tak kusangka raut mukanya yang tadi tersenyum meledekku tiba-tiba berubah menjadi datar. Tidak ada balasan dan tawa dari mulut Rani. Seakan ada jeda dalam obrolan ini, Rani sepertinya sedang memikirkan sesuatu di dalam kepalanya. Beberapa detik kemudian, dia mulai menyunggingkan senyum nakal kepada ku. “Yuk Mas, aku juga lagi pengen nih..” jawabnya sambil mengangkangkan kakinya yang masih terbalut rok span itu ke arahku.