Tapi kamu suka, kan? [Ve Kinal JKT48]

TAPI KAMU SUKA, KAN?​
by bismipa​

—VERANDA—​
“Sini kamar lu?”, Jeje berhenti di belakangku yang sedang memasukkan kartu kedalam slot kunci hotel. Rambutnya sudah kucal karena perjalanan ke Surabaya cukup melelahkan untuk kita. Atau mungkin, Jeje memang seperti itu. Di depan teman-teman fans saja dia terlihat bodo amat. Apa lagi didepan kita, why bother? “lampunya nggak hijau-hijau deh, je.”, Gumam ku, pintu kamarku tidak terbuka-buka. “…kartu lu kebalik, coyy!”, Jeje merebut kartu dari genggamanku, membalikkan sisinya, dan memasukannya kedalam slot kunci kembali. **TUT!** Ah, pintu kamarku langsung terbuka tanpa basa-basi. “astaga, heheh,” aku tersipu sambil menutup mulutku. “heu, siwer.”, Jeje langsung beralih dariku dan menjauh, menyusuri lorong hotel. “sekamar sama siapa lu, ve?”, “vinny. Lu?”, “tau dah, haha.. tacil kali.”, Aku melepas sweater yang dari tadi melilit leherku sambil menarik koper kedalam kamar. Koperku sempat terguling sedikit sampai-sampai sikutku terbentur pintu. Masuk kamar saja se hectic ini. Aduh, ve.. “niiiiiiiteeeeee….”, Jeje bersaut di persimpangan ujung lorong. “nite..”, Aku terlalu lelah untung membalasnya dengan volume suara sekeras jeje. Mungkin dia tidak mendengarnya. Kamar hotel masih sangat gelap, hanya terlihat lampu-lampu kota surabaya dari jendela kamarku. Wow, ini jendela dengan kaca terluas yang pernah ku lihat selama road show. Cahaya kota cukup terang untung menerangi beberapa siluet interior kamar hotelku. Surabaya sekarang sudah hampir sama dengan jakarta. Tambah lebih banyak Mall, dan mungkin, a little bit of good fashion style? Yep, jakarta kedua. Aku memasukkan kartu kedalam slot kamar untuk menyalakan semua listrik di dalam kamar. Menyilaukan. Aku terhenyak sedikit ketika semua lampu kamar menyala seketika. Aku memencet-mencet saklar mana untuk lampu yang mana, dan mematikan beberapa lampu yang tidak enak di mataku. A hint of warm lamps is perfect. Yellowish atmosphere, Well litted, but not hurting my eyes. Nah, ini enak. Resleting koper mulai kubuka, aku tidak membawa baju banyak kali ini. Hanya beberapa baju casual dan dress untuk jalan-jalan. Itu pun kalo waktunya sempat. Dan beberapa “baju jelek” untuk tidur. Sudah jam 10 malam, sebaiknya aku segera tidur untuk konser besok. Harus menyimpan tenaga untuk besok, dan lagi pula kapan lagi aku bisa tidur jam segini. Kalau di rumah aku harus masih berhadapan dengan tugas kuliah. Pertama kali ku pikir begadang itu keren buat anak kuliah di bidang visual. Setidaknya pertama-tama aja. Abis itu bawaannya mau tidur. Kalau di ingat-ingat, aku tidak melihat Vinny tadi. Apa aku lupa saja? Perutku tidak terlalu lapar malam ini. Aku memilih kaos over size cream ku untuk tidur kali ini. Its a little bit too oversize for an oversized clothes to be honest, bahkan aku bisa pakai lewat kaki. But this is my favourite. Well, her favourite too, but, it is indeed comfortable. Celana tidur pun sudah ku pilih. Kutaruh semuanya di kasur. Aku menutup koperku dengan tendangan kecil, dan mulai membuka bajuku. Rambutku tersangkut di lubang baju. Sepertinya aku harus mengikatnya nanti. Ku lempar bajuku ke kasur. Aku membuka kancing jeansku, dan aku baru sadar aku berdiri di depan cermin meja dari tadi. Aku melihat badanku tanpa baju, hanya bra dan jeans yang sudah terbuka. Aku membelai rambutku yang sudah memanjang hingga punggung. Apa mungkin aku coba potong rambut, yah. Se pundak, mungkin? Next time, maybe. Kalo aku jadi center, mungkin? Heheh, wacana. Aku terus membuka sisa bajuku, jeans, underwear, bra. God, feels satisfying. Kalo aku bisa setiap hari telanjang, itu bagus. Tapi ya tidak mungkin juga, malu aku. Aku memakai celana dalam yang masih baru, lalu celana dan kaosku, tak lupa mengikat rambut. The bed feels so comfy. Aku duduk bersandar di kasur kingsize kamarku, sambil menyalakan tv. Aku membenarkan posisi duduk ku dengan mengambil bantal di sisiku untuk menopang punggung. Sebetulnya bantal itu untuk vinny. Pasti dia kesal nanti bantalnya anget. Kain tipis kaos menyentuh kulitku langsung. Menggesek halus setiap aku bergerak kecil sekalipun. Aku sedikit “excited” malam ini. Aku mengganti-ganti channel. Tidak ada yang menarik. Ada fashionTV. Spring collection and stuff, tapi aku sedikit menyayangkan hampir semuanya nggak wearable di indonesia. And spring colours, huh? Maybe its too colorful for me. Aku lebih suka yang poorly saturated dress. Nggak harus monochrome sih, just simply toned down version of those colours. Tunggu, sebetulnya dari tadi aku cuma mau cari disney channel untuk menahan kantukku menunggu vinny. Tidak berapa lama aku mendengar kegiatan diluar kamarku. Vinny pasti sudah datang. Aku menebak-nebak pasti dia kebingungan memasukkan kartu juga. Pintu kamar terbuka. Aku merangkak ke ujung kasur untuk melihat vinny. Siapa tau dia butuh bantuan. Sambil merangkak aku melihat diriku sendiri di cermin. Dadaku terlihat jelas gara-gara Kaosku yang oversized. Sambil merangkak aku sambil menutup lubang kerahku dengan tangan. Soalnya malu sama vinny. Pintu sudah tertutup ketika aku akhirnya duduk di pinggir kasur. Tapi aku tidak mengira siapa yang ada di depan pintu dengan koper besar merahnya. “loh.. kinal?”
—10:30—​
Sosok kinal dengan dress putih di lapisi sweater hitam samar-samar terlihat oleh ve yang bingung. Kinal menarik kopernya seraya menekan saklar lampu. Seketika lampu hampir mati semua karena kinal salah tekan. Ia mencoba menekan saklar-saklar lain hingga semua lampu di kamar menyala. Ve menyerengit silau sambil melindungi matanya dengan tangan “ih, nggak usah dinyalain semua, nal.” “oh..” Kinal kembali bereksperimen dengan saklar hingga posisi lampu kembali seperti saat dia masuk. Kinal berjalan melewati ve yang duduk di pinggir kasur. Ve masih bingung kenapa kinal bisa masuk ke kamar dan membawa koper. Ve tidak bisa berlogika darimana kinal mendapatkan kunci kamar satunya lagi yang seharusnya dibawa oleh vinny. Ve lalu mengangkat kedua kakinya keatas kasur, memeluknya dengan tangan agar tidak terlindas oleh koper kinal. Akhirnya ve memberanikan diri untuk bertanya. “kok kamu bisa masuk?” “bisa dong..” Jawab kinal sambil membuka kopernya disamping jendela. “kuncinya siapa itu?” “ada dehh..” Kinal menggoda ve. Seakan tau bahwa ve sudah pasti menanyakannya. “heh.. punya vinny ya?” “iiiiiiyaaaaaaaaaa…….” Kinal menjawabnya dengan nada tinggi, seakan bernyanyi. Sebetulnya ve tidak mengira kinal akan menukar kartunya dengan vinny. Ve tau kinal bisa melakukan ini karena dia kapten, dan request-request kecil seperti ini tidak mungkin member lain bisa menolaknya. Tapi ve tidak bisa menahan senyum kecilnya sambil mengalihkan pandangannya dari kinal yang sedang sibuk dengan kopernya. Ve merebahkan badannya, memposisikan badannya ke kinal sambil tangan kirinya menopang kepalanya. Baju ve yang besar dan tipis menyikap perutnya. Perhatian kinal pun terpancing. Sambil terus merapikan koper, kinal menengok ke arah ve, lalu sedikit melirik kearah perut ve sebelum dia kembali lagi sibuk dengan kopernya. Banyak barang yang harus dirapihkan di dalam koper. “jangan suka gitu, ah.” Ve memecah sunyi. “sekali-sekali. Emang nggak mau tidur sama aku?” “kalau misalnya aku bilang bosen? Gimana?” Mendengar ve menggodanya, kinal mengambil satu celana dalamnya dan melempar buta kearah ve, namun ternyata tepat mengenai muka ve. “nih! Makan!” “bueh! Hehh jorok banget sihh!” ve melempar celana dalam kembali dan mendarat sempurna di kepala kinal. “bersih itu, say.” Kinal sambil tersenyum dan mengambil kembali celana dalam dikepalanya. Ve pun tersenyum lebar sambil memijat matanya. Kantuknya sedikit hilang. Sekarang ve merebahkan badannya menghadap langit-langit, sambil membetulkan kaosnya. Koper kinal tertutup. Kinal berdiri sambil membuka sweater hitamnya. Di meja sudah ada beberapa sabun dan baju tidur kinal. “tadi duluan kamu abis makan?” Tanya kinal. “tadi ngantuk. Udah nggak ada apa-apa juga, nal. Terus vinny jadinya tidur dimana?” “yupi.” “….dasarr..” “cuci muka dulu aku.” Kinal mengambil semua perlengkapannya dan berjalan ke arah kamar mandi. “dua kali ya.” Ve menginngatkan kinal. “iyeeee..” Kinal melewati ve. Dengan iseng, kaki ve menendang pantat kinal. “tong hilap!” Kata ve sambil sedikit menahan ketawa. Aksen sundanya gagal, dan terdengar sangat aneh di kuping kinal. “tang tong tang tong!” Kinal memghiraukan ve, berjalan terus ke arah kamar mandi. **KLEK** Suara pintu kamar mandi bergema di seluruh kamar. Ve memperhatikan pintu kamar mandi dari pantulan cermin di dinding. Lalu senyumnya perlahan pudar, seakan ve memikirkan sesuatu di benakknya. Ve kembali melihat langit-langit, seraya mendengar deru halus kegiatan dari dalam kamar mandi. Plastik yang terbentur oleh marmer, air yang mengalir dari closet, wastafel yang menyala. Hangat air yang keluar dari wastafel terbayang di benak ve. Seakan-akan hangatnya ikut terasa mengalir di sela jemarinya. Tak lama ve tersadar bahwa yang ia pikirkan adalah apa yang sedang kinal lakukan di dalam kamar mandi. “hhh…” Ve menghela nafas kecil. Memejamkan mata sebentar dan bangun dari tidurnya. Ia kembali memperhatikan wajahnya di cermin, lalu menengok kearah pintu kamar mandi. Ve kembali terbuai dengan lamunannya. Matanya tak sadar tertuju pada karpet kamar. Tersadar dari lamunannya, ve mengambil kacamatanya di atas meja. Lalu melepas ikatan rambut, sambil merapihkan kembali rambutnya. Kemudian ve kembali bersandar di kepala kasur. Namun kali ini bantal satunya ia dekap di depan. Ve sendiri tidak tau apa yang ia lakukan barusan. Ia mengganti channel ke disney, yang akhirnya ve temukan, lalu menaruh remote tv di meja di samping kirinya. Pintu kamar mandi terbuka. Ve sedikit terperanjat dengan suaranya, sempat meremas bantal yang ia dekap. Kinal keluar sudah dengan kaos putih dan celana pendek sambil mengusap wajah dengan handuk putih hotel. Ve hanya memperhatikan kinal. Kinal kemudian melempar handuk ke atas kopernya. “taro yang bener, nal” Ve gemas dengan perilaku jorok kinal. “nanti aja ah” Kinal loncat ke kasur tiba-tiba, membuat ve sedikit terpental karena per dari kasur. “sini itu bantalku!” Kinal merebut bantal dari dekapan ve, menaruhnya di samping ve dan bersandar seperti ve. Kinal ikut menonton bersama. Suasana hening, hanya ada suara mickey mouse dan goofy memerintah penonton agar mengikuti apa yang mereka katakan. “Oooohh that was GREAT! UH-YUK!” Sapa goofy kepada penonton sambil bergoyang-goyang. “Hahahaha.. mukanya bego banget, yak..” Kinal terhibur. Ve hanya mengeluarkan tawa kecil mendengar respon kinal, tidak mengira kalau acara disney tentang mengeja kata justru menghibur di malam seperti ini. “cape kamu?” Ujar Ve, mulai menghiraukan tv dan beralih ke kinal. “lumayan sih. Banyak banget kotanya abisnya. Kamu tuh. Liat tuh mata kamu. Panda.” Jawab kinal, agak mencondongkan badannya kearah ve. “ini mah dari dulu..” “pake masker timunku sana. Mau?” “alah udah mau tidur, nal.” Ve menjawab sambil mengelus-ngelus kantong matanya. Tiba-tiba ve menghentikan elusannya. Matanya tertuju kepada pahanya. Jari telunjuk kinal bermain-main diatas pahanya, mengelus halus. “cepet banget udah mau tidur kamu.” Sentuhan kinal membuat bulu kuduk ve berdiri. Namun Ve mencoba untuk bersikap wajar. “heh, besok jam berapa kita. Pagi loh.” Telunjuk kinal lalu berjalan lebih dalam. Menyikap celana ve hingga nyaris ke pinggul. Kaki Ve sedikit berkedut, menahan geli, menarik nafas yang dalam, sambil mencoba menyembunyikannya dari kinal. Namun kinal menghentikan sentuhannya, mengangkat telunjuknya. “gengsian ah kamu orangnya.” Kinal kembali bersandar menonton. “..hm?” Ve bertanya, mencoba konsentrasi dengan obrolan kinal. “udah siap tidur banget kamu ya?” Kata kinal sambil menonton, berpaling dari ve. “heheh, memang mau ngapain lagi, kinal.” “apa kek. Main kek.” “main apa malem-malem.” Serentak kinal mendekat kearah wajah ve, sangat dekat hidung mereka hampir bersentuhan. Ve terhenyak, menekan tubuhnya ke kepala kasur. Jantungnya berdebar, tangannya menggenggang kencang seprei kasur. Ve tidak siap dengan apa yang tiba-tiba kinal lakukan. Mulut ve terbuka kecil, menghirup nafas yang lumayan dalam hingga sedikit terdengar. “hhh..” Mata ve bergantian memperhatikan mata dan mulut kinal yang terlalu dekat. Kinal berhenti sesaat. Lalu tangannya menyeberangi ve, kearah meja disampingnya dan mengambil remote tv. Kinal kembali ke sandarannya. Mengganti-ganti channel di tv. Ve menghembuskan nafasnya yang sedari tadi tertahan. Jangan sampai terlihat oleh kinal, pikir ve. Ve mengangkat kerah bajunya agar tidak terlalu melorot sembari mengecek apakah detak jantungnya barusan terdengar oleh kinal apa tidak. Ve terlalu malu untuk mengatakan kalu dia “mau”. “nggak ada channel film bagus, yah..” Gumam kinal sambil terus mengganti channel. “adanya acara orang gede. Ga boleh liat kamu.” “balenk tuh gede, ve.” “hahaha. Huss..” “ck.. nggak ada yang bagus ah!” Mendengar keluhan kinal, ve menempeleng kepala kinal dengan telunjuknya. “yaudah makanya tidur…” Senyum ve. “yeudaahh…makanya…tideeuurr..” Kinal menirukan suara ve karena kesal. Ve tersenyum lebar sambil menepuk kepala kinal. “heheh kamu maunya apa sih..” Canda ve. “abis tadi main ga boleh. Nonton di komenin juga. Terus aku ngapain?” “eh, siapa yang ngelarang main. Yaudah main main aja sana. Tapi main apa ka,” Kata-kata ve tiba-tiba tertahan. Mulutnya terbungkam oleh bibir kinal yang menciumnya. Ve tidak siap. Tanpa melepas ciumannya, kinal kembali mengecup bibir ve. Tangan ve mencoba mendorong kinal. Tetapi ketika tangannya sampai di dada kinal, ve hanya sanggup meremas kaos kinal. Jantungnya berdetak terlalu kencang. “mmhh..” Desah ve. Suaranya hanya menggaung di dalam rongga mulutnya. Kinal melepaskan ciumannya. Wajahnya sangat dekat dengan ve. Ve akhirnya bisa bernafas. Alisnya turun, ia menggigit bibir bawahnya sendiri, sambi melihat mata tajam kinal, seperti ingin menerkamnya. “aku main kamu aja, yah?” Bisik kinal kepada ve. Ve ingin menggelengkan kepala. Tapi dia sendiri ingin melanjutkannya. Pikiran ve dipenuhi oleh dilema. Namun kinal sudah kembali menciumnya, memasukkan lidahnya kedalam mulut ve secara paksa. Ve tidak bisa melawannya, kalah oleh hasratnya sendiri. Tangan kinal naik, mengelus pipi ve yang empuk. Muka ve sudah merah merona. Lidah mereka terus bermain. Kacamata yang ve pakai cukup mengganggu kinal. Dia melepas kacamata ve, menarik dengan seadanya, cukup mengacaukan poni ve. “kinal besok kita bangun pagi..” Ve mencoba berbicara ditengah desahannya. Sambil matanya tertutup. “bentar aja.” Balas kinal sambil menaruh kacamata di meja, lalu melanjutkannya dengan mencium kuping ve. “hhaaahhhh..” Desah ve, kupingnya sangat geli dicium kinal. Sesekali kinal menghembuskan nafas kecil ke kuping ve. Tanpa ve sadar, ia menyibak rambut yang menghalangi kupingnya. Mempersilahkan kinal untul lanjut mempermainkan kupingnya. Ciuman kinal menjalar ke pipi merah ve. Ve ingin membalas ciuman kinal, namun bibir kinal dengan cepat mencium leher ve. Sekarang bulu kuduknya berdiri, pori porinya membesar, seperti sengatan listrik terus terasa. Kinal terus bermain di leher ve. Lama-lama ve tidak tahan. Ia memegang wajah kinal dengan kedua tangannya, lalu ve arahkan bibir kinal ke bibirnya, membalas ciuman panasnya. Tangan kinal mulai berjalan meraba, mengelus dada ve, meremasnya perlahan. Ve mengeluarkan desahan, membuka mulutnya walau kinal masih terus menciuminya. “aaahh” Kinal lalu menggigit bibir bawah ve. Menariknya pelan, lalu ia lepaskan. Kinal beranjak dari wajah ve, sementara ve masih menutup mata, menikmati sentuhan kinal. Kinal dengan perlahan mengangkat kaos ve. Wajah ve tertutup kaosnya sendiri. Tubuh putih ve sedikit demi sedikit terlihat, hingga kedua dadanya tersingkap. Kinal berhenti mengangkat baju ve hingga lengan. Tangan ve terangkat, terkekang oleh bajunya sendiri. Pupil matanya sangat besar, berkaca-kaca memperhatikan apa yang kinal Lakukan terhadap ve. Tangan kinal mulai turun perlahan, menyusuri lengan ve, ke ketiak, lalu pinggang. Kinal kembali mencium ve, memainkan lidahnya. Tangan ve memeluk kinal dari atas. Hawa ruangan semakin panas. Ve akhirnya melepas kaus dari lengannya, menaruhnya di kasur. Bibir kinal mulai bermain di dada ve. Menyentuhnya dengan hidung kecil kinal. Lalu mencium lembut, membuat ve bergelinjang dan menjambak rambut kinal. “nakal ah..” Keluh ve, sambil cemberut. Kinal hanya mendangak tersenyum kepada ve, seperti ingin menggodanya. Kinal lalu membuka bajunya dan melepas kaitan branya. Sekarang mereka berdua tanpa baju atasan. Ve menutup dada dengan tangan seadanya. “rasa odol kamu” Senyum ve. Kinal merangkak keatas ve yang sedang bersandar. Lalu mengecup bibir ve. “emang biasanya rasa apa?” “mmm… siomay?” “ihhhhhh!” Kinal mencubit perut ve gemas. “adududuhh..nal.. udah-udah!” Ve merasa sakit dan terasa geli. Kinal kembali mencium puting ve. Ia hisap sedikit dengan bibirnya, lalu melepaskannya. “aa!” Ve berteriak kecil. kinal memegang kaki ve, membukanya lebar agar kedua kaki ve ada diantara kinal, lalu memegang pinggang ve, dan mengangkatnya ke atas paha kinal. “hia!” “ah!” “yaoloh berat. Ndutt..” Tubuh mereka bersentuhan. Kedua tangan ve berada diatas pundak kinal, menlingkari leher kinal. Salah satu paha kinal menumpu ve, diantara kedua kakinya. “cium, yang..” Kali ini ve duluan yang meminta. Kinal langsung mencumbu ve kembali. Keduanya saling mengadu. Kinal pun kembali menggerayangi ve dengan bibirnya. Dari bibir, turun ke dagu, leher, lalu dada. Karena ve duduk diatas kinal, dada ve setara dengan wajah kinal. Ve hanya bisa mengeratkan genggaman tangannya ketika kinal bermain dengan dada ve. Kinal lebih sering mencium dada kiri ve. Dia tau, ve lebih sensitif di sebelah kiri. Hal itu sering membuat ve tidak berdaya. Tanpa sadar ve mulai menggerakkan pinggulnya. Maju, mundur, perlahan. Menggesekan selangkangannya ke paha kinal. Terasa sangat nikmat untuk ve. Tidak lama kinal mulai merasa celana ve sudah lembab. Pasti dia sudah basah. Atau dari tadi pun sudah. Tapi ve memang seperti itu. Gengsi. “nal..” “hmm?” “mmhhmm.. bentar.” Ve melihat jendela kamar. Kota surabaya yang benderang ter refleksi di matanya. Dia merasa tidak enak kalau jendela itu tidak ditutup. Ve turun dari pangkuan kinal, Merangkak ke arah jendela. “ngapain?” Tanya kinal. “mau tutup kordennya” Jawab ve sambil merangkak. Dengan sigap, kinal menahan ve dengan menarik celananya. “ga usaahh.. kaya ada yang liat aja kamu ah.” “ihh malu, kinal” “ga ada yang liat. Udah buka aja.” Kinal kembali menarik celana ve. Kali ini memakai kedua tangannya, hingga celana dan dalamannya ikut tertarik sampai dengkul. Ve tidak bisa merangkak lebih jauh. Pantat bulatnya terkena cahaya temaram lampu kamar. Terlihat sangat sensual. “naaaaalll…” Bagaimana pun, ve tidak bisa melawan godaan kinal. Kinal pun menarik celana ve hingga benar-benar terlepas dari kakinya dan melemparnya ke kasur. Kinal melebarkan kaki ve hingga vaginanya terlihat jelas. Kinal mengecupnya. “uhhhh..” Ve mendesah lemas. Kinal mengecup sesekali, memainkan vagina ve yang basah. Lalu kinal menarik pundak ve, agar ve bisa duduk berlutut. Kinal mendekap ve dari belakang. Cahaya biru kota sedikit menyinari tubuh indah ve. Ve memperlihatkan tubuhnya pada seluruh kota malam ini. Tapi tidak ada satupun yang sadar kecuali kinal. Atau ada yang sadar? Pikiran itu yang ada di benak ve, seraya dari belakang kinal meremas dadanya, dan satu tangan lagi menari di vaginanya. Hal itu membuat jantung ve berdegup kencang. Tapi sensasi seperti ini hanya ia dapatkan ketika bersama kinal. Itu adalah salah satu hal yang tidak bisa membuat ve lepas dari kinal. “aku takut ada yang liat, kinal” “ve ini lantai atas. Mana keliatan. Kamu basahnya kaya gini juga.” “mhhhmm.. tapi kan teteepp..” “tapi kamu suka, kan?” Kinal kemudian menggiring ve untuk tidur dikasur. Ve yang telanjang terbujur tak berdaya. “malu, kinal.. waktu itu aku di apa-apain kamu dibalik pintu luar backstage. Kamu kira aku ga deg-degan?” “itu kan tapi udah jam pulang. Udah ga ada siapa-siapa” “ihh kamu dengerin dong itu ada fans masih syuting-syuting diluar waktu ituuu..” “hahahaha. Kamu ga berisik kok. Aku udah liat videonya. Ga ada suara kamu. Justru ada yang syuuu…tingg” “bandel iiihhhh..” Kinal merentangkan kedua kaki ve, menciumnya dari paha, perlahan mendekat ke vagina. Ve menggelinjang menahan ecstacy, Menggigit bibir bawahnya. Lalu kinal menjilat vagina ve secara perlahan. “hhhhhhaaahh..hhmmmh..” Ve mendesah. Kinal tau dimana harus bermain. Kinal mempercepat ritme lidahnya. Ve semakin bergairah, hingga menjepit kepala kinal dengan pahanya. “aaaahahh..kinal…..hhhhhh” Mulut ve menganga, matanya menutup, menikmati setiap gerakan kinal yang semakin cepat. Ve merasakannya, menuju climax. **TING TONG** Tiba-tiba bel kamar berbunyi. Ve langsung tebangun dari tidurannya, menengok ke arah pintu dengan mata yang menjelalak. Dia kaget setengah mati. Diikuti kinal yang menengadah sambil mengusap bersih mulutnya. Ve menengok kearah kinal. “..siapa??” Bisik ve. “taau.. sana liat.” Perintah kinal. Ve malah melotot kepada kinal. “kok aku?!” **TING..TONG..** Dalam panik, ve menuruti kata kinal. Ve segera mengambil baju dan cepat-cepat memakainya. Ketika ve ingin mengambil celana, dengan sigap, kinal mengambil duluan celana ve, tidak ingin memberikannya. “etss!” Kinal memeluk celana ve dan menggenggam celana dalamnya juga. “mana siniiiii kinal!” Ve me mengadahkan tangannya, meminta celananya kepada kinal. Kinal hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum licik. Ve lalu berdiri turun dari kasur. Tidak percaya dengan akal licik kinal. “maksudmu apa!?” Gertak ve dengan tetap mengecilkan suaranya agar tidak terdengar. Kinal menunjuk pintu dengam kepalanya. Memerintah ve untuk membuka pintu. Tanpa celana. Ve hanya memutar matanya keatas. Berlari kecil ke koridor pintu untuk mengintip siapa tamu yang datang. Ve mengintip dari lubang tamu pintu kamarnya. Terlihat poni yang terpampang dan muka yang ekstra bulat karena efek optik dari lensa lubang intip. Yupi menunggu dengan muka menganga. Kepalanya menengadah keatas. Tidak membukakan pintu, ve berlari lagi ke dalam. “kinal! Yupiii!” Ve mulai kesal. Kinal hanya tertawa tanpa suara. Tapi tetap tidak memberikan celana ve. Sekali lagi ve mengadahkan tangannya meminta celana, sambil tangan satunya menarik bajunya kebawah untuk menutupi bagian bawah. Bajunya yang longgar malah membuat lubang atas kaos ve melorot hingga hampir memperlihatkan dadanya. Tetap saja, kinal hanya tertawa dan mengisyaratkan ve untuk menerima tamu. Ve sangat kesal, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan. Mukanya menyernyit kesal kepada kinal. Guratan di pipi kanannya terlihat jelas. Satu tangannya ia layangkan keatas sambil mengepal, seperti ingin meninju kinal. kali ini ve berjalan pelan ke depan pintu. Jantungnya berdebar. Sampai di depan pintu, ia membenarkan kaosnya dulu. Bawahannya tidak terlindungi sama sekali. Ve menarik satu nafas panjang, dan membuangnya dengan satu kali helaan. Ve memegang gagang pintu. Dan membukanya.
—VERANDA—​
Tanganku bergetar membuka pintu kamarku. Maksudku, nanti kalau diliat yupi gimana? Terus reasoning ku apa biar yupi tidak masuk kesini. Aku terus mencari alasan, menyusun kalimat yang bagus dalam pikiranku. Aku bisa merasakan keringat ditanganku. Dan dibawah sana terasa sangat basah. Sangat basah aku merasakan hawa dingin ketika angin ac lewat diantara kakiku. Pintu terbuka pelan-pelan. Aku hanya membukanya sedikit. Setidaknya kepala sampai dadaku bisa keluar melihat yupi. Di situ yupi berdiri, dengan hoodie besarnya, sedang mengemil keripik almond yang sekarang sedang ngehits. “kak!” Sapa yupi sambil terus mengunyah. “kenapa yup?” “liat kak kinal nggak?” Oh, snap.. ya kinal ada di kamarku. Tapi aku tidak mungkin bilang. Di depan pintu saja aku harus mati-matian menyembunyikan rahasia ku di balik pintu ini. Pahaku tertutup rapat. Aku bisa merasakan basahnya diantara pahaku. Sesaat aku membayangkan. Hanya pintu ini yang menghalangi yupi untuk melihat apa yang aku lakukan sekarang. Memikirkannya saja sudah membuatku deg-degan. “hm? Mmm… nggak tuh.. mungkin keluar yah?” “yaahh…” “memang kenapa yupmmhhm..” Tanpa sadar aku mengeluarkan desahan kecil. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi, barusan seperti ada yang meremas pantatku. Namun sekarang ada yang menyentuhku lagi di pinggul. Tunggu. Ternyata kinal ada dibelakangku. Sekarang apa lagi yang mau dia perbuat. “niihh. Hape ketinggalan. Eh ini hapenya kak kinal kan yah?” Yupi mengeluarkan sebuah hape dari kantong celananya. Itu memang punya kinal. Ada sedikit lebam di kanan bawahnya. Aku tau, soalnya waktu itu aku sendiri yang menjatuhkannya. “ohh.. iyah.. ketinggalan?” “ho oh.” “hmm.. mhh.” Dasar kinal, teledornya itu nomer satu. Dan sekarang tangannya sudah berjalan keatas punggungku. Perlahan mengelus lekukan punggungku. Bajuku sampai tersingkap keatas. Kalau kinal teruskan, aku harus sedikit mundur ke dalam pintu, karena yupi bisa melihat dadaku yang terbuka. Kinaaaaaallll. “tadi di bawah. Yang nemu bukan aku. Tapi kak kinal ga jadi sekamar sama aku. Yaudah aku titip kakak aja. Nih..” “okayy.. makasih yah” Aku merasa tidak enak menghadapi yupi di depan kamar, tapi yang nampak hanya kepalaku. Mau gimana lagi. Bajuku sudah terlalu naik keatas. Bila aku maju lebih keluar, yupi bisa melihat semuanya. Ketika tanganku ingin meraih hape kinal dari yupi, tiba-tiba kinal malah menarik tanganku. Tangan yupi yang canggung malah menjatuhkan hape dan bungkus almondnya. “Waaak!” “Ehhh!” Kita berdua berteriak latah. Dalam waktu yang sama, kinal dibelakangku memegang lubang kerah kaosku, dan menariknya kencang-kencang kebawah. Kaosku melorot hingga jatuh ke kaki dalam satu tarikan. Sekarang aku benar-benar telanjang di depan yupi. “yahhh.. untung karpet. Yaahh kak. almondku ancur banyaakk..” Melihat almondnya hancur, yupi malah sibuk memungut bungkus makanan dia dulu. Hape kinal jatuh tergeletak di depan pintu kamarku. Apa aku ambil saja yah? Biar yupi cepat kembali. Aku memutuskan untuk mengambil hape kinal. Aku membuka pintuku lebih lebar dan langsung berlutut mengambil hape kinal. Saat hape kuraih, aku baru tersadar. Lebih dari setengah tubuh telanjangku berada di luar kamar hotel. Tubuhku seperti membeku. Jantungku berdegup hingga terdengar di dalam kepalaku. Aku menoleh sedikit kearah yupi. Yupi sedang sibuk dengan almondnya dan tidak memperhatikanku sama sekali. Tetapi bila yupi menengok kearahku, anytime soon, you’re done ve. Dengan cepat aku kembali dalam posisi semula ku, dibelakang pintu. Jantungku masih berdetak tanpa ritme. Aku masih merasakan basah di antara kaki ku. Malah kali ini aku merasa basahnya sudah semakin menyebar kebawah. How come i can be this wet? Dan lagi, apa yang barusan aku lakukan! Itu terlalu riskan. Walaupun sudah hancur berantakan, yupi tetap mengunyah makanannya sedikit-sedikit. Dasar anak kecil. “kak..” Yupi memulai obrolan lagi. Aduh, yupi. Kamu kapan sih udahannya. Makin lama kamu disini, aku tidak tau lagi apa yang akan dilakukan kinal. “mau nggak? ” “hehe, nggak deh udah sikatan.” “abis, ini yang coklat. Biasanya kan yang dikasih-kasih yang rasa keju.” Aku merasakan kinal mulai menyentuh punggung ku lagi. Berjalan pelan kebawah. Aku sudah mulai terbiasa dengan sensasi ini. Sekarang aku bisa menahannya dengan muka yang santai. “emang kamu beli berapa, yup?” Aku mencoba membuka obrolan. “empat puluh ribu.” “bukan. Kamu beli berapa bungkus?” “oh hahahaha! Tiga!” “hahahahaaaahhmmmhh…ahh..” Kinal mengelus vaginaku ditengah-tengah obrolan kita. Sensasi geli langsung menjalar keseluruh tubuhku. Tawaku tersandung oleh desahan ya mng tidak bisa aku tahan. Tak sengaja pun aku menutup mulutku. Aku melihat yupi dengan muka yang mulai penasaran. Kepalanya sedikit ia miringkan, seperti ingin mengintip kedalam kamar. Thank god, dia kembali kepada almondnya. Kinal mempercepat gerakannya. Jari telunjuknya bermain, memijat vaginaku. Itu dia masalahnya. Kinal tau semua titik lemahku dibawah sana. Huh, andai saja bukan dalam posisi seperti ini, Aku mau melanjutkannya sepanjang malam. “yang coklat tuh, hmm.. apa yah. Enak sih ini. Tapi enakan yang keju. Pengennya yang keju.” Yupi mencoba menjelaskan. “tapi kamu suka, khhan?” “yang mana. Coklat?” “iyahh..mhmn.” “iyak..” Sepertinya barusan aku berhasil membuat percakapan yang biasa. Walaupun merasa yang barusan terlihat seperti dialog yang canggung di depan pintu. Yupi masih melanjutkan pembicaraannya “aku beli yang coklat dua. Keju satu. Yang keju udah di kasih ke anak-anak.” **DUG** “hhhhaah!” Suara benturan ke pintu terdengar, hingga yupi sedikit kaget mengedipkan matanya. Aku mengeluarkan desahan. Sepertinya yupi menyadari desahanku yang barusan. Semoga dia tidak memikirkan yang tidak-tidak. Kinal menekan tubuh ku ke pintu sambil memasukkan jari tengahnya kedalam lubang vaginaku . Dadaku menempel di pintu. Aku tidak boleh bergerak banyak-banyak, karena akan menggesek putingku yang sedang sensitif. “mmmmhhhhhh……” Aku mencoba menekan suaraku sekecil mungkin dengan mencoba menggigit jariku. Jari kinal bermain di dalamku. Aku bisa merasakan kebasahannya. Aku basah sekali. Yupi berhenti bicara sesaat, lalu melanjutkan kalimatnya lagi. “iya yang keju udah ku kasih ke anak-anak. Kak ve duluan sih tadi. Pada bringas.” “hhh…hmm..” “kakak lagi ga enak badan?” Yupi bertanya kepadaku. Tapi aku tidak terlalu fokus dengan kata-katanya barusan. Sekarang jari telunjuk kinal ikut masuk bermain. Dua jari cukup, nal. Aku sudah tidak tahan. “hmmhhh..” “kak?” Yupi tampak semakin penasaran. Akhirnya aku tersadar dali lamunanku. “hm?” Aku mencoba meladeni yupi. Intonasi suaraku sedikit salah, hingga suara yang ku keluarkan terdengar seperti tikus terjepit. “kak ve lagi nggak enak badan?” “mhhm.. oh. Ngghak.. gapapah..” Yupi memperhatikan mukaku. Aku sangat malu, ada orang yang melihat tajam ke mataku, sementara ada orang lain yang sedang memainkan ku di bawah situ. “muka kakak merah banget, kak.” “hhmmasa?” Yupi hanya menunduk setuju. Aku tidak bisa menemukan hal lain yang bisa membuat muka seseorang menjadi merah selain malu atau sedang sakit. Aku hanya bisa bertanya kembali. “yaudah aku balik ke kamar lagi deh.” “okeei..makasih yyyyah.” “blum ngantukk..” “hayo tidur, besok pag..mmhhhmm.. uhhhhhh….” Jari Kinal bergerak sangat cepat, seperti mengocok di dalamku. Sangat cepat aku bisa mendengar suara airnya. Kalu begini, aku bida klimaks di depan yupi. Aku menahan sekuat tenaga rasa ini. Badanku sangat lemas, aku hampir tidak kuat berdiri. Yang bisa menopangku hanya gagang pintu yang ku pegang sekuat tenaga agar aku tidak jatuh. Lututku tertekuk karena kakiku sudah mati rasa. Kakiku gemetaran, terbuka lebar, seperti katak yang sedang berenang. Aku tidak menyangka aku bisa melakukan pose yang sangat mesum seperti ini. Mataku tertuju pada yupi. Oh tidak.. yupi menyernyitkan matanya heran, lalu dia melihat ke langit-langit. Yupi mendengar suara kocokan kinal di vagina ku. Ini dia, akhirnya. Akhirnya aku ketahuan. Sudah habis pikiranku untuk mengelak. Aku pasrah bila dia tau. “yaudah deh, kak. Daahh..” Yupi melambai padaku dan pergi menjauhi kamar. Sepertinya dia mengira suara itu berasal dari benda lain di sekitar hotel. Aku merasa lega dan sekaligus super excited. “dddaaahhhhhh…..” Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Aku bisa menutup pintuku. **KLEK** “haaaaaaaahhhhhhhhh….hmmmmmmkinaaaalll….” Aku terjatuh berlutut dengan tanganku mengarah keatas masih memegangi gagang pintu. Jari kinal bergerak lebih cepat sambil bibirnya menciumi punggungku. Mukaku menekan pintu, mataku terpejam, mulutku terbuka lebar menikmati setiap gerakan kinal yang semakin liar. “huuuuuuuuuuuuuhhhhhhh….hhmmmmhh.” Aku mencapai klimaks. Senua ototku terasa menegang. Cairan terciprat keluar dari vaginaku. Mengalir ke paha, terciprat ke pintu, menetes membasahi karpet kamar. Pinggulku berkedut tak terkontrol. Akhirnya tanganku lepas dari gagang pintu. Akhir yang sangat dahsyat. “aa..hh..hhahh…” “enak?” Kinal menggodaku. Aku membalikkan badanku kearah kinal, bersender di pintu. Pantatku terasa dingin karena aku menduduki kubangan airku sendiri. Kinal mengecup bibirku. Aku cukup menghiraukan ciumannya karena masih lemas. “nakal ah..” Gumamku lemas dengan mata berkaca-kaca. “kamu keluar banyak banget ve.” Jawab kinal sambil menahan tawanya. Tapi memang malam ini. Entah aku sedang sensitif, atau jantungku berpacu terlalu keras karena kita bermain di depan yupi. Malam ini khusus. Aku takut hal seperti ini membuatku ketagihan “kali ketahuan gimana, kinal..” “tadi buktinya nggak. Kapan-kapan mau pas teater?” Aku tidak mau menjawabnya. Aku enggan, tapi di pikiran yang paling dalam aku malah penasaran. Wouldn’t it be exciting? Akhirnya aku hanya menggelengkan kepalaku dan memukul pelan dada kinal. “hh.. nggak mau..” Jawabku lirih. Kinal mendekatiku, menciumku kembali dan berbisik. “tapi kamu suka, kan?” END. cerita pertamaku, guys.. :>