Bondage game bersama Lia
Aku mempunyai teman seorang wanita yang mempunyai masalah keluarga. Lia namanya. Dia baru saja bercerai dengan suaminya. Dia cantik, tinggi semampai, langsing dan berumur sekitar 35 tahun. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Mungkin karena kesibukan kita masing-masing. Lia bekerja sebagai sekretaris pada sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Suatu hari aku sedang berjalan-jalan di sebuah mall di wilayah Jakarta Selatan dan kulihat seorang wanita yang mukanya sangat familiar, sedang window shopping di sebuah departeman store. Setelah kuingat-ingat, kusadari bahwa wanita tersebut tak lain adalah Lia. Tanpa menunggu lama, kuhampiri wanita itu dan kusapa. “Halo, apa kabar Lia?” “Hei, kamu. Apa kabarnya juga? Sama siapa kamu disini?” jawabnya. “Sendiri, lagi lihat-lihat apa? Sudah lama sekali ya nggak ketemu. Makin cantik aja sih kamu. Kudengar tentang perceraian mu, maaf ya” lanjutku menyapanya. Lia lalu berkata, “Terima kasih. Kamu mau kemana? Kalau nggak ada acara dan nggak sibuk, mau temani aku nggak makan siang sambil ngobrol-ngobrol”. Kebetulan aku sedang lapar dan ingin juga ngomong-ngomong dengannya. “Mau, aku nggak ada kegiatan kok. Pengin makan apa dan dimana?” tanyaku. “Apa kamu ada ide?” ia balik bertanya. “Terserah kamu aja deh” kataku. Kemudian kami berdua mencari sebuah cafe yang tidak terlalu ramai. “Sudah lama banget ya nggak kongko-kongko, kemana saja sih kamu? Sombong ya” katanya setelah kami berdua duduk di restauran itu. Kami lalu berbincang-bincang tentang masa lalu dan juga berbagi pengalaman tentang pekerjaan diselingi gosip-gosip masa kini. Kamipun lalu memesan makanan. Pembicaraan diteruskan sambil kami menyatap makan siang. Setelah menghabiskan makanan utama, lalu aku memesan kopi dan Lia minta ice cream. Dia lalu berkata padaku ingin curhat tentang masalahnya. Aku sampaikan silahkan saja dan akan kucoba menjadi pendengar yang baik. Dia mengatakan betapa kesalnya dia terhadap lelaki terutama terhadap bekas suaminya pada saat ini. Laki-laki di matanya semuanya brengsek dan dia ingin dapat melampiaskan kekesalannya itu, namun tidak tahu bagaimana. Aku berusaha menghibur dan mengatakan tidak semua lelaki brengsek dan masalah yang dia hadapi adalah cobaan. Aku minta dia untuk bersabar dan tabah dalam menghadapi cobaan ini. Mendengar dia mengatakan tentang ingin melakukan sesuatu untuk dapat melampiaskan kekesalannya terhadap lelaki, aku tanyakan apa kiranya yang ada di pikirannya. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan aku tersebut. Mungkin dia memang tidak tahu atau tidak ingin memberitahukan. Kemudian aku menanyakan padanya tentang suatu fantasi yang dikenal dengan “bondage”. Dia lalu bertanya. “Apa sih itu?” Lalu kujelaskan, “Bondage adalah suatu permainan dimana satu pihak menjadi Submissive dan pihak lainnya menjadi dominan. Si submissive akan di ikat oleh dominan dan setelah terikat di dominan bisa mempermainkan dan/atau mengolok- olok si submissive yang sudah terikat. Si dominan bisa melakukan berbagi macam bentuk ikatan dari posisi hogtie, frogtie, di ikat di kursi, di meja atau di kasur dan sebagainya” “Auh aneh sekali ya, tapi kok menarik” sapa Lia. Dia lalu bertanya, “Siapa yang akan menjadi submissive dan siapa yang menjadi dominan?”. Kujawab, “Karena kamu yang lagi punya masalah dan sedang kesal terhadap lelaki, bagaimana kalau aku menawarkan diri untuk menjadi submissive dan kamu yang menjadi dominan?”. Aku memang selalu senang dan bergairah jika diikat oleh wanita. Tanpa pikir panjang Lia langsung menjawab, “Aku setuju. Akan kuikat kamu sekuat-kuatnya”. Selanjutnya dia bertanya, “Bagaimana kalau kita sekarang pulang ke rumahku dan melakukannya?”. Kujawab, “Sabar dulu dong, kan kamu perlu persiapan. Apa kamu sudah punya tali dan peralatan-peralatan lainnya?”. Lia pun lalu menjawab, “Aku punya banyak selendang yang bisa kupakai untuk mengikat kamu” Aku jawab, “Bisa saja kamu pakai selendang-seledang itu tapi kan kamu mungkin mau juga mengikatku dengan tali. Aku senang lho diikat dengan tali-tali yang panjang dan banyak” sapaku menjawabnya. Kulihat kekecewaan di paras mukanya mendengar jawabanku. “Siapkan dulu alat-alatnya dan setelah itu hubungi aku, ok!” pintaku. Di jawabnya, “Ok deh kalau begitu maumu. Besok aku akan beli tali yang banyak dan akan kuminta yang panjang-panjang. Selain tali apa lagi yang aku harus beli?” Kujawab, “Pikirin sendiri dong kan kamu yang mau mengikatku. Coba browsing di internet di situs-situs bondage dan disitu nanti kamu akan dapat inspirasi, cara dan teknik mengikat serta alat-alat apa saja yang bisa kamu pakai dalam permainan ini.” Kuberikan nomor HPku dan begitu juga Lia memberikanku nomornya. Lia lalu berkata, “Akan kuikat kamu sekuat-kuatnya sehingga tidak bisa lepas dan kamu aku ikat tidak sebentar, nggak cuma 1 atau 2 jam lho.” Kujawab, “Ok, aku tunggu ya.” Aku pun memberikannya beberapa situs di internet tentang bondage. Kami pun lalu berpisah. Keesokkan harinya HP ku berdering dan tertera di layar telpon nama Lia. “Halo, apa kabar” sapuku membuka pembicaraan. “Aku lagi bergairah nih sekarang mau melakukan sesuatu untuk permainan yang kita bicarakan kemarin.” jawabnya. Lalu Lia pun bertanya, “Apakah kamu ada waktu menemaniku pergi belanja ke suatu tempat?”. Aku katakan, “Ada, bagaimana kalau kamu jemput aku di kantor jam 3 sore?”. Lia pun lalu menjawab, “Ok, kalau begitu aku akan ke kantor kamu.” Waktu saat itu jam 1.30 siang. “Kalau begitu aku sekarang kesana ya?” katanya. “Ok, aku tunggu.” Setelah telpon kututup aku berpikir mau beli apa sih Lia sampai minta aku menemainya. Sebelum jam 3 Lia sudah datang menjemputku di kantor. Kutanya, “Mau belanja apa sih kamu dan kenapa kok pakai minta ditemani kau segala?” Dijawabnya, “Ada deh, nanti kamu juga akan tahu” Baru aku sadari bahwa yang di maksud dengan belanja olehnya bukanlah belanja bahan-bahan makanan tapi dia mau beli alat-alat yang di perlukan untuk permainan itu. Aku pun kemudian menunjukkan suatu tempat ke Lia di mana kita dapat membeli tali temali. Kami pun kemudian berhenti di ACE HARDWARE dan kemudian kami masuk ke dalam toko dan langsung menuju ke tempat di mana tali-tali yang di jual. Aku tunjukkan pada Lia tentang tali-tali yang lembut namun kuat yang biasa dipakai dalam permainan ini. Setelah kami setuju dengan tipe tali yang akan digunakan, kami pun meminta kepada petugas di sana untuk memotong tali-tali itu menjadi beberapa utas dengan panjang yang berbeda-beda, dari mulai 4 meter sampai 15 meter. Tak ku sangka Lia membeli cukup banyak tali-tali tersebut. Aku tanyakan padanya. “Buat apa tali sebanyak itu?” Di jawabnya, “Kan kemarin kamu bilang mau diikat dengan banyak tali. Mungkin banyaknya versi kamu beda dengan yang saya punya.” Setelah selesai membayar, Lia kemudian mengantarkan aku kembali kekantor. Dalam perjalanan pulang Lia mengusulkan bagaimana kalau permainan bondage ini dilakukan sehabis aku pulang kantor. Karena kesibukanku dengan pekerjaan kuusulkan besok saja. Kebetulan besok hari Sabtu dan aku tidak bekerja. Lia pun setuju dan mengatakan. “Aku sudah nggak sabar lho nunggu besok.” Aku hanya tersenyum. Kamipun sampai kembali dikantorku dan kemudian kita berpisah. Sebelum berpisah Lia berkata. “Aku masih perlu beli tambahan peralatan lainnya dan akan kupersiapkan semuanya hari ini supaya besok pagi sudah siap.” Aku bertanya, “Besok pagi, jam berapa? Jangan pagi-pagi ya kan aku mau bangun agak siangan.” Tanpa perduli dengan apa yang baru kukatakan, Lia pun lalu berkata, “Sampai besok pagi” Hari Sabtu jam 7 pagi aku terbangun oleh suara dering telpon HP. Terlihat di layar “Lia”. Aku lalu berpikir mungkin Lia mau mengganti hari dan jam yang telah dia katakan kepada aku kemarin. “Halo” sapaku. “Halo, baru bangun ya” sapanya. Aku jawab, “Ya, ada apa? nggak jadi ya hari ini jam 9?” Dia pun lalu berkata, “Iya, nggak jadi jam 9, tapi jam 8 pagi. Aku sudah nggak sabar nunggu dan semalaman aku nggak bisa tidur mikirin kamu. Aku juga sudah browsing internet ke situs-situs bondage dan aku rasa aku sudah mampu dan yakin bisa melakukan permainan ini.” Lia pun melanjutkan, “Sekarang aku berangkat jemput kamu ke rumah ya. Cepat mandi karena aku tidak mau menunggu lama- lama. Jangan lupa makan pagi supaya kamu tidak kelaparan.” Tanpa sempat aku mengatakan sesuatu, Lia pun lalu menutup telponnya. Kubutuhkan waktu 15 menit seteleh telpon ditutup untuk mandi, berganti pakaian dan sarapan pagi. Jam 7.30 HP ku kembali berdering dan terdengar. “Aku sudah di depan rumahmu, ayo cepat keluar.” Aku pun kemudian bergegas keluar rumah dan masuk ke mobilnya. Di ciumnya kedua pipiku olehnya dan mengatakan. “Selamat pagi. Sudah siap mental untuk aku jadikan lampiasan kekesalan ku terhadap lelaki?”. Kujawab “Siapa takut!” Dibutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk sampai ke suatu tempat dimana permainan ini akan di lakukan. Sebelum kami sampai di tempat tersebut, Lia mengatakan sesuatu. “Untuk menjaga kerahasian tempat ini, dengan terpaksa aku harus menutup matamu.” Mobil pun lalu di hentikan di pinggir jalan dan Lia lalu mengambil bandana yang ia tempatkan di laci mobil dan lalu memakaikannya di mata aku. Di lilitkanya bandana tersebut sekuat-kuatnya dan diputar-putar beberapa kali di kepalaku. Kurasakan lilitan yang sangat kuatnya dan sekarang aku tidak bisa melihat apa-apa kecuali kegelapan di pagi hari. Pada akhir lilitan bandan tersebut, ditaruhnya pin agar ujung bandana tidak terlepas. Tidak puas dengan itu, diambilnya lakban dan di putar-putarkan di atas bandana beberapa kali untuk menyakinkan agar tidak terlepas. Setelah selesai dengan bandana, Lia lalu memakaikan kacamata hitam agar tidak menimbulkan ke curigaan dari luar. Untungnya mobilnya memakai kaca film yang sangat gelap. Sebelum mobil di jalankan kembali, Lia memakaikan borgol di kedua tanganku yang di letakkan ke belakang badan. Dia lalu berkata. “Permainan belum di mulai ya, ini hanya tindakan preventif aja agar kerahasian tempat permainan tetap terjaga.” Aku katakan, “Ok, aku ngerti. Bandananya kuat sih, longgarin sedikit dong!” Dia menjawab, “Ah kamu sexi sekali sih terlihat begitu. Kalau begini saja sudah membuatku bergairah, apalagi nanti kalau kamu sudah terikat?” Kudengar suaranya yang mengejekku ketika dia menjawab. Jam 7.45 kami sampai di tempat yang dituju. Pintu pagar lalu dibuka pembantunya dan mobil langsung menuju ke garasi. Lia keluar mobil dan lalu berkata ke pembantunya untuk membelikan beberapa makanan di pasar. Tidak lama kemudian, pembantunya pun pergi dan dia kembali ke garasi lalu membukakan pintu mobil dan berkata. “Aku suruh pembantuku pergi agar dia tidak melihat kami dalam keadaan seperti ini. Aku nggak mau orang lain tahu tentang ini.” Lia pun lalu menuntun aku masuk ke rumahnya tanpa melepaskan penutup mata dan belenggu di tanganku. Setelah dia menempatkan aku pada sebuah kamar ruangan dan memintakan untuk duduk beristirahat sejenak. “Aku mau ambil tas dulu dimobil ya. Kamu tunggu aja dulu disini.” Dia pun lalu berjalan pergi. Sekembalinya, Lia lalu melepaskan bandana yang penutup mataku, begitu pula dengan borgolnya. Aku mengucek-ngucek kedua bola mataku karena penglihatan yang buram selah tertutup beberapa saat. Lia lalu berkata. “Permainan baru akan dimulai dan sekarang aku akan mengikatmu. Jangan coba-coba kabur ya karena kalau iya, kamu akan merasakan hukumannya. Ayo sekarang lepas baju dan celanamu”. Aku menurut saja sambil menunggu dengan berdebar-debar. Tidak semua kutanggalkan, hanya celana dalam yang masih menempel di badanku. Kumemohon padanya untuk tidak memintaku melepaskan CD ini. Dia pun setuju namun kemudian dia berkata. “Sekarang CD boleh tetap di tubuhmu tapi aku tidak janji apakah akan tetap terpakai sampai permainan ini selesai nantinya.” Kegairahan yang sangat kurasakan sehingga penisku berdiri tegak dan keras. Aku sudah tak sabar menunggu untuk diikat olehnya. Lia lalu membuka lemari pakaian yang ada di ruangan tersebut dan kulihat dia mengambil sesuatu. Tak bisa terlihat dengan jelas apa yang diambilnya karena terhalang oleh tubuhnya. Dia lalu menuju kamar mandi dan beberapa saat kemudian keluar dan kulihat dia sudah berganti pakaian. Dia sekarang menggunakan gaun malam kimono, berwarna hitam dan tipis terbuat dari sutera dan tembus pandang. Terlihat jelas dari balik gaun malam yang anggun celana dalam yang menempel ditubuhnya. Kedua payudaranya sudah tidak lagi tertutup oleh BH. “Wau, cantik, anggun dan manis sekali kamu pakai itu. Maaf ya, kenapa nggak sekalian aja celana dalamnya dilepas?” gurauku. “Dasar lelaki, brengsek dan kurang ajar banget sih loe. Tunggu aja nanti.” Lia terlihat sebal dan emosi mendengar gurauanku. Sambil menahan emosi, dia lalu kembali ke lemari dan mengambil sesuatu. Terlihat beberapa selendang berwarna hitam, putih, biru dan merah tergenggam di tangannya. Selendang-selendang yang panjang-panjang dan terbuat dari kain sutera yang halus dan tipis. “Ayo, permainan sudah di mulai. Letakkan kedua tanganmu di belakang!” terdengar emosinya. Akupun menurut dan meletakkan kedua tanganku dibelakang badan. Terasa kulit jari-jarinya yang halus memegang ke dua tangan di belakang. Dirapatkannya kedua tanganku lalu selendang berwarna putih di lilitkan dengan kuat berputar berkali-kali mengelilingi pergelangan tanganku. Sekali-kali ditariknya kedua ujung selendang berlawan arah menguatkan ikatan itu. Setengah selendang sudah dililitkannya dipergelangan tanganku dan kemudian ia pindahkan lilitan selendang itu diantara rongga pergelanganku. Lilitan ini untuk mengunci ikatan agar tidak mudah dilepaskan. Setelah beberapa lilitan, ujung simpul kedua selendang itu ditarik berlawan arah memperkeras lilitan yang sudah terasa kuat dan lalu ia ikatankan sekencang-kencang. “Aduh, kuat sekali. Jangan terlalu keras dong nanti peredaran darahku bisa terganggu.” tuturku pada Lia. Dia tidak memperdulikan perkataanku tadi. Untuk tidak memungkinkan ke dua ujung simpul di buka olehku, dia lalu menyatukan ke dua ujung simpul selendang itu dengan lakban. “Bagaimana rasanya terikat, ini baru permulaan. Aku masih mempunyai beberapa selendang dan tali-tali yang belum kupakaikan padamu” katanya. Kurasakan emosinya yang belum mereda. Kemudian diambilnya selendang kedua berwarna merah dan mengikatkannya di dua siku lenganku. Hal yang sama di lakukannya ketika Lia mengikat kedua pergelangan tangaku. “Aduh, sakit sekali. Tolong jangan terlalu keras” sapa aku ke Lia. Seperti sebelumnya, Lia tidak menghiraukan perkataanku dan terus menyelesaikan ikatannya. Keadaan terikat ini membuatku semakin bergairah dan terangsang. Penisku terasa sangat keras bagikan tembok menara. “Eeh kamu kelihatannya enjoy sekali ya diikat. Awas ya kalau spermamu sampai keluar sebelum aku mau. Kamu harus tahan itu, kalau tidak aku bisa sangat marah dan resikonya bisa bahaya..” katanya sambil mengejekku. Dia lalu kembali lagi ke lemari dan sekarang mengambil celana dalamnya serta di masukkannya ke mulutku. Di tekannya CD itu dalam-dalam ke rongga hingga menyentuh mulutku sehingga terasa sesak dan penuh sekali. Setelah itu, di ambilnya bandana yang tadi digunakan untuk menutup mataku dan dililitkan beberapa kali menutupi mulutku yang tersumbat celana dalamnya. Di ujung bandana itu dililitkan lakban memutar beberapa kali untuk memastikan bandana itu tidak terlepas. Ugh, ugh, ugh.. suara mulutku yang tersumbat terdengar mengatakan sesuatu padanya. “Kamu ngomong apa sih? Kalau mau ngomong yang jelas dong..” sapanya mengejekku. “Aku belum selesai dengan kamu. Kakimu masih bebas dan tak mungkin kubiarkan.” Diambilnya selendang hitam dan di lilitkanya ke kaki ku seperti yang di lakukan pada pergelangan tanganku. Setelah selesai dengan kaki, dia lalu melanjutkan mengikat ke dua lututku dengan selendang lainnya. Ikatan-ikatannya terasa sangat kuat. Tidak puas, dia kemudian mengambil tali dari dalam tas dan di ikatkannya di antara ke dua rongga kakiku dan lalu menariknya ke atas hingga menyentuh tanganku. Sakit sekali rasanya ketika kaki dan tanganku disatukan. Ia lalu lilitkannya tali itu beberapa kali dan sebelum mengikat ujung tali, ia tarik tali itu berlawanan arah sehingga ikatan terasa semakin kuat. Ugh, ugh, ugh.. teriakku menahan rasa sakit. Namun tidak tahu mengapa diriku begitu menyukai keadaan ini. Aku semakin bergairah dan terangsang. “Itu kan yang kamu katakan posisi hogtie” katanya sambil tersenyum mengejek kepadaku. Aku hanya dapat menggangguk menjawab sapaan Lia. “Apa yang harus kulakukan ke kamu sekarang yah, biar kupikirkan dulu deh sambil istirahat” sapanya. “Kamu pernah bilang kalau kamu biasanya berusaha melepaskan ikatan yang membelenggumu, sekarang coba buktikan. Aku mau lihat. Aku beri waktu 30 menit.” Lia pun lalu keluar kamar dan membiarkan diriku dalam keadaan terikat. Aku berusaha keras untuk melepaskan ikatan- ikatan yang membelenggu tangan dan kakiku. Beberapa kali kucoba namun sia-sia. Ikatannya sangat sulit kujangkau dengan jari-jari tanganku. Lia mengintip dan mengawasi dari sela-sela pintu kamar yang sengaja tidak di tutupnya. Lia kembali masuk ke dalam kamar pada saat aku sedang berusaha melepaskan ikatan untuk yang kesekian kalinya. “Silahkan saja kalau bisa. Ayo buktikan kalau memang kamu bisa. Ayo coba..” sapanya. Ia mengambil gunting dan kemudian berjalan menghampiri diriku lalu menggunting celana dalamku dan melepaskannya. Sekarang aku telanjang bulat tanpa ada satu helai bahanpun yang menempel. “Tadi aku minta kamu menahan ereksimu dan aku senang kamu bisa melakukannya. Sekarang aku mau kamu mengeluarkannya. Ayo, ayo keluarkan spermamu..” pintanya dengan suaranya yang mengejek. Aku tidak bisa berereksi walaupun aku sangat bergairah dan terangsang. Setelah beberapa saat tidak keluar, ia lalu menempelkan tangan halusnya di penisku dan kemudian mengocok-ngocok beberapa kali. Tak lama kemudian spermaku pun berhamburan di sekitar tempatku terbaring. Semprotan sperma yang sangat kencang kurasakan. Sebagian dari hemburan itu mengenai muka Lia. “Ha ha ha ha..” terdengarnya tertawa puas. Setelah itu kulihat paras mukanya berubah menjadi benci dan marah. Aku tak tahu apa sebabnya. “Kamu laki-laki memang sialan. Aku benci sama kaum semua.” Plak, plak, plak.. terdengar suara tamparan Lia ke arah bokongku. Di ulanginya lagi tamparan tersebut berkali-kali. Aku tidak dapat berkata apa-apa dan membiarkan saja kejadian itu. Aku berteriak menahan sakit namun sia-sia belaka karena mulutku masih tersumpal. “Mau coba minta tolong? Ayo silahkan kalau kamu mampu dan bisa. Silahkan, ayo teriak sekencang-kencangnya..” bentaknya. Setelah itu Lia pun berhenti dan kulihat parasnya berubah menjadi sedih seperti sedang memikirkan nasib sial yang baru menimpanya. Tak kudari air mataku menetes merasa kasihan dan iba terhadapnya. Tak lama kemudian ia meninggalkanku sendiri di dalam ruangan. Seperti sebelumnya, akupun berusaha melepaskan ikatan- ikatan yang membelenggu diriku. Untuk kesekian kalinya aku gagal. Lama rasanya aku menunggunya. 30 menit sudah berlalu namun rasanya seperti beberapa jam. Lia pun kembali masuk ke ruangan namun sekarang raut mukanya sudah berubah cerah. “Apakah tangan dan kaki kamu terasa sakit?” tanyanya kepadaku. Aku mengangguk. Lanjutnya dia berkata, “Baik, kalau begitu akan aku buka semua ikatan itu.” Dibukanya ikatan yang membelenggu kakiku dan kemudian lututku dan terakhir di siku lenganku. Dia tidak melepaskan ikatan di pergelangan tanganku dan sumpal yang membelenggu mulutku. Lia memintaku untuk duduk beristirahat. Lia lalu berjalan ke arah tas dan mengeluarkan isinya. “Aku hanya memberikan waktu sebentar untukmu beristirahat dan sekarang akan aku pasangkan tali-tali ini di tubuhmu sebanyak mungkin. Sengaja tak kulepaskan selendang pengikat tanganmu karena aku tidak mau terjadi hal-hal yang tidak kuharapkan.” Dia pun kemudian berjalan mendekatiku. Dengan tangan masih terikat, Lia memintaku untuk berdiri dan berjalan ke ruangan lainnya. Dengan tuntunannya, akhirnya aku sampai di ruangan yang letaknya bersebelahan dengan ruang sebelumnya. Aku heran ketika melihat ada besi seperti huruf U terpasang di langit-langit kamar itu disertai tali panjang menggelantung di besi itu. Aku pun bertanya-tanya pada diriku untuk apa besi yang tergantung di langit-langit ruangan. Tanpa kusadari, Lia mendorong dan menjatuhkan tubuhku ke lantai dan mulai mengikat kaki, lutut paha dan siku tanganku dengan tali-tali tersebut. Di ikatkannya tali-tali tersebut sekuat- kuatnya dan pada ujung simpul tali di satukan serta di lakban agar tidak mudah di lepaskan olehku. Selendang pengikat tanganku tak dilepaskannya malah Lia mengikatkan seutas tali lagi dengan kuat pada tanganku yang sudah terikat. Selanjutnya, diambilnya tali yang sangat panjang kemudian mengikatkan tali tersebut ke seluruh tubuhku mulai dari pundak hingga ke ujung kaki. Tanganku sekarang sudah menyatu dengan badanku. Tidak ada ruang gerak dan terasa amat sesak. Dia lalu membisikkanku. “Apa yang kamu dapat lakukan sekarang? Kamu sudah menjadi milikku dan aku bebas melakukan apa saja yang aku mau. Kamu tidak bisa menolak. Yang hanya kamu bisa lakukan adalah pasrah dan menerima. Aku senang dengan keadaan ini.” Aku meronta-ronta mencoba melepaskan atau paling tidak bisa mengendurkan tali-tali yang mengikat tubuhku. Tanpa kuduga beberapa tali mengendur tapi kejadian ini terlihat olehnya. Di buka kembali simpul tali itu kemudian ia tarik kedua simbul berlawanan arah lebih keras lagi sehingga membuat ikatan semakin kuat. “Coba-coba membebaskan diri ya? boleh saja kalau bisa. Semakin kamu coba untuk melepaskan tali-tali tersebut, semakin kuat ikatan akan kubuat.” tuturnya. Lia kemudian keluar ruangan dan beberapa saat kembali lagi membawa gulungan plastik (wrap plastik). “Aku ada hadiah untukmu” sapa Lia. Ia lalu melanjutkan, “Kamu sekarang akan kuanggap sebagai makanan dan agar tetap segar, akan kamu akan kubungkus serta kusimpannya dengan baik”. Disuruhnya aku untuk berdiri dan dia mengancam akan menghukumku lebih keras lagi jika aku terjatuh. Lia mulai membungkus diriku dengan wap plastik tersebut mulai dari leher hingga jari-jari kakiku. Beberapa kali aku hampir terjatuh namun aku berhasil mengatasinya. Aku tidak ingin hukuman yang lebih keras menimpaku jika aku terjatuh. Pengab dan sesak serta sempit rasanya seluruh tubuhku karena terbungkusnya plastik itu. Aku tidak berdaya dan berpikir apa lagi yang akan Lia perbuat terhadapku mengingat sudah tidak ada tempat lagi di badanku untuk diikat. Hampir setengah dari wrap plastik itu membungkus diriku. Kulihat di paras mukanya belum puas dengan apa yang sudah dilakukan terhadapku. Diambilnya sesuatu dari tas sebuah sabuk pendek dan lebar yang terbuat dari kulit serta di tengah- tengahnya terdapat suatu cincin besi. Di pasangkan sabuk kulit tersebut di kakiku kemudian ia gapai tali yang tergantung di langit-langit ruangan serta ia ikatkan pada cincin besi yang terdapat pada sabuk kulit tersebut. “Kamu akan merasakan sesuatu yang lain dari biasanya dan akan kubuat kamu melayang-layang di udara.” Kakiku perlahan-lahan terangkat ke atas dan sebelum sepenuhnya kusadari perkataan Lia tadi, seluruh tubuhku tergantung dengan kaki di atas dan kepala dibawah. “Aduh lucunya deh kamu dengan posisi seperti itu. Apa yah yang kira-kira bisa kulakukan?” katanya sambil berpikir. Lalu diambilnya 2 buah handuk kecil dan di lilitkan di tangannya. Kemudian dipakainya kaos kaki di kedua tangannya. “Nah sekarang aku mau latihan tinju. Kamu akan kujadikan sasaran pukulan-pukulanku. Silahkan kalau mau berteriak sekuat-kuatnya untuk meminta tolong. Tidak akan ada orang yang akan mendengar” katanya. Lalu ia hempaskan beberapa pukulan ke perut dan belakang badanku. Augh, augh, augh..” aku mengeluh menahan sakit. Pukulan-pukulan tersebut tidak di hentikkannya malah semakin keras. “Kurang ajar, sialan, anjing kamu” teriaknya dengan paras muka yang penuh rasa kebencian. Selang beberapa lama, Lia menghentikan pukulannya dan terdengar isak tangisnya. Ia menutup matanya dengan kedua tangannya. Setelah itu iapun menyampiri diriku yang masih tergantung dan berkata. “Maafkan aku ya karena kamu telah menjadi sasaran emosionalku. Maaf ya..” Setelah itu Lia meninggalkan ruangan. Sudah cukup lama aku tergantung dengan posisi kepala di bawah dan aku mulai merasa pusing. Aku mencari-cari jam di ruangan itu dengan berusaha memputar-putarkan badanku. Kutemui sebuah jam kecil tergeletak di meja rias kamar tersebut. Waktu saat itu menunjukkan jam 2 siang. Sudah lebih dari 4 jam aku terikat. Tangan, siku, kaki dan lututku terasa sakit karena ikatan yang kuat. Kulihat Lia membuka pintu dan lalu menurunkanku dari gantungan itu. Setelah terbaring di lantai lalu dibukakannya plastik-platik pembungkus diriku dengan mengguntingnya. Setelah itu ia buka bandana dan mengeluarkan celana dalam yang sudah hampir 4 jam menyumbat mulutku. “Sakit sekali rasanya. Tolong bebaskan aku dari belenggu ini dong, tolong Lia. Aku lapar dan haus sekali” itulah kata-kata yang pertama kuucapkan ketika mulutku sudah bebas. “Baik, tunggu dulu ya” Lia lalu keluar ruangan dan kemudian kembali lagi dengan makanan dan minuman. Di suapkan makanan ke mulutku dan di berikannya aku minuman. “Apakah tidak lebih baik kalau aku makan sendiri?” tanyaku kepadanya. Dia menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju sambil berkata. “Aku ingin melakukan sesuatu yang baik untukmu setelah kulakukan hal-hal yang menyakitimu. Aku sekarang ingin memanjakanmu. Ayo buka lagi mulutnya.” Makananpun kukunyah dan rasa lapar serta haus sirna. “Lia, tolong dong bukakan tali-tali itu, sakit rasanya” pintaku. Dijawabnya, “Nggak sekarang ya. Kan sudah aku bilang kamu akan kuikat nggak sebentar. Aku masih senang dengan permainan ini.” Terasa penisku mulai mengencang kembali setelah beberapa saat lemas karena ereksi pertama. Seteleah selesai makan, dia lalu mengambil sepatu kets nya serta melepaskan talinya. Lalu ia menghampiriku dan mengikat kuat-kuat penisku yang sedang keras dari ujung kepalanya hingga biji kemaluanku. “Aduh sakit sekali, jangan kencang-kencang dong,” pintaku padanya, “Bagaimana nanti kalau aku mau kencing, kan nggak bisa kalau begini. Ayo dong jangan diikat” pintaku. Tidak kurasakan Lia melonggarkan ikatan tali sepatu itu malah ia teruskan sampai selesai. Setelah itu ia mainkan penisku dengan mengusapnya, menciumnya, mencetilnya dan lain- lainnya. Kurasakan kegairahan yang memuncak karena tindakan-tindakan Lia dan rasanya ereksiku sudah di ujung dan mau keluar tapi tidak bisa karena ikatan kuat di penisku. Setelah puas bermain-main, Lia memintaku untuk berdiri dan berjalan sambil berloncat-loncat mengarah ke tempat tidur. Aku tidak bisa berjalan karena kaki yang terikat. Sampai di tempat tidur Lia memintaku untuk berbaring dan beristirahat. Lia lalu kembali menyumpal mulutku dengan celana dalam dan bandana. Kemudian ia juga menutup mataku. Aku benar-benar dibuatnya tidak berdaya, tidak bisa melihat, tidak bisa berbicara, tidak bisa bebas menggerakkan tangan dan kakiku. “Selamat beristirahat. Tidurlah dan pulihkan tenagamu. Nanti sore akan kubangunkan.” Karena lelah dan lemas, tak lama kemudian akupun tertidur pulas. “Bangun, bangun sudah sore” terdengar suara merdu di kupingku. Akupun menggerak-gerakkan badanku memberi tanda kepadanya aku sudah terjaga. Tak lama kemudian penutup mataku dilepaskan. “Selamat sore, mudah-mudahan kamu tidur nyenyak.” Kulihat jam di meja menunjukkan pukul 5.30. Tanpa kusadari tali sepatu pengikat penisku telah dilepaskan olehnya, namun penisku masih tegang dan keras. “Ayo, sekarang kamu mandi” sambil menarik badanku berdiri dan ia lalu kemudian menuntunku ke kamar mandi. Seperti sebelumnya, aku harus berjalan dengan berloncat- loncat. Ditaruhnya cairan sabun mandi di tangannya dan kemudian ia mainkan penisku dengan mengocok-ngocok beberapa kali. Tak lama kemudian aku merasakan ereksi dan spermaku keluar dengan kerasnya ke lantai kamar mandi. Setelah itu Lia membukakan tali-tali pengikat tubuhku namun tidak tanganku. Ia lalu memandikanku. Setelah selesai ia mengeringkan badanku dengan handuk dan kemudian menuntunkun kembali keruangan semula. Lia lalu keluar ruangan dan berkata. “Aku mau menyiapkan makan malam dulu ya. Bersenang- senang saja kamu disitu sambil menonton TV.” Dinyalakan TV yang ada di kamarnya dan di pilihnya channel HBO. Setengah jam berlalu Lia pun kembali keruangan dan memintaku untuk berjalan pergi ke ruang makan. Pintu-pintu rumah yang membatasi ruangan dalam dan kamar pembantu di kuncinya agar kejadian ini tidak diketahui oleh pembantunya. Di mintanya aku duduk di kursi makan dan ia lalu berkata. “Aku suapin kamu seperti tadi siang ya.” Setelah selesai makan, Lia kembali menuntunku keruangan pertama aku terikat. Lalu ia bukakan ikatan tangan dibelakang badanku. Ia lalu memintaku untuk meletakkan kedua tangan di depan badanku dan mengikatnya kembali. Setelah itu ia memintaku untuk berbaring di tempat tidur kemudian menarik tanganku yang terikat ke atas kepala dan mengikatkanya pada lubang kayu di ujung tempat tidur. Mulutku lalu disumpalnya kembali tanpa menghiraukan permintaanku untuk tidak melakukannya. Setelah itu, ia lalu mengikat lutut dan kemudian kakiku. Diambilnya lagi seutas tali lalu ia ikatkan diantara kedua rongga kakiku dan menarikknya keujung bawah tempat tidur. Di ikatkannya tali itu pada sebuah lobang dan kemudian di tariknya sekencang- kencangnya sehingga seluruh badanku terasa tegang dari ujung tangan hingga kaki. Setelah itu diikatnya baik-baik tali itu. Dia lalu bermain-main dengan tubuhku sambil mengelitikkan badanku yang membuat aku tertawa terbahak-bahak. Lalu ia gelitikkan kakiku. Ia juga mainkan penisku sehingga menjadi tegang dan keras. Di raihnya tali sepatu dan diikatkan tali itu di penisku dengan kuat. Waktu sekarang menunjukkan jam 10.30 malam dan kulihat paras muka Lia yang kecapaian. “Aku capai dan lelah. Sekarang aku mau tidur tapi aku ingin ditemani, tidak mau sendiri malam ini.” Aku meronta-ronta dan berteriak menandakan ketidaksetujuanku atas kejadian ini. Aku mau pulang dan tidak mau menginap disini. Aku melototkan mataku padanya memberi isyarat kalau aku sekarang marah padanya. Lia tidak perduli dan kemudian ia lalu matikan lampu kamar dan berkata. “Selamat malam. Tidur yang nyenyak ya. Maaf kalau kamu harus tidur dengan posisi terikat.” Ia lalu mengecup dahi dan pipiku serta tidur disebelahku. Tak lama kemudian kudengar suaranya yang mendesus menandakan ia sudah tertidur dengan lelap. Aku kesal dengannya tapi tak berdaya untuk dapat melepaskan ikatan tali-tali ini. Akhirnya aku pasrah dan tak beberapa lama kemudian akupun tertidur. Aku tidak tahu jam berapa pada saat itu. Aku dibangunkan Lia keesokkan paginya dan kulihat jam menunjukkan pukul 7.30. Lia lalu melepaskan seluruh tali-tali dari tubuhku dan mencium kedua pipiku sambil mengatakan. “Terima kasih ya atas pengorbanan yang kamu berikan untukku. Perasaanku sekarang jauh lebih enak. Aku mau kita melakukannya lagi lain waktu dan seluruh peralatan-peralatan ini akan kusimpan baik-baik. Akan kutelpon kamu nanti ya!” Kujawab, “Tidak perlu sampai satu hari satu malam aku diikat dong, cukup untuk beberapa jam saja ok. Lain kali jangan gini ya. Aku sih senang banget dan sangat bergairah serta terangsang diikat cewek secantik kamu. Lain kali pastikan ikatan-ikatanmu lebih keras lagi karena pasti bisa akan aku buka” gurauku ke Lia. Lalu aku mandi pagi dan setelah itu Lia mengantarkanku kembali kerumah. E N D